Malam setelah Riku mendapat kekuatannya, ia terbangun setelah kelelahan tadi sore. Ia pergi ke ruang makan, perutnya lapar setelah seharian berlatih dengan Morgan.
Sesaat setelah sampai, kakek tengah duduk sendirian di meja makan. Riku duduk, dan langsung mengambil makan, tak memperdulikan kakeknya.
"Kau kelelahan? Dasar lemah!? Hehe." Ucap kakeknya, membuat Riku menahan suapannya, waktunya membalas.
"Bilang saja kau iri, heh. Sekarang aku sudah kuat, dan setelah berlatih menjadi lebih kuat, aku akan pergi dari sini."
"Berkelana jauh, menuju tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi. Tempat dimana kau tidak bisa memarahiku."
"Lalu--" ucapnya tertahan.
"Pergi mencari ayah." Ucap Riku, dan melanjutkan makan.
Kakek hanya memandangnya diam
Dia sudah tumbuh secepat ini hah? Hehe. Lihat lah Kuri! Anakmu akan pergi mencarimu, gumam Kakek.
"Mungkin ini saatnya aku bercerita tentang ayahmu, Riku." Ucap Kakek yang disusul keheningan.
Riku terdiam tak melanjutkan makannya, matanya memandang kakek yang nampak begitu serius akan menceritakan, iya--menceritakan ayahnya. Setidaknya, cerita ini akan lebih jauh dari itu.
***
Dahulu, jauh setelah sang ahli sihir legendaris--Cigam, memecah kekuatannya, yaitu lima ratus tahun setelah itu.
Sihir berkembang dengan pesat di seluruh penjuru benua Meera, secara berangsur, semua orang di dalamnya, mulai memiliki sihir, memiliki kekuatan, ada yang unik, ada pula yang biasa, ada yang kuat, namun juga ada yang lemah.
Demikian kehidupan di mana pun akan berjalan sebagaimana biasanya, lalu fakta yang memilukan dimana yang kuat senantiasa menindas yang lemah.
Raja pada saat itu, ayah dari raja yang sekarang. Melihat hal tersebut sebagai sebuah tindakan keji yang melawan niat baik sang ahli sihir legendaris, Rouza namanya.
Menjadi salah satu dari pemilik kekuatan yang kuat, Rouza pergi mengunjungi tiap daerah di seluruh benua, mengalahkan para penjahat sihir yang berkeliaran di seluruh dunia, mengalahkan para pemilik kekuatan besar, mengalahkan dan terus mengalahkan.
Namanya yang mulai terdengar seantero benua Meera, membuat banyak orang mencarinya, untuk berlatih, dan juga untuk bergabung membasmi seluruh kejahatan di benua Meera. Rouza adalah orang yang baik, namun tegas, tidak ada syarat tertentu bagi mereka yang ingin bergabung dengannya, hanya tujuan dan semangat yang sama, siapapun berhak untuk bergabung.
Selama hampir setengah tahun, tidak terhitung sudah berapa banyak penjahat sihir yang ia kalahkan, begitu pun bersama pasukannya. Nama Rouza berserta pasukannya menjadi sebuah mimpi buruk bagi para pelaku kejahatan, tidak ada yang bisa lepas dari radar pasukan Rouza, para pasukan terbaik dari seluruh benua Meera, para pemilik kekuatan unik, menjadi basis pasukan Rouza yang tidak bisa dihancurkan pada masanya.
Melihat kehidupan yang tenang dan tentram, tidak membuat Rouza diam, dia merasakan sesuatu yang lain, dia takut akan kejahatan yang bergerak dalam senyap, yang ia pun tidak mampu merasakannya, nalurinya berbisik, bahwa sebuah kekuatan jahat akan datang.
Menindak lanjuti semua itu, dengan kekuatannya, dan seluruh pasukannya, ia membangun sebuah kerajaan yang bergerak menjadi pusat kepemimpinan benua Meera, dan juga menjadi tempat bagi mereka yang ingin melindungi benua ini.
Rouza menjadi raja, dan sisanya menjadi apa yang kini disebut dengan Pasukan Kerajaan, pasukan paling elit di seluruh benua Meera.
Puluhan tahun berlalu, kerajaan bergerak sesuai semangat dari para pendahulunya. Berjalannya waktu, pada akhirnya, kepemimpinan Rouza pun diganti, oleh seorang penerus terbaiknya, seorang pemimpin dari pasukan kerajaan, Ralph, kini ia diangkat menjadi raja.
Kepemimpinan Ralph bergerak dengan baik setelahnya, dengan kebijakannya, seluruh aspek-aspek penting di benua Meera mulai dibangun, perdagangan, perkebunan, dan pola-pola kehidupan yang lebih umum, yang terlepas dari rasa takut akan sebuah kekuatan jahat.
Sebab Ralph yang diangkat menjadi raja, maka pasukan kerajaan ikut beregenerasi mencari anggota baru, para pejuang baru, dan Kuri--ayah Riku, menjadi salah satunya.
Semua berjalan sebagaimana seharusnya, secara pesat Kuri berkembang, dia yang pada awalnya dihina sebab begitu sulit mengendalikan kekuatannya, kini menjadi yang tidak terkalahkan, semua percaya padanya.
Melihat hal itu, Ralph pun setuju, entah bagaimana mengatakannya, ia melihat sesuatu yang sama antara Kuri dengan sang raja, Rouza. Lalu tanpa sadar, Ralph sudah mengangkat Kuri, sebagai pemimpin pasukan kerajaan. Dia adalah yang terkuat, dia adalah yang termuda di umurnya, dia adalah Kuri, pengguna sihir api murni, pemimpin pasukan kerajaan. Dari sini lah, cerita utamanya dimulai.
Ketakutan akan sebuah kekuatan yang gelap lagi berbahaya juga ada di dalam diri Ralph, sebuah ketakutan yang ia tahu sekali bagaimana kekuatan tersebut, yang nantinya akan diceritakan.
Ia pun mulai melatih pasukan kerajaan menjadi lebih kuat, berharap jika kekuatan jahat muncul, semua akan siap untuk mengalahkannya. Sayangnya, apa yang ditakutkan oleh Ralph, kekuatan jahat itu, muncul, datang menyerang.
Empat belas tahun yang lalu, satu tahun setelah kelahiran Riku. Kuri ayahnya mendapat panggilan dari sang raja, Ralph. Kuri segera pergi menuju kerajaan.
"Hamba datang, Raja. Ada hal apa sampai Raja memanggil hamba kesini?" Ucap Kuri, seraya membungkuk kan tubuhnya, layaknya seorang hamba di hadapan rajanya.
"Bangun lah prajurit, tidak perlu se-formal itu di hadapanku." Ucap Raja.
"Demikian lah titah baginda." Kuri pun berdiri menatap Rajanya.
"Kejahatan telah datang."
"Kekuatan gelap. Kekuatan yang selalu aku ucapkan padamu bagaimana menakutkannya kekuatan itu." Jelas Raja.
Kuri memandangi Raja, tenang.
"Lantas, apa yang harus kita lakukan, yang mulia." Tanya Kuri.
Tidak ada hal yang terlalu mengejutkan bagi dia. Khusus untuk kekuatan jahat ini, dia sudah punya pengalaman sendiri yang tidak pernah ia ceritakan.
"Kita panggil pasukan, kita akan bertempur dengannya."
"Siapkan semuanya, kita bertempur esok hari di lembah kematian." Pinta Raja.
Kuri mengangguk.
"Baik, yang mulia. Laksanakan." Ia menunduk, dan memohon izin untuk pergi.
"Kuri." Panggil Raja.
"Baik, yang mulia?" Ucapnya seraya membalikkan badannya.
"Aku akan bertarung"
Kuri terkejut melihat apa yang dikatakan Raja, dia hendak menolaknya, karena tidak pantas seorang raja ikut bertarung dalam peperangan.
Tapi, mata itu, adalah mata seseorang yang bersungguh-sungguh, Kuri tahu itu.
Kuri hanya menundukkan badannya.
"Baik, yang mulia. Demikian keinginanmu adalah perintah untukku." Ia kembali menegakkan tubuhnya.
Sesaat tangannya terkepal dan ia posisikan tepat di dadanya, sikap hormat.
"Aku akan membersamaimu dalam pertarungan, bahkan sampai neraka terdalam."
"Demikian sumpahku padamu, hamba mohon izin untuk pergi."
Kuri pun pergi meninggalkan kerajaan.
Hal yang pertama dan terpenting bagi Kuri pada saat itu adalah menyelamatkan anaknya, ia pun pergi membawa Riku menuju rumah ayahnya, Yuo, kakek Riku.
Kuri datang begitu saja, menemui ayahnya, dan menyerahkan Riku, lalu beranjak pergi. Kakek hanya berpesan.
"Kembalilah, Kuri. Aku tidak akan bisa menjaga Riku sebaik dirimu."
Kuri menghentikan langkahnya, terdiam sejenak.
"Aku tidak bisa memastikan. Aku mohon, jaga dia."
Kuri pun dengan cepat pergi meninggalkan rumah.
Pertempuran besar pun terjadi, pertempuran terbesar di masanya. Pertarungan sengit terjadi, antara pasukan kerajaan dengan para pemilik kekuatan jahat, pemimpin mereka, terlalu kuat. Namun, tidak menjadi alasan bagi para pasukan kerajaan untuk menyerah, terlebih Kuri. Pertempuran besar itu berlangsung cukup lama, dengan kemenangan diraih oleh pasukan kerajaan.
Pemimpin kekuatan jahat berhasil dikalahkan dengan serangan terkuat yang pernah ada, serangan yang dibayar dengan nyawa pemilik kekuatannya, sang pemimpin pasukan kerajaan--Kuri, telah gugur dengan kekuatan terakhirnya, mempersembahkan kemenangan bagi kerajaannya.
Raja dan seluruh pasukan bersedih ditinggal pasukan terbaik mereka, pemimpin mereka, walau mereka tahu, ia pergi dengan membawa kemenangan bagi kerajaan dan ketentraman bagi rakyat benua Meera.
Namun, dengan cepat mereka menghentikan kesedihan itu. Mereka sadar, tidak ada yang perlu disesali dalam sebuah pengorbanan.
Begitu lah kisah Kuri, yang dikenal sebagai pemimpin pasukan kerajaan terbaik pada masanya, sang pemilik kekuatan api murni. Kakek menghentikan ceritanya hanya sampai disana, padahal masih banyak bagian yang belum diceritakan, namun ia yakin kelak Riku akan mengetahui itu dengan sendirinya, dan itu lebih baik baginya.
Riku yang mendengar dengan jelas kisah ayahnya hanya bisa menangis bahagia mendengar bagaimana ayahnya berjuang dengan segenap kekuatannya, walau gugur adalah harga dari perjuangan itu.
Ia pun semakin bangga dengan kekuatannya, kekuatan yang sama dengan ayahnya, api murni, yang memang belum ia ketahui sepenuhnya, bahwa kekuatannya lebih dari sekedar api yang membara. Lalu, apakah itu?
Setelah panjang menjelaskan bagaimana kehidupan Ayah Riku. Kakek pun melanjutkan pembicaraan.“Kekuatanmu persisi seperti ayahmu, kekuatan api murni." Ucap Kakek.Riku yang mendengar kata itu pun masih bingung, ia tidak paham mengenai dasar-dasar kekuatan dan sejenisnya.“Jika aku pemilik api murni, apakah artinya ada pemilik kekuatan api yang tidak murni? Dan apa yang membedakan keduanya, kakek?” Ucap Riku.Kakek melihat keingintahuan Riku, sepertinya ia harus menjawab semua hal yang ingin ditanyakan Riku malam ini.“Mudahnya, kekuatan murni adalah kekuatan dimana pemiliknya dapat mengeluarkan sihir tersebut tanpa perlu pemantik atau sesuatu sejenisnya…” Jelas kakek.“Sebagai contoh kekuatan api-mu. Kau bisa langsung mengeluarkan kekuatan tersebut bukan? Berbeda dengan Morgan yang menggunakan pemantik api, ja
Riku baru saja sampai di rumah pohon. Ia perhatikan dengan seksama temannya yang satu ini. Teman tak bernyawa yang telah menemaninya pada masa-masa awal kehidupan bermainnya. Tempat berteduh, tempat belajar, tempat berlindung, tempat untuk kembali. Ia tarik nafas yang dalam, dan mulai memanjat naik ke atas.Dilihatnya apa-apa yang ada disana, seluruh proyeksi kehidupannya, gambaran perkembangan dirinya. Dibukanya semua catatannya, disana lah semua kebahagian, keluh kesah yang ia miliki tercurahkan. Ia baca sekali lagi dan ia tutup buku tersebut, ia tak akan membawa buku itu, ia sudah bertekad untuk pergi dan menjadi dirinya, semua hal yang akan membuatnya rindu kembali, akan ia tinggalkan.Dia ambil beberapa buku disana, ia baca kembali sebelum ia masukkan ke dalam tas. Apapun yang terjadi nantinya, ia akan menggunakan semua yang ia pahami untuk berjuang di tempat selanjutnya. Ia membaca dan terus mengulang bacaan tersebut sampai
"Apa yang kau lakukan disini, Morgan?"Morgan hanya memandangnya dengan dingin."Aku mencarimu." Tegasnya.Mencariku? Untuk apa?"Apa kau akan melindungi kami dari para penyerang hutan ini?" Tanya Riku.Morgan hanya menghela nafas, menundukkan kepala ke arah Riku."Aku yang membakar hutan ini"Apa ini? Gumam Riku.Morgan membakar hutan ini? Mengapa? "Aku membakar hutan ini, sebab kakek tidak mau memberi tahu apapun.""Jadi, aku menyerangnya dan membakar hutan ini. Memancingmu untuk datang kesini."Apa? Memancingku? Kenapa ia juga menyerang kakek?Morgan maju selangkah lebih dekat dengan berdiri tegap."Riku, atas perintah dari perdana menteri kerajaan, kau kami tahan karena terlahir sebagai anak dari orang yang terkutuk, Raja Api Kuri."Terkutuk? Raja Api Kuri? Ayahku? Ayahku orang terkutuk?"Apa maksudmu, Morgan? Bukankah ayahku adal
"Apa yang kau lakukan disini, Morgan?"Morgan hanya memandangnya dingin."Aku mencarimu." Tegasnya.Mencariku? Untuk apa?"Apa kau akan melindungi kami dari para penyerang hutan ini?" Tanya Riku.Morgan hanya menghela nafas, menundukkan kepala ke arah Riku."Aku yang membakar hutan ini"Apa? Gumam Riku.Morgan membakar hutan ini? Mengapa?"Aku membakar hutan ini, karena kakek tidak mau memberitahu keberadaanmu.""Jadi aku menyerangnya dan membakar hutan ini, memancingmu untuk datang kesini."Apa? Memancingku? Tapi, untuk apa? Dan mengapa ia melakukan semua ini?Morgan maju selangkah lebih dekat dengan berdiri tegap."Riku, atas perintah dari perdana menteri kerajaan, kau kami tahan karena terlahir sebagai anak dari orang yang terkutuk, Raja Api Kuri."Terkutuk? Raja Api Kuri? Ayahku?Ayahku orang terkutuk? A
Kepulan asap membuat jarak pandang semakin sempit, itu bukanlah ledakan kecil. Morgan beserta pasukannya masih dalam posisi siap. Mereka tahu ini tidak akan mudah, mengalahkan anak Raja Api? Sama seperti mengalahkan Raja Api itu sendiri. Sesaat setelah kepulan asap itu hilang, di tempat Riku berdiri, tidak ada siapa-siapa. Kemana dia? Pikir Morgan. "Fire...ball." Empat bola api raksasa tiba-tiba datang, bergerak cepat dari atas mereka, menyerang dengan ganas. "Menghindar!" teriak Morgan. "Aarrgghh!" teriak salah satu dari mereka, terhempas jatuh terluka oleh bola api itu. "Satu." Morgan membalikkan tubuhnya, mengambil posisi, dinyalakannya pemantik api miliknya, ia akan menyerang. Dengan cepat ia mengumpulkan sejumlah besar gumpalan api di tangannya, mengarahkannya kepada Riku yang tengah bergerak ke arahnya. Dipadatkannya api itu, besar, lebih besar, dan lebih besar. "Sihir Ap
"Morgan, kau akan mati."Riku mengangkat pedangnya, dia akan membunuh Morgan."Hahaha!!"Riku menahan pedangnya, Morgan--dia tertawa."Apa yang lucu?"Morgan menatap Riku. Sorot matanya, berubah."Yang lucu?""Fakta bahwa kau tidak akan bisa membunuhku.Hahaha!!"Tawanya mengerikan. Morgan, tanpa sadar, kehilangan kendali.Sementara Morgan tertawa. Riku kembali mengangkat pedangnya."Mati lah kau dengan kebodohanmu, Morgan"Pedang itu bergerak cepat ke arah leher Morgan, dan--Bumm!!Ledakan dahsyat tiba-tiba terjadi di sana. Riku terhempas oleh ledakan itu, seluruh tubuhnya terbakar, yang cepat ia padamkan dengan api biru. Api biru membakar api biasa. Riku tidak menyadari serangan itu, ia membentuk kuda-kuda, instingnya merasakan sesuatu akan datang. Matanya terfokus pada arah ledakan tadi, yang tepat mengenai dirinya dan juga Morgan.Musuh, kah?
“Kau tinggal sendiri?”Morgan yang syok melihat orang tuanya terbunuh, hanya diam mematung.“Hei, bocah?”Suara itu memanggilnya lagi. Tapi, nihil, dia masih terguncang dengan semua itu.“Hei, bocah! Kau dengar aku?”Suara itu, tapi percuma. Matanya, Morgan, tampak semakin kosong tiap detiknya. Tatapan ngeri.Tolong, bunuh saja aku, gumamnya. Plakk!Pemilik suara tadi, menampar Morgan. Pukulannya begitu kuat, menyadarkan tatapan Morgan. Kini ia mampu mengenali dan melihat sekitarnya. Dia menatap pria itu.“Apa kau malaikat maut?”Plakk, satu tamparan lagi.“Aduh! Apa sih masalahmu? Bodoh.” Geram Morgan.Siapa orang ini? Yang pasti bukan pembunuh yang tadi, dia terlihat baik.Pria itu berdiri. Tubuhnya gagah bak benteng raksasa, tatapannya tajam menusuk, dan wajahnya, wajah seorang pemimpin
Morgan beserta pasukan kerajaan kembali, Yuo ikut bersama mereka. Tubuhnya diikat kuat, dan itu bukanlah pengikat sembarangan, melainkan alat khusus yang dapat menahan kekuatan sihir dari jimat.Setelah sampai di kerajaan, mereka berjalan sedikit lebih jauh, bergerak ke bagian terburuk di dalam kerajaan ini, penjara kesengsaraan. Yuo pun dilempar dan ditempatkan di sel tersendiri, sebab mereka tahu seberbahaya apa Yuo jika tidak ditekan sekeras ini.“Jadi, inikah penjara kesengsaraan? Tidak begitu buruk.”Yuo hanya diam memperhatikan, masalah seperti ini? Hanya masalah sepele bagi kakek tua ini.“Kau akan tahu setelah ini, kakek tua.”“Atau aku harus membunuhmu sekarang?”Moreey hendak mencabut pedangnya.“Moreey! Tahan dirimu.”Morgan baru sampai, dia baru saja menyampaikan hasil penyerangan ini kepada perdana menteri.Moreey kembali memasukkan pedangnya dan tertundu
“Apa kalian lihat seorang bocah disini?” tanya Morgan. Para pemburu terdiam dengan rasa takut. Mereka sadar siapa yang berdiri di hadapan mereka. Kapten dari Pasukan Kerajaan, terlebih seorang kapten dari pasukan pertama. “Apa yang dilakukan seorang Pasukan Kerajaan di hutan Yooru?” Morgan berjalan maju. Sedangkan, para pemburu mempersiapkan diri, menjaga jarak. “Aku tadi merasakan bocah itu disini. Dimana dia?” Morgan terus mendekat. Diambilnya pemantik api, ia nyalakan api itu. Dengan cepat itu membuat tekanan panas dengan api itu. Morgan mencoba menfokuskan dirinya, perluasan tekanan itu menjadi radar, namun – “Mati kau!! Hahaha!!!” Seseorang meloncat dari kegelapan, mencoba menerjang Morgan dengan sebilah pedang yang dihunuskan kepadanya. Wajahnya – sudah siap membunuh. Morgan dengan cepat membakar sekelilingnya dengan api. Api besar nampak membara mengelilinginya. Orang tadi langsung menghindar. Api Morgan terasa begitu panas, bahkan sebelum orang itu menyentuhnya. “Cih
Pertandingan sudah dimulai. Pertandingan yang dibuat sepihak oleh Riku guna membuat Morgan menyadari kehebatannya.Morgan sendiri hanya mengikuti keinginan Riku.Mungkin tidak apa jika aku ikut permainannya – pikirnya, ini permainan baginya, liburan di masa senggangnya.Morgan sendiri baru saja selesai mendapat buruannya.“Aku rasa ini sudah cukup.” Ucapnya, sedang di hadapannya terdapat seekor Bison yang sudah terkapar.“Semoga ini tidak terlalu berat.” Ia pun berjalan pulang. Diangkatnya bison di pundak.Di tengah perjalanan, Morgan hanya memenuhi kepalanya dengan banyak hal.“Dia begitu menyayangi ayahnya. Kini, ia terbebani dengan betapa kuatnya ia, dan kekecewaan dalam hatinya terhadap apa yang dilakukan Kuri padanya – meninggalkannya.” Perkataan Yuo sebelumnya terlintas.Dan jauh sebelum itu –“Aku serahkan anak itu padamu.”“Anak itu? Siapa dia?!”“Anakku, Riku namanya.”Kenangan lain, ikut terlintas. Morgan hanya tersenyum dalam diamnya.“Bodohnya aku menerima tugas yang merep
“Bagaimana dengan pertandingan!? Aku akan mengalahkanmu, dan menutup mulutmu itu.”Morgan pun berdiri, dan menatap Riku tajam, lalu ia tersenyum.“Baiklah, aku terima. Apa tantangannya?”“Mudah saja, akan ku jelaskan di luar.”*****Riku dan Morgan pun berjalan ke luar rumah, Yuo memperingatkan Morgan.“Jangan dibawa terlalu serius, Morgan. Dia masih anak-anak.” Jelas Yuo.Morgan mendengarnya dan tertawa kecil.“Kau tahu, kakek. Sebagai orang yang terlihat kasar kepada Riku, rupanya kau begitu memperhatikannya.”Kali ini Yuo yang tertawa cukup keras mendengar ucapan Morgan.“Ya, bisa kau sebut itu sebagai naluri orang tua.”“Tenang saja. Aku hanya akan mengajarkan dia apa yang diajarkan kapten kepadaku.” Jelas Morgan.Sesampainya di depan rumah.“Kita akan berburu. Siapa yang membawa buruan terbaik, dia pemenangnya.” Ucap Riku.“Kau yakin malam ini? Bukankah banyak hewan buas yang keluar pada malam hari?”Riku memandangnya dengan tatapan menghina.“Jadi, kau takut?”Demi menghadapi ta
Sementara itu, Riku dan Teera.“Baik. Em…kita mulai dari mana dahulu ya?” tanya Teera.“Kau sendiri yang bilang kalau kau hebat dalam berdiskusi!? Jangan tanya aku.”“Oke, sebentar.”Teera berpikir sejenak.“Oke. Pertama, apa yang diinginkan kerajaan dari dirimu?” tanya Teera.“Em….”“Entahlah Teera, aku pun tidak tahu.” Jelas Riku.“Tidak mungkin tidak ada sesuatu yang penting darimu, yang sampai membuat pasukan kerajaan menyerang.” Tegas Teera, Riku pun hanya menganggukkan kepala.“Kau benar. Bahkan sampai kakek berusaha begitu keras untuk menolongku.” Ucapnya sedih, ia masih memikirkan kakeknya.“Apapun hal itu. Aku yakin kakekmu tahu sesuatu, begitu pula dengan Morgan.”Riku terlihat memadatkan kepalan tangannya, wajahnya mengkerut penuh amarah.“Morgan…” uc
“Bicaralah.” Tegas teman Rengga. “Aku tidak bertanggungjawab jika tubuhmu hancur setelah ini.” Rengga merendahkan tubuhnya, mendekatkan dirinya kepada sosok tersebut. Dengan pukulan yang cukup keras, rupanya sosok tersebut masih sadar, namun nampak terduduk kesakitan dan tidak mampu berdiri. Semakin dekat Rengga memastikan, yang ia lihat hanya sebuah senyum tipis dari sosok tersebut. “Siapa kau? Bicaralah.” Tegas Rengga. Sosok tersebut hanya mengangkat kedua tangannya, dan memperlihatkan seyumnya kepada mereka berdua. Teman Rengga yang tidak suka melihat wajah itu, langsung bergerak menghantamnya. “Tunggu!” teriak Rengga, namun telat. “15 kali.” Pukulan itu pun melesat bebas menghantam sosok tersebut, bumm. Tepat setelah pukulan tersebut kembali diangkat, tidak ada siapapun disana. Kepala Rengga dan temannya seketika terasa begitu pusing, penuh getaran, seperti diputar secara paksa. Hal itu terjadi dalam sekejap saja, setelah itu hilang. “Memang kekuatan yang mengerikan.” R
Lima belas menit berlalu semenjak Rengga pergi. Teera masih melakukan pemanasan, tubuhnya sudah dibanjiri keringat, namun belum ada tanda Riku sudah menyelesaikan makannya.“Kemana Riku? Padahal hanya makan sayuran, kenapa dia bisa selama ini.”“Apa dia memang selemah ini dengan sayuran?”Setelah menyentuh dua puluh menit, Teera menghembuskan nafas, menyerah.Sepertinya aku terlalu memaksa dia, akan kulihat apakah dia pingsan atau sejenisnya. Gumam Teera.Namun, baru beberapa langkah, Riku datang, dan ya – wajahnya seperti mau mati mencoba menelan banyak sekali sayuran.“Ayo latihan, huekk.” Ucapnya menahan mual.Teera yang melihatnya hanya tertawa ringan.“Telan dulu semua itu, baru kita latihan.”Riku dengan mata yang sudah basah dan keringat dinginnya, langsung menelan semua sayuran hijau itu, huekkk.Selepas membasuh wajah, ia kembali datang ke Teera dan sudah siap untuk latihan. Namun, tidak butuh waktu lama ia menyadari bahwa tidak ada Rengga.“Hei Teera. Dimana kakekmu? Bukanny
“Aku pulang.” Ucap orang tersebut seraya masuk ke dalam rumah. Dari jauh, seorang anak kecil berlari cepat menuju arah dari suara itu.“Ayah!” teriaknya yang disambut oleh pelukan ayahnya.“Kamu sudah pulang. Bagaimana tugasmu tadi?” tanya seseorang yang kemudian Nampak datang dari arah dapur, itu istrinya.“Ya cukup aman, Mareta.”“Hanya membereskan sedikit cecunguk yang berteriak Revolusi. Hehe.” Anak kecil itu mendengarkan dengan seksama, walau tidak paham di umurnya yang masih tiga tahun itu, namun melihat bagaimana sang ayah tertawa dan bercerita adalah hal yang keren.“Bagus lah kalau seperti itu, sayangku.” Namun setelahnya sang ayah menundukan kepalanya. Mareta terdiam, ia tahu ada sesuatu yang mengganggunya.“Ada apa sayangku?”Sang ayah menatap Mareta. “Aku rasa, pelakunya masih orang yang sama.”Mareta hanya terdi
“Morgan, kau yakin dengan ini?” orang itu bukan karena tidak percaya, hanya saja, hal ini begitu beresiko, terlebih bagi Morgan. “Ya, aku sangat yakin.” Tidak perlu ada lagi keraguan, hal seperti itu hanya akan menghalangi apapun. Selama kau memiliki rencana,mempertimbangkan semuanya, bahkan sampai kepada keadaan terburuk, maka tidak aan ada masalah, dan lagi, selama kau tidak bermain dengan emosi di dalamnya. “Apa kau ragu?” Morgan bertanya. Orang itu menggeleng. “Tidak.” “Hanya saja, aku berharap kita bisa saling berbagi kesulitan dalam hal ini.” “Karena aku juga bagian dari rencana ini.” Morgan tidak menggubris pernyataan temannya itu. “Maaf, aku tidak bisa.” Orang yang bersamanya nampak heran. “Apa sesulit itu hanya untuk berbagi?” Morgan tersenyum kecil. “Bukan masalah itu.” Morgan menunduk. “Aku hanya tidak ingin menyusahkan siapapun lagi.” “Hanya itu.”  
Morgan beserta pasukan kerajaan kembali, Yuo ikut bersama mereka. Tubuhnya diikat kuat, dan itu bukanlah pengikat sembarangan, melainkan alat khusus yang dapat menahan kekuatan sihir dari jimat.Setelah sampai di kerajaan, mereka berjalan sedikit lebih jauh, bergerak ke bagian terburuk di dalam kerajaan ini, penjara kesengsaraan. Yuo pun dilempar dan ditempatkan di sel tersendiri, sebab mereka tahu seberbahaya apa Yuo jika tidak ditekan sekeras ini.“Jadi, inikah penjara kesengsaraan? Tidak begitu buruk.”Yuo hanya diam memperhatikan, masalah seperti ini? Hanya masalah sepele bagi kakek tua ini.“Kau akan tahu setelah ini, kakek tua.”“Atau aku harus membunuhmu sekarang?”Moreey hendak mencabut pedangnya.“Moreey! Tahan dirimu.”Morgan baru sampai, dia baru saja menyampaikan hasil penyerangan ini kepada perdana menteri.Moreey kembali memasukkan pedangnya dan tertundu