Saat ini, di dalam sebuah bar.Sandy menutup telepon, wajahnya nampak lesu.Teman-teman baik di sampingnya bertanya, "Pak Sandy, kenapa nih?"Sandy menyalakan rokok."Maxime minta aku mengakhiri kerja sama dengan Morgan.""Hah? Kenapa? Bukannya Morgan itu saudaranya?"Sebelum Sandy sempat menjawab, salah seorang temannya sudah menjawab lebih dulu, "Ya namanya juga keluarga kaya, mana ada sih yang namanya saudara? Mereka berdua tuh rival.""Oh begitu."Entah mengapa, Sandy jadi kesal. Dia bahkan menepis tangan wanita yang berbaik hati menuangkan anggur untuknya."Keluar semua!"Begitu dibentak, para wanita itu pun langsung menjinjing pakaian masing-masing dan buru-buru pergi.Mereka semua tahu siapa itu Sandy.Pria ini tidak pandang bulu sedang berhadapan dengan pria atau wanita. Masih ingat Christy? Putri keluarga kaya itu saja mati mengenaskan di tangan Sandy."Pak Sandy nggak usah marah-marah, mereka berdua 'kan sepupumu, kamu tinggal putuskan saja mau bantuin siapa."Sandy tentu saj
Jess menjawab jujur, "Pak Morgan mencariku dan tanya kapan aku balik."Pak Morgan ...."Morgan?" tanya Erik."Ya." Jess mengangguk.Erik terlihat kesal. Mungkin karena agak mabuk, dia pun bersandar pada Jess, "Dia itu cuma atasanmu."Erik terdengar sangat tidak senang.Jess sedikit bingung, "Kenapa? Kan itu cuma sebuah panggilan?"Erik mengernyit, "Nggak.""Tapi aku sudah terbiasa," sahut Jess."Kalau begitu di depanku, kamu panggil nama aja, oke?" pinta Erik.Jess tidak ragu-ragu, "Oke, kalau kamu nggak suka, aku nggak akan manggil seperti itu lagi di depanmu."Keduanya sudah bertunangan dan Jess tahu Erik akan jadi orang terdekatnya mulai sekarang. Mereka harus mempertimbangkan perasaan satu sama lain.Erik jelas tidak menyangka Jess akan langsung setuju. Dia tersenyum, memeluk Jess, menunduk dan mencium pipinya, "Memang Jess-ku yang terbaik."Jess mematung, diam tertegun.Tubuhnya kaku seperti batang kayu, pipinya panas seperti terbakar.Erik juga bisa merasakan seluruh tubuh Jess m
Erik tidak mengerti mengapa Jess menolaknya. Erik mempererat genggamannya dan berkata, "Kita 'kan bakal menikah sebentar lagi, nggak apa-apa. Lagian, aku ini pria terhormat."Hm, mana ada pria terhormat bisa dengan lantang mengakui diri.Jess menghela napas."Nggak deh, aku tinggal di sini setelah kita nikah saja," ucap Jess.Jess memang agak konservatif karena tumbuh besar dengan neneknya.Erik baru paham kekhawatiran Jess, dia pun menghargai keputusan Jess, "Kalau gitu aku antar kamu dan nenek pulang.""Oke, terima kasih." Jess menjawab sopan."Aku ini tunanganmu, berhentilah ngomong terima kasih sama aku oke?" Erik terlihat tidak senang lagi, lalu meraih tangan Jess, "Mulai sekarang, kamu bisa minta aku antar jemput kamu dan kamu nggak usah bilang terima kasih, ngerti?"Jess merasa Erik benar-benar menjadi orang yang berbeda saat mabuk, pria ini jadi agak centil.Entah mengapa, detak jantung Jess berdebar cepat. Dia menatap Erik sepersekian detik dan langsung membuang muka lagi."Iy
Keesokan paginya, Jess mengucapkan selamat tinggal pada neneknya dan kembali ke Kota Simaliki.Erik sedang menunggunya di pintu.Semalam dia masih mabuk dan saat ini kepalanya masih pusing, tapi dia sangat bahagia.Setelah Jess keluar, Erik langsung menghampiri dan mengambil barang bawaan Jess dengan sopan, "Sini aku bawain.""Ter ...." Jess hendak mengucapkan terima kasih, tapi begitu teringat ucapan Erik kemarin, dia langsung berubah pikiran dan berkata, "Oke."Erik tersenyum dan memasukkan barang bawaan Jess ke bagasi.Kemudian Erik membantu Jess naik mobil.Sopir awalnya ingin membantu, tapi Erik langsung menghentikannya dengan lirikan tajam.Sopir langsung paham, bosnya ini ingin terlihat seperti pria sejati di hadapan calon istrinya.Begitu masuk ke dalam mobil, Jess menerima pesan yang ternyata dari Morgan."Kapan sampai?"Jess hendak menjawab.Erik di sampingnya pun angkat bicara, "Jess, aku nggak sengaja lihat layar ponselmu."Jess menatap Erik dengan bingung."Yah, nggak apa-
Keintiman Jess dan Erik dilihat oleh sekretaris di luar perusahaan yang kebetulan sedang turun mengambil paket. Mereka pun mulai bergosip."Bu Jess sangat beruntung.""Iya, gimana ya dia bisa kenal Pak Erik.""Nggak usah iri, kita tahu Pak Erik orang kayak apa. Dia bukan orang baik, dulu dia punya banyak pacar.""Ya, menurutku si Bu Jess kenal sama Pak Erik karena ikut pergi sama Pak Morgan. Cuma nggak nyangka aja ternyata Bu Jess punya trik buat mendapatkan hati Pak Erik. Orang lain aja gagal.""..."Kecemburuan setiap orang bisa tercium dari jarak jauh.Tetapi Jess tentu tidak akan peduli dengan apa yang dikatakan orang-orang ini.Begitulah dia, dingin dan acuh tak acuh. Itu sebabnya dia tidak punya banyak teman, apalagi teman yang suka bergosip.Ketika para sekretaris melihat Jess datang, mereka segera menunduk dan mengucapkan selamat sambil tersenyum, "̆Bu Jess, selamat ya atas pertunanganmu."Jess menatap mereka dengan tenang, "Terima kasih.""Ngomong-ngomong, kapan kamu akan meni
Jess mendengarkan ucapan Morgan sambil melihat foto Erik dan wanita lain. Di setiap foto, wanitanya selalu berbeda.Jess meremas foto-foto itu. Bohong kalau hatinya merasa baik-baik saja.Meskipun dia tidak mencintai Erik, Erik sekarang adalah tunangannya.Mana mungkin Jess acuh tak acuh pada masa lalu tunangannya?Namun, Erik tidak melakukan hal berlebihan pada para wanita itu.Jess mengangkat kepalanya dan membalas tatapan Morgan, "Pak Morgan, aku nggak akan repotin kamu untuk mengurus masalah pribadiku.""Satu hal lagi, aku nggak suka kamu menyelidiki tunanganku seperti ini. Lagian, aku sudah tahu tentang hal-hal yang kamu selidiki ini dari dulu." Jess mengucapkan setiap kata dengan tegas.Jess bukan orang bodoh, dia pasti tidak akan menerima perjodohan dari neneknya begitu saja.Jess sudah menyelidiki orang seperti apa Erik itu dan dia menerima Erik setelah memastikan dia bisa menerima semua tentang Erik.Morgan tercengang.Setelah beberapa saat, dia bicara, "Jess, kamu harus tahu
Jess hanya bisa mengangguk, "Oke."Erik kemudian kembali ke kamar untuk membereskan barang-barang Jess.Jess duduk sendirian di sofa, mendengarkan suara berisik di kamarnya. Ucapan Morgan pun kembali terlintas di benaknya.Dia sadar diri dan tahu dia tidak bisa menjadi orang yang terpilih.Kebaikan Erik padanya sekarang mungkin hanya sementara, lagipula wanita di sekitar Erik dulu berbeda 180 derajat dengannya.Namun dia sudah tua, dia harus menikah supaya neneknya tidak mengkhawatirkannya.Jess tidak ingin terlalu banyak berpikir, dia mengeluarkan buku catatannya dan mulai bekerja.Saat bekerja, waktu berlalu sangat cepat.Entah setelah berapa lama, Erik pun buka pintu kamar.Erik berjalan keluar dengan mata penuh harap, "Jess, ayo sini dan lihat gimana sekarang."Jess menatap Erik, lalu menutup komputer tanpa ekspektasi apa pun.Namun, dia tetap tidak ingin merusak suasana hati Erik, jadi dia ikut Erik ke kamar tidurnya.Jess tercengang. Kamar yang awalnya agak berantakan sekarang su
Revin terdiam beberapa saat."Awalnya dia nggak tahu, terus sekarang setelah tahu, dia menyesal?""Nggak, barusan dia ngasih tahu aku karena kami sudah tunangan, ke depannya kejadian itu nggak boleh terjadi lagi. Dia menyuruhku jangan mengkhianatinya. Kalau sampai aku jatuh cinta ke wanita lain, aku ngomong jujur aja ke dia," jawab Erik.Revin memeriksa dokumen sambil menjawab, "Berati dia gadis yang sangat baik dong?""Kamu nggak merasa ada aneh?" tanya Erik.Revin menghela napas, "Meski aku bukan pakar cinta, jangan lupa kamu sendiri yang bilang kalau Jess nggak punya perasaan padamu. Jangan berharap terlalu banyak. Kamu akan kecewa."Ucapan ini langsung membangunkan Erik, si pemimpi.Erik langsung mengerti kenapa dia merasa tidak nyaman.Pikirannya kacau."Kak Revin, kayaknya aku cinta deh sama Jess."Setelah berhubungan dengan Jess, Erik sadar hubungan sebelumnya bukan apa-apa."Kalau kamu cinta dia, ya kerja keras dan perbaiki dirimu.""Tapi dia suka Morgan ...."Revin terdiam.Er
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba