Indonesia digegerkan dengan berita gempa bumi dahsyat yang terjadi di kabupaten Cianjur.
Hampir semua stasiun televisi menayangkan berita tentang gempa yang meratakan satu wilayah di desa Gasol.
Aliya termenung di depan televisi dengan pandangan nyaris kosong melihat gambar-gambar tayangan dari video amatir oleh beberapa saksi mata yang ada di lokasi.
Itu benar-benar mengerikan.
Rumah-rumah bagai tidak menyisakan bentuk --luluh lantak dan rata dengan tanah.
Satu kampung seperti disapu oleh air bah, namun ini oleh pergeseran tanah yang massif.
Aliya tersentak saat satu dering panjang terdengar dari ponselnya. Itu Hana.
‘Sis!! Are you okay?!’ Seruan setengah panik langsung mengudara begitu Aliya menyambungkan panggilan masuk tersebut.
“Iya, Hana. Aku baik-baik aja. Kenapa nanya gitu?”
‘Gempanya jauh dari elu kan?’
“Jauh, Han. Itu di Cianjur. Aku di Lembang. Jauh,” jelas Aliya --berharap bisa langsung menenangkan Han
“Dean….”Pria itu tidak menjawab. Kepalanya ia jatuhkan di bahu kiri Aliya.Tinggi tubuhnya membuat ia tampak membungkuk saat kepalanya terkulai di bahu sang istri.“Dean…” panggil Aliya lagi lirih.Dean justru kian membenamkan kepalanya dan mempererat pelukannya pada Aliya.Aliya lalu membiarkannya, dengan kedua tangan terangkat dan membalas pelukan suami sukmanya. Mengusap punggung sang suami dengan sangat perlahan.Hanya sesaat kemudian, ia merasakan bahu Dean bergetar, kemudian bahu kiri Aliya menghangat sedikit basah.Tak terdengar suara apapun dari pria tampan itu.Hening.Tapi Aliya tahu, Dean tengah menangis dalam diam.Entah bagaimana menjelaskannya. Hati Aliya pun berdenyut nyeri. Seakan merasakan sakit dan pilu di hati Dean.Entah pula sejak kapan, Aliya mulai merasa terikat dengan pria yang akhirnya menjadi suaminya secara sukma itu.Aliya membiarkan Dean menumpahkan dukanya.Aliya telah tahu Dean telah kehilangan seseorang yang pasti penting baginya, pada pertarungan sore
“Aku, Dean Dubois, mencintaimu Aliya Saifanah…” ucap pria bermata hazel itu, tegas dalam kelembutan.Aliya tertegun beberapa saat.‘Ini! Ini yang aku tunggu, bukan?? Pernyataan cinta dari seorang Dean….’Napas Aliya tertahan sekian detik.‘Ini yang kemarin sempat aku tunggu untuk Dean ucapkan. Bahwa pernikahan kami bukan karena ia terpaksa.’ Batin Aliya terus berujar.‘Bukan karena di luar kehendaknya. Bukan pula karena sekadar memenuhi permintaan kakekku. Tapi karena… dia mencintaiku!’ Aliya merasakan bibirnya bergerak-gerak, namun ia tak mampu mengeluarkan kalimat apapun. Kedua matanya menghangat.Rasa haru itu menyeruak begitu saja mendengar pengakuan Dean.Ia bukanlah orang yang tidak tahu, bagaimana penderitaan Dean sejak ia akhirnya menemukan diri Aliya setelah bertahun-tahun mencari.Lalu bagaimana ia merelakan Aliya bersama Elang dan menahan semua rasa itu, bertahun-tahun setelahnya pu
“Maaf karena aku memintanya di saat seperti ini..” Suara Dean mengalun pelan dan ia terhenti sejenak.“Tidak seperti yang mungkin kau bayangkan untuk momen pertama kita.”“Tapi ini tetap indah,” sela Aliya cepat.Ia menengadahkan kepala, hingga hidungnya menyentuh dagu Dean yang memiliki belahan samar itu. “Aku suka, Dean…”‘Ah, bahkan dagunya pun begini indah…’ Aliya mengagumi diam-diam. ‘Mengapa aku baru menyadarinya?’Dean tersenyum.Entah sejak kapan, di mata Aliya senyum yang Dean miliki itu tampak begitu kian menawan.“Terima kasih..”“Tapi memang mengagetkan. Tiba-tiba kau memintaku. Apa.. karena aromaku?” tanya Aliya lagi.Dean mengangguk tak berdaya.“Ya, alasan awalnya untuk menutupi aroma mu,” Dean mengecup alis Aliya. “Tapi kau telah tahu, bagaimana aku yang
Aliya menurunkan kembali kepala dan semakin merapatkan wajah pada dada bidang prianya.Ia cukup malu pada dirinya sendiri yang sering banyak memiliki penyesalan terhadap apapun. Dan kerap mempertanyakan semua yang terjadi padanya.Sungguh… malu.“Kau sedang apa itu?” goda Dean melihat Aliya seperti menyembunyikan muka pada dadanya.“Ngga--” kilah Aliya. “Lagi nyium baumu. Kok enak banget…”Dean mengangkat dagu Aliya dengan satu tangannya. “Oya?”Aliya mengangguk.“Seenak apa?” Alis Dean terangkat.“Enak banget.”“Tapi tidak seenak wangimu, Al…” Dean berkata. “Kalau kau pada posisiku dan mencium apa yang bisa kucium ini, kau akan sangat mengerti mengapa aku tak akan mau melepaskanmu.”“Begitu ya?” cibir Aliya.Pria blasteran di hadapan Aliya itu tersenyum lebar, melihat muka sang i
Dean mengangguk sebagai respon dan menatap istri sukmanya lekat.‘Ah… ‘Walau tidak lagi kosong dan hampa, Aliya dapat melihat tatapan mata Dean yang masih terlihat sendu, meski senyum terukir di bibir tipisnya.Namun, Dean terlihat jauh lebih baik dibanding saat awal datang tadi.Meski tak banyak, ia tampak lebih ‘ringan’ dengan bibir yang tak sepucat sebelumnya.“Assalammu’alaikum, Aliya,” salam Dean dengan mata menatap teduh pada sang istri.“Wa’alaikumsalam, Dean…”Sosok Dean kemudian perlahan menghilang dari hadapan Aliya.Sementara Aliya masih menatap ke depan, tempat Dean berdiri dan menghilang.Dalam hati ia berterima kasih pada Nawidi, yang sengaja ‘mengusir’ Dean dari area pertarungan, untuk mendatangi dirinya.Mungkin Nawidi hanya menggunakan alasan aroma Aliya agar Dean mau bergegas mendatangi Aliya. Mungkin Nawidi ingin Dean beristirahat sejenak dan melepas beban yang begitu berat di pundakny
Minggu, 27 November 202208.10“Duh Gusti…..” Aliya bergumam prihatin.Matanya menatap layar ponselnya sejak tadi. Ia sedang menonton beberapa video yang dikirimkan di grup WA keluarganya.Kota suci tengah banjir bandang.Mata Aliya membulat saat melihat video lainnya yang menampilkan seorang jemaah yang tetap berada di dekat bangunan suci itu, sementara tampak kilat menyambar-nyambar di sekitarnya.Beberapa video lain yang menampilkan gambaran jalanan kota yang seperti sungai besar itu juga membuat kedua mata Aliya membelalak.Beberapa saat terpaku seperti itu, kemudian tangannya menulis dua hingga tiga komentar dari video yang dikirim tersebut.Aliya meletakkan ponselnya di atas meja makan. Ia menghela napas, lalu berdiri menuju dispenser untuk mengambil air. Ia baru saja menyelesaikan sarapannya di pagi itu.Ketika Aliya kembali ke tempat duduknya dan tengah meneguk air minum, terdengar notifikasi m
Tapi, Dean masih belum bisa melakukan kontak secara langsung dengannya. Baik Aliya maupun Dean, masih harus menggunakan jalur Diani untuk berkomunikasi.Karena dalam kontak Aliya, nomor Dean masih belum muncul logo aplikasi dengan lambang gambar telepon berwarna hijau itu.Pernah Aliya mencoba menelepon nomor Dean, namun tidak tersambung sama sekali.Dirinya dan Dean hanya baru bisa berkomunikasi secara langsung lewat sukma saja.Aliya menghela napas lega. Ia merasa sedikit tenang.“Sis, aku tutup dulu ya…” ujar Aliya pelan.‘Ok.’Sambungan telepon itu kemudian terputus.Aliya kembali termangu. Tangannya menggeser layar ponselnya untuk mendengarkan rekaman itu lagi.Selesai rekaman terputar, ia kembali memutar ulang. Hingga tiga kali berturut-turut.“Itu benar-benar suara Elang. Dia… dia menangis…” bisiknya lirih.“Elang… m
‘Apa medan pelindungku telah hilang?? Tadi Dean bisa mengirim rekaman suara padanya. Jangan-jangan dia datang ke sini??’Dada Aliya mendadak berdebar begitu cepat.Aliya lalu bergegas keluar dari kamarnya untuk membukakan pintu.Namun saat pintu terbuka, ternyata salah satu warga binaan Aliya yang datang bertamu.Ya. Aliya memiliki sejumlah ibu-ibu yang menjadi binaan Aliya dalam pekerjaannya. Sebagai petugas lapangan dan sebagai penyuluh, ia memiliki tugas membina sejumlah ibu-ibu yang berasal dari keluarga pra-sejahtera.Pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan yang dulu pernah ia geluti. Bukan sebagai pekerja kantoran yang berada di dalam gedung dan duduk di balik meja kantor.Pekerjaan yang ia lakukan mengharuskannya berada di lapangan. Dari rumah ke rumah. Melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada ibu-ibu tersebut, untuk menjadi ibu-ibu yang berdaya.Pekerjaan yang seringkali juga tidak mengenal kata ‘libur’, karena berurusan dengan manusia dengan berbagai permasalahannya.Seperti
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua