Alagar tiba di lokasi yang ditunjukkan Erresira. Di sana, ia melihat para bawahan Dewa Indra yang terkapar di tanah dengan kondisi memprihatinkan. Beberapa di antara mereka sudah tak bernyawa, sementara yang lain tampak menahan rasa sakit yang luar biasa.
Di belakang Alagar, Dewa Indra yang baru saja tiba tak bisa menahan rasa terkejut saat melihat keadaan bawahannya. Tubuh para bawahan yang mengenaskan menjadi saksi betapa hebatnya kekuatan musuh yang harus mereka hadapi.Tiba-tiba, Yama muncul dari balik kegelapan sambil membawa sabit pengambil nyawanya. Wajahnya pucat dan penuh keringat, menandakan bahwa ia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melawan musuh tersebut."T-Tuan, saya tidak bisa menahannya lagi," ucap Yama dengan suara parau.Dewa Indra dan Alagar merasakan hawa membunuh yang merembes keluar dari tubuh Yama, begitu kuat sehingga mereka merasa seolah-olah ingin melebur bersama kegelapan. Mereka sadar bahwa Yama sudah kehilangan kendaLedakan dahsyat mengguncang langit dimensi balung, asap tebal bertebaran di sekelilingnya. Nafas Indra terlihat terengah-engah, setelah melancarkan serangan maut terakhirnya pada Yama dengan sisa-sisa energi sihirnya yang hampir habis.Rambut Indra kusut, wajahnya tampak pucat pasi, namun tatapan matanya tetap tajam dan pantang menyerah. Dalam sekejap, sosok Alagar muncul di tengah-tengah kepulan asap, menatap Indra dengan ekspresi datar."Kau terlalu berlebihan, Indra," ucap Alagar dengan nada sinis, tangannya melingkar di udara, membuat sihir perisai kegelapan sembari menyegel energi sihir Yama yang telah dikendalikan oleh Erresira.Indra tersenyum getir, menatap Alagar dengan kelelahan, efek energi sihirnya hampir terkuras habis semuanya, hal itu terasa akan menghancurkan tubuhnya. Namun, di balik senyumnya terdapat kepuasan, karena dia tahu serangan terakhirnya berhasil membuat Yama terdesak.Alagar membawa Yama yang sudah tidak berdaya mendek
Malam itu, Alagar menghela napas panjang sebelum memutuskan untuk meninggalkan Viona yang telah terlelap pulas di kamar. Perlahan, dia memasuki kamarnya sendiri melangkahkan kaki menuju balkon kamar dan menatap langit malam yang dipenuhi gemerlap bintang. Angin malam yang sepoi-sepoi menenangkan pikirannya yang sedang kacau."Setelah aku bereinkarnasi beberapa kali, kenapa harus sekarang mereka mengincarku lagi?" gumam Alagar dengan suara parau, sembari mengepalkan tinjunya hingga kulitnya memutih. Amarahnya semakin memuncak, mengingat serangkaian masalah yang terus menghampiri dalam beberapa hari terakhir.Sejak, dia tahu Viona telah bereinkarnasi di jaman sekarang, seolah-olah semua kekacauan yang terjadi mengarah padanya.Alagar kembali menatap langit malam yang penuh bintang, mencoba mencari kekuatan dan petunjuk dari alam semesta agar bisa menemukan jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapinya. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan meli
Suasana hutan menjadi semakin mencekam saat langit mulai menghitam dan gerbang teleportasi dunia Abys terbuka lebar. Erresira, pemimpin iblis, menunjukkan senyuman menyeramkan di wajahnya. Dia merasa puas dengan keputusannya untuk menjadikan hutan ini sebagai markas baru bagi para iblis.Begitu gerbang terbuka, iblis-iblis mulai keluar satu per satu, menerjang angin dan meresapi udara dengan aura jahat yang mereka bawa. Mereka berjalan beriringan, membentuk barisan yang tegap, siap untuk membangun istana kegelapan yang akan menjadi pusat kekuatan mereka.Erresira mengangkat tangannya ke udara, memerintahkan pasukan bayangan untuk segera mulai membangun istana. Pasukan bayangan, makhluk tak berbentuk yang hanya bisa dilihat sebagai siluet hitam, mulai bergerak lincah, mengumpulkan bahan-bahan bangunan dari sekitar hutan.Pohon-pohon raksasa ditebang dengan cepat oleh pasukan bayangan, sementara iblis-iblis menggunakan kekuatan mereka untuk mengubah bentuk b
