Setelah Reina menutup telepon, dia bersiap memberi tahu Sisil.Namun tiba-tiba Maxime masuk.Maxime bisa melihat Reina yang gelisah, dia bertanya, "Kenapa? Barusan kamu telepon siapa? Kok kayak panik gitu?""Nggak ada, aku mau ketemu Sisil."Reina berjalan melewati Maxime dan buru-buru ke tempat Sisil.Reina yakin Sisil sangat khawatir karena sekarang Deron sendirian.Maxime melihat Reina meninggalkan ponselnya di atas meja. Jadi, Maxime hendak mengantarkannya pada Reina."Ting!"Ponsel Reina berdering, sebuah pesan muncul di layar ponsel Reina.Pesan yang masuk adalah dari Revin, "Nana, kamu harus jaga diri ya. Kalau ada apa-apa, harus kasih tahu aku. Kalau Maxime jahatin kamu, kamu juga harus ngasih tahu aku, pokoknya aku akan selalu siap di belakangmu."Maxime memicingkan mata.Maxime ingin membuka ponsel Reina, tapi kata sandinya sudah diubah.Pikiran Maxime langsung kacau. Setelah ragu-ragu untuk waktu yang lama, dia mematikan ponsel Reina dan hendak mengantarkannya.Reina sudah s
Maxime mengangguk.Dia berkata, "Tapi kalau ke depannya dia hubungin kamu, kamu harus kasih tahu aku ya apa pun yang terjadi. Jangan sembunyiin dariku.""Oke."Reina langsung setuju, lalu menggandeng tangan Maxime yang ada di wajahnya sambil berkata, "Ayo pulang."Dengan bergandengan tangan, Maxime merasa sangat nyaman.Sekarang berbeda dari masa lalu. Dia sangat takut Reina akan meninggalkannya atau Reina direbut orang lain."Nana, kamu cinta nggak sih sama aku?"Sambil berjalan, Maxime tiba-tiba bertanya.Sekarang Reina benar-benar merasa Maxime ini aneh, dia berhenti melangkah dan menjawab, "Ya ampun kita sudah menikah berapa tahun, punya empat anak pula. Kamu kekanak-kanakan banget, ngapain nanya kayak gini?"Maxime menggenggam tangan Reina erat-erat."Jadi, kamu cinta nggak sama aku?" Dia menatap Reina dengan serius.Tangan Reina terasa sakit karena genggaman yang begitu erat. Reina hendak menjawab saat tiba-tiba Riki berlari ke arah mereka berdua."Mama, kalian dari mana?""Habis
Tidak ada cahaya sama sekali di vila pribadi yang gelap itu.Pria yang ada dalam kamar itu sedang duduk di antara tumpukan botol anggur, bersandar di dinding dan terlihat lesu.Tiba-tiba pintu yang tertutup itu pun terbuka dari luar dan cahaya masuk secara perlahan.Morgan langsung mengulurkan tangannya untuk menghalangi cahaya di depannya. Setelah beradaptasi, barulah dia menurunkan tangannya.Morgan membuka matanya dan melihat seorang pria berjalan ke arahnya selangkah demi selangkah dengan sepatu kulit mengkilap karena melawan cahaya.Maxime masuk ke kamar itu, menyalakan lampu dan melihat Morgan terbaring di antara tumpukan botol anggur.Maxime mengernyit dan berjalan di antara tumpukan botol anggur."Kamu berencana hidup seperti ini selama sisa hidupmu?" Maxime bertanya.Morgan mengangkat matanya dan menatapnya, "Kamu datang buat menertawakanku?"Maxime mencari kursi dan duduk, menoleh ke arah Morgan dengan tatapan menghina."Dengan rupamu yang seperti ini, kamu pantas aku hina?"
Reina yang tahu pun terkejut. Dia mendatangi Maxime untuk bertanya."Kok kamu bisa membuat Morgan setuju?"Padahal kemarin Morgan tidak setuju meski Reina sudah berusaha membujuknya.Tentu saja, Maxime tidak memberi tahu Reina bahwa dia sudah memohon agar Morgan menyetujuinya."Mungkin karena dia masih punya hati nurani, kemarin aku ngasih tahu dia, kalau Sisca itu baik banget sama Talitha."Reina menghela napas lega, "Semoga dia bisa berubah jadi orang yang lebih baik.""Ya."Maxime mengangguk.Meski begitu, Maxime sangat mengkhawatirkan Morgan.Dia merasa Morgan tidak bisa berubah segampang itu apalagi dalam lingkungan seperti ini tanpa ditemani siapa-siapa. Morgan jadi menutup diri....Di dalam vila pribadi Morgan, ponsel Morgan terus bergetar.Morgan tidak pernah mengangkat telepon, juga tidak melihat siapa yang meneleponnya.Sebenarnya orang yang meneleponnya adalah Jess.Jess sudah menelepon beberapa kali, tetapi tidak ada yang menjawab.Dia jadi khawatir, "Kok masih nggak angka
Jess langsung menggeleng, "Nggak, aku harus menemukannya, kalau nggak, aku nggak akan tenang."Melihat Jess begitu keras kepala dan gelisah dalam beberapa hari terakhir, Erik pun bertanya."Jess, kamu masih suka dia ya?"Jess tercengang.Dia hanya menatap ke bawah dan tidak berani menatap mata Erik.Erik langsung paham.Padahal Jess jelas-jelas sudah menjelaskan ketika dia setuju untuk bersama Erik, tapi Erik masih merasa tidak nyaman sekarang.Jess mengepalkan tangannya dan hendak membuka mulut untuk bicara.Erik langsung berkata, "Jangan marah, aku cuma tanya, nggak perlu dijawab."Suasana hati Erik menjadi semakin tertekan, namun dia tidak berani menunjukkannya.Meski Jess bukan tipe wanita yang peka dan sensitif, dia menyadari perubahan emosi Erik.Jess perlahan mengangkat kepalanya dan menatap Erik dengan tatapan yang rumit, "Erik, maaf."Erik tersenyum pahit, "Kok kamu minta maaf? Kamu 'kan nggak salah."Tenggorokan Jess rasanya tersumbatMelihat Jess kesulitan, Erik pun menggant
"Aku juga nggak tahu ... Temanku nggak tahu seberapa besar rasa cintanya sama istrinya. Tapi yang jelas kalau dia melepaskannya sekarang, dia pasti akan menyesal dan sangat tersiksa," jawab Erik.Erik tahu betul, dia sudah jatuh cinta pada wanita tidak biasa.Dia tidak bisa mengatakan Jess adalah cinta sejatinya, tapi yang jelas dia tidak bisa terima kalau putus sekarang.Itu sebabnya dia menyela jawaban Jess tadi.Mungkin saat kita memang menyukai seseorang, kita menjadi rendah hati."Ya sudah, teruskan saja." Revin berkata, "Bersama jauh lebih baik daripada nggak bersama."Seperti Revin, dia bahkan tidak punya kesempatan untuk bersama Reina.Erik justru menunggu kata-kata ini."Oke, kalau gitu terus bareng sampai bosan sendiri."Erik merasa kalau dia terus menyukai Jess, ada waktunya di mana dia akan merasa muak sendiri.Dia pernah jatuh cinta, apalagi pada cinta pertamanya yang sangat tidak terlupakan. Tapi baginya sekarang, semua itu hanya sekadar cerita masa lalu.Erik menutup tel
"Baik. Erik sangat baik sama aku. Tadinya dia nemenin aku buat nyari kamu, tapi karena sudah ke beberapa tempat kami nggak menemukanmu, dia pergi kerja dulu."Jess berkata seperti ini karena dia mau Morgan dan Erik mengesampingkan perseteruan mereka.Morgan merasa tidak nyaman dan berkata, "Selama dia memperlakukanmu dengan baik, itu bagus.""Ya."Jess tidak berkomentar lebih lanjut dan undur diri, "Kalau begitu aku pergi dulu."Dia juga mau memberi tahu Erik kalau dia sudah menemukan Morgan.Tapi Morgan tidak mau Jess pergi begitu saja, "Kita sudah lama lho nggak ngobrol. Makan bareng baru balik?"Jess menggeleng dan menolak."Nggak usah, Erik masih nunggu aku pulang.""Bukannya kamu bilang dia pergi bekerja?" Morgan langsung mengungkap kebohongan Jess, "Jangan khawatir, ini cuma makan dan ngobrol, nggak ada yang lain."Jess tidak bisa menolaknya lagi dan mengangguk setuju.Keduanya pergi ke restoran terdekat untuk makan bersama.Jess sengaja mencari tempat yang lebih mencolok di deka
"Ambil." Morgan berkata lagi, dengan nada yang tidak bisa ditolak.Namun, Jess tetap menolak menerimanya.Morgan tidak berdaya, "Bisa nggak kamu dengerin aku sekali saja?"Jess menunduk, "Tuan Morgan, aku nggak melakukan apa-apa buatmu, aku nggak bisa ambil uang ini. Lagian waktu aku mengundurkan diri, departemen keuangan sudah kasih bonus buatku. Aku nggak bisa terima uang ini."Setelah Jess selesai bicara, keduanya terdiam lama.Morgan menyesap tehnya, lalu entah mengapa dia bertanya dengan nada aneh, "Kalau misal terjadi sesuatu sama aku, gimana?""Hah?" Jess sangat terkejut, "Tuan Morgan, apa maksudmu?""Jangan panik gitu. Aku kan bilang 'misal'. Misalnya terjadi sesuatu sama aku, aku 'kan nggak punya teman, cuma kamu seorang. Nggak masalah 'kan kalau aku ngasih sebagian harta aku buatmu?" ucap Morgan.Jess merasa takut, "Tuan Morgan, jangan ngomong sembarangan, kamu akan baik-baik saja. Lagian, kamu masih punya orangtua dan kakak. Suatu hari nanti juga akan dapat teman.""Nggak. K
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba