Nadia mengerutkan dahi, dia tidak paham apa yang dikatakan oleh Arjuna. Apa dia cemburu dengan Langit yang tadi mengajaknya balikan.
Cup! Nadia mengecup pipi Arjuna yang menurutnya sedang cemburu.
“Jangan cemburu seperti anak kecil seperti itu. Karena cintaku hanya untukmu,” ucap Nadia sembari tersenyum.
“Apa kamu yakin, Nadia?” tanya Arjuna.
“Ya,” jawab Nadia singkat disertai anggukan dan senyuman yang manis.
Senyuman yang cantik itu membuat Arjuna tidak tahan untuk tidak mengecup bibir Nadia yang ranum. Mereka berciuman layaknya dua sejoli yang sedang mabuk asmara.
Asyik bermesraan ada seseorang mengetuk kaca mobil mereka, sehingga mereka melepaskan pelukan yang tadinya membara.
“Ibu … kenapa tidak kunjung keluar dari mobil?”
“Apa yang kalian lakukan di dalam?”
“Apa kalian pingsan?”
Teriak seorang anak kecil yang berada di luar mobil.
Bu Sonia menatap tajam putrinya lalu tersenyum dan membelai lembut rambut Nadia. "Cepatlah menikah dengan Arjuna," jawab Bu Sonia."Kenapa tiba-tiba, bukankah memang aku akan segera menikah dengan Arjuna. Lalu ibu juga sudah menyetujui memajukan tanggal pernikahan kami," ucap Nadia."Untuk memperkuat posisimu, kamu emang harus segera menikah dengannya," balas Bu Sonia.Mengenai Nyonya Rana maupun Lisa, itu bisa diatur belakangan. Pak Anwar juga susah sepakat akan mengurus mereka berdua sendiri jika berani melakukan macam-macam. Sejauh ini Nyonya Rana belum ada pergerakan lagi karena sudah diancam akan diceraikan tanpa harta Gono gini jika berani menyakiti Nadia ataupun Bima darah daging dari Arjuna. Artinya Bima sudah diakui dan bisa menjadi penerus perusahaan real estate keluarga Anwar."Baiklah demi semua orang dan tidak ada lagi orang yang meremehkan aku, memang sebaiknya aku segera menikah dengan Arjuna," ucap Nadia."Maafkan Ibu yang tidak bisa terus melindungi mu. Tapi menikah
Bertemu dengan keluarga suami berarti dia harus bertemu dengan Nyonya Rana juga. "Mau tidak mau aku harus siap," jawab Nadia."Sekarang tidurlah. Jangan takut karena Ibu akan menjadi garda terdepan untuk menjagamu," ucap Bu Sonia.Nadia mengangguk pelan dia segera pergi ke kamar dan mencoba untuk tidur. Tapi ternyata dia tidak bisa tidur, hanya berguling-guling di kasur saja hingga dini hari. Akhirnya dia bisa tidur setelah mencoba mencari posisi tidur yang pas."Selamat pagi, Ibu. Kenapa terlihat lesu lagi ini. Apa ibu sakit?" tanya Bima ketika melihat Nadia di bangku makan tapi tampak kurang tidur."Pagi juga sayangku, ibu hanya kurang tidur saja," balas Nadia."Pasti Ibu berkirim pesan pada Ayah sampai larut malam ya," tuduh Bima."Tidak sayang, ibu hanya tidak bisa tidur saja," balas Nadia sambil menggelengkan kepalanya.Bima sangat peka, dia menatap wajah ibunya lekat-lekat. Pasti ada sesuatu yang membuat Ibunya tidak bisa tidur semalam. En
Nyonya Rana merasa kesal karena Sonia blak-blakan meminta uang mahar besar hanya karena Nadia sudah melahirkan anak lakj-laki untuk Arjuna."Omong kosong apa itu, walau anak laki-laki dia tetap anak diluar nikah," ucap Nyonya Rana."Dia anak Arjuna, sebagai tanda juga Arjuna orang yang normal. Gosip di ajarkan sana Arjuna tidak menyukai wanita, adanya Bima bisa mematahkan rumor tersebut," balas Bu Sonia."Aku akan memberikan satu milyar!" tegas Arjuna agar tidak ada perselisihan lagi diantara kedua wanita itu.Mendengar hal itu Nyonya Rana kesal bukan main. Bukankah uang satu milyar itu sangat banyak untuk wanita yang sudah pernah melahirkan seorang anak. Padahal Arjuna masih bisa mendapatkan wanita single yang masih perawan.“Aku tidak setuju,” ucap Nyonya Rana dengan wajah yang geram.“Setuju atau tidak ini bukan uangmu. Aku tetap akan memberikan uang satu milyar untuk menantuku,” balas Pak Anwar.“Dia bahkan belum menikah dengan Arjuna. Kenapa kamu sebut menantu,” ucap Nyonya Rana.
