“Aku yang membunuh mendiang raja Wang Li. Bahkan, tidak hanya mendiang raja Wang Li, aku juga membunuh Wang Su.”
Mulut Gao Ping ternganga mendengar pengakuan Ming Lan. Tangan yang merangkul bahu Ming Lan merosot perlahan. Keheningan melingkupi ruang kamar itu beberapa saat lamanya hingga Ming Lan kembali angkat suara.
“Apa kau masih akan tetap berada di sisiku setelah tahu kebenarannya?” tanya Ming Lan membuat Gao Ping tersadar dan mengatupkan bibirnya gugup.
Gao Ping berdehem sangat keras sampai Ming Lan berpikir, mungkin leher pria itu terluka. “Aku tidak mengerti apa yang kau katakan.” Gao Ping beringsut menjauh mengikuti nalurinya.
Ming Lan tersenyum masam, dia sudah membayangkan reaksi suaminya. Beringsut menjauh adalah reaksi yang paling sopan dan sederhana dalam bayangannya.
“Aku tahu. Kau bukan tidak mengerti, hanya menolak untuk mengerti,” desah Ming Lan pasrah.
Buru-buru, Gao Ping meraih Ming Lan lagi. Merangkum kedua sisi wa
“Hentikan!” teriak Suying dengan wajah merah padam. “Lancang!”Suying bergegas melintasi ruangan menghampiri dua prajurit yang berdiri kaku di tempatnya. Di tangan mereka masing-masing, sedang memegang kotak pribadi Suying yang rencananya akan mereka serahkan pada Li Deyun.Plak. Plak.Masing-masing pipi mendapat satu tamparan keras dari tangan mungil Lan Suying.“Lancang!” teriak Suying lagi. “Pengawal!”“Hadir!” jawab dua pria berseragam berbeda dari dua prajurit istana.Telunjuk Suying yang bergetar karena murka, menunjuk lurus. “Tangkap dan penggal mereka!” titahnya dengan geram. “Gantung kepala mereka di gerbang kota!”Dua pengawal Suying menghormat sebelum bergerak menjalankan perintah.Tidak tinggal diam, dua prajurit utusan Wang Yang menggamit kotak dengan lengan kiri dan menghunus pedang yang tergantung di pinggang dengan tangan kanan.
“Bu, katakan padaku yang sebenarnya. Siapa yang datang ke sini? Apa ada yang mengancammu?” Zihao mengguncang bahu Ye Rong lembut. “Bu, katakan.” Alih-alih menjawab, Ye Rong hanya diam menatap Zihao. “Bu, atau aku akan membakar istana ini!” Zihao marah melihat reaksi ibunya. Ye Rong menundukkan pandangannya seraya menghela napas panjang. Samar, kepalanya menggeleng. “Tidak ada yang menyelinap masuk. Aku yang menyelinap keluar,” akunya. Raut wajah Zihao melunak, tangannya turun perlahan dari bahu Ye Rong. “Benarkah?” tanya Zihao menyisakan sedikit keraguan. “Ada hal penting yang harus aku katakan padamu.” Seketika, Zihao sadar ke mana arah pembicaraan itu. Pemuda itu berdiri dengan kasar, menjauhi ibunya. “Kalau yang ibu ingin katakan adalah pergi meninggalkan istana, tidak perlu kita bicarakan. Aku tidak akan pergi dari sini sebelum mendapatkan apa yang aku mau. Keadilan!” tegas Zihao membelakangi ibunya. “Hao’er, dengar
Taman KebahagiaanZihao berjalan tanpa tujuan sejak keluar dari kediaman. Ia melangkah terseok dan kadang limbung seperti prajurit yang berhasil lolos dari medan perang dengan penuh luka di badan, sampai tanpa sengaja kaki kirinya tersangkut tumit kanannya dan Zihao tersungkur ke tanah.Zening sudah lama berdiri termenung di pinggir danau memikirkan mendiang ayahnya dan hari pernikahannya yang semakin dekat, ditemani Yuru—dayang pengganti Ru Lan, hingga suara berdebum menyadarkannya.“Suara apa itu?” gumam Zening seraya mengedarkan pandangan ke sekitar danau yang gelap. Kakinya spontan berjalan menuju pusat suara.“Nona,” tegur Yuru. “Sebaiknya kita kembali saja. Kita sudah lama berada di luar,” ujarnya memperingatkan seraya menghadang Zening dengan tubuhnya.“Apa kau mendengarnya? Ada suara seperti orang jatuh.” Zening bergerak ke kanan menghindari tubuh Yuru. “Ayo, kita harus melihatnya!
“Nona! Nona!” teriak Yuru sambil mengejar Zening yang berlari dua kali lebih cepat darinya. “Nona, sebaiknya kita kembali! Nona!”“Astaga!” Zening mendadak menghentikan langkahnya dan berbalik, mendelik ke arah Yuru yang menyusulnya. “Kenapa kau berisik sekali?!”Yuru segera berlutut begitu berhadapan dengan Zening. “Ampun, Nona. Jangan marah, Nona. Hamba tidak ingin Nona dihukum karena melanggar titah raja!” papar Yuru dengan tegas. “Yang Mulia berpesan agar—.”“Hentikan ocehanmu!” potong Zening. “Aku hanya ingin memastikan apa yang sedang terjadi. Apa kau juga akan melarangku?!”“Ampun, Nona. Hamba tidak berani.” Yuru tertunduk dalam.“Bagus.” Zening berbalik lagi dan melanjutkan langkahnya, kali ini lebih tenang dari sebelumnya.***Penjara Istana Yongjin“Yang Mulia!” sapa dua pengawal ya
“Dia apa?”“Dia bukan Wang Hao.”Wang Yang memicing bingung. “Bukan Wang Hao, maksud Bibi?”“Dia bukan keturunan dinasti ini,” imbuh Song Bin cepat. “Lebih tepatnya, dia tidak layak menyandang marga Wang di depan namanya.”“Aku semakin bingung,” aku Wang Yang. “Tolong katakan dengan jelas apa yang Bibi ketahui.”“Dia adalah keturunan Zhao. Ye Rong hamil setelah malam itu.”“Tapi, bisa saja itu anak ayah. Bukankah dia tetap menjadi selir?” tanya Wang Yang.Wang Yang tidak ingin kehilangan harapannya untuk memiliki sekutu dalam tujuan balas dendamnya. Berdasar cerita yang baru didengarnya, Wang Yang yakin, Hao’er memiliki tujuan yang sama dengannya, menghancurkan Suying dan Ziliang.Song Bin menggeleng. “Ayahmu tidak pernah sekalipun menyentuh Ye Rong. Tepatnya, dia tidak mengizinkan ayahmu menyentuhnya. Setelah
Balai Pengobatan Istana“Bagaimana kondisinya?” tanya Deyun pada pengawal yang berjaga di luar pintu kamar.“Tabib sedang memeriksanya, Jenderal.”Setelah menerima kabar dari Wang Yang tentang adiknya dan Zihao di tepi danau, Deyun bergegas menemui pemuda itu. Sudah saatnya Deyun menjelaskan kejadian yang sebenarnya agar pemuda itu tidak terus salah paham dan mengganggu adiknya.Deyun masuk ke dalam kamar. Dilihatnya, Zihao sedang tertidur pulas.“Bagaimana kondisinya?” tanya Deyun pada tabib yang sedang menuliskan resep obat.“Jenderal,” sapa tabib itu. “Dia hanya terguncang. Saya sudah menuliskan resep obat untuk membuatnya lebih tenang dan banyak istirahat agar kondisinya segera pulih,” sambung tabib itu seraya menyerahkan resep obat.“Terima kasih, Tabib.”Sepeninggalnya tabib istana, Deyun duduk di sisi ranjang menatap Wang Hao yang sudah menanggalkan topengnya. Ditatapnya wajah tampan pemuda itu beberapa saat.“Kau sudah salah mengira selama ini,” gumam Deyun iba.“Kalau kau han
Paviliun HouxiangDeyun meminta pelayan kediamannya menyiapkan dua kamar untuk tamunya, sedangkan ia sendiri bergegas masuk ke ruang belajar untuk mencari buku harian Daehan. Surat yang Ye Rong berikan padanya, membuatnya semakin penasaran untuk membuktikan dugaannya. Lama berkutat dengan kumpulan buku bacaan ayahnya, Deyun menyungging senyum lega manakala melihat buku lusuh bersampul cokelat.“Akhirnya …,” gumamnya lega.Dibukanya dengan cepat halaman demi halaman. Tiba-tiba, Deyun berhenti di tengah buku. Matanya bergerak cepat membaca tulisan tangan Daehan. Mulutnya komat-kamit seiring gerakan telunjuknya di atas kertas.“Tidak mungkin. Ini tidak mungkin.”“Jenderal!” Seorang prajurit memanggil Deyun dari balik pintu.Buru-buru, Deyun menutup buku di tangannya dan menormalkan mimiknya. “Masuk.”Prajurit itu memberi hormat. “Lapor, Jenderal. Ada penyusup menyerang kamar tamu.”Senyum miring terbit di bibir jenderal muda itu. “Mereka tidak ingin membuang waktu rupanya,” gumam Deyun.
Wang Yang berpikir keras sembari mengendus aroma tinta yang dipakai untuk menulis surat palsu mengatasnamakan Li Daehan di tangannya.‘Aku harus menyingkirkan Deyun dari masalah ini,’ batin Wang Yang. ‘Hal ini akan membuatnya bimbang dalam memutuskan.’“Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan?” tanya Deyun lagi, ketika Wang Yang kembali menghidu kertas.“Aku mencoba mengenali jenis tinta yang dipakai menulis surat,” sahut Wang Yang asal.Deyun mengernyit heran. “Sejak kapan kau mempunyai kemampuan ini?”“Kau meremehkanku?” Wang Yang melirik tajam ke arah Deyun. ‘Dia bukan orang yang bisa dikelabui dengan mudah. Aku harus memikirkan cara yang aman.’“Tidak. Aku hanya ingin tahu,” elak Deyun cepat.“Ini jenis tinta yang tidak pernah dipakai di kalangan istana. Dan yang terpenting, surat ini ditulis jauh setelah paman Li meninggal.”
“Aku akan memanggilmu lagi saat membutuhkan,” ucapnya masih membelakangi Weqing.“Ya, dengan senang hati, Yang Mulia.”Lan Weqing mengenakan kembali baju seragamnya dengan hati berbunga. Penantian panjang dan tindakan-tindakan yang diambilnya untuk mendapatkan Mu Lan, berujung kebahagiaan. Senyumnya terus mengembang.“Jenderal,” panggil Mu Lan membuat Weqing berbalik cepat menghadapnya.“Ya, Yang Mulia.”Mu Lan mendekat dengan langkah gemulai. Tangannya mendarat lembut di bahu Weqing. Ujung jari telunjuk kanannya bergerak turun dengan gerakan memutar menyusuri dada Weqing, membuat pria itu menggelinjang girang.“Y-yang Mulia, secepat ini?” tanya Weqing panik sekaligus senang.“Bawa laporan keuangan seluruh kementerian yang bisa kau dapatkan, saat kau datang mengunjungiku lain hari.” Mu Lan menjulurkan lidahnya menyapu rahang Weqing hingga tubuh pria itu bergetar.“K-kapan?” tanya Weqing menggeram menahan hasratnya yang kembali meronta.“Kapanpun kau siap, Jenderal,” desah Mu Lan di wa
Secepat kilat, Zening mendongak tidak percaya. “Kak, kaukah itu?”Wang Yang dan Ru Lan menyingkir menjauhi ranjang, memberi ruang untuk Deyun dan Zening.Alih-alih memeluk adiknya seperti keinginannya tadi, Deyun berlutut dan mengangkat kedua tangannya memberi hormat. “Li Deyun, menghadap Yang Mulia Permaisuri!”“Kak!” pekik Zening lega. “Mereka melepaskanmu?” tanyanya seraya menangkup wajah Deyun yang terlihat tirus dan lelah. “Apa mereka juga menyiksamu?”Li Deyun menggeleng dengan senyum samar menghiasi bibirnya. “Mereka tidak akan berani menyiksa kakak permaisuri,” godanya pada Zening. “Aku menyelinap keluar untuk mengucapkan selamat atas pernikahan dan penobatanmu menjadi permaisuri. Aku harap, kau tidak mengecewakan kami, Rakyatmu.”Dug.Zening meninju perut Deyun kuat-kuat. “Kau berkata begini saat aku khawatir tentangmu? Sungguh keterlaluan!&rdq
“Kak Yang, aku ….” “Tarik napasmu. Nikmati semuanya.” Wang Yang mulai bergerak cepat. “Ya, begitu ….” Zening merasakan sensasi aneh yang terjadi padanya. Seolah tenaganya terisi penuh setelah lama kering dan kosong. Seluruh otot dan sendinya yang layu, kembali merekah dengan cepat. “Ah, Kak. Aku akan meledak,” bisik Zening sambil terengah mengimbangi gerakan Wang Yang. Wang Yang berhenti dan menatap Zening. “Ini hadiah pernikahanku untukmu. Aku kembalikan semuanya padamu.” Wang Yang mengakhiri kalimatnya dengan sebuah ciuman panjang hingga Zening tertidur pulas. Beberapa lamanya, Wang Yang hanya menatap wajah cantik Zening yang lelap seperti bayi kenyang menyusu. Ibu jarinya mengusap bibir bengkak Zening akibat ulahnya. Tek tek tek. Sebuah ketukan di pintu kamar menarik Wang Yang dari gulungan hasrat yang membungkusnya. Tangannya cekatan menarik selimut menutupi tubuh polos Zening, lalu menarik tirai ranjang hingga menutup semp
Trang!Anak panah lain yang melesat cepat dari busur Hanxiu, menabrak anak panah yang nyaris menancap di dada Zening.“Ada penyusup! Ada penyusup!”Entah dari mana asal teriakan itu, seketika semua yang hadir bercerai-berai. Suasana halaman istana menjadi gaduh dan tidak terkendali karena teriakan itu. Setiap orang berlari saling tabrak menyelamatkan diri.“Yang Mulia, sebaiknya kita juga kembali ke istana. Situasinya sulit untuk dikendalikan,” usul Huazhi dengan mata waspada mengawasi udara sekitarnya.“Ayo!” Wang Yang mengulurkan tangannya membawa Zening di bawah perlindungannya. “Ning’er,” tegurnya kala menyadari Zening sedang sibuk mencari sosok yang berhasil menghalau anak panah untuknya.“Yang Mulia, siapa yang menghalau anak panah tadi?” tanya Zening penasaran dengan mata masih mengedar ke sekitar.“Huazhi akan menyelidikinya. Ayo, kita segera kembali ke is
“Yang Mulia, apa Anda tidak enak badan?” cemas Yuru.“Tidak. Aku merasa kondisiku hari ini adalah yang terbaik dari semua hari sejak aku melangkahkan kaki memasuki istana. Kenapa?” Zening memutar tubuhnya seraya merentangkan gaun sutra paduan warna emas dan merah.“T-tidak.” Yuru menggeleng takut-takut.Akhirnya, Zening tak kuasa menahan tawanya melihat wajah Yuru begitu tertekan akibat perubahan sikapnya, membuat dayang muda itu semakin kebingungan.“Ayo, pasang lagi yang perlu kau pasang.” Zening merentangkan tangannya, bersiap menerima perlakuan selanjutnya.“Sabuk!” pekik Yuru seraya menepuk dahinya.Ketika Yuru setengah membungkuk merapatkan diri memasang sabuk, Zening menundukkan kepalanya sedikit dan berbisik, “Setelah ini, pergilah ke penjara. Temui kakakku dan peringatkan dia untuk tetap waspada.”Yuru mematung, tidak merespon.“Pst! Kau deng
Mata Mu Lan melebar. “M-maksudmu kau mengelabuinya?!”“Tidak sepenuhnya. Hanya membuatnya tidak mewaspadaiku.” Wang Yoo berjalan meninggalkan aula.“Aku tidak mengerti jalan pikirannya,” gumam Mu Lan.“Wang Yoo adalah pemuda yang pintar. Isi pikirannya sulit ditebak. Sebaiknya, kita tetap waspada.” Ziliang mengibaskan lengan hanfunya dan berjalan keluar.“Cih! Tidak ada yang benar-benar bertindak demi kepentinganku.” Mu Lan mendesah kesal. “Baiklah, karena kalian hanya memikirkan kepentingan kalian sendiri, maka aku juga akan berlaku yang sama.” Mu Lan memandangi token Rajawali Emas di tangannya dan mulai memikirkan hal apa yang bisa dia buat melalui token kayu itu.“Selir pun tidak masalah asalkan bisa memilikimu dan menyingkirkan lainnya,” gumam Mu Lan seraya tersenyum bengis.Keesokan harinya, seluruh istana sudah sibuk menyiapkan upacara pernikahan raja.
“Katakan!” titah Wang Yang.Berikutnya, Mao dan Yue bergantian menceritakan kejadian pagi itu di depan kamar pribadi kaisar. Setiap detail kejadian tidak ada yang terlewat karena sebelumnya, Wang Yang sudah berpesan melalui Huazhi agar kedua pengawal itu menceritakan dengan jujur apabila sampai dipanggil menghadap.“Begitulah kejadiannya, Yang Mulia,” tukas Mao di akhir ceritanya.Wang Yang mengedar pandangan sekali lagi. Menatap wajah pejabatnya, termasuk Mu lan dan Ziliang.“Ampun, Yang Mulia! Berdasarkan cerita dua pengawal ini, Nona Li tetap harus dijatuhi hukuman,” ujar Bai He berkeras. “Terbukti dia menghina Putri Mu Lan di depan pengawal rendahan.”Demi menunjukkan kesetiaannya pada ibu suri, Bai He maju membawa petisinya. “Ini adalah petisi dari seluruh pejabat yang bekerja di Biro Tata Krama,” ungkapnya penuh rasa percaya diri sambil menyerahkan petisinya ke tangan Huazhi.
Ziliang memperhatikan mimik Mu Lan saat mengadu padanya. Gadis itu diliputi aura pemberontak yang luar biasa besar hingga menular padanya tanpa sadar. Ziliang dapat membayangkan suasana Aula Huanyang beberapa saat lagi, bila ia berhasil memanfaatkan emosi Mu Lan dengan tepat.“Hal penting seperti ini, mana bisa ditunda?” ujar Ziliang sambil menyungging senyum samar.“Tapi, Kanselir ….”Ziliang menggeleng cepat membungkam penjaga itu. “Aku yang akan bertanggung jawab. Buka jalan!”Setelah saling pandang sejenak, akhirnya dua penjaga itu mengangguk samar dan menegakkan kembali tombak di tangan mereka.“Bagaimana bisa, tontonan sebagus ini ingin kalian halangi?” lirih Ziliang sambil melangkah masuk.Melihat kanselir memasuki aula, beberapa pejabat yang berpihak padanya mengangguk hormat. Pejabat lain yang melihat sosok perempuan yang menggandeng tangan Ziliang, mulai menerka apa yang pria l
“Perempuan kasar sepertimu, lebih tidak pantas lagi,” desis Zening.Tangan Mu Lan kembali terayun.“Hentikan!” Suara Wang Yang menggelegar dari seberang selasar. “Hentikan, Wang Mu Lan!” ulang Wang Yang seraya setengah berlari menghampiri Zening.Dagu Zening yang bergetar menjadi hal pertama yang dicermati Wang Yang. “Apa kau baik-baik saja?” cemas Wang Yang dengan suara lembut.Zening hanya mengangguk dan tersenyum menenangkan.Dengan mata menyala-nyala, Wang Yang menoleh menatap Mu Lan. “Aku tidak akan membiarkan hal ini begitu saja. Sikapmu melebihi batas, Mu Lan!”Brak!Keranjang yang sejak tadi dijinjingnya di tangan kanan, Mu Lan lepaskan hingga isinya jatuh berantakan ke tanah. Tangan itu terangkat lurus menunjuk Zening.“Dia yang bersikap tidak sopan padaku, Kak! Dia belum menjadi istrimu, tapi sudah berani bicara tidak sopan padaku! Tanya saja dua pengawal itu!” elak Mu Lan dengan nada kesal. “Dia bahkan berkata kalau aku tidak beretika!” imbuhnya tak terima.“Cukup! Kembali