"Aku sudah nggak apa-apa, nanti aku mau ke sekolah," jawab Riki.Reina terlihat khawatir dan menjawab, "Mendingan dua hari ini Riki istirahat dulu di rumah, Mama temani. Nanti kalau sudah benar-benar sehat baru sekolah."Riki menggeleng."Nggak bisa, aku janji mau gambarin muka teman-teman hari ini."Riki memang pandai menggambar.Reina masih ingin melarang, namun Maxime melangkah maju, "Biarin aja kalau Riki mau sekolah. Kan dokter sudah bilang sekarang kondisinya sudah stabil dan dia baik-baik saja.""Kalau kamu tetap khawatir, nanti kuminta pengawal menemaninya."Karena Maxime sudah angkat bicara, Riki juga menatapnya dengan penuh harap, Reina pun mengalah."Oke. Kalau Riki nanti merasa nggak enak badan, langsung kasih tahu bu guru ya?""Oke."Setelah memutuskan, Reina dan Maxime sarapan, lalu mengantar Riki ke sekolah.Sesampainya di sekolah, sebelum Riki turun dari mobil, dia mengingatkan orangtuanya, "Mama, Papa harus akur ya, nggak boleh bertengkar, oke?""Iya, iya." Reina meras
Maxime menahan hasratnya, dia tidak ingin merusak suasana di antara keduanya saat ini.Begitu sampai di depan pintu perusahaan Reina, Reina keluar dari mobil dan mengucapkan selamat tinggal pada Maxime.Gaby yang sedang mengambil paket di bawah kebetulan melihat momen ini.Gaby tentu suka bergosip, dia pun berlari menghampiri Reina. "Nana, kamu diantar Pak Maxime?"Reina tidak menyangkalnya dan mengangguk, "Ya."Reina melihat tumpukan dokumen di tangan Gaby dan bertanya, "Ini apa?""Kontrak."Gaby melanjutkan, "Ngomong-ngomong, Brigitta minta tolong aku ngasih tahu kamu kalau hari ini dia minta cuti setengah hari, dia mau pergi ke kantor sipil.""Dia pergi beneran? Bukannya Ethan nggak setuju?"Reina jadi penasaran.Reina dan Gaby berjalan masuk ke kantor sambil mengobrol."Nggak tahu deh. Kayaknya pagi ini si Ethan nelepon dan minta Brigitta ke sana.""Oke, kita tunggu ceritanya waktu Brigitta balik."...Di pintu masuk kantor sipil.Brigitta sudah menunggu di sini pagi-pagi sekali, t
Memang benar, sepertinya Brigitta sudah mandiri dan tidak membutuhkan Ethan lagi.Setelah taksi yang ditumpangi Brigitta menghilang dari pandangan, barulah Ethan menyuruh sopir untuk pergi juga.Sudah hampir siang hari saat Brigitta baru kembali ke kantor. Reina dan yang lain langsung memanggilnya dan bertanya dengan penasaran, "Gimana?"Brigitta duduk dan menggeleng."Ethan bilang hari ini ada urusan dadakan di kantor, dia minta ganti hari buat ngurus perceraian.""Hah? Bukannya tadi pagi dia yang nelepon dan mengajakmu bercerai?" Sisil bingung.Gaby menopang dagunya. "Menurutku kayaknya dia nggak berniat cerai sih.""Kayaknya nggak mungkin deh, kalau nggak mau cerai, masa dia inisiatif nelepon tadi pagi?"Ketiga wanita itu bersama-sama menerka pikiran pria.Brigitta terpikir sesuatu dan tiba-tiba bertanya pada Reina."Nana, sekarang kamu sudah rujuk sama Maxime, 'kan?"Reina tidak mengerti apa yang hendak Brigitta lakukan dengan pertanyaan ini, namun Reina tetap mengangguk, "Iya, ada
Syena terlalu malas untuk menjawabnya dan berkata, "Sebaiknya Ayah jaga diri sendiri baik-baik, Ayah 'kan sudah kalah dalam gugatan Diego, Ayah harus memberikan kompensasi padanya. Ke depannya jangan berhubungan lagi sama sekretaris itu kecuali urusan kerjaan."Tanu tidak menganggap serius ucapan Syena."Syena, 'kan masih ada kamu? Nanti setelah Liane meninggal, propertinya akan menjadi milikmu dan milikku."Syena memutar matanya dan membatin, "Kamu pikir berapa lama kamu bisa hidup setelah Liane mati?"Namun, di mulut Syena berkata, "Sekarang posisinya sulit. Ayah belum tahu ya Liane sudah ketemu putri kandungnya? Sekarang Liane hanya fokus pada putri kandungnya dan sama sekali nggak peduli sama aku.""Ah aku ingat, si Raisa!" Mata Tanu bersinar dengan sedikit kekejaman, "Syena, jadi orang itu harus kejam. Kalau kamu nggak bisa, biar Ayah yang cari orang untuk membunuhnya!"Tanu menggerakkan tangannya ke leher, isyarat untuk membunuh Raisa.Syena menggeleng, "Nggak perlu.""Kenapa?""
Sisil mengerutkan kening dan berjalan menghampiri Syena, "Menurutmu siapa kucing anjing itu?"Dia mengepalkan tangannya.Syena mengangkat dagunya dan menatap Sisil dengan tatapan mengejek, "Kamu buta? Nggak lihat di sini siapa lagi orang luar kalau bukan kalian?"Sisil sangat marah, dia mengepalkan tinjunya kuat-kuat."Jaga mulutmu!""Memang begitu caraku bicara, kamu bisa apa?" Setelah Syena selesai bicara, dia memanggil satpam. "Pak satpam, siapa yang ngizinin mereka masuk? Perusahaan kita 'kan penjagaannya ketat, nggak semua orang bisa masuk."Kalau bukan karena melihat Syena sedang hamil, Sisil pasti sudah menghajar Syena.Reina terlihat tenang, dia memegangi Sisil."Kamu benar, kita memang nggak boleh membiarkan anjing dan kucing liar masuk ke sini."Setelah itu, Reina berkata pada Sisil, "Panggil orang-orang kita untuk mengganti satpam di sini.""Oke."Sisil pun menelepon.Sekarang Reina sudah punya sekelompok pengawal terlatih di bawah komandonya. Satu orang pengawalnya bisa men
Saat ini di Perusahaan Yinandar.Reina mengadakan pertemuan dengan para direksi untuk mengatur pengelolaan perusahaan. Lalu, dia memecat para kaki tangan Tanu.Karena Reina memegang 80% saham dan hak suara penuh.Para pimpinan sangat mendukung keputusan Reina karena hanya para kaki tangan Tanu saja yang selama ini mendapat untung. Jadi, mereka yang bukan kaki tangan Tanu tentu dengan senang hati bekerja dengan bos baru.Rapat berlangsung dengan lancar dan waktu selesai, ternyata sudah jam lima sore."Ayo pulang, kita masak dan makan malam bareng."Reina sudah tidak bersikap sebagai pemimpin seperti di rapat barusan."Oke."Mereka membereskan barang-barang.Namun, Brigitta berkata pada Reina, "Nana, aku mau pulang nanti saja, aku mau lembur dan belajar lebih banyak, boleh nggak?"Reina mengerti Brigitta yang ingin mandiri dan bebas sesegera mungkin, jadi dia tidak menghentikannya."Oke, kalau sudah capek, pulang ya.""Ya." Brigitta mengangguk berulang kali, lalu berkata dengan malu-malu
"Entahlah. Tapi jangan ceritakan ini sama istri kalian ya. Kalau nggak, para istri bakal mencontoh istri bos."Yang lain mengangguk setuju.Namun, istri para eksekutif senior ternyata berbeda. Sebelum suaminya pulang, para istri sudah menelepon duluan."Hari ini nggak pulang lagi? Kamu tahu nggak bos kami yang punya gaji triliunan aja nggak sesibuk kamu dan tiap sore buru-buru pulang buat makan malam sama istri! Mereka nurut banget sama istri kayak seorang anak di depan ibunya.""..."Istri seorang eksekutif senior berteriak di telepon.Maxime yang kebetulan mendengar ucapan ini pun mengernyit.Dia menoleh dan bertanya pada Ekki, "Memangnya aku kayak anak kecil?"Ekki tidak bodoh, dia pun menjawab, "Nggaklah. Bos nggak usah marah, wanita memang suka melebih-lebihkan."Maxime pun merasa lebih baik.Dia masuk ke mobil dan meminta sopir untuk mengemudi lebih cepat.Hari ini Maxime sangat sibuk, begitu duduk di mobil, dia memejamkan mata dan memijit pelipisnya....Saat ini di rumah Keluar
Setelah Deron masuk, dia berjalan menghampiri Gaby dan yang lainnya.Sisil menunduk sambil memotong buah.Sedangkan Gaby merasa santai di dekat Deron dan bisa mengobrol dengan ramah, "Deron, malam ini makan bareng kami yuk?"Deron menggeleng."Aku datang buat mencari Reina."Deron melirik pada Sisil.Sisil hanya menunduk dan diam.Gaby menunjuk ke dapur, "Nana ada di dapur.""Oke, terima kasih."Deron berjalan cepat menuju dapur.Reina sedang fokus memasak, jadi dia tidak tahu Deron datang.Begitu Riki melihat Deron, dia langsung menyapanya, "Om Deron sudah datang? Aku sudah bisa jurus yang Om ajarkan terakhir kali. Kapan Om ajarin aku jurus baru?"Maxime ikut menoleh menatap Deron.Deron punya tubuh tegap gagah yang memancarkan aura dingin.Deron tidak melirik Maxime, dia menundukkan kepalanya dan berkata pada Riki, "Nanti kalau kamu sudah benar-benar sembuh, kuajari jurus baru.""Oke."Riki mengangguk berulang kali.Maxime melangkah maju, "Halo."Barulah Deron melirik Maxime. Dia men
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba