Berbeda dengan Naya, yang berpuluh kilometer jaraknya dari Lingga, Naya tengah menikmati makan malamnya dengan putra semata wayangnya.
Putra yang selama ini menjadi pelipur sepinya! Jujur, mempertahankan Nendra adalah pilihan terbaik yang Naya ambil sesaat sebelum sampai ke tempat pengguguran kandungan waktu itu. Bayangan Lingga saat mengusap perutnya, membuat hatinya sedikit hangat, dan entah kenapa membuat Naya mengurungkan niat. Dia tak ingin menjadikan anaknya sebagai pelampiasan, walau bagaimanapun anak itu sedang tumbuh di rahimnya, dan semenjak saat itu, Hidup Naya didedikasikan untuk putranya itu. Nendra Ligaskoro, nama yang Naya sematkan setelah bertaruh nyawa seorang diri untuk menciptakan kehidupan putranya. "Makannya nambah, Nak!" Nendra menoleh, "Nendra kenyang, Mah!" "Ya sudah istirahat yuk, tidur bareng MamahNaya selalu saja kalah jika putranya itu sudah memasang wajah sedih. Hatinya seolah hancur melihatnya. "Yuk, berangkat!" ajak Naya setelah membersihkan piring bekas mereka berdua makan. "Let's go, Mama!" jawabnya sambil menggengam tangan Naya, "Benarkan bahasa Inggris, Nendra?" "Iya, Benar sayang!" jawabnya, "Apa Nendra mau kursus bahasa Inggris?" "Hmm, No! Nendra ingin belajar bahasa Inggris nanti saja, seperti keina!" "Keina? Cucunya kakek Kelvin?" tanya Naya. "Hmm!" Glek! Naya tersenyum miris! Tak ingin lanjut bertanya lagi. Pasalnya, Keina belajar bahasa Inggris pada Daddynya. Naya melirik Nendra yang memasang wajah datar, persis saat Lingga dulu protes dirinya bekerja atau saat dirinya membangkang. Dan Naya kini tau, ternyata itu wajah ketidaksukaannya! "Apa Nendra masih berharap bertemu Papa?" tanyanya pelan sambil membuka pintu mobil untuk Nendra. Nendr
Naya melihat, sebuah foto terpajang besar di sebelah almari kabinet, Naya menarik satu sudut bibirnya, 'Dia pasti sengaja memajang foto pernikahan untuk mempengaruhi aku! Maaf, Mas, aku tidak terpengaruh sama sekali!' batinnya sambil memutar pandangannya di setiap sudut ruangan yang terlihat nyaman.Ada beberapa daun artifisial untuk menambah kenyamanan ruangan ini!Cklek!"Maaf sudah membuatmu, menunggu! Saya ada sedikit kendala tadi di luar! Silahkan duduk!" Ucap Lingga melihat Naya berdiri menyambutnya sambil berjalan menuju kursi kebesarannya melewati Naya yang tengah duduk di sofa.Lingga melepas jasnya, kemudian menggulung kemejanya sebatas lengan dan kembali mendekati Naya di sofa ruangannya. Sesaat tingkah Lingga itu dengan wajah yang masih tercetak keringan membuat Naya tersihir. Ditambah parfum maskulin yang dulu memenuhi indra penciuman Naya, tidak pernah berubah! Naya ingat betul p
"Dengan cara apa? Memperkosaku lagi seperti dulu? Begitu!" ketus Naya pada Lingga. Naya tidak ingin lemah! Bersama Lingga adalah luka yang tak pernah mau Naya sentuh lagi. Semuanya menyakitkan. "Ya, Jika itu diperlukan! Aku akan menarikmu ke ranjangku!" kesal Lingga. Lingga terlalu emosional hari ini, penolakan Naya semakin membuat dadanya sesak! Jantungnya tak karuan! Perjuangan belum dimulai, namun dirinya tidak kuat! Tidak kuat, karena rasa cemburu luar biasa yang membakarnya, saat mengingat Brian. "KAU INGIN MEMPERKOSAKU, LAGI? MENGHANCURKAN AKU LAGI? MEMANG ITU TUJUANMU, KAN? MENCIPTAKAN NERAKA UNTUKKU!!" teriak Naya. Naya juga sangat terpancing emosi, tidak biasanya Naya akan semarah ini, mungkin karena beda di kota tempatnya, lahir, tinggal dan besar. Kota penuh kenangan! Kota penuh cinta! Sekaligus kota yang memberikannya luka paling dalam, lewat Lingga! "Arrkhhhhh! Lepas
ucap Lingga lagi. Naya kemudian berdiri dan membungkuk sedikit, "Terima kasih, banyak! Tidak perlu repot-repot!" Lingga mengangguk kembali mengantar kepergian Naya keluar dari ruangannya. Kepalanya mulai menggelap dan dadanya kembali sesak! Membuat Lingga menutup matanya sebelum Naya dan Dimas benar-benar keluar. Dengan posisi duduk, Lingga meneruskan tidurnya! Akhir-akhir ini keadaan jantungnya kurang begitu baik. Naya yang melihat itu, ikut sesak di dadanya! Perasaannya tidak enak meninggalkan Lingga begitu saja, namun jika dia kembali, itu akan membuat Lingga besar kepala. Sesaat setelah Naya keluar dari ruangan kaca itu, Bia kemudian masuk begitu saja karena terlalu khawatir, "Abang!" pekiknya, "Semalam abang minum obat lagi? Atau mabuk? Jujur sama, Bia!" marahnya. "Hmm!" "Abang berapa kali Bia harus kasih tau, Obat itu
Nendra yang mengetahui Mamanya sedang sedihnya hanya membalas pelukan itu. Sampai Naya tenang! Tanpa terasa, Nendra dan Naya tertidur sampai di rumahnya dengan posisi yang sama, Nendra masih ada di pangkuan Naya. "Bu! Bu Naya, maaf sudah sampai!" ucap supirnya sambil turun, "Saya pamit pulang, Bu!" "Oh, makasih Mas, sudah mengantar saya!" jawab Naya sambil mengumpulkan nyawanya penuh. Setelah itu, menggendong sang putra yang masih pulang menuju ke dalam rumah. Walaupun sudah lumayan besar, Naya masih sanggup menggendong putranya itu! Naya membaringkan putranya tanpa membangun! "Tidur, Sayang! Mama masak dan bebenah dulu, ya!" Tak ada rasa lelah, Naya langsung menyiapkan makanan untuk makan malam mereka nanti setelah Nendra bangun. Cukup lama, setelah satu jam berlalu, masakan Naya sudah matang sebagian, hanya tinggal menggoreng dimsum siomay kes
Saat Lingga menabrak Nendra di basement perusahaan yang merupakan parkir underground, Lingga terburu-buru dan tidak terlalu melihat Nendra. Saat itu Lingga tidak ingin telat di pertemuannya dengan Naya. "Iya, Om! Namaku Nendra Ligaskara, ini mamaku, Sanaya Rafinka, Om!" ucapnya menunduk sopan. Membuat jantung Lingga berdetak kencang tak beraturan, dadanya kian sesak dan sakit lagi! Melihat kesopanan putranya membuat Lingga terharu! "Nama Om, Lingga Bagaskara!" jawabnya meraih kedua pipi Nendra, "Boleh, Om memelukmu?" tanyanya. Nendra seolah terhipnotis dengan mata berembun Lingga dan mengangguk. Lingga membawa Nendra dalam pelukannya, dia dekap erat laki-laki kecil yang sama persis dengannya itu, sangat mirip bak pinang di belah dua. Tidak ada sedikitpun yang mirip dengan Naya! Semua menjiplak Lingga.
"INI SEMUA GARA-GARA KAMU! KALAU SAJA KAMU GAK MUNCUL, ANAKKU TIDAK AKAN SEPERTI INI! PERGI SANA! PERGI!" usir Naya berteriak pada Lingga! Naya kemudian menggendong putranya dengan sepenuh tenaga, membawanya menuju parkiran. Mendengar itu, Lingga diam dan mengikuti Naya karena sangat tau kekhawatiran Naya! Lingga tidak memasukkan ke dalam hatinya. Namun dia tidak tega melihat tubuh kecil istrinya, menggendong Nendra yang sudah cukup besar. Dengan cepat, dia sambar tubuh putranya begitu saja, "Kita harus bergegas! Ayo, lari!" pekik Lingga. "Jangan lari! Jantungmu—" Lingga hanya menoleh sekilas dan tak peduli, dia memilih berjalan cepat sambil mendekap putranya menuju mobilnya. Naya mengikuti begitu saja, karena keadaan sedang mendesak. Nendra harus mendapatkan pertolongan segera! Naya duduk di sebelah kemudi, kemudian Lingga memberikan N
"Bukan begitu maksud, Mama! Nendra punya Papa, Teman-teman Nendra salah!" jawab Naya mendekat dan merengkuh putranya. Dia salah! Dia terlalu emosional karena peperangan hatinya sendiri, hingga Nendra menjadi korbannya sekali lagi. Naya peluk putranya dengan erat, "Maaf, Sayang! Maaf!" Lirihnya. "Mama juga berbohong, kata Mama, nama Papanya Nendra itu Raja, yang kemarin itu Om Lingga Bagaskara!" lanjut Nendra belum puas. Dia merasa Mamanya harus jujur semuanya saat ini. "Iya, I—itu panggilan sayang kami! Mama memanggil Papa dulu raja!" jawabannya sambil meneruskan ucapan 'Iblis!' dihatinya. Yah! Dia memang Raja Iblis! Tampangnya boleh seperti malaikat, namun hatinya seperti Iblis. Naya tidak salah, bukan! Sedangkan Lingga yang sejak tadi di depan pintu, tidak jadi masuk karena mendengar suara pertengkaran itu justru beberapa kali hanya bisa
Lingga yang mendengar ucapan menyakitkan itu hanya bisa memejamkan matanya, sambil terus mengusap lembut punggung Nendra. "Nendra! Mama dan Papa sangat mencintai kamu! Sangat!" tegasnya memberikan kelembutannya setelah tangis putranya sedikit mereda. Lingga mencoba menyalurkan kasih sayangnya lewat hati! "Dengarlah!" pinta Lingga kemudian mengambil tangan Nendra untuk diletakkan pada dada Lingga, "Terasa, tidak? Jantung Papa hampir copot saat Nendra pingsan! Bagaimana bisa terus di sini jika Nendra tinggalkan, Papa dan Mama?" "Jangan copot!" lirihnya sambil menggeleng. "Kalau lemnya terus ada di sini, maka jantung Papa gak akan copot!" jawab Lingga sambil menangkup wajah Nendra, "Papa cinta sekali denganmu! Papa sayang sekali!" lirihnya. "Kalau cinta, kenapa Papa tinggalkan Mama dan Nendra? Apa karena Papa menikah lagi? Apa Papa bahagia dengan keluarga Papa?" tanya Nendra.
"Bukan begitu maksud, Mama! Nendra punya Papa, Teman-teman Nendra salah!" jawab Naya mendekat dan merengkuh putranya. Dia salah! Dia terlalu emosional karena peperangan hatinya sendiri, hingga Nendra menjadi korbannya sekali lagi. Naya peluk putranya dengan erat, "Maaf, Sayang! Maaf!" Lirihnya. "Mama juga berbohong, kata Mama, nama Papanya Nendra itu Raja, yang kemarin itu Om Lingga Bagaskara!" lanjut Nendra belum puas. Dia merasa Mamanya harus jujur semuanya saat ini. "Iya, I—itu panggilan sayang kami! Mama memanggil Papa dulu raja!" jawabannya sambil meneruskan ucapan 'Iblis!' dihatinya. Yah! Dia memang Raja Iblis! Tampangnya boleh seperti malaikat, namun hatinya seperti Iblis. Naya tidak salah, bukan! Sedangkan Lingga yang sejak tadi di depan pintu, tidak jadi masuk karena mendengar suara pertengkaran itu justru beberapa kali hanya bisa
"INI SEMUA GARA-GARA KAMU! KALAU SAJA KAMU GAK MUNCUL, ANAKKU TIDAK AKAN SEPERTI INI! PERGI SANA! PERGI!" usir Naya berteriak pada Lingga! Naya kemudian menggendong putranya dengan sepenuh tenaga, membawanya menuju parkiran. Mendengar itu, Lingga diam dan mengikuti Naya karena sangat tau kekhawatiran Naya! Lingga tidak memasukkan ke dalam hatinya. Namun dia tidak tega melihat tubuh kecil istrinya, menggendong Nendra yang sudah cukup besar. Dengan cepat, dia sambar tubuh putranya begitu saja, "Kita harus bergegas! Ayo, lari!" pekik Lingga. "Jangan lari! Jantungmu—" Lingga hanya menoleh sekilas dan tak peduli, dia memilih berjalan cepat sambil mendekap putranya menuju mobilnya. Naya mengikuti begitu saja, karena keadaan sedang mendesak. Nendra harus mendapatkan pertolongan segera! Naya duduk di sebelah kemudi, kemudian Lingga memberikan N
Saat Lingga menabrak Nendra di basement perusahaan yang merupakan parkir underground, Lingga terburu-buru dan tidak terlalu melihat Nendra. Saat itu Lingga tidak ingin telat di pertemuannya dengan Naya. "Iya, Om! Namaku Nendra Ligaskara, ini mamaku, Sanaya Rafinka, Om!" ucapnya menunduk sopan. Membuat jantung Lingga berdetak kencang tak beraturan, dadanya kian sesak dan sakit lagi! Melihat kesopanan putranya membuat Lingga terharu! "Nama Om, Lingga Bagaskara!" jawabnya meraih kedua pipi Nendra, "Boleh, Om memelukmu?" tanyanya. Nendra seolah terhipnotis dengan mata berembun Lingga dan mengangguk. Lingga membawa Nendra dalam pelukannya, dia dekap erat laki-laki kecil yang sama persis dengannya itu, sangat mirip bak pinang di belah dua. Tidak ada sedikitpun yang mirip dengan Naya! Semua menjiplak Lingga.
Nendra yang mengetahui Mamanya sedang sedihnya hanya membalas pelukan itu. Sampai Naya tenang! Tanpa terasa, Nendra dan Naya tertidur sampai di rumahnya dengan posisi yang sama, Nendra masih ada di pangkuan Naya. "Bu! Bu Naya, maaf sudah sampai!" ucap supirnya sambil turun, "Saya pamit pulang, Bu!" "Oh, makasih Mas, sudah mengantar saya!" jawab Naya sambil mengumpulkan nyawanya penuh. Setelah itu, menggendong sang putra yang masih pulang menuju ke dalam rumah. Walaupun sudah lumayan besar, Naya masih sanggup menggendong putranya itu! Naya membaringkan putranya tanpa membangun! "Tidur, Sayang! Mama masak dan bebenah dulu, ya!" Tak ada rasa lelah, Naya langsung menyiapkan makanan untuk makan malam mereka nanti setelah Nendra bangun. Cukup lama, setelah satu jam berlalu, masakan Naya sudah matang sebagian, hanya tinggal menggoreng dimsum siomay kes
ucap Lingga lagi. Naya kemudian berdiri dan membungkuk sedikit, "Terima kasih, banyak! Tidak perlu repot-repot!" Lingga mengangguk kembali mengantar kepergian Naya keluar dari ruangannya. Kepalanya mulai menggelap dan dadanya kembali sesak! Membuat Lingga menutup matanya sebelum Naya dan Dimas benar-benar keluar. Dengan posisi duduk, Lingga meneruskan tidurnya! Akhir-akhir ini keadaan jantungnya kurang begitu baik. Naya yang melihat itu, ikut sesak di dadanya! Perasaannya tidak enak meninggalkan Lingga begitu saja, namun jika dia kembali, itu akan membuat Lingga besar kepala. Sesaat setelah Naya keluar dari ruangan kaca itu, Bia kemudian masuk begitu saja karena terlalu khawatir, "Abang!" pekiknya, "Semalam abang minum obat lagi? Atau mabuk? Jujur sama, Bia!" marahnya. "Hmm!" "Abang berapa kali Bia harus kasih tau, Obat itu
"Dengan cara apa? Memperkosaku lagi seperti dulu? Begitu!" ketus Naya pada Lingga. Naya tidak ingin lemah! Bersama Lingga adalah luka yang tak pernah mau Naya sentuh lagi. Semuanya menyakitkan. "Ya, Jika itu diperlukan! Aku akan menarikmu ke ranjangku!" kesal Lingga. Lingga terlalu emosional hari ini, penolakan Naya semakin membuat dadanya sesak! Jantungnya tak karuan! Perjuangan belum dimulai, namun dirinya tidak kuat! Tidak kuat, karena rasa cemburu luar biasa yang membakarnya, saat mengingat Brian. "KAU INGIN MEMPERKOSAKU, LAGI? MENGHANCURKAN AKU LAGI? MEMANG ITU TUJUANMU, KAN? MENCIPTAKAN NERAKA UNTUKKU!!" teriak Naya. Naya juga sangat terpancing emosi, tidak biasanya Naya akan semarah ini, mungkin karena beda di kota tempatnya, lahir, tinggal dan besar. Kota penuh kenangan! Kota penuh cinta! Sekaligus kota yang memberikannya luka paling dalam, lewat Lingga! "Arrkhhhhh! Lepas
Naya melihat, sebuah foto terpajang besar di sebelah almari kabinet, Naya menarik satu sudut bibirnya, 'Dia pasti sengaja memajang foto pernikahan untuk mempengaruhi aku! Maaf, Mas, aku tidak terpengaruh sama sekali!' batinnya sambil memutar pandangannya di setiap sudut ruangan yang terlihat nyaman.Ada beberapa daun artifisial untuk menambah kenyamanan ruangan ini!Cklek!"Maaf sudah membuatmu, menunggu! Saya ada sedikit kendala tadi di luar! Silahkan duduk!" Ucap Lingga melihat Naya berdiri menyambutnya sambil berjalan menuju kursi kebesarannya melewati Naya yang tengah duduk di sofa.Lingga melepas jasnya, kemudian menggulung kemejanya sebatas lengan dan kembali mendekati Naya di sofa ruangannya. Sesaat tingkah Lingga itu dengan wajah yang masih tercetak keringan membuat Naya tersihir. Ditambah parfum maskulin yang dulu memenuhi indra penciuman Naya, tidak pernah berubah! Naya ingat betul p
Naya selalu saja kalah jika putranya itu sudah memasang wajah sedih. Hatinya seolah hancur melihatnya. "Yuk, berangkat!" ajak Naya setelah membersihkan piring bekas mereka berdua makan. "Let's go, Mama!" jawabnya sambil menggengam tangan Naya, "Benarkan bahasa Inggris, Nendra?" "Iya, Benar sayang!" jawabnya, "Apa Nendra mau kursus bahasa Inggris?" "Hmm, No! Nendra ingin belajar bahasa Inggris nanti saja, seperti keina!" "Keina? Cucunya kakek Kelvin?" tanya Naya. "Hmm!" Glek! Naya tersenyum miris! Tak ingin lanjut bertanya lagi. Pasalnya, Keina belajar bahasa Inggris pada Daddynya. Naya melirik Nendra yang memasang wajah datar, persis saat Lingga dulu protes dirinya bekerja atau saat dirinya membangkang. Dan Naya kini tau, ternyata itu wajah ketidaksukaannya! "Apa Nendra masih berharap bertemu Papa?" tanyanya pelan sambil membuka pintu mobil untuk Nendra. Nendr