Nadia mengangguk, yang berarti mengijinkan Bima ikut bersama sang Ayah. Biarkan dia malam ini menghabiskan malam bersama Arjuna.“Ikutlah dengan Ayahmu dan ikuti semua aturannya,” jawab Nadia.“Terima kasih, Ibu. Hati-hati di jalan, ya,” balas Bima.Arjuna juga mengucapkan kata serupa kepada Nadia lalu melanjutkannya dengan kata, “Aku akan menjaga Bima seperti kamu menjaganya selama ini. Malam ini tidurlah dengan nyenyak, Nadia,”“Terima kasih, Arjuna. Aku akan percayakan putraku padamu,” balas Nadia.“Dia juga putraku, jadi aku akan menjaganya dengan baik kamu tidak usah berterima kasih segala,” ucap Arjuna.Mereka berpisah di parkiran, melajukan mobil ke tempat tujuan masing-masing. Bima si anak jenius itu mengatakan kepada Ayahnya perihal Nenek yang dibawa pulang dari tempat pertemuan keluarga tadi.“Ayah, apa yang Ayah dan Kakek lakukan pada Nenek yang jahat itu?” tanya Bima.“Hanya memberi hukuman ringan saja,” jawab Arjuna.“Aku harap nenek itu dihukum berat karena selalu menghin
Arjuna duduk di samping Nyonya Rana dia memeluk wanita paruh baya yang masih cantik itu. Sejenak seperti waktu terulang kembali ketika dia masih kecil dan dipelukan Nyonya Rana.“Bu, tidak ada anak yang senang melihat ibunya menderita,” ucap Arjuna.“Kalau begitu kenapa kamu masih saja ingin menikahi wanita murahan itu?” tanya Nyonya Rana. “Bukan karena dia sudah melahirkan putramu ‘kan. Kalau itu alasanmu tinggalkan wanita itu dan ambil putramu,” lanjut Nyonya Rana.“Ibu salah, aku sudah jatuh cinta padanya sejak pertama kali bertemu. Bukan karena dia telah melahirakan anakku. Kalau aku harus memisahkan anak dan ibu apa ibu mau jika aku dan ibu dipisahkan paksa?” jawab Arjuna.Nyonya Rana menundukkan pandangannya, tentu saja dia tidak ingin dijauhkan dari anak yang sudah dia lahirkan sendiri. Apa rasanya berjauhan dengan anak yang sudah dia kandung dan lahirkan sendiri. Lebih baik dirawat sendiri sepenuh hati.“Tentu saja tidak mau,” jawab Nyonya Rana.“Kalau begitu Bima dan Nadia ju
Nyonya Rana menatap lembut wajah Arjuna dan membelainya..Wanita paruh baya itu tersenyum menatap putranya. "Jadilah suami dan ayah yang melindungi keluarga," ucap Nyonya Rana."Aku akan berusaha untuk itu, Bu," balas Arjuna."Ibu Beroda supaya kamu bisa menjadi Ayah dan Suami panutan buat keluargamu," ucap Nyonya Rana."terima kasih doanya Bu, aku juga berharap bisa menjadi seorang suami sekaligus Ayah panutan," balas Arjuna.Nyonya Rana memeluk Arjuna, dia berdoa penuh harap ayah putranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Istri dan Anaknya harus bahagia."Sekarang istirahatlah besok ibu ingin bertemu dan bermain dengan cucu," ucap Nyonya Rana."Baiklah, ibu juga istirahat ya," balas Arjuna.Nyonya Rana mengangguk pelan, Arjuna keluar dari kamar sang Ibu lalu menemui sang Ayah di kamar Bima. Ternyata mereka berdua sudah tidur nyenyak di kamar berdua. Arjuna juga ikut tidur di kamar itu dia tidur di sofa dengan perasaan yang lega karena sudah mendapatkan r
Bima mengangguk pelan, tandanya dia mau memakan sandwich buatan Nyonya Rana.“Ambilah,” ucap Arjuna ketika melihat putranya mengangguk setuju untuk memakan Sandwich buatan Nyonya Rana.“Terima kasih, Ayah,” jawab BIma sembari mengambil sandwich yang disodorkan oleh Arjuna.Bima menggigit sandwich itu lalu menunjukkan jempol tangannya kepada sang Nenek.“Kamu menyukainya, Nak?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” jawab Bima lalu menggigit lagi sarapan buatan Nyonya Rana.“Syukurlah,” ucap Nyonya Rana terenyum bahagia. Tak lupa Nyonya Rana menyeduh susu untuk Bima. Biasanya anak kecil suka diberikan susu oleh orang tuanya karena masa pertumbuhan. Seperti yang dia lakukan ketika Arjuna masih kecil.“Minumlah, Nak. Dulu Ayahmu sangat suka susu. Nenek selalu menyediakan susu sapi murni setiap pagi dan malam hari,” ucap Nyonya Rana bersemangat menceritakan sedikit masa lalu Arjuna.“Sama dong sama aku,” jawab Bima.“Maksudmu, kebiasaan Ayahmu itu sama denganmu?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” balas Bima s
Nadia menggelengkan kepalanya, dia tidak sakit tapi ssmalam hanya tidak bisa tidur."Aku sangat khawatir padamu, biar aku saja yang menyetir," ucap Arjuna."Boleh," jawab Nadia lalu menyerahkan kunci mobil kepada Arjuna. Nadia duduk di kursi belakang barang Bima, sambil mobil jalan Nadia mengganti baju Bima dengan seragam sekolah. Setelahnya Bima duduk di sebelah Arjuna di jok depan."Ibu," panggil Bima yang memerlukan sesuatu.Tapi saat dia menoleh Nadia sudah tidur di jok belakang dengan pulas "Biarkan saja ibumu tidur. Kamu butuh apa?' tanya Arjuna."Aku hanya ingin mengecek tas sekolahku, tapi ya sudahlah biarkan ibu tidur saja sebentar," balas Bima.Arjuna mengangguk pelan, dia mengusap rambut Bima lembut karena merasa Bima sangat khawatir terhadap Nadia."Ibumu hanya khawatir padamu jadi tidak tidur semalaman memikirkan kamu, itu feeling ayah saya," ucap Arjuna."Aku juga berpikir begitu, kasihan Ibu, kenapa aku tidak mengajak ibu saja menginap di rumah ayah," keluh Bima."Saba
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,
Arjuna mencumbu Nadia dengan semangat, dia ingin melampirkan kerinduan yang mendalam yang terbelenggu di benaknya.“Tolong hentikan, kita bisa telat menjemput Bima,” bujuk Nadia.“Aku tidak bisa menunda lagi,” balas Arjuna lalu mencecap bibir Nadia lembut.Kali ini Nadia tidak bisa berkutik dia pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh Arjuna. Mereka memadu kasih selama beberapa saat sebelum menjemput Bima.“Dasar pria mesum,” gerutu Nadia.“Biarkan saja, aku hanya bisa mesum padamu,” balas Arjuna sembari menyeringai tipis.“Apa di otakmu hanya ada hal bercumbu saja?” gerutu Nadia lagi sembari membetulkan kemeja yang dia pakai.“Sebenarnya sih tidak. Tapi saat bersamamu aku tidak bisa menahan hasrat bercumbu denganmu,” balas Arjuna kali ini disertai tertawa kencang.Nadia mendengus kesal mendengar ucapan Arjuna. Dia langsung memoles bedak di wajahnya sebelum akhirnya meminta cepatan untuk menjemput Bima.“Hei, tunggu!” seru Arjuna seraya mengikuti langkah kaki Nadia yang terlalu cep
Nadia menggelengkan kepalanya, dia tidak sakit tapi ssmalam hanya tidak bisa tidur."Aku sangat khawatir padamu, biar aku saja yang menyetir," ucap Arjuna."Boleh," jawab Nadia lalu menyerahkan kunci mobil kepada Arjuna. Nadia duduk di kursi belakang barang Bima, sambil mobil jalan Nadia mengganti baju Bima dengan seragam sekolah. Setelahnya Bima duduk di sebelah Arjuna di jok depan."Ibu," panggil Bima yang memerlukan sesuatu.Tapi saat dia menoleh Nadia sudah tidur di jok belakang dengan pulas "Biarkan saja ibumu tidur. Kamu butuh apa?' tanya Arjuna."Aku hanya ingin mengecek tas sekolahku, tapi ya sudahlah biarkan ibu tidur saja sebentar," balas Bima.Arjuna mengangguk pelan, dia mengusap rambut Bima lembut karena merasa Bima sangat khawatir terhadap Nadia."Ibumu hanya khawatir padamu jadi tidak tidur semalaman memikirkan kamu, itu feeling ayah saya," ucap Arjuna."Aku juga berpikir begitu, kasihan Ibu, kenapa aku tidak mengajak ibu saja menginap di rumah ayah," keluh Bima."Saba
Bima mengangguk pelan, tandanya dia mau memakan sandwich buatan Nyonya Rana.“Ambilah,” ucap Arjuna ketika melihat putranya mengangguk setuju untuk memakan Sandwich buatan Nyonya Rana.“Terima kasih, Ayah,” jawab BIma sembari mengambil sandwich yang disodorkan oleh Arjuna.Bima menggigit sandwich itu lalu menunjukkan jempol tangannya kepada sang Nenek.“Kamu menyukainya, Nak?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” jawab Bima lalu menggigit lagi sarapan buatan Nyonya Rana.“Syukurlah,” ucap Nyonya Rana terenyum bahagia. Tak lupa Nyonya Rana menyeduh susu untuk Bima. Biasanya anak kecil suka diberikan susu oleh orang tuanya karena masa pertumbuhan. Seperti yang dia lakukan ketika Arjuna masih kecil.“Minumlah, Nak. Dulu Ayahmu sangat suka susu. Nenek selalu menyediakan susu sapi murni setiap pagi dan malam hari,” ucap Nyonya Rana bersemangat menceritakan sedikit masa lalu Arjuna.“Sama dong sama aku,” jawab Bima.“Maksudmu, kebiasaan Ayahmu itu sama denganmu?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” balas Bima s
Nyonya Rana menatap lembut wajah Arjuna dan membelainya..Wanita paruh baya itu tersenyum menatap putranya. "Jadilah suami dan ayah yang melindungi keluarga," ucap Nyonya Rana."Aku akan berusaha untuk itu, Bu," balas Arjuna."Ibu Beroda supaya kamu bisa menjadi Ayah dan Suami panutan buat keluargamu," ucap Nyonya Rana."terima kasih doanya Bu, aku juga berharap bisa menjadi seorang suami sekaligus Ayah panutan," balas Arjuna.Nyonya Rana memeluk Arjuna, dia berdoa penuh harap ayah putranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Istri dan Anaknya harus bahagia."Sekarang istirahatlah besok ibu ingin bertemu dan bermain dengan cucu," ucap Nyonya Rana."Baiklah, ibu juga istirahat ya," balas Arjuna.Nyonya Rana mengangguk pelan, Arjuna keluar dari kamar sang Ibu lalu menemui sang Ayah di kamar Bima. Ternyata mereka berdua sudah tidur nyenyak di kamar berdua. Arjuna juga ikut tidur di kamar itu dia tidur di sofa dengan perasaan yang lega karena sudah mendapatkan r
Arjuna duduk di samping Nyonya Rana dia memeluk wanita paruh baya yang masih cantik itu. Sejenak seperti waktu terulang kembali ketika dia masih kecil dan dipelukan Nyonya Rana.“Bu, tidak ada anak yang senang melihat ibunya menderita,” ucap Arjuna.“Kalau begitu kenapa kamu masih saja ingin menikahi wanita murahan itu?” tanya Nyonya Rana. “Bukan karena dia sudah melahirkan putramu ‘kan. Kalau itu alasanmu tinggalkan wanita itu dan ambil putramu,” lanjut Nyonya Rana.“Ibu salah, aku sudah jatuh cinta padanya sejak pertama kali bertemu. Bukan karena dia telah melahirakan anakku. Kalau aku harus memisahkan anak dan ibu apa ibu mau jika aku dan ibu dipisahkan paksa?” jawab Arjuna.Nyonya Rana menundukkan pandangannya, tentu saja dia tidak ingin dijauhkan dari anak yang sudah dia lahirkan sendiri. Apa rasanya berjauhan dengan anak yang sudah dia kandung dan lahirkan sendiri. Lebih baik dirawat sendiri sepenuh hati.“Tentu saja tidak mau,” jawab Nyonya Rana.“Kalau begitu Bima dan Nadia ju
Nadia mengangguk, yang berarti mengijinkan Bima ikut bersama sang Ayah. Biarkan dia malam ini menghabiskan malam bersama Arjuna.“Ikutlah dengan Ayahmu dan ikuti semua aturannya,” jawab Nadia.“Terima kasih, Ibu. Hati-hati di jalan, ya,” balas Bima.Arjuna juga mengucapkan kata serupa kepada Nadia lalu melanjutkannya dengan kata, “Aku akan menjaga Bima seperti kamu menjaganya selama ini. Malam ini tidurlah dengan nyenyak, Nadia,”“Terima kasih, Arjuna. Aku akan percayakan putraku padamu,” balas Nadia.“Dia juga putraku, jadi aku akan menjaganya dengan baik kamu tidak usah berterima kasih segala,” ucap Arjuna.Mereka berpisah di parkiran, melajukan mobil ke tempat tujuan masing-masing. Bima si anak jenius itu mengatakan kepada Ayahnya perihal Nenek yang dibawa pulang dari tempat pertemuan keluarga tadi.“Ayah, apa yang Ayah dan Kakek lakukan pada Nenek yang jahat itu?” tanya Bima.“Hanya memberi hukuman ringan saja,” jawab Arjuna.“Aku harap nenek itu dihukum berat karena selalu menghin