Naya selalu saja kalah jika putranya itu sudah memasang wajah sedih.
Hatinya seolah hancur melihatnya."Yuk, berangkat!" ajak Naya setelah membersihkan piring bekas mereka berdua makan."Let's go, Mama!" jawabnya sambil menggengam tangan Naya, "Benarkan bahasa Inggris, Nendra?""Iya, Benar sayang!" jawabnya, "Apa Nendra mau kursus bahasa Inggris?""Hmm, No! Nendra ingin belajar bahasa Inggris nanti saja, seperti keina!""Keina? Cucunya kakek Kelvin?" tanya Naya."Hmm!"Glek!Naya tersenyum miris! Tak ingin lanjut bertanya lagi.Pasalnya, Keina belajar bahasa Inggris pada Daddynya.Naya melirik Nendra yang memasang wajah datar, persis saat Lingga dulu protes dirinya bekerja atau saat dirinya membangkang.Dan Naya kini tau, ternyata itu wajah ketidaksukaannya!"Apa Nendra masih berharap bertemu Papa?" tanyanya pelan sambil membuka pintu mobil untuk Nendra.NendrNaya melihat, sebuah foto terpajang besar di sebelah almari kabinet, Naya menarik satu sudut bibirnya, 'Dia pasti sengaja memajang foto pernikahan untuk mempengaruhi aku! Maaf, Mas, aku tidak terpengaruh sama sekali!' batinnya sambil memutar pandangannya di setiap sudut ruangan yang terlihat nyaman.Ada beberapa daun artifisial untuk menambah kenyamanan ruangan ini!Cklek!"Maaf sudah membuatmu, menunggu! Saya ada sedikit kendala tadi di luar! Silahkan duduk!" Ucap Lingga melihat Naya berdiri menyambutnya sambil berjalan menuju kursi kebesarannya melewati Naya yang tengah duduk di sofa.Lingga melepas jasnya, kemudian menggulung kemejanya sebatas lengan dan kembali mendekati Naya di sofa ruangannya. Sesaat tingkah Lingga itu dengan wajah yang masih tercetak keringan membuat Naya tersihir. Ditambah parfum maskulin yang dulu memenuhi indra penciuman Naya, tidak pernah berubah! Naya ingat betul p
"Dengan cara apa? Memperkosaku lagi seperti dulu? Begitu!" ketus Naya pada Lingga. Naya tidak ingin lemah! Bersama Lingga adalah luka yang tak pernah mau Naya sentuh lagi. Semuanya menyakitkan. "Ya, Jika itu diperlukan! Aku akan menarikmu ke ranjangku!" kesal Lingga. Lingga terlalu emosional hari ini, penolakan Naya semakin membuat dadanya sesak! Jantungnya tak karuan! Perjuangan belum dimulai, namun dirinya tidak kuat! Tidak kuat, karena rasa cemburu luar biasa yang membakarnya, saat mengingat Brian. "KAU INGIN MEMPERKOSAKU, LAGI? MENGHANCURKAN AKU LAGI? MEMANG ITU TUJUANMU, KAN? MENCIPTAKAN NERAKA UNTUKKU!!" teriak Naya. Naya juga sangat terpancing emosi, tidak biasanya Naya akan semarah ini, mungkin karena beda di kota tempatnya, lahir, tinggal dan besar. Kota penuh kenangan! Kota penuh cinta! Sekaligus kota yang memberikannya luka paling dalam, lewat Lingga! "Arrkhhhhh! Lepas
ucap Lingga lagi. Naya kemudian berdiri dan membungkuk sedikit, "Terima kasih, banyak! Tidak perlu repot-repot!" Lingga mengangguk kembali mengantar kepergian Naya keluar dari ruangannya. Kepalanya mulai menggelap dan dadanya kembali sesak! Membuat Lingga menutup matanya sebelum Naya dan Dimas benar-benar keluar. Dengan posisi duduk, Lingga meneruskan tidurnya! Akhir-akhir ini keadaan jantungnya kurang begitu baik. Naya yang melihat itu, ikut sesak di dadanya! Perasaannya tidak enak meninggalkan Lingga begitu saja, namun jika dia kembali, itu akan membuat Lingga besar kepala. Sesaat setelah Naya keluar dari ruangan kaca itu, Bia kemudian masuk begitu saja karena terlalu khawatir, "Abang!" pekiknya, "Semalam abang minum obat lagi? Atau mabuk? Jujur sama, Bia!" marahnya. "Hmm!" "Abang berapa kali Bia harus kasih tau, Obat itu
Nendra yang mengetahui Mamanya sedang sedihnya hanya membalas pelukan itu. Sampai Naya tenang! Tanpa terasa, Nendra dan Naya tertidur sampai di rumahnya dengan posisi yang sama, Nendra masih ada di pangkuan Naya. "Bu! Bu Naya, maaf sudah sampai!" ucap supirnya sambil turun, "Saya pamit pulang, Bu!" "Oh, makasih Mas, sudah mengantar saya!" jawab Naya sambil mengumpulkan nyawanya penuh. Setelah itu, menggendong sang putra yang masih pulang menuju ke dalam rumah. Walaupun sudah lumayan besar, Naya masih sanggup menggendong putranya itu! Naya membaringkan putranya tanpa membangun! "Tidur, Sayang! Mama masak dan bebenah dulu, ya!" Tak ada rasa lelah, Naya langsung menyiapkan makanan untuk makan malam mereka nanti setelah Nendra bangun. Cukup lama, setelah satu jam berlalu, masakan Naya sudah matang sebagian, hanya tinggal menggoreng dimsum siomay kes
Saat Lingga menabrak Nendra di basement perusahaan yang merupakan parkir underground, Lingga terburu-buru dan tidak terlalu melihat Nendra. Saat itu Lingga tidak ingin telat di pertemuannya dengan Naya. "Iya, Om! Namaku Nendra Ligaskara, ini mamaku, Sanaya Rafinka, Om!" ucapnya menunduk sopan. Membuat jantung Lingga berdetak kencang tak beraturan, dadanya kian sesak dan sakit lagi! Melihat kesopanan putranya membuat Lingga terharu! "Nama Om, Lingga Bagaskara!" jawabnya meraih kedua pipi Nendra, "Boleh, Om memelukmu?" tanyanya. Nendra seolah terhipnotis dengan mata berembun Lingga dan mengangguk. Lingga membawa Nendra dalam pelukannya, dia dekap erat laki-laki kecil yang sama persis dengannya itu, sangat mirip bak pinang di belah dua. Tidak ada sedikitpun yang mirip dengan Naya! Semua menjiplak Lingga.
"INI SEMUA GARA-GARA KAMU! KALAU SAJA KAMU GAK MUNCUL, ANAKKU TIDAK AKAN SEPERTI INI! PERGI SANA! PERGI!" usir Naya berteriak pada Lingga! Naya kemudian menggendong putranya dengan sepenuh tenaga, membawanya menuju parkiran. Mendengar itu, Lingga diam dan mengikuti Naya karena sangat tau kekhawatiran Naya! Lingga tidak memasukkan ke dalam hatinya. Namun dia tidak tega melihat tubuh kecil istrinya, menggendong Nendra yang sudah cukup besar. Dengan cepat, dia sambar tubuh putranya begitu saja, "Kita harus bergegas! Ayo, lari!" pekik Lingga. "Jangan lari! Jantungmu—" Lingga hanya menoleh sekilas dan tak peduli, dia memilih berjalan cepat sambil mendekap putranya menuju mobilnya. Naya mengikuti begitu saja, karena keadaan sedang mendesak. Nendra harus mendapatkan pertolongan segera! Naya duduk di sebelah kemudi, kemudian Lingga memberikan N
"Bukan begitu maksud, Mama! Nendra punya Papa, Teman-teman Nendra salah!" jawab Naya mendekat dan merengkuh putranya. Dia salah! Dia terlalu emosional karena peperangan hatinya sendiri, hingga Nendra menjadi korbannya sekali lagi. Naya peluk putranya dengan erat, "Maaf, Sayang! Maaf!" Lirihnya. "Mama juga berbohong, kata Mama, nama Papanya Nendra itu Raja, yang kemarin itu Om Lingga Bagaskara!" lanjut Nendra belum puas. Dia merasa Mamanya harus jujur semuanya saat ini. "Iya, I—itu panggilan sayang kami! Mama memanggil Papa dulu raja!" jawabannya sambil meneruskan ucapan 'Iblis!' dihatinya. Yah! Dia memang Raja Iblis! Tampangnya boleh seperti malaikat, namun hatinya seperti Iblis. Naya tidak salah, bukan! Sedangkan Lingga yang sejak tadi di depan pintu, tidak jadi masuk karena mendengar suara pertengkaran itu justru beberapa kali hanya bisa
Lingga yang mendengar ucapan menyakitkan itu hanya bisa memejamkan matanya, sambil terus mengusap lembut punggung Nendra. "Nendra! Mama dan Papa sangat mencintai kamu! Sangat!" tegasnya memberikan kelembutannya setelah tangis putranya sedikit mereda. Lingga mencoba menyalurkan kasih sayangnya lewat hati! "Dengarlah!" pinta Lingga kemudian mengambil tangan Nendra untuk diletakkan pada dada Lingga, "Terasa, tidak? Jantung Papa hampir copot saat Nendra pingsan! Bagaimana bisa terus di sini jika Nendra tinggalkan, Papa dan Mama?" "Jangan copot!" lirihnya sambil menggeleng. "Kalau lemnya terus ada di sini, maka jantung Papa gak akan copot!" jawab Lingga sambil menangkup wajah Nendra, "Papa cinta sekali denganmu! Papa sayang sekali!" lirihnya. "Kalau cinta, kenapa Papa tinggalkan Mama dan Nendra? Apa karena Papa menikah lagi? Apa Papa bahagia dengan keluarga Papa?" tanya Nendra.
Byakta seakan tertampar dengan ucapan adiknya itu kemudian mengangguk dan melirik Lingga, "Mas tidak akan melakukan hal pengecut seperti itu, Dek! Tenanglah!" jawab Byakta. Dan Lingga yang tersindir telak itu hanya bisa diam, nyatanya dia juga merasa pengecut dengan ulahnya itu. Naya tau maksud Byakta, namun tak ingin memanjangkan masalahnya, Naya kemudian turun dari pelaminan bersama Lingga. Sedang Nendra, masih duduk di pangkuan Bu Btari, karena neneknya masih mengurungnya, Nendra pun juga masih betah dengan neneknya. Ikatan batin itu dengan mudah terjalin, sama seperti saat pertama dekat dengan Lingga. Sedang Naya dan Lingga duduk di bawah pelaminan, di meja bundar yang sudah di sediakan, Lingga memberikan tisu baru pada Naya untuk mengusap sisa air matanya."Makasih, Mas!""Kamu, bahagia?" tanya Lingga dengan senyumannya. Naya mengangguk, "Akhirnya aku bisa bertemu dengan Ibu dan Masku! Aku tidak pernah membayangkan pertemuan yang seperti ini!""Padahal kamu bisa datang seja
Mereka kemudian berangkat menuju hotel tempat resepsi itu berlangsung, kebetulan mereka sudah melakukan ijab kabul pagi tadi. Dan siang sampai malam ini, adalah resepsi pernikahannya! Suasana tampak ramai. Terdengar pula suara pemandu acara dari luar Ballroom, Lingga sudah mempersiapkan dengan pembawa acaranya. "Dan, acara selanjutnya ada sebuah persembahan istimewa kepada pengantin kita!" seru pembawa acara dan dilanjut sorakan. "Langsung, saja! Silahkan!" pekiknya. Ting! Suara alunan musik mulai berdenting, sebuah lagu yang akan Naya dan Lingga berduet, untuk pasangan suami istri itu. `Tiba saatnya kita saling bicaraTentang perasaan yang kian menyiksaTentang rindu yang menggebuTentang cinta yang tak terungkap`Lingga memulai lagunya dengan sangat indah, bersamaan dengan pintu Ballroom terbuka. Deg! `Sudah terlalu lama kita berdiamTenggelam dalam gelisah yang tak teredamMemenuhi mimpi-mimpiMalam kita`Naya melanjutkan dengan suara merdunya, bersamaan dengan air mata s
Lingga berhenti di Horison, setelahnya langsung pergi saat Naya sudah turun tanpa banyak kata. "Hiss! Dasar Tuan pemarah!" keluhnya masuk dan hari ini Naya akan serah terima tugasnya pada orang yang akan menggantikan seperti biasa, karena dia akan cuti senin dan selasa. "Naya, kamu jadi cuti sampai selasa?" tanya Pak Kelvin saat Naya akan pulang tengah hari. "Jadi, Pak! Kakak saya menikah di Malang!" "Kamu sudah memutuskan untuk pulang dengan suamimu?" tanya Pak Kelvin. "Iya, Pak!""Semoga terus langgeng! Oh iya, jangan lupa hari rabu kamu ikut saya ke Gresik, ada pertemuan dengan PT. SGD!" "Baik, Pak!""Okey, selamat berkumpul dengan keluargamu!"Setelahnya Naya pamit dan turun ke bawah, karena pasti Lingga sudah menjemputnya. Lingga benar-benar masih marah, terlihat dari dirinya yang tidak menghubungi Naya padahal sudah sampai di depan perusahaan.Naya masuk begitu saja tanpa bicara! Dan Lingga langsung tancap gass ke sekolah Nendra, masih dengan diam seribu bahasa dan tak m
"PERSETAN DENGAN CITRA! BIAR MEREKA SEMUA TAU, JIKA MEREKA AKAN HANCUR JIKA BERANI MENGUSIK, MILIKKU!" Lingga sangat emosional hingga berteriak pada Naya, sesaat setelah itu dia langsung keluar dari rumah. Lingga hanya mementingkan anak dan istrinya, namun istrinya justru mementingkan citra. Tidak masalah! Walaupun Lingga terkenal bengis dan jahat sekalipun setelah ini, tak peduli. Dalam dunia bisnis, mereka butuh uang dan kemampuan Lingga, bukan? Justru lebih baik jika dia dikenal seperti itu, tak akan ada yang berani menganggu keluarganya. Lingga duduk di balik kemudian sambil menetralkan emosinya. Sedangkan Naya yang ditinggalkan melanjutkan cuci piringnya dengan senyuman tipis.Entah kenapa dia senang mendengar perkataan Lingga, [Milikku] seolah membuat Naya kembali ke jaman dulu. Disaat Lingga dengan semua kearogannya mengklaim dirinya adalah milik Lingga! Perasaan dimiliki dan diatur sebenarnya Naya menyukai itu sebagai wanita didikan ibunya yang Jawa tulen. Sesekali
'Apa ini, modus pencurian!' batin Lingga kemudian menaikkan kembali saklar. Brak! Bersamaan dengan lampu menyala, dua orang laki-laki dengan setelan Baju hitam, menggunakan penutup kepala menendang pintu dan pergi begitu saja ditelan gemuruh petir dan derasnya hujan. Tak menunggu lama, Lingga lari menuju ke dalam mencari anak dan istrinya, "Naya! Nendra!" pekiknya panik. Lingga terus berlari menuju lantai dua dan masuk ke dalam kamar. Keadaan berantakan, "Naya!" pekiknya, "Kamu dimana?" Panik bukan kepalang, saat tidak mendapati Naya di dalam kamar. Jelas tadi dia mendengar teriakan Naya. Lingga kemudian membuka pintu kamar mandi, dan benar saja di ujung sana Naya tengah memeluk Nendra dengan gemetaran. "Nay!" "Mas!" Lingga berlari meraih Naya dan Nendra yang tengah ketakutan ke dalam pelukannya, "Tenang! Kalian aman! Tenang!" lembutnya sambil mengusap punggung Naya yang bergetar
Naya masih merasa sedikit bersalah jika melihat Lingga meminum obat itu, karena secara tidak langsung, dirinyalah penyebabnya. Dan seperti biasa keduanya akan tertidur dengan pikiran mereka masing-masing. "Eghhh!" lenguh Lingga yang pertama kali bangun pagi ini, "Oh, Astaga! Pantas saya dia selalu marah setiap pagi!" keluh Lingga sambil menarik tangannya yang terparkir di salah satu aset Naya. Lingga memukuk tangannya sendiri! Setelahnya, Lingga akan mencium Naya dan Nendra seperti biasa kemudian berdiri. Meraih ponselnya, "Hallo, dok!" —"Oh iya, saya sempatkan nanti sore ke sana!" —"Saya sudah mulai bangun pagi enak dan sendiri, Dok!" —"Sudah berkurang, Dok!" —"Oke!"Naya mendengar panggilan itu karena pura-pura masih tidur itu, kemudian membuka matanya. "Mau kemana, Mas?" tanya Naya. L
Setelahnya Lingga melepas putranya dan menatapnya dalam, "Yuk, Mama udah nungguin!" Nendra mengangguk dan menurut.Mengeringkan tubuhnya, dan berpakaian yang sudah Naya siapkan di kasur itu untuk Lingga dan Nendra seperti biasaSatu hal yang selalu Lingga syukuri, istrinya itu benar-benar mengurusnya juga dengan baik. Seperti suami istri pada umumnya. "Mama!" pekik Nendra setelah berganti pakaian berlari menuju dapur, "Nendra sudah tampan! Sudah wangi!"Naya tersenyum dan merengkuh putranya, "Sini, Sayang! Hmmmm, harumnya!""Siap ke bromo hari ini!""Baiklah, kita sarapan dulu sebelum ke bromo!" ajak Naya sambil menggeser kursinyanya untuk makan. Sesat Lingga menyusul dan duduk du sebelah Naya, berhadapan dengan Nendra. "Waw, Terima kasih, Ma, untuk makanannya!" ucap Lingga sambil mengecup pelipis Naya. "Terima kasih, Ma, makanannya!" ucap Nendra mengikuti. "Iya!"
Tanpa Lingga sadari, Naya ada di ambang pintu dan mendengarkan ucapannya. Cukup terharu, karena selama ini Lingga benar-benar selalu mempertimbangkan hatinya. "Boleh, Nak!" Sahutnya kemudian mendekat, "Tapi tidak hari ini ya? Dua minggu lagi, kita datang di pernikahan Pak dhemu!" "Pak Dhe?" "Iya, Kakaknya Mama Dua minggu lagi menikah! Kamu mau kan, datang? sekalian Nendra kenalan sama Nenek!" "Mau! Mau! Mau!" sorak Nendra, "Nendra punya nenek setelah ini!" Naya tersenyum tipis, "Hari ini, kita ke bromo aja? Bagaimana?" tawar Naya. "Yey! Mau Mama! Nendra pengen banget ke bromo naik mobil jip!" "Ya udah mandi sana!"Mendengar itu, Nendra sangat bersemangat untuk jalan-jalan mereka minggu ini. Menyisakan Lingga yang masih menatap Naya dengan senyumannya, semakin hari rasanya semakin tidak iklhas melepaskan wanita luar biasa di depannya itu. Lingga sudah sangat nyaman di keluarga keci
Dan keterdiaman itu, tidak berakhir bahkan saat sarapan di sebuah resto dan pada saat sampai di rumah. Lingga tetap mendiamkan Naya. Entah kenapa, Naya juga merasa salah tingkah didiamkan begitu, Padahal biasanya dia akan masa bodoh! Justru dia yang sering mendiamkan Lingga. "Mama bawakan cemilan untuk Nendra dan Papa!" ucapnya membawakan semangkuk besar pie apel kesukaan Nendra saat Lingga dan Nendra tengah menonton kartun. "Wah, Mama buat Pie! Papa, Pie buatan Mama paling enak sedunia! Papa harus cobain, ayo!" ajak Nendra sambil mengambil sendoknya dan sendok Papanya. Naya pun mengambil sendoknya, hal itu membuat Lingga sedikit menghangat. Pie apel membasuh kekecewaan! Satu mangkuk bertiga membuat Lingga merasa hangat, seperti keluarga yang indah. "Aku mau ini, ini dan ini!" ucap Nendra menunjuk pada buah kiwi, strawberry dan terakhir menyendok satu besar ke