Lily tampak berdiri di depan pagar. Wajahnya kesal karena pemilik rumah tak mau membuka pintu meski ia telah menekan bel hingga beberapa kali."Kemana sih Ray!"Selesai menggerutu, ponselnya berbunyi. Lily mengambil ponselnya dan ada nama Ray terpampang di layar ponsel."Ray! Ada apa? Kenapa tidak membuka pintu?" "Ada orang tak dikenal yang memotretmu tadi! Menoleh lah ke kiri!" ucap Ray.Lily menoleh ke arah kiri. Ia melihat Ray dan Erwin yang tergeletak di atas jalanan."Mundurkan mobilmu! Kita akan bawa dia masuk ke rumah!"Lily mengakhiri panggilan dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia memundurkan mobil dan membuka pintu bagasi.Keadaan di sekitar perumahan cenderung sepi karena semua orang sibuk dengan aktivitas mereka masing masing di dalam rumah."Cepat bantu aku!" Ray dan Lily memindahkan tubuh Erwin ke dalam bagasi."Ini kunci pintu rumah dan pagar. Buka pagar, lalu masukkan mobilmu ke dalam garasi!" Ray memerintahkan.Lily mengangguk paham. Ia segera melakukan apa yang
"Hiks hiks!" Gadis kecil terisak karena sang Kakak tak kunjung pulang.Dafa mencoba untuk menenangkan gadis kecil itu."Aku akan berusaha untuk mencari Kakakmu. Apa kau tahu, dimana rumah Bibi atau Pamanmu? Mungkin salah satu kerabat keluargamu tahu dimana keberadaan Kakakmu?""Mana ada! Kami tak punya keluarga! Tak ada orang yang mau memiliki keluarga miskin seperti kami!" Si kecil menjawab sambil menangis tersedu sedu.Mendengar ucapannya, Dafa menjadi sangat iba. "Jadi kalian benar benar tinggal berdua saja?" sahut Dafa.Gadis kecil mengangguk. Dafa yang tak punya pilihan lain, dengan terpaksa mengajak gadis kecil itu untuk ikut bersama dengannya."Hari sudah malam, kau tak boleh tinggal di rumah sendirian. Akan berbahaya bagimu. Jika kau tak keberatan, mau kah kau ikut bersama denganku. Menginap di rumahku?" Gadis kecil hanya diam. Ia bingung harus menjawab apa. "Bagaimana?" Dafa mengulangi pertanyaannya."Bagaimana kalau Kakak pulang saat malam dan tidak menemukan aku di sini?
Sepanjang malam Dafa gelisah. Ia tak dapat tidur dengan nyenyak. Pikirannya tertuju pada Erwin yang menghilang entah kemana."Haruskah aku melaporkan hal ini pada Polisi?" batin Dafa."Tapi jika aku melaporkan hal ini pada Polisi, maka Polisi akan menanyai aku, kenapa aku dan Erwin ada di kawasan Semanggi!" Dafa dilema."Ceklek!" Zahra membuka pintu kamar tamu dengan perlahan.Dafa melirik ke arah kamar tamu yang letaknya tak jauh dari tempatnya duduk."Kau sudah bangun rupanya! Duduklah di sini!" "Aku tidak bisa tidur semalaman, Pak! Aku terpikirkan soal Kakakku!" "Sama! Aku juga. Tapi kau tak perlu cemas. Aku akan bertanggung jawab penuh. Aku tidak akan meninggalkanmu ataupun Kakakmu!" Dafa menegaskan.Zahra menundukkan wajah, ia menahan tangis. "Mandilah. Aku akan mengantarmu ke sekolah." Dengan patuh, Zahra masuk ke kamar tamu lagi dan membersihkan diri. Dafa juga mandi di kamar mandi luar yang ada di dekat dapur.Selesai mandi, Dafa menunggu Zahra keluar dari kamar tamu lalu
"BRak! BrUk! SrEg!" Dafa melemparkan pakaian Lily. Pria itu juga melemparkan barang barang lain milik istrinya ke lantai. Suara berisik yang terdengar dari kamar, membuat Ayu datang ke sana untuk memeriksa. "Astaga! Dafa!" Ayu memekik."Apa yang kamu lakukan?" Wanita paruh baya itu bertanya sembari memungut salah satu pakaian milik menantunya dari lantai."Yang seharusnya aku lakukan sejak lama, yaitu mengusirnya dari rumah ini!""Mengusir apa? Kau bicara apa?" Dafa tak menjawab pertanyaan Ibunya. Ia malah berteriak memanggil asisten rumah tangga."Bi Sari!" "Ya Pak!" Bi Sari berlari kecil menuju ke kamar Dafa."Masukkan semua baju itu ke koper. Lalu taruh koper di teras rumah!" titahnya dengan tegas."Ba baik Pak!" Bi Sari tergagap."Sebaiknya lakukan tugas yang aku perintahkan dengan cepat. Sebab masih ada tugas lain yang harus kau lakukan!" Dafa beralih pergi dari kamar Lily. Kini ia berjalan menuju ke kamar Nathania. Ayu mengikuti Dafa di belakang. Ia penasaran dengan apa yang
Flashback saat Erwin disekap.Erwin perlahan lahan membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah dinding yang seakan bergerak tak tentu arah. Erwin masih merasa pusing akibat benda tumpul yang dipukulkan ke kepalanya."Aduh!" Erwin mengeluh dalam hati. Ia hendak menggunakan tangannya untuk memegangi bagian kepala, tapi ia segera sadar jika kedua tangan dan kakinya diikat.Erwin melihat ke sekeliling kamar. Ia bingung berada dimana sekarang. Suara suara tak jelas terdengar dari luar."Emmh! Janganlah Ray. Geli!" "Sedikit saja!" Gelak tawa lelaki dan perempuan diiringi suara erangan membuat pikiran Erwin melayang di udara."Woi!" Erwin hendak berteriak tapi ia tak dapat melakukan hal itu. Sudah beberapa waktu ia pingsan dan baru sadarkan diri. Erwin menggeser tubuhnya pelan pelan. Secara tak sengaja, ia menyenggol kipas angin yang ada di dekat kakinya."BRuk!" Suara kipas angin yang terjatuh segera menarik perhatian Lily dan Ray. Mereka menghentikan aktivitas intim, dan pergi ke
Nathania terus menangis. Lily berusaha untuk menenangkannya. Namun usahanya gagal. Nathania tetap menangis, ia berhenti menangis ketika mulai merasa lelah."Bagaimana Nathania? Apa dia masih menangis?""Dia sudah tidur. Aku benar benar bingung. Aku berpikir untuk memberitahu orang tuaku mengenai masalah ini." "Itu akan lebih baik. Aku akan lakukan pendekatan dengan Nathania secara bertahap. Supaya dia tidak histeris lagi seperti tadi." "Ya kau benar!" Keesokan paginya, Lily bangun lebih awal. Setelah mandi, ia baru membangunkan anaknya."Sayang, ayo bangun!" bisiknya pelan."Hmmm!" Nathania membuka matanya perlahan."Ayo kita ke rumah Nenek Rosalina!" Nathania dengan cepat mengangguk. Lily tak membahas soal Ray lagi. "Kau mandi. Mama akan menunggumu!" ****Hari ini, Senja dijemput dari rumahnya pagi pagi buta. Driver khusus ditugaskan untuk mengantarkan Senja pergi ke salon."Selamat pagi Bu! Pak Arnold meminta saya untuk mengantarkan Ibu ke salon.""Iya saya sudah tahu. Tapi ap
"Kalian tidak boleh menikah!" seru Dafa."Kekonyolan apa lagi yang sedang ingin kau ciptakan? Aku dan Senja akan menikah. Kami sudah berkomitmen untuk hidup bersama!" Belum sempat menjawab, ponsel Dafa berbunyi. Dafa dengan terpaksa harus menjawab telepon masuk lebih dulu."Hallo Dafa! Kamu dimana?" Rupanya Ayu menelepon."Aku di rumah kawanku Ma." Dafa berbohong pada Ayu."Rumah kawan? Siapa? Cepatlah pulang Dafa. Kamu bikin Mama khawatir!""Nanti Dafa akan pulang. Mama nggak usah khawatir!" Dafa mengakhiri pembicaraan tapi Arnold sudah tak ada bersama dengannya lagi.****Lily sudah sampai di rumah orang tuanya sendiri. "Lily!" Rosalina mengernyitkan keningnya ketika melihat Lily datang membawa koper sekaligus cucu perempuannya."Ma," sahut Lily pelan."Lily, kamu kenapa kok ke sini bawa koper? Mana banyak lagi?"Lily menghambur ke arah Rosalina. Ia memeluk sang Ibunda dengan erat sembari menangis."Dafa menc3r4ikan aku, Ma!" Lily terisak."Apa? Kenapa?"Lily tak menjawab. Ia mak
"Bi Sari! Tolong Bi!" Bagas panik melihat sang Ayah tak sadarkan diri.Suara Bagas yang nyaring juga didengar oleh Ayu. Ayu yang saat ini sedang menyisir rambutnya, cepat cepat turun ke lantai bawah.Bi Sari berlari dari dapur menuju ke teras belakang. Ayu melihat asisten rumahnya nampak terburu buru."Ada apa Bi!" seloroh Ayu."Nggak tahu Nyah!" Bi Sari dan Ayu pergi ke teras. Ayu melotot kaget melihat sang suami tergeletak di lantai."Tolong jaga Papa Bi. Aku akan telepon ambulans."Bagas menghubungi ambulans. Tak menunggu waktu lama, mobil ambulans datang. Tim medis membawa pasiennya masuk ke dalam mobil ambulans.Ayu duduk di dalam ambulans. Bi Sari juga ikut menemani Ayu di sana. Sementara Bagas menggunakan mobil pribadinya.Sesampainya di rumah sakit, pasien masuk ke ruangan ICU. Ayu dan Bagas menunggu dengan cemas."Bagas! Apa yang terjadi? Kenapa Papamu jadi seperti ini?""Papa shock. Willy menarik semua sahamnya dari perusahaan kita. Perusahaan kita terancam bangkrut!" "Apa
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin