Melihat orang tuanya ditendang dan terjatuh, Widia tampak terkejut. Dia dengan gugup berjalan ke depan untuk memeriksa kondisi kedua orang tuanya.Namun, detik berikutnya, dia kembali menghentikan langkahnya.Terutama saat melihat orang tuanya bangkit kembali. Meski darah mengucur dari sudut mulut mereka dan tubuh mereka penuh luka, sepertinya bukan masalah besar. Setidaknya, tendangan barusan tidak mengancam nyawa.Jika Widia memperlihatkan kekhawatirannya pada orang tuanya sekarang, sepertinya dia bakal dimarahi lagi.Mereka sekarang menganggap Widia bagaikan wabah penyakit. Mereka berharap Widia menjauh dari mereka.Hanya saja, siapa kedua orang ini. Dendam apa yang mereka miliki kepada Widia?"Siapa kalian sebenarnya?" tanya Widia dengan marah."Kalian nggak tahu siapa kami? Hal-hal yang dilakukan oleh Keluarga Lianto sebelumnya, apa kalian begitu cepat melupakannya?"Kaivan tersenyum sinis. "Nggak masalah. Aku akan bantu kamu mengingatnya kembali. Apa kamu masih ingat dengan Mirza
Hingga detik ini, Widia baru memahami segalanya.Dari awal sampai akhir, ibunya tidak pernah bertobat, apalagi mengubah sikapnya.Tampaknya ibunya melakukan semua ini demi kekuasaan di tangan Tobi dan juga perusahaan yang kini telah dipegang oleh Widia.Sebenarnya Widia pernah memikirkan kemungkinan tersebut. Hanya saja, dia enggan mengakui semua itu, apalagi saat melihat sikap orang tuanya yang berubah drastis dan terus memperlakukannya dengan penuh kasih dalam beberapa hari terakhir ini.Meski semuanya itu hanya kepura-puraan, Widia bahkan lebih memilih untuk memercayainya.Jadi, bukannya Widia tidak pernah membayangkan semua ini. Hanya saja, dia enggan menerima kenyataan dan lebih memilih terjebak dalam angan-angannya sendiri.Namun, saat ini, dia telah tersadar dan mencerna segalanya.Tobi juga memperhatikan ekspresi sedih Widia. Pria itu menepuknya dengan lembut, lalu berkata perlahan, "Jangan sedih. Bukankah masih ada aku di sini? Aku akan selalu menemanimu.""Ada kamu?""Nak, se
Yesa baru menyadarinya. Jika Saim menang, mereka pasti akan dibunuh. Sebaliknya, jika Tobi yang menang, mereka pasti akan baik-baik sajaMengenai perilakunya barusan, Yesa masih bisa mencari berbagai alasan untuk membodohi Tobi.Lagi pula, dia yakin bisa membuat hati Widia luluh dan takluk padanya.Jadi, Yesa mulai berdoa agar Tobi bisa mengalahkan lawan.Begitu mendengar apa yang dikatakan lawan, Tobi tersenyum dan berkata dengan nada datar, "Kebetulan sekali. Aku barusan juga nggak menggunakan semua kekuatanku, bahkan hanya 10 persen saja.""Omong kosong!"Saim berkata dengan geram, "Tahukah kamu kalau kekuatanku sudah mencapai Alam Guru Besar tingkat puncak? Sebaliknya, kekuatanmu paling hebat pun baru mencapai Alam Guru Besar tingkat menengah. Jangankan 10 persen, meski mengerahkan seluruh kekuatanmu, kamu juga nggak bisa menghentikan tapak tanganku!"Tobi hanya mendengus dingin dan berkata, "Aku nggak tertarik mendengar omong kosong di sini. Cepat enyah dari Harlanda sekarang juga
Wajah Yesa dan Herman juga memucat. Karena ini juga pertama kalinya mereka menyaksikan pembunuhan terjadi di depan mata langsung.Sebaliknya, Widia jauh lebih tenang.Sebenarnya, Widia masih mengkhawatirkan keselamatan Tobi pada awalnya. Meski dia tahu Tobi kuat, lawannya juga kelihatannya tidak bisa dianggap remeh.Hingga saat ini, barulah dia menghela napas lega.Saim, yang barusan ditampar, tentunya tidak terima diperlakukan seperti ini.Gerakan lawan barusan terlihat sangat aneh. Dia menghindari serangannya dan langsung menyerangnya secara diam-diam.Benar. Serangan diam-diam.Pasti serangan diam-diam. Kalau tidak, mana mungkin bocah itu begitu hebat?Namun, Saim yang sekarang ini tidak lagi bersikap tenang dan mendominasi seperti barusan. Dia memandang Tobi dengan hati-hati dan berkata dengan nada tegas, "Bocah, kekuatanmu sudah sampai tingkat mana?"Melihat ekspresi gugup Saim, Tobi langsung berkata dengan nada mengejek, "Sampai tingkat mana? Kamu akan tahu begitu kita bertarung.
Selesai menangani Saim, Tobi mengeluarkan bubuk penghilang jejak dari tubuhnya. Dengan terampilnya, dia menaburkan bubuk itu di atas dua mayat itu. Setelah beberapa saat, dua mayat itu telah berubah menjadi genangan air.Kemudian, Tobi melirik Widia. Untungnya, ekspresi wanita itu terlihat tenang. Sebenarnya, Widia sudah mempersiapkan mentalnya dari untuk menghadapi hal-hal seperti ini.Walau ada sedikit tatapan aneh di matanya, tetapi ekspresi wajahnya masih terlihat santai. Bahkan, matanya yang memandang Tobi masih tampak lembut.Ternyata, Naura telah memberikan beberapa perlindungan kepada Widia sebelumnya. Namun, Tobi tidak ingin Widia terlibat dalam perkelahian ini, jadi dia tidak mengetahuinya sama sekali.Melihat Widia baik-baik saja, Tobi baru memusatkan perhatiannya pada Yesa dan Herman.Begitu dilirik oleh Tobi, wajah keduanya langsung berubah drastis. Mereka kini menatap Tobi dengan panik.Menyaksikan Tobi membunuh dua orang berturut-turut, mereka tampak terkejut dan juga ge
"Widia, kamu sudah salah paham sama ibumu." Herman juga ikut menimpali. Apa yang terjadi dengan Widia? Kenapa gadis ini tiba-tiba menjadi pintar dan tahu segalanya?"Ayah, Ibu, ini terakhir kalinya aku memanggil kalian! Putri kalian nggak bodoh. Bukannya aku nggak memahami semua ini. Hanya saja, aku nggak ingin menerima kenyataan ini dan lebih memilih terjebak dalam angan-anganku sendiri.""Tapi kalian berulang kali menunjukkan segalanya di hadapanku. Kalian membuatku kecewa lagi dan lagi. Sekarang kalian masih ingin membodohiku?"Yesa menitikkan air mata. Wajahnya masih terlihat sedih.Keduanya tertegun sejenak, terutama suara serak Widia, yang mengungkapkan kesedihan yang terpendam selama ini. Membuat keduanya tidak mampu berkata-kata."Maafkan aku. Kelak aku nggak bisa memenuhi kewajibanku sebagai putri kalian lagi." Nada bicara Widia begitu tegas, tapi mengandung rasa sakit yang mendalam."Mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun dengan kalian lagi.""Tobi, ayo kita pergi!"
Paginya, Tobi Yudistira terbangun.Merasakan sesuatu yang lembut di telapak tangannya, pria itu tidak kuasa meremasnya beberapa kali. Rasanya kenyal sekali.Ketika pria itu memalingkan wajahnya ke samping, terlihat seorang wanita cantik. Kulit wanita itu sangat halus dan lembut."Argh ...."Merasa seperti ada sesuatu yang mencubitnya, Widia Lianto langsung terbangun. Saat mendapati dirinya telanjang, dia berteriak dan mendorong pria itu menjauh.Wanita itu segera menarik selimut dengan satu tangannya dan melempar bantal dengan tangan yang satunya lagi."Dasar berengsek! Bajingan! Apa yang kamu lakukan kepadaku!""Sepertinya sudah kulakukan semuanya.""Kurang ajar! Dasar nggak tahu malu!" umpat Widia dengan geram sekaligus malu.Tobi merasa bersalah dan berkata, "Jangan bicara seperti itu. Lagian, tadi malam kamu yang berinisiatif duluan.""Ngawur, jelas-jelas ...."Widia ingin membantah, tetapi tidak jadi karena kejadian tadi malam tiba-tiba melintas di benaknya.Akibat menagih utang t
"Ini adalah kartu hitam Lawana, di dalamnya ada 2 triliun. Kamu bisa belanja di toko milik Serikat Dagang Lawana di Kota Tawuna ini.""Oh ya, karena baru sampai di sini, mungkin Anda masih belum punya tempat tinggal. Ini kunci vila di Distrik Terra 1. Mohon diterima."Mata Tobi seakan bisa melihat semua dengan jelas, lalu dia bertanya, "Murah hati sekali. Katakan, apa yang terjadi?""Raja Naga memang bijaksana. Putriku, Jessi, sekujur tubuhnya sering menggigil dalam enam bulan terakhir ini. Kami sudah mengunjungi banyak dokter terkenal, tapi nggak ada yang bisa menyembuhkannya," ujar Damar."Nggak apa-apa. Hanya masalah kecil. Kalau ada waktu, besok aku akan mengobatinya.""Syukurlah! Terima kasih, Raja Naga!" kata Damar. Dia telah mencari tahu masalah ini begitu lama dan akhirnya menemukan sebuah rahasia besar.Ternyata Raja Naga yang masih muda itu adalah Dewa Medis yang telah dia cari-cari selama ini. Dia benar-benar Dewa Medis yang misterius.Tidak bisa dipercaya. Siapa yang mengir
"Widia, kamu sudah salah paham sama ibumu." Herman juga ikut menimpali. Apa yang terjadi dengan Widia? Kenapa gadis ini tiba-tiba menjadi pintar dan tahu segalanya?"Ayah, Ibu, ini terakhir kalinya aku memanggil kalian! Putri kalian nggak bodoh. Bukannya aku nggak memahami semua ini. Hanya saja, aku nggak ingin menerima kenyataan ini dan lebih memilih terjebak dalam angan-anganku sendiri.""Tapi kalian berulang kali menunjukkan segalanya di hadapanku. Kalian membuatku kecewa lagi dan lagi. Sekarang kalian masih ingin membodohiku?"Yesa menitikkan air mata. Wajahnya masih terlihat sedih.Keduanya tertegun sejenak, terutama suara serak Widia, yang mengungkapkan kesedihan yang terpendam selama ini. Membuat keduanya tidak mampu berkata-kata."Maafkan aku. Kelak aku nggak bisa memenuhi kewajibanku sebagai putri kalian lagi." Nada bicara Widia begitu tegas, tapi mengandung rasa sakit yang mendalam."Mulai sekarang, aku nggak punya hubungan apa pun dengan kalian lagi.""Tobi, ayo kita pergi!"
Selesai menangani Saim, Tobi mengeluarkan bubuk penghilang jejak dari tubuhnya. Dengan terampilnya, dia menaburkan bubuk itu di atas dua mayat itu. Setelah beberapa saat, dua mayat itu telah berubah menjadi genangan air.Kemudian, Tobi melirik Widia. Untungnya, ekspresi wanita itu terlihat tenang. Sebenarnya, Widia sudah mempersiapkan mentalnya dari untuk menghadapi hal-hal seperti ini.Walau ada sedikit tatapan aneh di matanya, tetapi ekspresi wajahnya masih terlihat santai. Bahkan, matanya yang memandang Tobi masih tampak lembut.Ternyata, Naura telah memberikan beberapa perlindungan kepada Widia sebelumnya. Namun, Tobi tidak ingin Widia terlibat dalam perkelahian ini, jadi dia tidak mengetahuinya sama sekali.Melihat Widia baik-baik saja, Tobi baru memusatkan perhatiannya pada Yesa dan Herman.Begitu dilirik oleh Tobi, wajah keduanya langsung berubah drastis. Mereka kini menatap Tobi dengan panik.Menyaksikan Tobi membunuh dua orang berturut-turut, mereka tampak terkejut dan juga ge
Wajah Yesa dan Herman juga memucat. Karena ini juga pertama kalinya mereka menyaksikan pembunuhan terjadi di depan mata langsung.Sebaliknya, Widia jauh lebih tenang.Sebenarnya, Widia masih mengkhawatirkan keselamatan Tobi pada awalnya. Meski dia tahu Tobi kuat, lawannya juga kelihatannya tidak bisa dianggap remeh.Hingga saat ini, barulah dia menghela napas lega.Saim, yang barusan ditampar, tentunya tidak terima diperlakukan seperti ini.Gerakan lawan barusan terlihat sangat aneh. Dia menghindari serangannya dan langsung menyerangnya secara diam-diam.Benar. Serangan diam-diam.Pasti serangan diam-diam. Kalau tidak, mana mungkin bocah itu begitu hebat?Namun, Saim yang sekarang ini tidak lagi bersikap tenang dan mendominasi seperti barusan. Dia memandang Tobi dengan hati-hati dan berkata dengan nada tegas, "Bocah, kekuatanmu sudah sampai tingkat mana?"Melihat ekspresi gugup Saim, Tobi langsung berkata dengan nada mengejek, "Sampai tingkat mana? Kamu akan tahu begitu kita bertarung.
Yesa baru menyadarinya. Jika Saim menang, mereka pasti akan dibunuh. Sebaliknya, jika Tobi yang menang, mereka pasti akan baik-baik sajaMengenai perilakunya barusan, Yesa masih bisa mencari berbagai alasan untuk membodohi Tobi.Lagi pula, dia yakin bisa membuat hati Widia luluh dan takluk padanya.Jadi, Yesa mulai berdoa agar Tobi bisa mengalahkan lawan.Begitu mendengar apa yang dikatakan lawan, Tobi tersenyum dan berkata dengan nada datar, "Kebetulan sekali. Aku barusan juga nggak menggunakan semua kekuatanku, bahkan hanya 10 persen saja.""Omong kosong!"Saim berkata dengan geram, "Tahukah kamu kalau kekuatanku sudah mencapai Alam Guru Besar tingkat puncak? Sebaliknya, kekuatanmu paling hebat pun baru mencapai Alam Guru Besar tingkat menengah. Jangankan 10 persen, meski mengerahkan seluruh kekuatanmu, kamu juga nggak bisa menghentikan tapak tanganku!"Tobi hanya mendengus dingin dan berkata, "Aku nggak tertarik mendengar omong kosong di sini. Cepat enyah dari Harlanda sekarang juga
Hingga detik ini, Widia baru memahami segalanya.Dari awal sampai akhir, ibunya tidak pernah bertobat, apalagi mengubah sikapnya.Tampaknya ibunya melakukan semua ini demi kekuasaan di tangan Tobi dan juga perusahaan yang kini telah dipegang oleh Widia.Sebenarnya Widia pernah memikirkan kemungkinan tersebut. Hanya saja, dia enggan mengakui semua itu, apalagi saat melihat sikap orang tuanya yang berubah drastis dan terus memperlakukannya dengan penuh kasih dalam beberapa hari terakhir ini.Meski semuanya itu hanya kepura-puraan, Widia bahkan lebih memilih untuk memercayainya.Jadi, bukannya Widia tidak pernah membayangkan semua ini. Hanya saja, dia enggan menerima kenyataan dan lebih memilih terjebak dalam angan-angannya sendiri.Namun, saat ini, dia telah tersadar dan mencerna segalanya.Tobi juga memperhatikan ekspresi sedih Widia. Pria itu menepuknya dengan lembut, lalu berkata perlahan, "Jangan sedih. Bukankah masih ada aku di sini? Aku akan selalu menemanimu.""Ada kamu?""Nak, se
Melihat orang tuanya ditendang dan terjatuh, Widia tampak terkejut. Dia dengan gugup berjalan ke depan untuk memeriksa kondisi kedua orang tuanya.Namun, detik berikutnya, dia kembali menghentikan langkahnya.Terutama saat melihat orang tuanya bangkit kembali. Meski darah mengucur dari sudut mulut mereka dan tubuh mereka penuh luka, sepertinya bukan masalah besar. Setidaknya, tendangan barusan tidak mengancam nyawa.Jika Widia memperlihatkan kekhawatirannya pada orang tuanya sekarang, sepertinya dia bakal dimarahi lagi.Mereka sekarang menganggap Widia bagaikan wabah penyakit. Mereka berharap Widia menjauh dari mereka.Hanya saja, siapa kedua orang ini. Dendam apa yang mereka miliki kepada Widia?"Siapa kalian sebenarnya?" tanya Widia dengan marah."Kalian nggak tahu siapa kami? Hal-hal yang dilakukan oleh Keluarga Lianto sebelumnya, apa kalian begitu cepat melupakannya?"Kaivan tersenyum sinis. "Nggak masalah. Aku akan bantu kamu mengingatnya kembali. Apa kamu masih ingat dengan Mirza
Saat ini, Widia dan Tobi sudah sampai di depan pintu.Baru saja sampai di depan pintu, Tobi sudah tertegun. Sepertinya dugaannya tidak salah. Pasti terjadi sesuatu pada orang tuanya Widia. Apalagi, lawan adalah orang yang sangat hebat.Sejak kapan di Harlanda muncul ahli bela diri Guru Besar tingkat puncak yang baru lagi?Eh, bukan. Orang ini tidak berasal dari Harlanda.Tobi bisa merasakan aura lawan yang berbeda. Orang Melandia?Widia tidak menyadari semua ini, jadi dia pun mengajak Tobi masuk dan berteriak sambil tersenyum, "Bu!"Namun, begitu masuk, dia mendapati orang tuanya tengah berjongkok ketakutan, lalu ada beberapa pengawal yang tergeletak di lantai dan juga dua pria pendek yang berdiri sana sambil memasang ekspresi dingin.Orang Melandia?Kenapa mereka bisa datang ke sini?Begitu melihat semua itu, Widia bergegas maju ke depan dengan khawatir. "Ayah, Ibu, kalian baik-baik saja?"Saat melihat Saim dan Kaivan menoleh, wajah Yesa langsung berubah. Wanita itu khawatir mereka ak
Wajah Yesa dipenuhi ketakutan, tetapi dia tetap mengumpulkan keberaniannya dan berkata dengan hati-hati, "Ka, kalian jangan sembarangan. Aku beri tahu kalian, suaminya Widia adalah tuan muda Keluarga Yudistira di Jatra. Kekuatannya sangat hebat dan nggak ada orang yang nggak takut padanya.""Kekuatannya luar biasa? Nggak ada yang nggak takut padanya? Hanya seorang tuan muda dari Keluarga Yudistira, tapi masih berani mengatakan hal seperti itu? Lucu sekali!""Jangankan tuan muda Keluarga Yudistira, meski kepala Keluarga Yudistira datang ke sini, aku juga bisa membunuhnya hanya dengan lambaian tanganku."Saim juga pernah mendengar tentang Keluarga Yudistira di Jatra. Meski demikian, dia sangat meremehkan Keluarga Yudistira. Dia merasa dirinya-lah yang paling hebat, apalagi kekuatannya telah mencapai Alam Guru Besar tingkat puncak.Dulu, Saim pernah datang ke Harlanda untuk belajar seni bela diri, jadi bahasa Harlandanya masih termasuk fasih. Itu sebabnya, dia sangat kagum dengan master h
Waktu terus berlalu begitu saja. Bahkan setelah diingatkan oleh Vamil, Tobi masih belum menemukan petunjuk apa pun. Apa ini karena kemampuannya terlalu rendah atau dia memang tidak bisa membuat terobosan?Jika tidak, selain Vamil dan tiga lainnya, mengapa tidak ada orang lain yang bisa memahami hukum langit dan bumi dan mencapai tingkat menakutkan seperti mereka?Yang paling penting lagi, Tobi bahkan tidak tahu mereka telah mencapai alam kultivasi yang seperti apa dan juga kekuatan seperti apa yang mereka miliki.Mungkin dia harus pergi mencari Vamil dan merasakannya secara langsung.Tobi berdiri dan melihat waktu. Dia tiba-tiba teringat dengan sesuatu. Dia telah berjanji pada Widia agar kembali ke kediaman Lianto untuk makan malam.Memberi kesempatan kepada orang tuanya Widia untuk meminta maaf.Meski Tobi tidak ingin melihat mereka, pria itu juga tidak ingin mempersulit Widia. Dia pun menyalakan mobil dan pergi menjemput Widia dari kantor agar bisa sekaligus pulang bersama.Saat mene