Keesokan paginya, Jess mengucapkan selamat tinggal pada neneknya dan kembali ke Kota Simaliki.Erik sedang menunggunya di pintu.Semalam dia masih mabuk dan saat ini kepalanya masih pusing, tapi dia sangat bahagia.Setelah Jess keluar, Erik langsung menghampiri dan mengambil barang bawaan Jess dengan sopan, "Sini aku bawain.""Ter ...." Jess hendak mengucapkan terima kasih, tapi begitu teringat ucapan Erik kemarin, dia langsung berubah pikiran dan berkata, "Oke."Erik tersenyum dan memasukkan barang bawaan Jess ke bagasi.Kemudian Erik membantu Jess naik mobil.Sopir awalnya ingin membantu, tapi Erik langsung menghentikannya dengan lirikan tajam.Sopir langsung paham, bosnya ini ingin terlihat seperti pria sejati di hadapan calon istrinya.Begitu masuk ke dalam mobil, Jess menerima pesan yang ternyata dari Morgan."Kapan sampai?"Jess hendak menjawab.Erik di sampingnya pun angkat bicara, "Jess, aku nggak sengaja lihat layar ponselmu."Jess menatap Erik dengan bingung."Yah, nggak apa-
Keintiman Jess dan Erik dilihat oleh sekretaris di luar perusahaan yang kebetulan sedang turun mengambil paket. Mereka pun mulai bergosip."Bu Jess sangat beruntung.""Iya, gimana ya dia bisa kenal Pak Erik.""Nggak usah iri, kita tahu Pak Erik orang kayak apa. Dia bukan orang baik, dulu dia punya banyak pacar.""Ya, menurutku si Bu Jess kenal sama Pak Erik karena ikut pergi sama Pak Morgan. Cuma nggak nyangka aja ternyata Bu Jess punya trik buat mendapatkan hati Pak Erik. Orang lain aja gagal.""..."Kecemburuan setiap orang bisa tercium dari jarak jauh.Tetapi Jess tentu tidak akan peduli dengan apa yang dikatakan orang-orang ini.Begitulah dia, dingin dan acuh tak acuh. Itu sebabnya dia tidak punya banyak teman, apalagi teman yang suka bergosip.Ketika para sekretaris melihat Jess datang, mereka segera menunduk dan mengucapkan selamat sambil tersenyum, "̆Bu Jess, selamat ya atas pertunanganmu."Jess menatap mereka dengan tenang, "Terima kasih.""Ngomong-ngomong, kapan kamu akan meni
Jess mendengarkan ucapan Morgan sambil melihat foto Erik dan wanita lain. Di setiap foto, wanitanya selalu berbeda.Jess meremas foto-foto itu. Bohong kalau hatinya merasa baik-baik saja.Meskipun dia tidak mencintai Erik, Erik sekarang adalah tunangannya.Mana mungkin Jess acuh tak acuh pada masa lalu tunangannya?Namun, Erik tidak melakukan hal berlebihan pada para wanita itu.Jess mengangkat kepalanya dan membalas tatapan Morgan, "Pak Morgan, aku nggak akan repotin kamu untuk mengurus masalah pribadiku.""Satu hal lagi, aku nggak suka kamu menyelidiki tunanganku seperti ini. Lagian, aku sudah tahu tentang hal-hal yang kamu selidiki ini dari dulu." Jess mengucapkan setiap kata dengan tegas.Jess bukan orang bodoh, dia pasti tidak akan menerima perjodohan dari neneknya begitu saja.Jess sudah menyelidiki orang seperti apa Erik itu dan dia menerima Erik setelah memastikan dia bisa menerima semua tentang Erik.Morgan tercengang.Setelah beberapa saat, dia bicara, "Jess, kamu harus tahu
Jess hanya bisa mengangguk, "Oke."Erik kemudian kembali ke kamar untuk membereskan barang-barang Jess.Jess duduk sendirian di sofa, mendengarkan suara berisik di kamarnya. Ucapan Morgan pun kembali terlintas di benaknya.Dia sadar diri dan tahu dia tidak bisa menjadi orang yang terpilih.Kebaikan Erik padanya sekarang mungkin hanya sementara, lagipula wanita di sekitar Erik dulu berbeda 180 derajat dengannya.Namun dia sudah tua, dia harus menikah supaya neneknya tidak mengkhawatirkannya.Jess tidak ingin terlalu banyak berpikir, dia mengeluarkan buku catatannya dan mulai bekerja.Saat bekerja, waktu berlalu sangat cepat.Entah setelah berapa lama, Erik pun buka pintu kamar.Erik berjalan keluar dengan mata penuh harap, "Jess, ayo sini dan lihat gimana sekarang."Jess menatap Erik, lalu menutup komputer tanpa ekspektasi apa pun.Namun, dia tetap tidak ingin merusak suasana hati Erik, jadi dia ikut Erik ke kamar tidurnya.Jess tercengang. Kamar yang awalnya agak berantakan sekarang su
Revin terdiam beberapa saat."Awalnya dia nggak tahu, terus sekarang setelah tahu, dia menyesal?""Nggak, barusan dia ngasih tahu aku karena kami sudah tunangan, ke depannya kejadian itu nggak boleh terjadi lagi. Dia menyuruhku jangan mengkhianatinya. Kalau sampai aku jatuh cinta ke wanita lain, aku ngomong jujur aja ke dia," jawab Erik.Revin memeriksa dokumen sambil menjawab, "Berati dia gadis yang sangat baik dong?""Kamu nggak merasa ada aneh?" tanya Erik.Revin menghela napas, "Meski aku bukan pakar cinta, jangan lupa kamu sendiri yang bilang kalau Jess nggak punya perasaan padamu. Jangan berharap terlalu banyak. Kamu akan kecewa."Ucapan ini langsung membangunkan Erik, si pemimpi.Erik langsung mengerti kenapa dia merasa tidak nyaman.Pikirannya kacau."Kak Revin, kayaknya aku cinta deh sama Jess."Setelah berhubungan dengan Jess, Erik sadar hubungan sebelumnya bukan apa-apa."Kalau kamu cinta dia, ya kerja keras dan perbaiki dirimu.""Tapi dia suka Morgan ...."Revin terdiam.Er
Revin berhenti di tempat untuk waktu yang lama dan tidak kunjung pergi.Dia memutar mobil berkali-kali di halaman parkir, merasa tidak enak kalau pergi tanpa pamit.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan ke Reina, "Nana, aku mau pulang. Kabari kamarmu di mana, aku ke sana."Setelah mengirim pesan, dia tidak segera menerima balasan.Di sisi lain, hari ini Reina akan diperiksa, melepas jahitan dan lainnya.Banyak dokter mengelilingi dia, Jovan juga sangat gugup.Sebenarnya, dia tidak yakin telinga Reina bisa 100% sembuh.Reina memejamkan mata, tangannya ikut gemetar.Setelah jadi orang cacat selama ini, dia tidak pernah membayangkan apa jadinya jika dia bisa seperti orang normal.Sekarang begitu dapat kesempatan, dia lebih gugup dan begitu menantikan momen ini.Setelah beberapa saat setelah perban dan jahitan dilepas, Reina mendengar suara benturan alat bedah."Kak Reina, bisa dengar aku dengan jelas?" Jovan bertanya sepelan mungkin.Reina menoleh, mengikuti sumber suara. Air mata
Liane memperhatikan Reina yang tiba-tiba bangun dari ranjang rumah sakit pun bertanya-tanya, "Nana, kamu mau ngapain?""Aku mau ketemu teman," jawab Reina."Tapi kamu perlu istirahat yang cukup sekarang." Liane sedikit cemas, "Ketemunya lusa saja."Reina menggeleng, "Nggak bisa, bentar lagi pesawatnya lepas landas."Reina berutang terlalu banyak pada Revin, dia tidak enak hati kalau tidak mengantarnya kali ini."Oke, kalau gitu hati-hati ya." Liane tahu Reina punya rencananya sendiri dan tidak akan pergi tiba-tiba tanpa alasan."Ya."Setelah berpamitan, Reina keluar kamar.Maxime dan yang lainnya masih di luar."Kak Nana, kenapa keluar?" Vior bingung, "Kamu 'kan perlu istirahat."Reina tidak punya waktu untuk menjelaskan, "Aku mau ketemu seseorang."Kemudian, dia melihat ke arah Maxime."Max, Revin bakal pergi ke luar negeri. Dia ada di bandara sekarang."Reina tahu hal terpenting antara dirinya dan Maxime adalah kepercayaan, jadi Reina memberi tahu Maxime ke mana dia pergi.Maxime men
"Oke, janji ya," ucap Reina dengan lembut.Revin mengangguk sungguh-sungguh, "Ya, janji."Pesawat akan segera lepas landas dan Revin tidak bisa menunda lebih lama lagi, jadi dia berpamitan dengan mereka."Sampai ketemu lagi ya, kapan-kapan ....""Oke, dadah." Reina melambaikan tangan padanya dan batu yang menimpa hatinya sedikit terangkat.Dulu Reina yang selalu dibantu Revin, kini gantian Reina yang akan membantu Revin.Karena Reina punya kemampuan, akhirnya dia bisa membantu Revin.Setelah Revin menghilang dari pandangan, Maxime menyentuh bahu Reina, "Ayo pulang.""Oke."Reina mengangguk dan mereka berdua keluar dari bandara bersama.Di luar, gerimis mulai turun.Sopir membawakan payung untuk mereka berdua. Maxime dengan hati-hati memegangnya untuk Reina dan mereka berdua berjalan beriringan menuju mobil.Dalam perjalanan, Reina mendongak ke langit dan kemudian ke kerumunan.Sekarang meski tanpa alat bantu dengar, dia bisa mendengar suara semua orang dengan sangat jelas."Nana, aku m
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa
Sudut mulut Imran bergerak pelan, apakah itu kabar baik?"Lalu bagaimana sekarang?"Mereka berharap bisa bertemu dengan calon menantu mereka hari ini, tetapi tidak disangka semuanya tidak seperti yang mereka bayangkan.Retno berpikir sejenak, lalu menjawab, "Karena anak kita lebih suka yang sudah menikah, kenapa kita nggak carikan janda saja untuknya?"Raut wajah Imran terlihat makin aneh."Kamu nggak lagi bercanda?""Di zaman sekarang ini, bercerai bukanlah masalah besar." Retno berpikiran terbuka. "Yang penting anak kita bisa cepat menikah dan memberi kita cucu."Imran tidak menolak atau membantah.Dia hanya diam saja.Retno menganggapnya sebagai jawaban persetujuan darinya."Ayo. Karena ini salah paham, kita pulang saja." Imran berdiri.Pada saat itulah dia tiba-tiba mendengar Ari berkata lagi, "Bu Reina, apa kamu dan Tuan Maxime rujuk? Kamu sudah yakin nggak mau mempertimbangkan yang lain?"Reina sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu."Kenapa kamu tanya begitu?""Mak
Reina dan Maxime tiba di dalam restoran sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Maxime menerima telepon dan keluar sebentar.Melihatnya dari kejauhan, Ari langsung berjalan cepat ke arahnya.Setelah sampai di tempat itu, dia melihat sekeliling dan bertanya, "Katanya Tuan Maxime datang juga, di mana dia?""Oh, dia keluar sebentar buat jawab telepon," jawab Reina.Mendengar itu, Ari mengangguk dan duduk di seberang Reina.Dia tidak menyadari bahwa saat ini orang tuanya sedang duduk di ruang sebelah.Orang tua Ari senang saat melihat orang yang ditemui putra mereka adalah seorang wanita dan memiliki penampilan yang khas."Ternyata dia sudah punya pacar, tapi menyembunyikannya dari kita," kata Imran.Retno bertanya bingung, "Apa kamu nggak merasa wanita ini agak familier? Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat."Sebelumnya, Ari dan Reina pernah digosipkan dan berita keduanya menjadi pemberitaan hangat.Pada waktu itu, Retno sempat melihat foto profil Reina di berita."Memang n
