Reina mendengarkan dalam diam. Karena Diego bertele-tele, Reina pun menyahut, "Aku banyak kerjaan, kalau nggak ada yang lain aku tutup telepon nih.""Jangan kak, tunggu. Aku mau tanya apa kamu bisa bantu aku?"Diego buru-buru mencegah karena takut Reina akan memutuskan sambungan telepon."Bantu apa?""Aku 'kan buka perusahaan dengan bantuan Kak Maxime. Nah, beberapa hari yang lalu, aku ketemu seorang wanita di tempat kerja. Dia klienku." Diego pun memikirkan sebentar harus bagaimana menyusun kata-katanya, "Menurutku, dia cukup cantik dan usianya sudah matang. Tolong kenalin aku dengannya."Reina tidak menyangka Diego akan jatuh cinta pada seorang gadis.Selama ini, Diego tidak punya pacar dan tahunya hanya bersenang-senang.Tapi, kali ini nada bicara Diego terdengar sangat serius."Siapa dia?""Namanya Hanna, kerabat Keluarga Sunandar. Kakak kenal nggak?"Hanna? Nama itu terdengar sangat familiar. Reina mencoba mengingat-ingat.Ketika Tuan Besar Latief meninggal, gadis itu juga datang.
"Terus, kamu mau bilangnya gimana ke Diego?" tanya Maxime.Maxime tahu Reina sekarang baik pada Diego bukan karena Diego, tapi karena Anthony.Bagaimanapun juga, Diego adalah putra satu-satunya Anthony."Biar aku pikirkan dulu." Reina pun memejamkan matanya untuk beristirahat sebentar. Ketika dia membuka matanya lagi, dia berkata pada Maxime, "Masalah ini nggak mendesak. Aku perlu menyelidikinya dulu."Sudah lama sekali Diego tidak mencarinya, tapi sekarang Diego mendadak meminta bantuan Reina untuk mencomblangkannya."Oke."Mobil mereka pun tiba di pintu rumah sakit.Reina hendak keluar dari mobil, tapi Maxime menggenggam tangannya dan menatap Reina dengan sepasang matanya yang dalam dan indah, "Nana.""Apa? Kenapa lagi?" tanya Reina dengan bingung."Kemarilah sebentar."Reina pun bergerak mendekat dengan bingung.Tiba-tiba, Maxime mengecup dahi Reina.Si sopir sampai buru-buru memalingkan pandangannya."Ngapain deh?" tanya Reina dengan suara pelan karena dia juga merasa agak kikuk."
Liane juga tahu Reina peduli padanya, jadi dia memakan satu per satu buah yang Reina sodorkan kepadanya.Meski kini ada rasa pahit di mulutnya, namun dia merasakan manisnya saat memakan buah yang dicuci putrinya."Enak sekali."Reina tidak berani menyuapi Liane terlalu banyak, takut dia akan merasa tidak nyaman lagi.Setelah memberinya makan, Reina memeluk lengannya.Kini hubungan keduanya tidak ada bedanya dengan anggota keluarga. Tidak ada rasa asing. Mungkin karena darah lebih kental dari air.Liane membelai kepala Reina, "Nana, gimana masalah Max?""Nggak apa-apa, Max sudah mengurus semuanya.""Baguslah. Sudah Ibu bilang kamu nggak usah khawatir. Max sangat kuat dan nggak mungkin ditindas orang," ucap Liane."Ya."Keduanya mengobrol sebentar.Tiba-tiba pintu kamar diketuk.Reina membuka pintu dan melihat Rizki berdiri di depan pintu sambil membawa banyak makanan.Rizki tidak menyangka Reina ada di sini, ekspresinya terlihat canggung."Nona Reina.""Paman Rizki." Reina menyapa denga
Melihat Liane marah, Rizki langsung mengangkat kepalanya.Liane pun bisa melihat mata Rizki yang memerah.Liane sadar kenapa Rizki begini, hati Liane juga merasa tidak nyaman."Liane, aku nggak mau bikin kamu marah. Aku benar-benar nggak mau menikah. Tolong berhenti membujukku."Liane mengernyit, "Apa karena aku?"Rizki tersedak.Liane memberitahunya dengan sangat serius, "Kan dari dulu aku sudah bilang, kita nggak mungkin bersama."Rizki merasa tenggorokannya seperti ditusuk jarum dan merasa sangat tidak nyaman.Dia mengangguk dengan kaku, "Aku, aku tahu.""Kalau begitu, kamu benar-benar ingin sendirian sepanjang hidupmu?" Liane tidak mengerti kenapa Rizki begitu keras kepala meski Liane sudah mengatakannya dengan sangat jelas.Rizki memang keras kepala. Dia mengangguk lagi dan berkata dengan tegas, "Menurutku nggak ada salahnya hidup sendiri. Aku tahu kamu nggak suka aku dan nggak mau sama aku. Aku cuma nggak mau menikah, bukan salahmu juga kalau aku nggak menikah.""Lagian aku sudah
