"Kamu yakin, Ka?"
Sebagai jawaban, aku langsung mengangguk mantap.
"Hanya karena penasaran rasanya soju, lantas kamu nekat mau ke Korea?" tanya Chariz lagi dengan ekspresi yang masih belum percaya.
Aku diam sejenak, mencari jawaban lain yang sekiranya terdengar lebih berbobot. Baru kemudian, aku mengangguk pelan.
"Nggak semata-mata karena penasaran rasa soju juga sih, Riz. Aku juga penasaran sama beberapa tempat wisata, terutama tempat yang sering jadi lokasi syuting drama," dalihku berusaha terdengar santai.
"Sekalian aku juga mau coba main batting center di sana," imbuhku lirih.
"Kamu tadi bilang mau berangkat bulan September ya? Memangnya jadwal masuk kuliah lagi bulan apa?""Seingatku, awal atau pertengahan September, sih.”“Jadi, kamu mau bolos di hari pertama kuliah?” Makin lama, ekspresi Chariz mengeruh. Ia bahkan terlihat lebih kesal dari sebelumnya.“Have I told you guys that it’s still a plan? A rough plan, to be exact?” balasku lirih, berusaha terdengar santai, meskipun sebenarnya emosiku mulai tersentil karena reaksi Chariz.Sebenarnya, Chariz tidak sepenuhnya salah, sih. Aku cukup yakin kalau ia cemas jika aku akan terlalu cepat mengambil keputusan karena dikendalikan emosi. Terlebih, ini mempengaruhi studiku, yan
Luckily, it's not something bad. But, something kinda strange happened.Seseorang tampak seperti separuh duduk di depan kap mobil city car-ku yang terparkir di basement apartemen tempat Marry tinggal. Kepalanya menunduk. Ia tampak fokus mengoperasikan gawai di tangannya.Secara postur, pria berkemeja lengan panjang itu tampak familiar. Badannya yang tinggi tegap, serta rambut hitamnya yang ditata rapi ke belakang tampak seperti orang yang kukenal.Otomatis, aku memelankan langkah sambil mengamatinya. Mataku fokus memindai, sedangkan tanganku mempersiapkan semprotan merica yang menggantung di samping tas ransel.
Aku tahu kalau Zean adalah pria yang serius dalam mayoritas waktunya. Namun, baru kali ini aku melihat Zean begitu … niat.Semula, aku mengira kalau pria itu hanya memesan tempat di salah satu restoran favoritnya untuk kami makan malam. Well, meskipun aku bilang kalau aku tidak keberatan makan sate di warung pinggir jalan, Zean tidak pernah mengizinkannya. Jadi, hampir bisa dipastikan kalau makan malam kami tidak di tempat sembarangan. Sayangnya, aku melewatkan petunjuk sederhana yang diucapkan Zean.Yup! Benar! Seperti yang ia katakan sebelumnya, ternyata Zean juga sudah membuat janji di salah satu butik terkenal dan salon yang, konon katanya menjadi langganan para selebriti, untuk memperbaiki penampilanku yang saat ini sama sekali tidak anggun.
Bodoh. Echana bodoh! Aku bahkan makin merasa bersalah ketika melihat Zean yang berusaha tertawa."Do you hate me that much?"Terlebih ketika aku melihat senyum tipis di wajah Zean.ARGH! TUH KAN! AH DASAR ECHANA BEGO!Sebelum aku sempat memberikan penjelasan, Zean tiba-tiba tertawa. Well, daripada sebelumnya, ekspresi Zean kali ini terlihat lebih baik. At least, ia tampak lebih tulus memperlihatkan senyum bahagianya."
"I'm done!"Zean menatapku sesaat, lalu melirik ke arah piringku yang sudah bersih."I've finished my dinner. Now, tell me the good news," tagihku tak sungkan.Sepanjang makan malam kami tadi, aku tidak makan dengan terburu-buru. Tiap Zean memulai pembicaraan, aku juga berhasil menanggapinya dengan baik, seakan aku tidak menanti kabar yang ia janjikan. Jadi, seharusnya tidak ada hal yang bisa diprotes Zean.Benar saja, pria itu tersenyum ke arahku. Bahkan, ia separuh tertawa."Do you have
“PIIP PIIP PIIP PIIP PIIP PIIP, CKLEK!” Spontan, aku menoleh ke arah lorong yang menghubungkan ruang tengah dengan pintu depan. Bunyi barusan adalah bukti autentik bahwa seseorang di luar sana sedang memasukkan enam digit passcode dengan benar dan membuat kunci pintu apartemenku terbuka. Benar saja. Tak lama kemudian, aku mendengar suara pintu yang baru dibuka. Dari etikanya, aku cukup yakin kalau si tamu kurang ajar bukanlah Zean. Meskipun pria itu tahu passcode apartemenku, ia tidak pernah langsung nyelonong masuk seperti tamuku kali ini. Dan dari semua orang yang kukenal dan pernah berkunjung kemari, hanya satu oran
Biasanya, aku suka melihat hal yang indah, tidak terkecuali senyuman pria tampan. Namun, kali ini ada pengecualian. Yup! Ini gara-gara adik bungsuku yang sedang dalam mode bawel tanpa jeda.Begitu Zean tiba di apartemenku tadi, aku segera meminta penjelasannya. As expected of Zean, ia berhasil menjawab dengan kalimat yang … lebih meneduhkan hati. Sama sekali berbeda dengan Chris yang membuatku makin tersulut emosi. At least, aku bisa lebih bisa menerima keikutsertaan bocah itu dalam perjalanan ke Jepang kali ini.Sayangnya, adik bungsuku itu tidak membuat situasi membaik.Oke. Ia memang menjadi penurut dan sangat kooporatif saat ada Zean
Sebenarnya aku sudah memikirkan beberapa kemungkinan yang akan menjadi jawaban Zean. Namun, aku ingin mendengarkan langsung dari mulutnya, sekedar memastikan apakah otakku berhasil membaca kode Zean, atau justru aku yang besar kepala.“Feel free to buy some dresses for the party with it.”Oh. ternyata aku yang besar kepala. Beruntung, aku tadi bertanya lebih dulu. Jadi, aku tidak akan bertingkah bodoh karena salah paham.“I have my own card, Zean. It’s ok. I’ll buy my dress with my own money,” tolakku halus.“Kak Eka,” panggil Chris tiba-tiba.