Ibu kota.Keluarga Yinandar sangat meriah seperti biasa, Naria takut kedua orang tua itu kesepian, jadi meminta Reta untuk kembali lebih awal untuk menemani mereka merayakan Tahun Baru.Begitu Reina dan yang lainnya tiba, keduanya terlihat sangat gembira.Keempat cicit kecil itu memanggil mereka, kemudian mereka memberi keempatnya hadiah.Reina melihat bahwa mereka tidak bisa memegang semua hadiah itu dengan tangan mereka."Kakek, Nenek, kenapa beli banyak hadiah begini?""Kami senang karena mereka datang. Setiap kali kami melihat sesuatu yang bagus dan menyenangkan, kami berpikir untuk membelinya dan menyimpannya untuk mereka."Reina tidak berkata apa-apa lagi saat mendengar ini.Reina meminta keempat anaknya bermain bersama kakek dan neneknya, kemudian dia dan Maxime bisa keluar jalan-jalan, lalu sorenya menemui Ari....Rumah Ari.Ayah dan ibunya memegang banyak foto perempuan cantik dan menyerahkannya kepadanya. "Coba lihat."Ari hanya melirik mereka dan mengalihkan pandangannya."
"Ya."Riko mengiakan dengan sangat patuhDia menguap dan menyuruh ketiga adiknya untuk bangun.Kedua adiknya yang paling kecil langsung bangun, tetapi Riki yang selalu bersikap malas tidak mau bangun."Hoaam, Kak, aku masih ingin tidur. Kamu balik dulu saja, aku mau tidur sambil peluk Mama."Reina tidak bisa menahan tawa saat melihat adegan ini."Ya, kalian istirahat di sini dulu saja." Reina tidak tega berpisah dengan beberapa anak.Rasanya sangat bahagia bisa bersama anak-anak.Namun, Maxime berkata dengan tidak sabar, "Cepatlah."Riki beranjak dari lantai dengan gusar saat mendengar suara marah papanya."Ayo pergi." Dia menepuk lipatan di tubuhnya. Ternyata dia sudah bangun sejak tadi, dia hanya sengaja tidak ingin meninggalkan tempat itu.Reina melihat tanpa daya saat keempat anaknya pergi. Lalu, dia menggerutu kepada Maxime, "Kamu kenapa, sih? Kenapa ngusir mereka begitu?"Maxime bergegas menghampirinya dan memeluknya."Kalau ada mereka, bagaimana kita bisa punya waktu berdua?"".
Ketika Morgan pergi, dia melewati ruang tamu, melewati Aarav dan Daniel."Kamu baru pulang, apa sudah mau pergi lagi?" Daniel bertanya saat melihat Aarav akan keluar rumah."Hmm," jawab Morgan singkat.Daniel mengerutkan keningnya. "Jangan pergi, tunggu sampai makan nanti."Morgan tidak sependapat, bersikap seakan tidak mendengar perkataannya dan terus melangkahkan kakinya keluar rumah.Sikapnya membuat Daniel merasa canggung.Aarav yang berada di sampingnya memperhatikan semuanya dalam diam. Dia menyesap tehnya, lalu berkata, "Anak-anak sudah besar, jadi suka memberontak. Rendy juga sering membuatku kesal, jadi jangan ambil pusing.""Hmm." Daniel mengangguk."Kalau nggak ada yang lain, kami akan pulang dulu. Aku minta tolong kepadamu untuk bicara dengan Max terkait kerja sama ini." Aarav berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Bagaimanapun juga, kamu itu ayah Max, kepala keluarga.""Kak, jangan khawatir."Daniel mengantarnya pergi.Sebenarnya Daniel tidak bodoh, mana mungkin dia tidak ta
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim