"Ayo cepat habiskan makananmu dan kita pergi dari sini!" ajakku berbisik dengan nada sebal.
"Why are you in a hurry?" tanya Zean santai. Namun, ekspresinya yang terlihat sok tidak paham itu membuatku lebih kesal.
"Karena aku malas berurusan dengan mereka," jawabku sekenanya sebelum buru-buru melahap fruit salad-ku.
Well, aku memang sedang malas berurusan dengan si mantan dan selingkuhannya. Sialnya, sejak kami putus, Rian dan si selingkuhan malah suka mendadak muncul di sekitarku tanpa diminta. Yang lebih menyebalkan adalah tingkah mereka di muka umum.
"What is he doing here?" Meski aku mengatakan sambil berbisik, tetapi aku sama sekali tidak sanggup menutupi rasa tidak sukaku saat tidak sengaja melihat pemuda itu dari kejauhan.Sorot mataku yang tajam menatap ke arah pemuda berjas hitam dengan kaos berwarna biru safir di baliknya. Rambutnya ditata rapi ke belakang. Simply handsome khas Rian ketika ia menghadiri acara penting atau resmi.Di meja bundar di dekat sudut ruangan, ia tampak asyik berbincang dengan Chris. Entah apa yang sedang mereka bahas, tetapi Rian terlihat cukup bahagia. Well, he looks pretty happy for a man without his lover-like-soulmate by his side
TING TING TING! Suara dentingan itu seketika membuat semua mata spontan terfokus padanya. Kakak sulungku yang mengenakan setelan senada dengan dress kak April yang berwarna royal blue itu tersenyum tampan nan berwibawa. Netra coklat tuanya ⏤seperti milikku⏤ menatap satu per satu orang yang ada di ruangan ini dengan percaya diri. "In this wonderful evening for everyone present here,” kak Naki tiba-tiba memulai pidato pembukaannya dengan bahasa Inggris, “I am so happy to welcome each of you for the 20th birthday of my beautiful sister, Echana Chalista Natalie Reefhitch.”
"Anna?"Langkahku segera berhenti. Kemudian, aku menoleh lambat ke belakang, arah asal suara yang cukup mengagetkanku.Di lorong hotel yang sepi, seorang pria jangkung terlihat sedang berjalan menghampiriku. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana kain yang ia pakai."Where are you going?"Begitu mengenali wajah dan suaranya, aku spontan menarik ujung hoodie yang kukenakan hingga dahiku tertutup. Terlebih ketika mataku tidak sengaja bersitatap dengan netra birunya yang tengah menatapku curiga."Ke supermarket di lantai bawah."
"Bukannya kak Eka sendiri yang undang kak Rian?""Ngaco, ih! Mana mungkin!" protesku langsung. Boro-boro mengundangnya, melihat wajahnya saja aku enggan!"Lebih meyakinkan kalau kamu yang undang, tahu. Apa lagi tadi kalian ngobrolnya seru banget," sindirku halus.Chris memutar mata, lalu kembali fokus pada mi instan cup-nya.“Tadi kak Rian yang nyamperin aku duluan buat bahas pertandingan minggu kemarin. Nggak usah jealous karena nggak disamperin, deh," ledeknya kurang ajar.Spontan, aku mendecakkan lidah. Nih anak makin malam omon
"Oh, gitu, ya?" Pemuda yang mengenakan jaket hitam untuk menutupi kaos putihnya itu menatapku kaget. Sepertinya reaksiku benar-benar diluar dugaannya. "Kak Eka masih nggak percaya juga?" Aku hanya tertawa lirih. "Semua orang punya persona, Chris. Sudah kenal lama bukan jaminan untuk mengenal karakter orang itu." Adik bungsuku itu tertegun sesaat. Matanya menatapku dalam, sebelum tiba-tiba ia mengalihkan pandangan dan menunduk menatap cup mi instannya yang hanya tersisa kuahnya. "... Masuk akal juga, sih," komentarnya lirih. Melihat reaksinya yang mirip orang merasa bersalah, aku jadi makin yakin kalau Chris berpikir kalau aku sedang membahas Rian. Well
“Astaga … hahaha ….”Aku mendecakkan lidah sebal. Pasalnya, sudah lima menit berlalu dari kejadian, tetapi Chris masih belum bisa meredakan tawanya. Meski itu hanya sisa tawa, tetap saja aku yang mendengarnya merasa tidak nyaman, Terlebih, yang menjadi bahan tawanya tidak lain tidak bukan adalah putri semata wayang keluarga Reefhitch, as known as me.“Terus aja ketawa sampai lusa,” sindirku lirih sambil meliriknya sebal penuh peringatan. Kemudian, aku sengaja mempercepat langkah. Sebisa mungkin, aku tidak mau mendengar tawa Chris yang menyebalkan dari dekat.Sayangnya, dengan kaki jenjang yang ia miliki, Chris dengan cepat kembali berjalan di sampingku. Adik bungsuku itu juga dengan cepa
“Kenapa, Kak?”“You won’t tell anyone about this, right?”Chris diam sejenak, kemudian bibirnya menyeringai jahil. “Should I?”Spontan, aku mendecakkan lidah dan menatapnya protes. Sesaat kemudian, Chris malah tertawa pelan.“Kalau nggak mau ketahuan, kenapa Kak Eka mau beli itu waktu sama aku? Bukannya lebih baik belinya waktu sendirian?”“Aku memang bisa beli lagi lain waktu, tetapi aku butuhnya sekarang, karena jogging malam sama kamu
Awkward. Sangat awkward.Sejak beberapa menit yang lalu, pria itu tidak mengatakan apa pun. Well, ia tidak benar-benar diam, sih.Nyatanya, ia sempat menyapaku dan mengatakan agar aku memberikan kantong plastik belanjaanku karena terlihat penuh dan berat. Namun, itu semua terangkum dalam satu kalimat yang singkat, dan kami menghabiskan beberapa menit sisanya dalam keheningan yang super canggung.Sesekali, aku melirik, Zean. Memeriksa ekspresi yang terpasang di wajah tampannya. Jika aku tidak salah mengenali, Zean memang terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Namun, tidak ada