Reina tidak menyangka cintanya yang begitu tulus selama ini dianggap murahan oleh Maxime.Reina merasa sangat tidak berharga."Ya, sekarang aku sendiri merasa nggak pantas."Maxime mengernyit serius, matanya memerah dan dia membenamkan kuat-kuat kepala Reina ke arah jantungnya.Reina merasa seperti akan tercekik.Napasnya terasa berat.Maxime menolak melepaskannya, dia ingin mendengar Reina minta maaf.Tapi Reina sangat keras kepala dan menolak meminta maaf.Situasi mereka saat ini seperti saat seseorang sudah cinta mati dengan seseorang dan pendiriannya tidak tergoyahkan kalau tidak kena batunya.Saat ini Reina juga sudah bertekad dan tidak akan dengan mudah minta maaf.Reina yang pada dasarnya fisiknya memang lemah menjadi makin tidak berdaya saat diperlakukan seperti ini oleh Maxime. Napasnya perlahan menjadi lemah.Maxime menyadari hal ini, dia pun melepaskan Reina tapi langsung menciumnya bahkan sebelum Reina sempat mengambil napas.Tatapan Reina jadi sedikit nanar dan pikirannya
Revin juga melirik sekilas Reina yang ada di belakang Maxime dan memberinya tatapan meyakinkan. Setelah itu dia menatap Maxime dan mengulurkan tangannya."Pak Maxime, senang bertemu denganmu."Suasananya tidak setegang yang dibayangkan dan kedua pria itu saling bersikap sopan.Maxime menyambut jabatan tangan Revin.Lalu, Maxime menatap Reina sambil memperkenalkannya, "Ini istriku, Reina."Saat memperkenalkannya, Maxime melingkarkan lengannya di pinggang Reina. Seperti ingin menunjukkan bahwa Reina adalah miliknyaReina ingin melepaskan tangan Maxime dari pinggangnya.Tapi pelukan Maxime makin erat, dia menolak untuk melepaskan meski Reina sudah mencubit kuat-kuat punggung tangan Maxime.Wajahnya Maxime tetap terlihat tenang.Revin menyaksikan semua ini dalam diam dan tidak memberi respons apa pun, dia hanya menjawab, "Nggak perlu dikenalkan. Nana itu pacarku dulu, aku mengenalnya lebih baik darimu, Pak Maxime."Nana ....Panggilan yang mesra sekali.Mengenalnya lebih baik darinya?Maxi
Sebenarnya maksud Ekki adalah supaya Reina tidak terlalu berulah. Bertengkar kecil seperti sekarang memang bukan masalah besar.Tapi kalau ini terus berlanjut, suatu hari Maxime pasti merasa lelah dan membuat mereka berdua sulit untuk bisa bersama.Reina juga tidak bodoh, dia bisa memahami arti di balik kata-kata Ekki."Pak Ekki, apa kamu punya pacar atau istri mungkin?"Mata sipit Ekki di bawah kacamata berbingkai emasnya pun sedikit bergetar, dia menjawab, "Aku punya tunangan."Saat membicarakan tentang tunangannya, sebenarnya Ekki merasa tidak berdaya.Meski keduanya jatuh cinta saat kencan buta, Ekki menyadari tunangannya itu terlalu kekanak-kanakan dan kerap kehilangan kesabaran.Karena sibuk bekerja, terkadang Ekki tidak punya waktu memerhatikan tunangannya, akhirnya mereka ribut dan tunangannya mengancam tidak mau menikah.Di mata Ekki, sikap tunangannya ini berarti menganggap pernikahan seperti permainan semata."Dia suka banget sama kamu, 'kan?"Ekki itu sama seperti Maxime. M
Di sebuah restoran privat mewah.Revin meminta koki membuatkan hidangan favorit Reina."Sepertinya kamu agak kurus, ayo makan yang banyak.""Oke."Reina mengangkat sendoknya dan melihat ke meja yang penuh dengan makanan lezat, tapi dia tidak nafsu makan."Ngomong-ngomong, apa yang kalian bicarakan hari ini?" tanya Reina.Revin mengambilkan lauk dan menaruhnya di piring Reina. "Nggak ada, cuma urusan kerjaan.""Apa Maxime menindasmu?" Reina bertanya lagi.Tangan Revin berhenti bergerak, dia menatap Reina sambil mengernyit, "Aku 'kan bukan anak kecil, gimana dia bisa mempersulit aku?"Revin bercanda lagi.Reina sadar, selama ini orang-orang memanggil Revin dengan hormat, dia juga terlihat sangat serius.Namun di hadapan Reina, tidak butuh waktu lama baginya untuk mulai bercanda.Terkadang Revin memang bertingkah seperti anak kecil."Aku ngomong serius nih, kalau dia menyusahkanmu, kamu harus kasih tahu aku ya.""Eits, nggak bisa dong. Aku 'kan pria sejati, masa seorang pria minta bantuan
Maxime mengangkat tangan rampingnya dan mulai menyentuh Reina."Kok kamu terlihat berantakan? Sepertinya kalian nggak cuma makan biasa?"Kata-kata ini seperti guntur yang menggelegar di benak Reina.Apa maksudnya tidak sekedar makan?Reina menghindari sentuhan Maxime dan menjawab, "Hanya orang dengan pikiran kotor yang akan berpikir seperti itu."Tangan Maxime berhenti bergerak.Tatapannya menjadi dingin. "Memangnya aku bilang apa? Kok kamu menuduhku berpikiran kotor?""Orang yang berdiri di depanku sekarang, orang yang berpikiran kotor itu kamu!"Mana mungkin Maxime tidak tahu alasan kenapa Reina jadi seperti ini?Sebenarnya Maxime hanya ingin mendengar penjelasan dari Reina.Bukannya mendapat penjelasan, dia malah dihina."Kenapa kamu masih di sini? Sana pergi, aku 'kan kotor sekali, jangan sampai matamu ternoda karena melihat yang kotor."Maxime menjadi makin marah dan memeluk Reina erat-erat."Menurutmu dengan pakai baju seperti ini, Revin jadi nggak bisa lihat bekas ciuman di lehe
Apa karena ketahuan Revin?"Kamu segitu peduli sama dia? Kamu marah dia kelihatan sama dia?" tanya Maxime yang saat ini merasa sangat pahit.Reina tidak menjawab.Dia sendiri tidak tahu mengapa menangis.Dulu Maxime tidak peduli dengan tangisan Reina, tapi sekarang dia sangat tidak berdaya melihat Reina menangis"Jangan nangis."Setelah selesai bicara dengan suara yang tertahan, Maxime dengan lembut mencium dahi, pangkal hidung dan pipi Reina ....Reina mencoba mendorong Maxime menjauh, tapi tidak bisa.Tepat pada saat ini, pintu toilet diketuk."Nona Reina, pakaianmu sudah siap," kata pelayan yang berada di luar.Maxime berhenti mencium Reina dan bersandar di bahu Reina dengan napas yang terengah-engah.Reina buru-buru menyeka air mata dari wajahnya dan menatap Maxime dengan tajam.Maxime memberi ruang agar Reina bisa membuka pintu dan mengambil pakaiannya.Reina membuka pintu sedikit dan mengambil pakaiannya. Setelah itu dia menenangkan diri."Pak Maxime, tolong keluar. Aku mau ganti
Erik tahu persis bagaimana sifat asli beberapa artis wanita di industri hiburan.Sebagai teman Revin, Erik punya kewajiban menasihatinya.Revin baru sadar kalau Erik salah paham, jadi dia menjawab, "Yang aku maksud bukan Marshanda."Erik pun bingung."Bukan? Terus siapa?"Selama ini Erik cuma pernah mendengar Maxime digosipkan dengan Marshanda."Reina."Reina ....Erik berpikir sejenak dan langsung teringat.Erik jadi makin terkejut, "Hah? Kamu mau merebut istri Maxime?"Wajar kalau Revin mau merebut Marshanda, bagaimanapun keduanya belum menikah.Tapi Reina ... Erik berpikir dengan saksama dan ingat tentang wanita ini.Dia adalah putri kaya dari Keluarga Andara, tapi karena tuli, dia tidak bisa bergaul di kalangan atas.Dia juga satu-satunya wanita yang membuat Maxime mendapat masalah.Konon saat keduanya menikah, kakak dan ibunya merampas seluruh mas kawinnya.Pada akhirnya Maxime tidak mendapat apa-apa dan menjadi bahan lelucon di seluruh dunia.Selama ini, Erik juga ikut menonton d
Setelah Reina selesai bicara, dia mengambil tas di mejanya dan keluar kantor. Maxime hanya bisa menatapnya dengan tatapan tidak percaya.Maxime memandangi kepergian Reina cukup lama, masih terngiang perkataannya tadi.Tadi itu ... Reina?Istrinya yang terbiasa toleran terhadap orang lain, bisa bersikap begini?Entah kenapa, Maxime tidak marah sama sekali saat Reina memarahinya.Sebaliknya, kali ini ada sedikit kekaguman pada pribadi Reina. Sepertinya selama ini Maxime sudah meremehkan istrinya.Melihat Maxime sudah sendirian, Ekki pun mengetuk pintu dan masuk."Pak Maxime."Maxime menjawab tanpa meliriknya, "Ada apa?""Harga saham Happi Media baru-baru ini jatuh karena insiden Marshanda. Kita biarkan Happi Media menanganinya sendiri atau kita minta humas menanganinya?"Ekki bertanya karena Maxime pernah berpesan tidak akan lagi berhubungan dengan urusan Marshanda.Jadi Ekki tidak berani mengambil keputusan sendiri.Maxime memijit pelipisnya dan berkata, "Cari dulu informasi seseorang.
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu