Alana linglung sepanjang hari, dia hanya tinggal di hotel dan tidak berniat mempersiapkan pernikahan.Sore hari berikutnya, ketika dia hendak memberi tahu Jovan tentang keputusannya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.Alana pun meletakkan kembali ponselnya dan pergi membuka pintu dengan memakai sandal.Namun begitu dia membuka pintu, beberapa pria berbaju hitam menutup mulut dan hidungnya.Alana langsung pingsan di tempat.Saat ini di Keluarga Tambolo.Jovan juga sangat linglung hari ini karena menunggu keputusan Alana. Sekarang sudah jam 6 sore dan Alana masih belum mengabarinya, hal ini membuat Jovan kesal.Akhirnya, Jovan duluan yang mengirim pesan, "Sudah selesai mikirnya?"Satu menit berlalu, sepuluh menit berlalu ... tidak kunjung ada balasan.Jovan tidak bisa duduk diam dan mengeluh dalam hati. Wanita ini! Kalau nggak mau menikah ya sudah, kenapa tidak membalas pesannya?Rasanya sekarang ingin sekali dirinya berteleportasi ke Alana dan bertanya dengan jelas.Riko menatapnya berja
Marshanda tidak menyangka ternyata wanita pilihan Tuan Besar Jacob hanya gadis biasa yang tidak sebaik dirinya!Dan yang lebih penting lagi adalah, Jovan mau saja!Marshanda pun menatap Alana dengan cemburu.Tiba-tiba, Alana perlahan sadar.Alana membuka matanya sedikit, kepalanya terasa sakit. Dia melihat ke sekeliling, tempat yang tidak di kenalnya dan merasa bingung."Di mana ini?"Saat Marshanda melihat Alana sudah bangun, dia pun langsung meninggalkan kamar.Marshanda mau bermain aman. Dia tidak mau Alana tahu bahwa dia yang menculiknya. Kalau nanti Alana memberi tahu Jovan, Jovan pasti tidak akan melepaskan Marshanda."Malam ini, mereka milikmu. Kalian nikmati baik-baik niat baik dariku ini, jangan kecewakan aku." Marshanda memperingatkan beberapa pria berotot besar dan gemuk.Para pria itu tersenyum cabul, "Ya, terima kasih, Nona Tanuyahya.""Mulai sekarang jangan panggil aku Nona Tanuyahya, panggil aku Nona Hinandar.""Ya, Nona Hinandar."Marshanda meninggalkan tempat itu sambi
Yansen terkejut."Dia nggak nyari aku? Sekarang aku ada di rumah, apa terjadi sesuatu?"Jovan menghela napas lega, "Ah, nggak ada apa-apa."Setelah itu, Jovan menutup telepon.Yansen menatap ponselnya dan tenggelam dalam pikirannya sampai tidak sadar kalau Tiara berjalan menghampirinya dari belakang.Wajah Tiara sangat pucat, "Yansen, sekarang masih sempat. Aku bisa melihat Nona Alana masih menyukaimu kok. Asal kamu menjelaskan padanya, dia pasti mau balikan sama kamu."Ketika Yansen mendengar kata-kata Tiara, dia tersadar dari lamunannya dan menoleh ke arahnya."Kamu kenapa sih ngomong kayak gini lagi? Aku 'kan sudah bilang, kita sudah menikah dan aku nggak akan berhubungan sama wanita lain."Entah mengapa saat Tiara mendengar hal ini, harusnya dia merasa bahagia tapi sekarang dia merasa sangat sesak.Dia menghela napas."Oke, tapi kalau kamu berubah pikiran, kamu harus kasih tahu aku dulu ya."Tiara tidak mau Yansen terpaksa bersamanya.Semua wanita berharap bisa dinikahi karena cint
Ayah Alana tersedak, "Terus kamu ngapain ke sini?""Aku mau ketemu Alana, apa dia ada? Aku mau bicara dengannya," jawab Yansen.Begitu mendengar Yansen datang mencari Alana, Kael pun marah besar, "Berani sekali kamu nanyain di mana putriku? Tunggu, jangan-jangan kamu yang nyulik putriku? Sekarang dia belum datang! Kamu tahu nggak konsekuensinya kalau menyinggung Keluarga Tambolo?"Dari ucapan Kael, Yansen pun sadar kalau Alana tidak ada di rumah.Bukankah hari ini Alana akan menikah? Dia ada di mana sekarang?Yansen mengabaikan ayah Alana dan langsung pergi.Tapi ayah Alana menangkapnya, "Berhenti. Serahkan Alana sebelum terlambat!""Kalau Alana ada bersamaku, ngapain aku ke sini nyari dia?" Yansen berkata dengan nada dingin.Ayah Alana baru sadar, dia pun melepaskan lengan Yansen dan membiarkannya pergi.Punggung Yansen terlihat tegas dan auranya terlihat seperti pria dewasa. Sangat berbeda dengan bocah yang dulu sangat kekanak-kanakan.Entah mengapa, ayah Alana merasa agak menyesal.
Kamar itu sangat sunyi. Jovan buru-buru masuk dan melihat Alana terbaring di kasur dan tidak sadarkan diri.Hatinya menegang, dia buru-buru menghampiri Alana."Alana!"Alana terbangun oleh teriakan itu. Dia perlahan membuka matanya dan melihat wajah Jovan yang membesar.Kepalanya terasa sangat sakit, dia tidak bisa mengingat apa yang terjadi dan menggumam pelan."Kenapa aku ada di sini?"Setelah itu tiba-tiba beberapa memori perlahan muncul di benaknya, pupil mata Alana langsung menyusut, dia memeluk seluruh tubuhnya dan meringkuk di sudut."Keluar! Keluar! Jangan ke sini! Pergi!"Jovan sudah bisa menduga apa yang terjadi. Tapi, dia tidak berani memercayainya."Alana, ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Jovan dengan lembut.Alana tidak mau menjawab dan berteriak, "Keluar! Keluar!"Reina juga kaget dengan pemandangan di depannya.Ayah Alana melangkah maju lebih dulu, "Alana, ini Ayah. Apa yang terjadi? Apa ini perbuatan Yansen?"Hal pertama yang terbersit di pikiran Kael adalah Yansen men
Tatapan Alana terlihat kosong. "Aku nggak mau membawa masalah pada Keluarga Tambolo. Kakek Jacob baik banget sama aku."Reina tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada duri panjang yang tersangkut di tenggorokannya.Dia menyesal kenapa tidak menemani Alana sepanjang waktu."Jangan mikir macam-macam. Sekarang yang penting kita cari pelakunya."Alana tidak punya harapan apa pun."Oke."Di luar pintu, Jovan dan rombongannya sedang menunggu dan sebenarnya mereka sudah terlambat untuk acara.Tuan Besar Jacob juga menelepon dan bertanya, "Jovan, ada apa? Kamu sudah menjemput Alana? Apa ada yang membuatnya nggak puas? Atau kamu cari gara-gara dengannya?"Jovan sedikit tidak senang saat melihat lelaki tua itu selalu menyalahkan dirinya sendiri atas segalanya.Namun, dia tidak mau lelaki tua itu terlalu banyak berpikir."Ada sedikit masalah, pernikahannya harus tertunda sebentar."Setelah itu, Jovan menutup telepon.Barusan dia sudah mengutus orang untuk menyelidiki apa yang terjadi pad
Jovan tidak menyangka ada orang yang benar-benar berani melawannya dan menyerang istrinya!Begitu pelakunya ketemu, Jovan akan menyiksanya sampai orang itu minta mati saja.Saat Reina kembali, dia melihat Alana sedang bersiap untuk menikah.Reina sendiri terkejut saat tahu bahwa itu adalah keputusan Jovan.Reina akhirnya mengubah pandangannya tentang Jovan.Kalau begini, sepertinya Jovan memang pria yang bisa diandalkan.Namun kini, wartawan sudah mengepung Hotel Fourse.Mereka pun mengernyit bingung saat melihat Alana tidak kunjung keluar. "Sudah lewat sejam lebih, pengantin wanitanya masih belum muncul?""Entahlah. Apa terjadi sesuatu?"Mereka mulai bergosip.Syena yang sedang menonton siaran langsung saat ini, mengernyit bingung, "Kenapa masih belum keluar?"Marshanda tahu apa yang terjadi, dia menyesap minumnya dan berkata."Mungkin dia nggak punya muka."Syena menjadi semakin penasaran setelah mendengar ucapannya."Apa kamu tahu sesuatu? Katakan padaku."Tentu saja, Marshanda tida
Saat ini Marshanda sangat cemburu.Kalian harus tahu, dulu Jovan pernah secara terang-terangan mengatakan padanya, "Kalau kamu nggak suka sama Kak Max, jangan berharap padaku. Hubungan kita nggak mungkin, kesenjangan statusnya terlalu besar."Itu sebabnya Marshanda fokus pada Maxime.Tapi sekarang, Jovan berani begitu menolerir wanita lain."Aku mau ke toilet." Marshanda undur diri dengan sopan.Syena menatapnya dengan dingin, "Lain kali nggak usah ngomong apa-apa kalau belum pasti. Memalukan!"Marshanda mengangguk kecil, "Oke, nggak akan aku ulangi.""Oke."Marshanda lalu pergi.Sesampainya di toilet, dia langsung menelepon anak buahnya."Kalian ini gimana sih? Sebenarnya sudah melakukan sesuai perintahku belum?"Bawahan Marshanda terdengar gundah, "Nona Hinandar, kami melakukan sesuai perintahmu. Pagi tadi kami membuang Nona Alana ke Hotel Fourse.""Terus videonya? Udah kalian taruh di stasiun TV belum?""Tentu saja," jawab bawahannya dari ujung telepon dan tidak terlihat berbohong,
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba