Cailey terbangun diatas ranjang berwarna putih, disekelilingi dinding dengan warna serupa.Maniknya melirik perutnya yang sudah terbalut perban. Kemudian ke arah tangannya dan menyusuri selang hingga sampai ke sebuah kantong dengan cairan bening yang terus menetes.Ugh, rumah sakit.Cailey mengerang saat berusaha untuk duduk. Tak ada siapapun di ruangan ini. Dilihatnya jam di dinding yang menunjukkan hampir pukul sebelas malam. Mungkin saja semua orang sudah tertidur.Sepertinya ini rumah sakit khusus agen-agent intelijen yang terluka. Dilihat dari sebuah lambang yang khas di dinding. Cailey memang belum pernah ke rumah sakit ini, well karena Cailey memang membenci rumah sakit. Tetapi ia tahu, rumah sakit ini ada.Kemudian tangan kanan Cailey bergerak untuk menekan tombol panggilan dan lima menit kemudian seorang dokter pria datang menghampirinya.“Tolong berbaring nona, biar saya periksa,” katanya.Cailey menuruti perintahnya. Selagi dokter itu memeriksa tubuhnya, Cailey melontarkan
Langit berkabut disertai hujan kecil yang turun ke bumi saat mobil Kenny sampai pada sebuah rumah sakit umum di daerah pusat kota London. Cailey menggunakan tangannya untuk menghalau air hujan yang mengenai wajahnya, lalu berjalan cepat menuju lobi rumah sakit. Diikuti Kenny dibelakangnya.“Ikuti aku,” titah Kenny dan membawanya hingga sampai pada ruang rawat Julian.Kenny lah yang membukakan pintunya dan Cailey mendapati Julian sedang tidur di ranjangnya.Cailey mendekat dan duduk pada sebuah kursi di dekat ranjang. Tangannya terangkat untuk menyentuh tangan Julian dan bersamaan dengan itu, kelopak mata Julian terbuka.“Sweetheart...,” panggilnya dengan suara serak.“Bodoh, mengapa kau memilih mengalah untuk mendapatkan rumah sakit biasa?”Julian tersenyum lemah, “Bukan masalah aku berada di rumah sakit manapun selama rumah sakit itu memberikan perawatan yang terbaik.”Cailey berdecak, kemudian maniknya terarah pada kaki Julian yang diperban, “Baiklah, jadi bagaimana kakimu? Pasti sa
Cailey masih memikirkan kejadian semalam, dimana ia melihat Julian berlari. Bahkan larinya sangat cepat, sehingga Cailey tak mampu mengejarnya. Sampai saat ini keberadaan Julian masih belum dapat diketahui. Pelacaknya ditemukan terakhir di rumah sakit, entah bagaimana Julian dapat melepas pelacak dalam kulitnya itu. Barangkali menggunakan alat-alat dokter di rumah sakit atau apa itu tidak penting. Bagaimana mungkin? Cailey bahkan melihat dengan jelas saat peluru itu menembus kulitnya tempo hari dan bagaimana darah itu mengucur terekam dengan jelas pada otaknya. “Hei,” sapa Kenny sambil melambaikan tangannya di depan wajah Cailey yang tengah melamun. “Oh hai,” balas Cailey. Kenny menarik kursinya dan duduk berhadapan dengan Cailey. “Memikirkan Julian?” Cailey mengangguk. “Aku akan bantu melacaknya. Kau sudah mengurus pemberhentian kerjamu?” tanya Kenny. Cailey menggeleng, “Bukan waktu yang tepat,” kata Cailey lalu menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat. “Aku akan pergi ke A
Sinar matahari menyoroti wajah Cailey, membuatnya terbangun seketika. Maniknya menyipit melihat jam kayu yang tergantung pada dinding. Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Cailey memeluk tubuhnya, suhunya sangat rendah, padahal ia mematikan pendingin ruangan. Ponselnya berdering. Tubuhnya terhuyung saat mencoba bangun, Cailey memegangi kursi tempatnya tidur semalam. Kemudian berjalan perlahan menuju meja tempat ponselnya berada. Cailey mengangkat telponnya, “Halo?” “Ash, berita buruk! Gyula Roberto melarikan diri!” Manik Cailey melebar, “Tidak mungkin, sel penjaranya berlapis, bagaimana mungkin dia bisa melarikan diri?” “Tidak ada yang tahu, penjaga yang bertugas tergeletak begitu saja di lantai. CCTV buram, dan terdapat lubang besar sampai ke lapisan sel terdalam. Seperti bom, namun tidak ada yang mendengar suaranya. Petugas CCTV yang pertama kali menyadarinya saat seluruh sistem tiba-tiba buram kemudian mati,” jelas Kenny. Cailey menggeleng-gelengkan kepalanya, “Bahkan lapisan
Zachary masih menatap Cailey saat manik Cailey menyipit memastikan bahwa pria berjubah itu memang benar-benar Julian.“Julian? Bagaimana kau bisa menge—,” kata-kata Zachary terhenti saat tiba-tiba salah satu seorang pria bertubuh besar disamping The Argjend melempar tubuh Zachary dari atas Cailey dengan keras.Cailey dengan sigap bangkit kemudian buru-buru menarik pria itu ke belakang. Cailey merasakan tubuhnya kembali pulih berkat air mata phoenix itu. Pria bertubuh besar itu membalikkan badannya, matanya menatap Cailey dengan marah. Kemudian ia mencekik leher Cailey dan mengangkatnya ke udara.Cengkeramannya benar-benar kuat, Cailey harus menahan sakit sebelum kakinya diayunkan dan menendang perut pria bertubuh besar itu hingga terdorong ke tanah.Zachary menghampiri Cailey dengan cepat, ia telah me-mindlink seluruh warrior serta warga pack yang telah dilatihnya. Zachary benar-benar memilih prajurit terkuat pada garda depan. Mereka akan tiba dalam 1 menit.Zachary menyentuh leher Ca
Sinar keemasan menyoroti wajah Cailey saat langit berubah warna menjadi jingga kebiruan, merambat lurus melalui sela-sela sel hitam yang dingin.Jemari Cailey bergerak seiring indra pendengarannya mendengarkan derap langkah yang kian mendekat.Suara-suara itu membuat manik Cailey perlahan membuka. Pandangannya pertama kali adalah wajah tampan Julian yang masih mengenakan topeng masquarade berwarna emas, dengan jubah hitam yang menjulur ke lantai.“Hai,” sapanya.Cailey menghembuskan napasnya kasar, “The Argjend huh?” Sindir Cailey dengan memasang wajah sinis.Kemudian pandangannya mengarah ke sekelilingnya, lalu ke tangan kanannya yang terasa nyeri. Cailey mendelik, sebuah borgol yang tersambung pada tali melingkari pergelangan tangannya, “Kau memborgolku?” tanyanya dengan lirih namun sinis.“Maaf sweetheart, aku terpaksa melakukannya. Kemampuan escaping mu memang tak bisa diragukan lagi,” kata Julian masih memandangi Cailey. Terutama pandangannya pada leher Cailey yang membuatnya ris
Manik Cailey menatap serigala hitam itu nyalang. Bibirnya terkatup rapat sebelum akhirnya ia membuka suara, “Pembunuh,” katanya lirih namun tajam.Cailey dapat melihat kilatan merah pada manik Julian. Wajah serigalanya sedikit terkejut seolah paham betul apa yang dikatakan Cailey. Ini bukan sekedar membunuh werewolves pada pack-pack di hutan Arizona, melainkan membunuh sesuatu yang amat berharga bagi Cailey, membunuh masa lalunya.Cailey menutup matanya, wajahnya menengadah. Mengingat bagaimana serigala-serigala itu membunuh kedua orang tuanya dengan keji. Luka yang ditorehkan ayahnya di punggung serigala hitam itu sangat jelas ada pada punggung Julian. Ayahnya menggores punggung itu dengan perak, bekas luka itu tidak mungkin menghilang, seharusnya Cailey menyadari hal itu.“Tetapi mengapa Jay?” Cailey hampir tidak dapat mengeluarkan suara, berusaha dengan sekuat tenaga menahan supaya cairan bening itu tidak turun dari pelupuk matanya.“Maaf,” Julian menundukkan kepalanya.“Look, aku
Wajah serigala Julian tersenyum remeh, “Tidak akan bisa membunuhnya hm?” Julian mendekat pada Cailey.“Kurasa kau harus tahu berita apa yang baru saja kudapat dari warrior setiaku,” mulut Julian hampir menyentuh telinga Cailey.“Zachary, kekasihmu itu sudah mati,” katanya setengah berbisik.Manik Cailey membesar, “Tidak mungkin, aku tidak percaya padamu!”Zachary sangat kuat, tidak mungkin ia mati semudah itu.Cailey takut, itu pasti. Berusaha menyangkal dengan keras akalnya yang mengatakan bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.“Kau tidak mempunyai bukti atas kematiannya,” kata Cailey masih berusaha menyangkalnya.“Bukti?” Julian tersenyum kemudian memanggil pria bertubuh jakung yang baru saja kemari tadi.Pria itu datang membawa sebuah karung hitam berukuran sedang di tangannya. “Alpha, kurasa Luna tak akan sanggup melihatnya,” kata pria itu.Kening Cailey mengernyit dalam. “Keluarkan saja, dia sudah biasa melihat mayat,” kata Julian santai.Pria bertubuh jakung itu mengan