Pricilia meraung marah ketika melihat tali-tali sihir kegelapannya yang melingkar di sekeliling Alagar, dengan mudah dilenyapkan oleh pedang kegelapan yang dikuasai pria itu. Rasa frustrasi dan kebencian semakin memuncak dalam dirinya."Aku akan menjadikanmu milikku!" seru Pricilia dengan nada tinggi, wajahnya merah padam karena amarah dan kehilangan kendali. Alagar yang menjadi sasaran amarahnya hanya bisa menatap dengan ekspresi sedih, sembari mencari cara bagaimana menghentikan Pricilia agar tidak terluka.Pricilia tak mengendurkan serangannya. Kali ini, dia kembali menyerang Alagar dengan kekuatan sihir kegelapan milik Erresira yang sudah mengendalikan dirinya. Dalam sekejap, tubuh Pricilia dikelilingi oleh aura hitam pekat yang semakin menakutkan.Puluhan siluet sihir berbentuk rantai dengan ujung mata tombak keluar dari pola sihir yang diciptakan Pricilia, serentak menyerang Alagar. Pria itu berusaha menghindar dan membelah setiap rantai si
Alagar menutup matanya, fokus memasuki alam bawah sadar Pricilia. Ia merasakan energi sihirnya menyebar, mencari jejak sihir yang ditanamkan pada gadis itu, sambil menghindari setiap serangan rantai-rantai sihir keluar dari tubuh Pricilia.Alagar terperanjat saat ia menyadari alam bawah sadar Pricilia hampir sepenuhnya dikuasai oleh sihir pengendalian Erresira.Dinding sihir yang tebal, bercampur dengan kegelapan, tampaknya telah merajai pikiran gadis itu.Klon Alagar yang terbuat dari energi sihirnya berusaha keras menembus pertahanan sihir pengendalian Erresira. Namun, setiap usaha yang dilakukan, tampaknya sia-sia. Klon tersebut semakin lemah dan kesulitan menghadapi kekuatan sihir yang mengerikan itu.Dengan niat kuat dan tekad yang bulat, Alagar memusatkan seluruh energi sihirnya untuk menghancurkan sihir pengendalian Erresira. Wajahnya tampak tegang, sementara Pricilia yang masih bergumul dengan rasa sakit, berusaha mendukung Alagar dengan k
Energi kegelapan yang sebelumnya mengendalikan Pricilia telah berhasil disegel oleh Alagar, membuat sahabatnya itu akhirnya bisa tenang sejenak. Kamarnya terasa hangat dan nyaman, cocok untuk Pricilia beristirahat.Suara pertarungan mereka sebelumnya membangunkan kedua orang tua Alagar. Raut wajah mereka tampak cemas dan penasaran, berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Viona juga ikut terjaga dan hampir saja terluka oleh Pricilia yang sebelumnya tak terkendali."Apa Pricilia baik-baik saja, Alagar?" tanya Liliana, ibu Alagar dengan lembut, matanya memandang ke arah anaknya dan Pricilia dengan perasaan yang campur aduk.Alagar mengangguk pelan, memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja. "Pricilia baik-baik saja, Bu, hanya butuh istirahat," jawabnya lirih, mencoba menenangkan hati ibunya.Mereka semua menatap Pricilia yang tertidur lelap, berharap bahwa keesokan harinya segalanya akan kembali normal. Alagar merasa bersalah dan bertekad akan me
Di tengah hutan yang lebat dan gelap, Erresira dan pasukan Iblis bersemangat membangun istana megah yang hampir rampung. Meskipun baru satu malam, keajaiban dan kekuatan mereka membuat istana tersebut berdiri kokoh dan megah, menandakan kekuasaan baru di dunia.Pasukan Iblis yang terdiri dari berbagai macam makhluk dengan kekuatan luar biasa mulai bergerak mempersiapkan segala perlengkapan perang. Erresira, pemimpin mereka yang tangguh dan penuh karisma, mengawasi setiap detail pembangunan istana dan persiapan perang dengan penuh perhatian.Angin berhembus kencang, membawa aroma kehancuran dan kekuasaan yang akan segera merebak di seluruh penjuru dunia. Beberapa pasukan Iblis tampak berlatih dengan giat, mempertajam kemampuan mereka dalam menghadapi pertempuran yang akan datang. Sementara itu, beberapa yang lain sibuk mempersiapkan senjata dan peralatan perang yang akan digunakan dalam peperangan nanti.Sedangkan Erresira sedang duduk dengan gaga
Di pagi yang cerah, Alagar sedang menikmati secangkir kopi hangat di balkon kamarnya yang menghadap ke hamparan taman hijau depan kediamannya. Sementara itu, fikirannya terus menerawang tentang keadaan wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Tiba-tiba, sosok Dewa Agung muncul tak terduga di sampingnya."Mau apa kau datang kemari?" tanya Alagar dengan nada dingin tanpa menoleh, merasakan kehadiran Dewa Agung yang tak biasa.Dewa Agung tersenyum tipis, dia lantas menjawab dengan nada santai, "Kau terlalu fokus menjaga wilayah ini, hingga kau tidak merasakan kalau Erresira telah menciptakan kerajaan di dunia Fana, Alagar."Mendengar pernyataan itu, Alagar langsung menoleh tajam ke arah Dewa Agung, wajahnya penuh kecurigaan. "Apa maksudmu?" tanyanya sambil menyelidik.Dewa Agung melanjutkan penjelasannya, "Erresira telah mengumpulkan kekuatan di dunia Fana, dan menciptakan kerajaan baru di sana. Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk meng
Alagar dan Viona memasuki Istana Cahaya dengan hati yang berdebar. Mereka berpikir akan ada perlawanan dari para Dewa yang tinggal di istana tersebut. Namun, begitu mereka melangkah masuk, para Dewa dan Dewi justru menyambut mereka dengan hangat dan penuh hormat.Saat Alagar dan Viona berjalan melalui koridor istana, mereka disambut oleh senyuman ramah dan tatapan penuh penghormatan dari para penghuni istana. Tak ada satupun tanda penolakan atau kemarahan yang terlihat pada wajah mereka.Viona merasa lega dan bahagia, ternyata para Dewa menghormati dan menerima dirinya sebagai permaisuri Alagar.Para dayang-dayang istana juga sangat menghormati Viona. Mereka membantu Viona beradaptasi dengan kehidupan di istana dan memberikan segala yang dibutuhkan oleh Viona.Sementara itu, Alagar merasa terkejut namun bersyukur. Ia mengira para Dewa akan menentangnya karena ia membawa Viona, seorang manusia, ke istana mereka. Namun, ternyata para Dewa malah menghormatinya dan menerima Viona dengan t
Alagar dan Viona berdiri di hadapan kedua orang tua mereka, dengan rasa haru dan berdebar-debar. Keduanya telah bersiap untuk pergi ke langit. Namun, kedua orang tua mereka tidak diberitahu, mengingat kekuatan Alagar tidak bisa dibeberkan ke mereka."Ayah, Ibu, kami pamit," ucap Alagar dengan suara lantang namun bergetar, sementara Viona menundukkan kepalanya, menahan rasa sedih yang menyelimuti dirinya."Hati-hati di sana," ujar ayah Alagar dengan senyum hangat, memeluk putranya dengan erat. Ibu Viona pun menghampiri dan memeluk putrinya, berbisik, "Jaga diri baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa sesekali mengunjungi kami.""Tentu Bu, aku pasti akan sering kemari," jawab Viona dengan mata berkaca-kaca.Namun, di balik senyum dan ucapan selamat tersebut, Alagar dan Viona tahu bahwa mereka tak akan pergi ke luar negeri seperti yang mereka katakan. Sebagai seseorang yang setara dengan Dewa, Alagar akan membawa Viona ke langit, tempat yang jauh dari dunia manusia.Ketika semua pelukan
Alagar melangkah cepat mendekati Pricila yang tampak bergegas meninggalkan tempat itu, wajahnya pucat pasi mendengar percakapan tentang pernikahan Alagar dengan Viona. Wajah Pricila terlihat sangat sedih, seolah dunia ini runtuh di depan matanya."Pricilla, kau mau kemana?" tanya Alagar dengan lembut sambil mencekal lengan Pricila, mencoba untuk menenangkannya.Pricila menatap Alagar dengan air mata berlinangan, pipinya memerah karena menahan tangis. "Selama ini aku selalu menunggumu. Aku selalu berharap bahwa suatu saat kau akan memilihku, tetapi ternyata semua harapanku hanya sia-sia. Pada akhirnya kau memilih wanita lain, Alagar," ucap Pricila dengan suara lirih dan terbata-bata.Alagar merasa terpukul mendengar ungkapan perasaan Pricila. Hatinya terasa berat, menahan perasaan bersalah yang mendera. Ia mencoba memandang Pricila dengan tatapan penuh pengertian, namun wanita itu terus menundukkan kepalanya, tak mampu menatap mata Alagar."Maafkan aku, Pricila. Aku tidak bermaksud men
Viona terdiam, matanya terpejam saat dia merenung dalam-dalam tentang ajakan Alagar untuk pergi ke langit bersamanya. Dalam keheningan itu, dia beranjak duduk, merasa tercekik oleh berbagai perasaan yang melanda. Tubuh telanjangnya dibungkus oleh selimut yang kemudian ditarik lebih rapat, seolah mencari perlindungan dari ketakutan yang mulai merayapi hatinya."Bagaimana dengan keluarga kita? Mereka pasti akan menentang, Alagar," ucap Viona dengan suara yang penuh kekhawatiran, alisnya mengerut dan jari-jarinya mengepal erat pada selimut yang menutupi tubuhnya.Alagar pun bergegas duduk di samping Viona, menatap matanya yang pilu. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahunya, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. "Kita akan bilang ke mereka, untuk tinggal di luar negeri, sesekali kita juga bisa berkunjung menemui mereka," ujar Alagar dengan nada yang meyakinkan, berusaha meredakan kegelisahan yang terpancar dari wajah Viona.Viona menatap Alagar, sejuta pertanyaan dan keraguan ber
Begitu melihat Dewa Agung sudah kembali di kediamannya, Bikely dan Indra segera menyambutnya dengan hormat. Keduanya membungkukkan badan serta mengucapkan salam yang penuh sopan. Namun, tidak demikian dengan Alagar yang tetap berdiri tegak, tanpa menunjukkan rasa hormat yang sama. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi. Dia tidak pernah menganggap sosok Dewa Agung hebat, apalagi setelah dia berhasil mengalahkan Tigras dalam pertandingan dan seharusnya, Alagar yang menjadi Dewa Agung selanjutnya, namun dia menolak tahta tersebut.Mata Dewa Agung menatap tajam ke arah Alagar, lalu berkata, "Kalian berdua, bisa tinggalkan kami."Dengan patuh, Bikely dan Indra mengangguk, sebelum perlahan meninggalkan tempat tersebut. Mereka tahu bahwa Dewa Agung ingin berbicara dengan Alagar secara empat mata.Setelah Bikely dan Indra pergi, Dewa Agung mulai berbicara dengan suara yang tenang, "aku sudah beribicara dengan petinggi Istana cahaya, kau bisa tinggal di sana kapan pun kau mau."Alagar tidak b
Alagar sedang berada di kediamannya, sementara Dewa Agung beserta para petinggi Istana Cahaya berkumpul di kediaman Tigras, yang kini tidak memiliki pemimpin setelah Tigras lenyap—dikalahkan oleh kekuatan Alagar.Dewa Agung duduk di kursi utama, memimpin rapat di hadapan para petinggi yang saling berbisik dan menatap ragu satu sama lain. "Sekarang kalian tinggal pilih, ingin menerima Alagar sebagai pemimpin baru, atau ingin menunjuk pemimpin lain?" ujar Dewa Agung dengan suara berat yang memenuhi ruangan.Para petinggi saling berpandangan, beberapa terlihat gugup, sementara yang lain tampak serius dalam mempertimbangkan pilihan yang diberikan Dewa Agung. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan Istana Cahaya dan seluruh rakyatnya."Alagar memang telah membuktikan kekuatannya dengan mengalahkan Tigras, tapi kita belum tahu apakah ia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menerima kita, mengingat apa yang telah Tuan Tigras lakukan padanya," sahut salah satu peting
Alagar yang melayang di hadapan Dewa Agung. Matanya menatap tajam sosok pemimpin langit tersebut. "Apa begini sudah cukup?" tanyanya dengan suara datar namun tegas.Dewa Agung menghela napas panjang, seolah merasakan beratnya pertanyaan yang dilontarkan Alagar. "Bukankah kau lihat sendiri?" jawabnya dengan suara menggema. "Setelah kau mengeluarkan dua naga legendaris itu dan mengalahkan Tigras, siapa yang akan berani menentangmu? Lihatlah mereka...."Mata Dewa Agung melirik ke arah para Dewa yang tengah menyaksikan pertandingan antara Alagar dan Tigras. Wajah mereka tampak tenang, namun tatapan mata mereka terpaku pada Alagar dan Dewa Agung dengan rasa khawatir yang tersembunyi.Alagar pun menoleh, melihat para Dewa yang terdiam. Ia merasakan kekuasaan yang kini ada di tangannya, namun hatinya tetap merasa hampa. "Apa mereka semakin takut padaku?" tanya Alagar dengan wajah bingung, tak menyangka bahwa kekuatannya yang luar biasa justru membuat para Dewa ketakutan."Begitulah kami, ya
Arena pertarungan berubah menjadi medan perang yang mengerikan. Seluruh penonton, para Dewa yang hadir, menatap takjub dan terperangah saat melihat dua sosok Naga Yin dan Yang muncul secara bersamaan dari pola sihir yang diciptakan oleh Alagar. Naga-naga legendaris itu merupakan penguasa elemen sihir cahaya dan kegelapan, makhluk yang hanya ada dalam mitos dan legenda. Suasana di arena menjadi hening seketika. Semua Dewa yang menonton pertarungan tersebut seakan-akan kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kejadian luar biasa yang baru saja mereka saksikan. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka lebar, dan beberapa bahkan menahan napas mereka karena terkejut.Keterkejutan mereka semakin bertambah saat Alagar, dengan santainya dan percaya diri, menaiki kepala Naga Cahaya. Dengan pandangan yang tajam dan penuh tekad, dia mengendalikan Naga Cahaya seolah sudah menjadikannya monster kontraknya. Di sisi lain, Tigras tampak kesulitan menghadapi serangan yang diterimanya. D
Alagar terpojok di sudut arena pertandingan, diserang oleh Tigras yang beringas dan tak kenal ampun. Ekspresi cemas tergambar jelas di wajah Indra yang menyaksikan pertandingan itu dari tribun penonton."Bukankah ini tidak adil, Alagar tidak bisa mengeluarkan kemampuan penuhnya!" gerutu Indra, kesal sambil mengepalkan tangannya erat-erat."Kau salah, Indra. Lihatlah baik-baik...." tegur Bikely dengan nada tenang, membuat Indra refleks menatap arena pertarungan dengan seksama.Saat itu juga, Indra mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di arena. Ia menyaksikan Alagar yang sengaja menerima serangan Tigras, tanpa menghindar atau melawan sama sekali. Bahkan, wajah Alagar tampak tenang dan fokus, seolah ada rencana besar yang sedang dipersiapkannya.Indra kemudian memperhatikan lebih detail gerak-gerik Alagar, mencoba memahami strategi yang sedang digunakan oleh sahabatnya itu. Sementara itu, Bikely tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Alagar memiliki kejutan yang