Diego menyesap airnya, lalu berkata, "Nenek, 'kan sudah kubilang, rumah itu awalnya milikku, tapi kemudian dilelang, lalu setelah melewati banyak liku-liku, rumah itu berakhir di tangan Reina.""Kalau gitu ya harusnya dia balikin ke kamu dong. Dia 'kan cuma putri angkat. Kok malah dia yang ngambil rumah Keluarga Andara?" Ibu Treya itu masih berpikiran kolot. Baginya semua harta harus jatuh ke tangan anak laki-laki.Diego sadar, tidak mungkin mengubah pola pikir neneknya yang sudah sangat tua ini."Nenek, gimana pun juga Nenek nggak boleh sampai menyinggung Reina ya. Sekarang dia adalah satu-satunya pewaris Keluarga Yinandar dan istri Maxime. Cucumu dan aku semua bergantung sama dia."Ibu Treya juga sadar betapa besar kehebatan Reina."Yah, aku tahu. Aku nggak akan menyinggung dia lagi, tapi ...." Ibu Treya terdiam sejenak, "Bukannya kamu bilang, kamu jatuh cinta sama gadis dari Keluarga Sunandar itu? Jadi si Reina bisa bantuin kamu supaya bisa nikah sama dia nggak? Waktu dulu Nenek per
Di Klub Beautide.Alana juga berlari mendekat.Reina mengernyit, "Alana, kamu 'kan lagi hamil, kok ada di sini?"Alana memeluk lengan Reina dan bertingkah genit."Jangan khawatir, aku nggak minum. Kita 'kan jarang banget ngumpul, masa aku sendirian yang nggak ikut?""Kalau begitu janji ya, nanti harus hati-hati lho." Reina menyuruh Alana duduk di posisi paling pojok supaya tidak tersenggol orang lain."Oke."Alana berjanji.Dia tidak merasakan banyak ketidaknyamanan sejak hamil, hanya sesekali mual di pagi hari, tapi yang lainnya tidak berubah.Reina benar-benar menjaga Alana dan duduk di sampingnya.Gaby, Brigitta dan Sisil bersenang-senang dengan gembira.Sisil awalnya ingin menelepon Deron, tetapi langsung dilarang oleh para wanita lain, "Nggak boleh, ini hari kita para wanita, nggak boleh bawa pasangan.""Oke."Sisil merasa sedikit kecewa.Dia sangat menyukai Deron. Dia suka Deron yang serius, suka Deron yang terkadang bersikap dingin dan berharap bisa tinggal bersamanya setiap har
Reina mengernyit, meraih Sisil yang sedang berdebat dengan pria itu dan menatap pria itu dengan dingin."Aku sarankan, sebaiknya kamu jaga mulutmu. Siapa bilang wanita baik-baik nggak boleh minum di bar? Apa semua wanita di sini bukan wanita baik-baik?"Pria itu kehilangan muka, ditegur keras oleh Reina pula. Dia jadi makin marah dan tidak bersikap sopan lagi."Kamu tahu nggak siapa ayahku?""Kok kamu nggak tahu? Ibumu nggak ngasih tahu kamu?" Reina bertanya balik.Sahabat Reina bertepuk tangan, sedangkan ekspresi pria itu makin kelam."Bagus! Kurang ajar sekali kamu! Tunggu pembalasanku!"Pria itu langsung pergi.Reina tidak menunjukkan rasa takut sama sekali dan terus minum.Brigitta berkata, "Aku telepon Ethan ya, biar dia beresin masalah tadi.""Nggak usah ganggu dia, kalau pria itu berani cari masalah, kita bisa minta bantuan orang di sini."Pengawal Reina ada di luar, jadi dia sama sekali tidak takut pada pria ini.Brigitta mengangguk.Sisil juga berkata, "Jangan lupa, aku bisa b
Hanna tentu hanya berujar asal saja, karena perbedaan kekuatan fisik pria dan wanita terlalu besar, dia bahkan tidak bisa melepaskan diri dari tangan Jason."Sudah, sudah jangan marah, ayo pulang."Sebuah pemikiran buruk muncul di benak Jason.Jason sedang berpikir cara kotor apa yang harus dia lakukan pada Hanna, wanita ini sangat sombong.Jason melirik ke sekeliling, ada pengawal yang mendatangi mereka.Jason langsung menutup mulut Hanna dan memeluknya, "Ayo pergi, Hanna. Jangan marah, aku janji nggak akan datang ke tempat seperti ini lagi."Sambil bicara, Jason membawa Hanna keluar.Para pengawal juga membantu Jason.Sebagai seorang wanita, Hanna bukan tandingan dua pria dewasa.Dia juga tidak menyangka Jason berani melakukan ini padanya di depan umum!Reina dan yang lain merasa ada yang tidak beres."Kasihan, wanita secantik itu terjerat dengan pria berengsek," keluh Sisil.Gaby mengernyit, "Kenapa aku merasa wanita itu nggak cocok jadi pacar pria itu ya?"Reina berdiri dan berkata
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu