Liane menatap gelas susu itu dan terlihat gembira, "Terima kasih, putriku sayang."Liane langsung menegak habis susu di cangkir tanpa ragu-ragu.Syena menatap Liane minum susu beracun dengan tatapan dingin. Setelah Liane selesai menegak habis segelas susu itu, Syena langsung mencuci gelasnya."Bu, aku bantuin beresin ya?" tanya Syena.Liane memang kelelahan. Melihat Syena bersedia membantu, dia pun setuju, "Oke, terima kasih."Setelah itu, Liane yang lelah pun bersandar di sofa.Entah mengapa belakangan ini Liane merasa tubuhnya berat, dia hanya ingin tidur seharian.Syena meliriknya beberapa kali, lalu membereskan bahan makanan di dapur sebentar, lalu menyuruh pelayan membereskan sampai tuntas.Liane terbangun tengah malam, dia mengusap hidungnya yang terasa basah.Pelayan datang dan buru-buru berkata, "Nyonya, Anda mimisan."Liane langsung mengambil tisu dan menyekanya."Nggak apa-apa." Dia menjawab dengan lelah, lalu melirik ke dapur, "Apa semua sudah beres?"Pelayan mengangguk, "Ya
Namun, kondisi fisik Liane sekarang sangat buruk. Baru sekitar jam 10 pagi, dia sudah tertidur di sofa dan terlihat lemas."Bibi Liane kecapaian ya karena harus masakin kami dan ngurus kantor?" tanya Sisil.Reina juga mengkhawatirkannya. Setelah Liane bangun, Reina berkata, "Bu Liane, Anda nggak usah datang lagi ke sini, kami bisa siapin makanan sendiri."Liane langsung terlihat pucat pasi."Nana, aku salah apa?"Reina sadar sepertinya Liane sudah salah paham, dia menggeleng dan menjawab, "Nggak, aku cuma merasa ...."Reina tidak bisa menjelaskan, jadi Sisil berkata, "Bibi Liane, kami menghargai kebaikanmu. Tapi kami lihat Anda sangat pucat, pasti karena kurang istirahat. Sebaiknya Anda pulang dan banyak istirahat. Kalau urusan makan, gampang kok. Kami bisa makan apa aja."Ternyata ini alasannya.Liane menghela napas lega, "Nggak apa-apa, aku nggak capek kok. Mungkin karena faktor usia aja.""Nggak, mendingan Anda pulang." Reina berujar dengan tegas, tidak menerima perbantahan.Liane m
Sekretaris menghentikan Syena, "Nona, Bu Liane-lah yang mau masak untuk Nona Reina, ini bukan salahnya.""Kalau bukan salah dia, salah siapa lagi? Memangnya dia nggak tahu ibuku sakit? Memang dia nggak bisa nolak?" Syena berpura-pura marah, "Sejak kecil aja aku nggak berani nyuruh ibu melakukan pekerjaan pembantu."Sekretaris Liane melihat Syena bicara seperti ini karena mengkhawatirkan Bu Liane, jadi dia tidak bisa berkata apa-apa lagi.Reina yang sadar posisi pun melepaskan tangan Syena."Aku sudah pernah menolaknya, dia yang bersikeras mau terus nganterin makanan. Tamparanmu barusan, aku terima. Tapi kalau kamu berani sembarangan menamparku, aku nggak akan tinggal diam."Entah mengapa setelah mendengar ucapan dan tatapan Reina, Syena ketakutan.Dia tidak berani melakukan apa pun lagi dan hanya menatap pintu ruang operasi sambil bergumam, "Ibu harus baik-baik saja ya. Aku harus gimana kalau nggak ada ibu?"Meski mulutnya berkata demikian, dalam hati dia berharap Liane akan mati secep
Reina tidak menjawab dan langsung pergi.Liane yang panik langsung meminta Syena menahan Reina.Syena menolak, "Ibu jangan pilih kasih dong. Ibu lagi nggak sehat tapi tiap pagi selalu susah payah bikinin sarapan buat Reina dan teman-temannya. Aku nggak mau manggil balik dia.""Syena, kamu nggak tahu kejadiannya. Kalau bukan karena Nana, tadi Ibu bakal jatuh lebih parah."Sebelum Liane pingsan, dia sadar dia sudah jatuh menimpa Reina yang melindunginya dengan tubuhnya sendiri.Liane pun menceritakan hal ini pada Liane.Tidak disangka, Syena ternyata tidak peduli sama sekali."Ya memang sudah kewajiban dia kayak gitu, dia itu putrimu. Kalau aku di posisinya, aku juga bakal melakukan hal yang sama."Liane melihat Syena begitu yakin, tapi dia tidak percaya."Hahh, kamu pulang dulu deh. Aku mau sendiri sebentar."Syena juga tidak ingin tinggal di rumah sakit sepanjang waktu, "Oke, aku pulang dulu."Sekretaris Liane masuk setelah melihat Syena pergi.Liane buru-buru memberitahunya, "Kirim or
"Iya, nggak apa-apa.""Syukurlah." Liane sedang bicara dengan Reina di telepon sambil melihat ke luar jendela, "Aku juga nggak apa-apa, dokter bilang gula darahku rendah, makanya aku pingsan."Reina tidak mengerti kenapa Liane mengatakan hal ini padanya."Ah, oke. Baguslah kalau nggak apa-apa." Reina menjawab dengan tenang.Kemudian, Liane berkata, "Besok aku akan datang bawain kamu makanan.""Nggak perlu." Reina langsung menolak.Dia tidak ingin Liane kenapa-kenapa karena harus memasak untuknyaReina tidak mau Syena salah paham dan ditampar lagi untuk kesalahpahaman.Hati Liane terasa berat begitu ditolak lagi, dia terdiam cukup lama."Kalau nggak ada urusan lain, aku tutup teleponnya," ucap Reina."Tunggu, kalau gitu apa aku boleh datang menemuimu kapan saja?" Liane bertanya dengan gugup."Lebih baik nggak usah."Reina menutup telepon.Liane menatap ponselnya dengan tatapan kosong, lalu mengernyit bingung."Kupikir pandangannya tentangku sudah berubah."Sekretaris Liane yang berdiri
Belakangan ini Riko kembali tinggal di kediaman utama Keluarga Andara.Karena Riko anak yang waspada, dia selalu merasa ada yang mengawasinya secara pribadi, tapi dia tidak tahu siapa orang itu.Hari ini setelah dia mengirim pesan ke Deron, dia sengaja berjalan ke tempat tersembunyi untuk menangkap orang itu.Riko pergi ke suatu tempat di mana tidak ada jalan beraspal, dia sengaja bersembunyi di suatu titik tersembunyi.Rizki yang mengikutinya berjalan ke gang sempit pun cemas saat melihat jalan terputus dan sosok Riko hilang.Dia buru-buru berjalan maju, "Mana dia?"Saat Rizki bergumam, sekelompok orang langsung mengepungnya dari belakang.Riko juga berjalan keluar dari balik tempat sampah dan langsung mengenali Rizki, "Jadi kamu orangnya."Rizki adalah orang yang dulu menculiknya.Deron langsung meminta bawahannya meringkus Rizki.Baru kemudian Rizki sadar dirinya sudah dijebak, tetapi dia tidak takut sama sekali. Dia hanya merasa Riko sangat pintar karena berhasil menipunya.Deron l
Reina melihat Riko yang masih kecil sudah begitu bijak seperti orang dewasa, Reina merasa senang sekaligus tertekan."Bodoh, kamu 'kan masih kecil, orangtuamu harus melindungimu. Kalau sampai ada sesuatu, kamu harus ngasih tahu orangtuamu duluan, ngerti?"Riko mengangguk, "Oke."Reina mengobrol dengan Riko beberapa hal, lalu pergi.Setelah itu, Riki masuk ke kamarnya."Kak, gimana kamu bisa menangkap bajingan itu?"Riko pun memberitahunya."Kak, kamu hebat lho." Riki tiba-tiba berubah seperti anak kecil, "Tapi mama dan papa mau apain dia?""Aku nggak tahu, tapi ...." Riko terdiam sesaat sebelum melanjutkan, "Menurutku sekarang Rizki sebenarnya nggak mau menyakitiku."Riko dapat melihat sorot mata Rizki yang tulus ingin melindunginya, terlihat penuh dengan kebaikan, sama seperti Liane."Kalau dia berada di pihak Nenek Serigala sih dia nggak akan menyakiti kita, tapi kalau dia berpihak sama Syena, belum tentu gitu." Riki menganalisis dengan teliti."Kamu benar, kita nggak bisa menganggap
Karena mereka sudah masuk, Reina bisa ngomong apa lagi?Dia memaksakan senyum, "Duduklah. Tumben ke sini ada apa ya?"Setelah Melisha duduk, Tommy mulai melihat sekeliling."Oh nggak apa-apa, Tommy mau main dengan Riko dan Riki."Pelayan buru-buru datang menyajikan teh.Tommy juga sudah menemukan kamar Riko dan berniat masuk untuk mengajaknya bermain.Riki menatapnya dengan jijik, "Tommy, kok kamu datang ke rumahku?"Tommy terlihat tidak senang, tetapi begitu teringat ucapan Melisha dan kakeknya, dia hanya bisa menahan diri."Riki, Riko, aku mau main sama kalian. Aku sangat bosan di rumah. Kamu nggak ke sana buat main sama aku Kamu nggak kangen Liam dan Leo?"Tommy berujar dengan nada manis.Riki mencibir, "Kita mau main ke mana aja sih bukan urusanmu. Mendingan kamu pulang aja."Tommy menahan amarahnya dan berjalan ke sisi Riko."Riko, kamu juga mau aku pergi? Aku nggak peduli, aku mau main di sini."Riko penasaran saat melihat Tommy, yang selama ini sombong dan mendominasi, kini begi
Riko hampir saja tertangkap oleh Melisha, tetapi tiba-tiba ada seseorang yang melangkah di depannya dan menghentikan Melisha."Nyonya, kenapa Nyonya mengganggu anak kecil?" kata Cikita dengan suara dingin.Melisha langsung mengerutkan kening saat melihat wanita tidak tahu diri yang menghentikannya. "Kamu pikir kamu siapa, beraninya menceramahiku?"Setelah mengatakan itu, dia melihat ke arah manajer toko yang baru saja berjalan mendekat."Kamu manajer toko? Apa begini caramu melatih pegawai di toko?"Manajer toko sedikit bingung, masih tidak tahu apa yang sedang terjadi."Nyonya Melisha, apa yang terjadi? Siapa yang membuat Nyonya kesal?"Melisha menunjuk ke arah Cikita. "Dia. Pecat dia sekarang juga."Manajer toko melihat ke arah Melisha menunjuk dan matanya tertuju pada Cikita."Cikita, apa yang terjadi? Kenapa kamu nggak menghormati Nyonya Melisha? Dia itu pelanggan besar di toko kita. Cepat minta maaf sama Nyonya Melisha sekarang juga!"Manajer toko tahu bahwa Cikita berasal dari ke
Cara Melisha mengatakan hal ini terkesan seperti dia adalah seorang hakim. Apa yang dia katakan harus dilakukan.Perlahan, para pemandu belanja mulai tidak senang dengannya. Namun, mereka tidak berani mengatakan apa pun."Ini ...."Mereka tidak mau memaksa seorang anak untuk melepas topeng dan memberikannya kepada anak nakal itu.Melihat ini, Melisha langsung berjalan menghampiri."Kalian nggak berani? Biar aku saja."Sikapnya tidak menunjukkan seorang nyonya kaya rasa. Dia benar-benar akan mengambil topeng milik seorang anak yang datang tanpa ditemani orang tuanya.Di balik topeng Raja Kera, wajah kecil Riko sedingin es dan terlihat tidak baik-baik saja. Dia sudah siap untuk menggigit Melisha saat wanita itu meraih topengnya nanti.Namun, pemandu belanja yang barusan melayani Riko dan membantunya mengambil pakaian tiba-tiba berjalan keluar dengan membawa banyak pakaian mewah."Tuan muda, lihatlah pakaian-pakaian ini."Semua orang berbalik untuk melihat ke arah pemandu belanja itu.Di
Riko dengan malas mengabaikannya dan duduk dengan tenang.Tommy langsung menjadi tidak senang ketika melihat anak ini mengabaikannya. Dia pun mengulurkan tangannya. "Berikan topengmu!"Riko memutar matanya, membelakangi Tommy dan terus duduk.Tommy yakin anak nakal ini memang sengaja membuatnya kesal."Beraninya kamu mengabaikanku!"Dia mengepalkan tinjunya dengan marah dan mengangkat tangannya, hendak melepas topeng Rico.Melihat hal ini, Riko tidak bersikap sopan lagi dan mendorongnya.Tommy tiba-tiba terdorong dan mundur beberapa langkah, tersandung dan duduk dengan pantat jatuh ke lantai.."Kamu! Beraninya kamu mendorongku!"Setelah mengatakan itu, dia berteriak kepada Melisha yang masih memilih pakaian di luar, "Ibu, Ibu, ada yang menggangguku."Ketika mendengar teriakan putranya, Melisha menjatuhkan pakaian di tangannya dan bergegas ke ruang tunggu. Dia melihat Tommy sudah duduk di lantai, tengah meratap dan berteriak.Dia bergegas menghampiri. "Nak, kamu kenapa? Siapa yang mengg
Reina baru akan mengatakan bahwa dia akan menemani Riki, tiba-tiba Maxime berbicara lebih dulu."Kamu bukan anak kecil, pergilah sendiri."Riki mengiakan pelan, lalu turun dari kursi dan pergi ke toilet sendiri.Mana mungkin Reina bisa tenang saat dia pergi ke toilet sendiri? Lalu, dia berkata pada Maxime, "Kamu temani dia sana. Bagaimana kalau dia jadi sasaran orang jahat?"Maxime menatapnya. "Jangan khawatir, keamanan di sini sangat bagus. Selain itu, dia juga ada pengawal, nggak akan terjadi apa-apa dengannya."Reina merasa lega mendengar bahwa Riki diikuti oleh seorang pengawal.Dia memperhatikan wajah Maxime yang terlihat murung. "Kenapa kamu kesal begitu?""Nggak, aku nggak kesal." Maxime menjawab dengan tenang.Riko juga menyadari akan hal ini, lalu berkata, "Ayah, wajahmu sehitam papan tulis, lebih baik jangan bohong."Maxime mengerutkan kening.Reina menatapnya dengan prihatin, "Ada apa? Kenapa kamu marah, apa kamu sedang ada masalah di tempat kerja?""Nggak, aku baik-baik saj
Setelah beberapa menit berlalu, Reina dan Maxime keluar sambil menggendong dua anak yang mengenakan topeng.Riki bertanya dengan getir, "Kak, kenapa aku juga harus pakai topeng?""Jangan banyak bicara. Pakai saja topengnya biar nggak dikenali. Kamu punya banyak penggemar di sosial media, apa kamu ingin mereka mengerumunimu dan minta tanda tanganmu?" Riko merasa ngeri saat membayangkan adegan itu.Sudut mulut Riki terangkat tinggi saat membayangkan adegan itu.Dia menyeringai, "Bukankah itu menyenangkan? Aku senang, kok."Riko, "..."Benar saja, keduanya tidak berada dalam dimensi yang sama."Pakailah dengan patuh dan jangan buat masalah," kata Riko.Riki menghela napas dalam, tetapi setelah beberapa saat, dia kembali bertanya, "Kak, boleh saja kalau pakai topeng, tapi kenapa kamu pakai topeng Raja Kera dan aku pakai topeng Siluman Babi?"Riko menjawab, "Karena Raja Kera itu lebih tua, Siluman Babi lebih muda. Aku kakak dan kamu adik, paham?""Oh."Riki tidak bisa berkata-kata.Reina da
Maxime juga menginginkan anak perempuan. Dia berpikir bahwa jika Reina melahirkan anak perempuan, anak itu pasti akan secantik Reina.Reina yang duduk di samping mereka tidak menyangka akan ditatap dengan tegas oleh suami dan anaknya.Dia langsung meringis dan menolak, "Nggak, aku nggak mau punya anak lagi."Melahirkan terlalu menyakitkan. Selain itu, dia sudah memiliki empat anak. Meskipun dia menginginkan anak perempuan, dia tidak ingin bertaruh.Riki tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa di bawah matanya, kemudian diam-diam menarik pandangannya.Maxime yang mendengar itu pun menghormati pilihan Reina, lalu berkata kepada Riki."Riki, melahirkan itu nggak mudah, begitu pula dengan membesarkan anak. Mama sudah cukup punya kamu, kakakmu dan kedua adikmu. Mama bisa punya lagi kalau Mama ingin. Tapi kalau tidak, kita nggak boleh memaksanya."Riki tentu saja mengerti, mengangguk dengan serius. "Ya, aku mengerti."Dia melingkarkan lengannya di lengan Reina."Mama, kalau begitu saat Mama in
Pernyataan Diego sebelumnya, yaitu tentang meminjam uang kepada Reina, itu sama saja dengan mempertaruhkan nyawanya.Setelah mendengar itu, Sophia terdiam beberapa detik, lalu berbicara, "Kenapa nggak tahun baruan bersama kami saja?"Kenapa dia harus melewati Tahun Baru sendirian?Mata Diego langsung berbinar ketika mendengarnya."Ya. Tapi, aku nggak tahu apakah orang tamu mengizinkan?" tanya Diego lagi."Aku akan menyewa vila selama seminggu untuk merayakan Tahun Baru, mengajak Ayah dan Ibu untuk tinggal di sana."Sophia sudah mencari vila di internet yang berada di pinggir kota, yang nyaman ditinggali dan memiliki pemandangan yang bagus."Nanti, aku tinggal kasih tahu mereka di mana aku menyewa vilanya."Sophia tidak ingin orang tuanya tahu kalau dia menyewa tempat kumuh seperti yang dia tinggali sekarang.Diego mengangguk setuju. "Ya.""Jadi, apa kamu sudah menemukan vila yang cocok? Haruskah aku bantu cari?"Diego berpikir bahwa dia telah menabung cukup banyak uang dan bisa menyewa
"Aku pernah dengar dari Deron, katanya namanya Sophia. Semoga dia benar-benar bisa mengubah Diego."Kekhawatiran terbesar Reina sebenarnya adalah Diego akan menyakiti Sophia.Wanita sebaik itu tidak boleh disakiti lagi oleh Diego."Hmm, pasti, Bos. Jangan khawatir," kata Sisil sambil membawakan secangkir kopi untuk Reina."Terima kasih," ucap Reina....Di sisi lain, Diego selesai membeli makanan dan segera kembali ke dalam bangsal Sophia.Di dalam bangsal, Sophia mencoba memaksakan diri untuk bangun, tetapi kepalanya tiba-tiba pusing dan pandangannya menjadi hitam. Dia merasa seperti akan jatuh ke lantai.Diego tidak sempat berpikir panjang, menjatuhkan nasi di tangannya dan melangkah mendekat untuk menopangnya."Kenapa kamu tiba-tiba bangun dari tempat tidur? Apa kamu ingin ke toilet?"Diego bertanya dengan cemas.Mata Sophia sedikit terbuka, kemudian dia menyadari bahwa tubuhnya bersandar pada tubuh Diego."Aku ingin bangun dan jalan-jalan ...."Setelah mengatakan itu, dia berpegang
Diego menganggukkan kepalanya berkali-kali. "Ya, aku mengerti. Aku nggak akan menemui kakak."Sophia menatapnya dengan kekhawatiran di matanya."Sebenarnya kamu nggak perlu mendengarkanku. Pemikiran setiap orang berbeda. Mungkin beberapa orang merasa bahwa meminta uang kepada kakak mereka adalah hal yang wajar. Bagaimanapun, sudah hal biasa kalau saudara saling membantu. Kalau kamu benar-benar merasa terbebani, kamu lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan. Jangan sampai kamu menyalahkanku pada akhirnya."Diego kembali menggelengkan kepalanya. "Mana mungkin. Aku pikir apa yang kamu katakan benar. Aku sudah besar, tapi selalu minta uang sama kakak. Ini tidak baik kalau dibiasakan.""Aku sudah bilang sebelumnya, aku harus semangat. Bukankah tabunganku sudah lebih dari enam ratus juta?"Beberapa waktu yang lalu, dia sangat putus asa. Setiap kali menemani minum, dia minum sampai pingsan.Itu sebabnya dia memiliki tabungan cukup banyak.Setelah dia bekerja sendiri, dia baru menyadari bahwa