Hello GoodReaders! Terima kasih terus bersama Aliya dan kawan-kawan elemennya. Mohon maaf sampai dua minggu ke depan, Author hanya bisa up 1 Bab. Namun Author usahakan mulai bulan depan, update menjadi 2 Bab per hari. Mohon maklum dan terima kasih juga kak Rimah El Be atas supportnya! ^,^
“Guru Anda… ternyata kakek Aliya?” Nawidi yang biasa berwajah datar, saat ini terlihat mengerutkan keningnya.Dean mengangguk. “Saya tidak pernah menyangka ini. Betul-betul tidak. Terutama saat tahu, sebenarnya kakek Aliya telah tiada jauh sebelumnya. Saat Aliya sendiri masih balita. Bagaimana bisa…” Dean tidak melanjutkan kalimatnya.“Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, jika Tuhan menghendakinya.” Nawidi kembali menatap ke depan sana.Dean mengangguk lagi dan melepas napas perlahan. “Pantas saja, saat saya memegang kembali kalung Aliya --pemberian mendiang, Guru muncul dan memberi peringatan.”“Peringatan?”“Ya. Itu salah satu alasan terkuat saya segera kembali ke sini,” ujar Dean.“Kalung Aliya masih dipegang Anda?”“Ya. Saya sempat ingin menyerahkan pada Einhard. Namun dia meminta saya memegangnya dulu. Sampai hari ini, ka
Satu tahun berlalu.Itu adalah 2021, ketika Aliya akhirnya memiliki pekerjaan sendiri. Aliya tidak mungkin terus bergantung pada Laila atau dari sisa-sisa tabungan yang dimiliki olehnya.Aliya lolos seleksi penerimaan pegawai honor di salah satu instansi pemerintah daerah. Ia menangani orang-orang yang membutuhkan asistensi sosial. Entah bagaimana awal mulanya, namun Aliya dengan lancar lolos semua tahapan seleksi untuk pekerjaan yang sangat jauh dari bidang yang dikuasai Aliya.Namun satu hal, Aliya sungguh menikmati pekerjaannya. Mungkin karena seorang Elemen Bumi, Aliya seseorang yang sangat hangat dan mudah memahami kesulitan orang lain.Orang-orang yang dibantu Aliya, menyukai wanita muda itu.Siang hari itu, Aliya baru saja selesai melakukan home visit atau kunjungan ke rumah seorang lanjut usia yang terlantar di wilayah desa Cikahuripan.Ia sedang asyik mengendarai motornya --yang setengah tahun lalu ia beli untuk lebih memudahkan mob
“Apa tidak apa-apa?” Laila menatap cemas ke depan. “Fayza baru masuk SD, tapi sudah dimasukkan pesantren seperti ini.”Aliya tersenyum masam mendengar kekhawatiran sang mama. “Mau bagaimana lagi, Ma? Fayza yang memintanya. Dia benar-benar ngotot sejak TK, bahwa saat SD ia minta masuk pesantren.”“Aliya bisa apa…” Ia pun mengesah.“Darimana keinginan itu muncul? Dia baru juga tujuh tahun menjelang delapan. Bisa-bisanya minta jauh dari ibu dan neneknya,” ujar Laila lagi dengan nada sedih.Mereka berdua lalu terdiam, melambaikan tangan ke arah Fayza yang berjalan masuk ke dalam gedung pesantren.“Lihat! Bahkan bocah itu tidak menoleh ke belakang, ke kita…” Laila mengeluh dengan sakit hati.Cucu dari putri sulungnya itu seolah telah melupakan dirinya dan juga Aliya --ibu kandungnya.Laila mendesah.Memang lokasi pesantren itu, tidaklah jauh. Aliya mencarinya di dalam kota Bandung --hanya sekitar satu jam dari Lembang. Namun tetap saja, Laila merasakan berat untuk berjauhan dengan Fayza.“S
“Apa maksudmu dengan kehilangan kemampuan elemennya? Einhard?” Dean mengulang pernyataan Oki dengan pertanyaannya.“Ya Pak,” Oki mengangguk. “Saat saya sedang mengambil peralatan untuk persediaan pelatihan di satu pusat perbelanjaan, saya kebetulan melihat pak Einhard di basement. Ada sedikit kecelakaan yang hampir terjadi.”Dean terlihat menyimak serius pemuda di depannya, demikian pula Nawidi dan Guntur.“Apa yang terjadi?”“Satu mobil kehilangan kendali saat turun dari lantai atas dan hampir menabrak pak Einhard. Maaf, saya tidak membantu beliau, karena saya pikir itu hal kecil untuk beliau. Ternyata tidak demikian,” Oki menjeda kalimatnya.“Pak Einhard terserempet --tanpa melakukan hal apapun yang seharusnya seorang elemen lakukan, dan ia jatuh lalu terluka. Saya benar-benar melihat pak Einhard terluka.”Dean dan Nawidi saling melempar pandang.Dean kembali menanyai Oki. “Apa saat itu di sekitar ada orang?”“Jika maksud Pak Dean orang umum yang mungkin melihat kejadian itu, tidak
Mei 2022Membuka mata, Aliya melihat beberapa rangkaian bunga mawar putih yang mengelilingi ruang. Ruang dimana ia kini duduk di sebuah kursi menghadap cermin cukup besar.Aliya menengadahkan kepalanya, lalu pandangan ia timpakan pada rangkaian panjang mawar putih sepanjang langit-langit kamar. Tanpa terputus.Seolah rangkaian itu mengelilingi ruang tempat ia berada dan menjadi pagar cantik baginya.Kini kedua mata Aliya turun lalu menatap sosok yang terpantul dari cermin di depannya. Itu dirinya.Namun, tampak berbeda.Begitu tampak luar biasa cantik.Aliya memicingkan mata, seolah melihat makhluk memesona dalam cermin tersebut.‘Ah, iya. Itu memang benar diriku….’Bola mata itu miliknya. Alis yang menaungi dua mata itu, miliknya. Bentuk hidung itu, miliknya.Aliya lalu mencoba tersenyum.‘Nah. Itu bibir dan garis senyum milikku juga….’Entah b
Dua hari setelah mimpi itu, Aliya menerima pesan masuk dari Diani.[Apa kabar bu?][How’s life?]Aliya lalu mengetikkan balasan. [Alhamdulillah baik, sis][My life? So-so lah sis…][Gimana kabar Fayza? Sehat?] Diani bertanya lagi.[Alhamdulillah sehat. Dia betah di pesantrennya. Aku agak kesepian sebenernya ini teh…][Yup. Pastilah.] respon Diani.[Suka ditengokin?]Aliya mengetik lagi balasan. [Hanya boleh ditengok sebulan sekali, sis. Bulan ini udah aku tengokin pas awal bulan][Oh gitu….][Fayza ga pernah nanyain ayahnya?]Aliya terdiam sesaat. Lalu jarinya kembali bergerak. Kali ini bukan mengetik, namun menekan tombol telepon.Sambungan telepon itu dijawab oleh Diani tanpa menunggu lama.“Ya kalau ngomong secara langsung, ngga sis. Tapi dia pernah kedapetan lagi melamun,” Aliya menjawab pertanyaan Diani melalui pesan sebelumnya.‘Apa ayahnya ngga pernah nengokin?’ tanya Diani lagi.“Sejak talak gue, dia kagak pernah nengokin. Mana mungkin sekarang dia nengok.”‘Ya kali aja sekaran
Aliya terdiam sesaat mendengar pertanyaan Diani itu.“Kalo aku memang harus nikah lagi, mending sama Dean.” Akhirnya Aliya memberikan jawaban itu, meskipun lirih.Sebenarnya itu hanya jawaban random dan asal. Tapi saat Diani bertanya, memang nama Dean lah yang pertama melintas di kepalanya.‘Noted’ balas Diani cepat. (Dicatat)“Apaan sih ah, Sis. Aku gak kepikiran buat nikah lagi! Lelah sis. Capek.” Kata-kata beruntun itu terucapkan Aliya pada Diani.‘Gue paham,’ ucap Diani.‘Ini sih kalo misalnya aja… Misal lu kudu kawin lagi,’ Diani memancing lagi.“Ga ah sis… Sudah enjoy dengan hidupku yang seperti ini,” jawab Aliya cepat.‘Bohong.’Aliya membatin.‘Aku kesepian Sis. Namun lukaku masih sangat dalam dan belum kering. Bagaimana aku bisa berhubungan dengan pria lain?’Aliya lalu mend
18 November 202223:56Malam hari itu.Perbincangan iseng dengan Diani melalui aplikasi chat instan, berujung pada ditemukannya beberapa nomor aneh dalam daftar kontak Aliya.Mulanya tiga kontak dengan nama kontak aneh. ‘???’, ‘A’ dan yang satunya bernama ‘Dean’.Nomor tersebut tidak satupun aktif, begitu pula nomor berjudul ‘Dean’, yang justru muncul di Diani sebagai ‘Saifanah’ dengan gambar foto Aliya.Meski Aliya tidak pernah merasa terkait dengan nomor tersebut, ia anggap itu sebagai petunjuk awal.Entah bagaimana sebenarnya yang ia pikirkan atau ia rasakan.Aliya merasa perlu untuk mengetahuinya. Setelah nomor tersebut ternyata tidak aktif juga, ada perasaan kecewa dalam hatinya.Namun kemudian, Aliya menemukan nomor lainnya.Sebuah nomor dengan nama kontak bergambar bintang. Aliya memberitahukan Diani bahwa ia menemukan kontak aneh lainnya.D
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua