Berdasarkan hal yang dilakukan Bahtiar terhadap keluarganya, apalagi tujuan kunjungannya ke kediaman Yudistira kali ini tidak murni, bahkan mengatakan dia ingin menghabisi nyawa Tobi dan lainnya, membunuh Bahtiar juga termasuk hal yang wajar.Tuan Besar Ezra mengangguk. Tiba-tiba ponselnya berdering. Setelah menjawab panggilan, dia tampak murung dan berkata, "Tobi, Radiya mau bertemu denganmu secara pribadi!"Tobi tertegun. Tak disangka, orang yang barusan mereka ungkit sudah datang mencarinya. Dia pun berkata, "Hanya berdua?""Ya!""Kalau kamu nggak ingin bertemu dengannya, aku bisa menolaknya." Tuan Besar Ezra berkata dengan nada tegas, "Asalkan dalam Keluarga Yudistira masih ada kamu, nggak ada yang berani menyentuh kami lagi!"Dia takut pertemuan ini memiliki motif tersembunyi.Tobi tertegun sejenak, lalu tersenyum dan berkata, "Kakek, jangan terlalu khawatir. Bukankah hanya bertemu saja? Nggak masalah, kok.""Tapi dia hanya mau bertemu denganmu. Dia nggak mengizinkan kamu membawa
Tobi terkejut dan buru-buru berkata, "Guru, apa yang kamu lakukan?""Token yang kamu pegang adalah tanda perintah. Token itu sama seperti bertemu Radiya. Semua anggota Aula Varun harus menghormatinya," jelas Raja Naga Tua."Begitu rupanya."Tobi tersenyum pahit dan berkata tak berdaya, "Benda ini begitu berharga. Entah ini termasuk hal baik atau buruk bagiku.""Tentu saja hal yang baik, tapi juga berarti kamu harus memikul lebih banyak tanggung jawab. Yang paling penting lagi, dengan adanya token ini, kamu juga bisa mendapatkan jaminan."Raja Naga Tua berpikir bahwa keberadaan seperti dewa yang kuat yang telah memberinya bimbingan seharusnya akan memberikan wajah pada Radiya."Jaminan?" Tobi tertegun."Ya, kelak kamu akan tahu. Besok pagi, aku akan pergi menemuinya dan menyampaikan situasimu. Tapi Tobi, aku harus mengingatkanmu. Kalau dia menginginkan liontin giokmu, kamu nggak boleh menolak," ujar Raja Naga Tua."Apa dia benar-benar sehebat itu?""Ya. Kalau mau dibandingkan, dialah sa
"Helen."Saat keduanya mendekat, mereka langsung menyapa.Mendengar itu, Helen buru-buru tersenyum dan berkata, "Kak Neo, Trisna, kalian datang. Maaf, aku kebetulan bertemu dengan kenalan hari ini. Kalian makan saja dulu. Aku nggak jadi ikut ya."Begitu keduanya mendengar itu, terutama si wanita langsung tertegun. Dia melirik Tobi sekilas, lalu berkata sambil tersenyum, "Kenalan apa begitu penting sampai kamu nggak mau makan denganku lagi? Jangan-jangan ini pacarmu?"Wajah Helen memerah dan buru-buru menjawab, "Bukan. Ini temanku.""Baguslah. Kalau nggak, kami mungkin harus mewawancarainya. Apalagi, dilihat dari penampilannya, bocah ini sepertinya nggak pantas untukmu," ucap Neo, pria di sebelahnya, sambil tertawa. Helen adalah wanita yang dia incar. Jika bocah ini berani terlibat, jangan salahkan dia bersikap kasar nantinya."Kak Neo, jangan bercanda."Helen khawatir Tobi tidak senang dan akan mengamuk. Jadi, dia buru-buru memperkenalkan. "Kak Tobi, aku kenalkan dulu. Ini Neo Lambardi
Melihat semua itu, Helen tampak tidak berdaya.Namun, permasalahannya adalah dia tidak punya solusi yang lebih baik. Dia hanya bisa berinisiatif mengambil duduk di sebelah Tobi dan terus berbicara dengannya. Setidaknya, jangan sampai pria itu merasa dikucilkan.Sayangnya, adegan ini tentu membuat Neo tidak senang. Meski usia Helen lebih tua darinya, wanita itu masih belum berusia tiga puluh tahun. Apalagi, Helen berparas cantik, bertubuh seksi dan juga berkelas.Neo jarang sekali bertemu dengan wanita seperti itu."Eh, kamu. Siapa namamu barusan?" Neo memasang tatapan sinis dan ekspresi menghina."Tobi Yudistira!" jawab Tobi dengan nada datar."Oh, Tobi, 'kan? Dilihat dari penampilanmu yang tampan, seharusnya hidupmu lumayan juga. Kamu kerja di mana?" tanya Neo dengan sinis.Tobi mengerutkan kening dan menjawab dengan tenang, "Pekerja lepas.""Haha. Bukankah pekerja lepas hanyalah seorang pengangguran?" Seorang pria di sebelahnya langsung tertawa."Jangan begitu. Kalau dipikir-pikir la
Julian juga tertarik pada Trisna. Saat mendengar itu, dia pun berkata, "Huh! Karena kamu temannya Trisna, lupakan saja dan nggak perlu minta maaf lagi.""Tapi berhati-hatilah lain kali. Jangan menyinggung orang yang nggak seharusnya kamu singgung hanya karena pria rendahan seperti ini.""Haha, benar sekali. Bocah itu memang perlu diberi pelajaran.""Omong-omong, bocah ini tenang sekali. Nggak peduli bagaimana kita mengejeknya, dia masih tetap diam.""Apanya yang tenang? Dia cuma pecundang yang nggak berani bicara. Dia hanya tahu bersembunyi di balik wanita.""Untuk apa menghiraukan pecundang seperti ini? Oh ya, Austin, kudengar Keluarga Yudistira mengalahkan Keluarga Byantara kali ini. Mereka akan mengadakan perjamuan dan menyambut tamu dari seluruh penjuru besok. Sepertinya mereka ingin menghadapi kalian?"Noah tersenyum. Melihat Tobi begitu tertekan, bahkan tidak berani mengeluarkan suara, dia merasa sangat bangga."Huh! Memangnya kenapa kalau mereka mengalahkan Keluarga Byantara? Ap
Tobi mengerutkan kening, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Pertama, Helen dan aku hanyalah teman, bukan kekasih. Kedua, kamu masih belum punya kemampuan untuk menanganiku.""Arogan!""Apa kamu barusan nggak dengar? Tahukah kamu apa yang baru saja kami bicarakan?" ucap Trisna dengan kesal.Beraninya bocah ini mengatakan dia tidak mampu menghadapinya? Apa dia tidak mendengar yang mereka bicarakan barusan adalah konfrontasi sengit antara Keluarga Yudistira dengan Keluarga Maheswara?Sepertinya, bocah ini masih belum tahu betapa menakutkannya kekuatan mereka."Tentu saja aku tahu apa yang kalian bicarakan. Bukankah hanya omong kosong saja?" kata Tobi sambil menggelengkan kepalanya."Kamu!" Trisna tampak geram.Saat ini, Helen buru-buru berkata, "Sudahlah. Trisna, kamu memang salah paham. Kami hanya teman biasa. Kak Tobi, sudah jangan bicara lagi. Kalian semua temanku."Trisna terlihat emosi, tetapi dia berkata dengan dingin, "Huh! Demi Helen, aku akan melepaskanmu kali ini. Kalau
Tobi tersenyum dan berkata, "Kamu masih sangat menawan. Kapan kamu berencana kembali ke Kota Tawuna?""Aku kembali besok. Aku sudah berada di sini selama beberapa hari dan sudah melihat semua yang perlu kulihat. Aku ingin kembali dan menunggu kembalinya Grup Lianto" kata Helen sambil tersenyum."Baiklah. Kalau begitu, semoga perjalananmu lancar."Tobi mengangkat gelasnya dan menyentuh gelas Helen dengan ringan.Keduanya tidak minum terlalu banyak. Setelah itu, Tobi pun mengantar Helen kembali ke hotel.Helen awalnya berencana untuk berangkat besok pagi. Namun, dia tidak bisa menolak ajakan Trisna, yang mengatakan akan membawanya ke perjamuan orang kaya besok.Trisna juga mengatakan bahwa perjamuan seperti ini sangat jarang terjadi dan sudah lama tidak ditemukan di Jatra.Sebenarnya, tujuan utamanya untuk memperkenalkan Helen kepada tuan muda yang berbakat dan berkemampuan. Setidaknya, membiarkan Helen memperluas wawasannya. Agar dia tidak tertipu oleh pecundang yang tidak berguna seper
"Baiklah. Katakanlah. Apa yang kamu inginkan?" tanya Tobi langsung. Dia juga tidak ingin bertele-tele lagi."Aku mau lihat liontin giok yang kamu punya.""Lihatlah!"Tobi tidak ragu sedikit pun dan langsung melemparkan liontin giok itu kepadanya.Yaldora bahkan tidak sempat bereaksi. Liontin giok itu sudah ada di tangannya. Dia langsung tertegun.Apa Tobi begitu percaya kepadanya?Haruskah dia mengambil liontin giok itu dan melarikan diri?Namun saat memikirkan kekuatan Tobi yang begitu hebat, apalagi mereka berada di depan kediaman Yudistira, Tobi berani memperlihatkan liontin giok itu kepadanya, pria itu pasti punya cara mengambilnya kembali.Lupakan saja. Setidaknya, dia telah memastikan bahwa liontin giok itu ada di tangan Tobi. Dia bisa mencari peluang untuk merebutnya nanti.Hanya saja, kenapa Tobi begitu percaya dengannya? Benarkah itu?Yaldora segera mengamati liontin giok itu dengan cermat. Sesuai perkataan gurunya, bahan liontin giok ini memang luar biasa dan tekstur di tanga
Namun saat mengetahui tentang siaran langsung global, dia segera memikirkan cara sempurna untuk menemukan ibu kandungnya Widia."Ya. Untunglah ada kamu yang menemaniku selama ini!"Widia mengangguk. Sekarang dia sudah tahu betapa menakutkan kemampuan yang dimiliki Tobi. Jika Tobi pun tidak bisa menemukan ibu kandungnya, mungkin tidak ada yang bisa dia lakukan lagi.Damar mengantar keduanya ke ruang VIP restoran, lalu bangkit dan pergi.Dia tidak ingin menjadi 'obat nyamuk' dan mengganggu kencan mereka berdua.Tobi juga memusatkan perhatiannya pada masalah Widia. Dia takut hal ini akan berdampak besar pada Widia, jadi dia juga tidak memedulikan hal lainnya lagi.Apalagi, kejadian ini terjadi terlalu cepat dan tiba-tiba.Saat ini, di area terlarang Jatra, akhirnya Harita berdiri di atas arena pertarungan dan ingin melawan Hirawan. Dia melakukan semua ini bukan untuk hal lain, tetapi demi martabat Negara Harlanda.Perlu diakui, setelah berhasil membuat terobosan, kekuatan Harita memang sa
Melihat keduanya pergi, Yesa buru-buru bangkit. Dia tampak marah besar. Dia tak henti-hentinya mengumpati Widia dan Tobi.Kata-katanya begitu tidak enak didengar. Selanjutnya, saat memikirkan hidup mereka yang akan sulit ke depannya, dia juga kembali memarahi Herman.Dia bilang Herman tidak berguna dan membuatnya menjalani hidup yang menyedihkan. Herman tidak bisa memberinya kehidupan mewah, bahkan Grup Lianto pun jatuh di tangan orang luar.Yesa juga bilang, apa yang harus dia lakukan ke depannya? Jika tidak memberinya ratusan miliar atau membiarkannya menjadi orang terpandang di Kota Tawuna, bagaimana dia bisa hidup?Dia sudah kehilangan harga diri. Dia meminta Herman untuk memikirkan cara agar mendapatkan kembali Grup Lianto. Setidaknya, perusahaan itu sekarang bernilai triliunan atau bahkan mencapai puluhan triliun.Jika tidak, Yesa akan bercerai dengan pria tidak berguna sepertinya.Makin berbicara, dia makin emosi. Pada akhirnya, dia pingsan karena terlalu emosi dan sedih.Herman
Wajah Widia berubah muram. Ekspresinya juga terlihat kusut. Namun, dia akhirnya mengangguk dan berkata, "Kuserahkan masalah ini padamu."Mendengar itu, Yesa langsung panik.Kali ini yang hilang bukan hanya kejayaan dan kekayaan, tetapi dia juga tidak punya harapan untuk menjadi nyonya kaya yang dikagumi semua orang. Bahkan, dia mungkin juga akan masuk penjara.Tidak bisa.Dia masih ingin meningkatkan prestisenya dan menjadi wanita bangsawan.Dia panik, lalu berlutut di depan mereka berdua sambil menangis. "Widia, ini salahku. Aku minta maaf padamu. Aku mengakui kesalahanku.""Apa yang kamu lakukan. Cepat berdiri dulu."Widia terkejut dan segera menjauh. Tidak peduli apa pun masalahnya, dia juga telah menganggap mereka sebagai orang tuanya selama ini.Menyadari hal itu, Yesa merasa masih ada harapan. Tangisnya makin menjadi-jadi. Dia juga memperlihatkan tampang memelas sambil berkata, "Nggak. Aku nggak akan berdiri, kecuali kamu memaafkanku.""Aku menyesali perbuatanku. Mengingat Keluar
Begitu mendengar putrinya mencurigai mereka berdua bukanlah orang tuanya, Yesa tampak terkejut. Mungkinkah Tobi telah mengatakan yang sebenarnya kepada Widia? Seharusnya tidak mungkin, 'kan?Berdasarkan sifat Tobi, pria itu tidak mungkin mengatakan pada Widia bahwa dirinya dicampakkan oleh ibu kandungnya sendiri. Namun, setelah mendengar kata-kata selanjutnya, sepertinya itu karena Widia merasa Yesa tidak memperlakukannya dengan baik selama ini. Oleh karena itu, Widia bisa menyalahkan dirinya.Meski Yesa merasa tidak senang, dia segera berkata, "Widia, kami memang nggak memperlakukanmu dengan baik sebelumnya, tapi bagaimanapun juga, kami adalah orang tuamu.""Orang tuaku?" Widia berkata dengan dingin, "Kamu kira aku nggak tahu apa-apa? Tobi sudah memberitahuku segalanya!"Setelah mendengar itu, wajah Yesa berubah drastis. Dia tidak menyangka Tobi akan mengatakan yang sebenarnya kepada Widia. Dia pun buru-buru berkata, "Ka ... kamu sudah tahu semuanya?""Jangan salahkan aku. Kami takut
Seiring berjalannya waktu, Negara Harlanda kini makin kuat dalam segala aspek. Termasuk teknologi, militer, dan lain sebagainya, meski menghadapi blokade gila-gilaan mereka.Mereka bahkan tidak peduli dengan kredibilitas negara, memberikan sanksi yang tidak masuk akal dan juga melanggar berbagai aturan seenaknya.Meski begitu, mereka tetap tidak bisa menghentikan perkembangan Negara Harlanda.Namun, saat ini Luniver tampak mengerutkan kening. Lantaran mereka mendapat kabar bahwa Tobi masih berada di Gunung Simeru dan belum turun. Jadi, mereka memikirkan cara untuk memaksa Negara Harlanda dan juga Tobi.Bagaimanapun, Negara Harlanda seharusnyanya tahu bahwa target mereka adalah Tobi. Selain itu, bocah itu sudah mulai memahami hukum langit dan bumi. Jika tidak menghabisinya sekarang, entah ancaman seperti apa yang akan mereka hadapi kelak.Walau Tobi masih tidak bisa menandinginya saat ini.Namun, dia baru saja menerima kabar. Katanya Tobi telah diam-diam meninggalkan Gunung Simeru. Tamp
Indira mengangguk. Dalam hatinya, dia diam-diam bertekad, apa pun yang terjadi, dia pasti akan melindungi satu-satunya harapan mereka ini. Tepat di saat ini, ponselnya berdering.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengangkatnya. Begitu mendengar apa yang disampaikan orang di seberang sana, wajahnya berubah drastis. Dia berkata dengan kaget, "Apa kamu bilang!"Dia sulit untuk percaya. Bukankah Vamil mengatakan mereka berdua akan membutuhkan waktu lama untuk pulih, jadi bagaimana bisa secepat ini?Dia kemudian menutup telepon dan berkata dengan ekspresi muram, "Entah sejak kapan, Luniver dan Hirawan telah menyelinap ke Negara Harlanda. Apalagi, Hirawan langsung membuat arena pertarungan di area terlarang.""Dia juga menyebarkan rumor bahwa seni bela diri Negara Harlanda diwarisi dari Negara Melandia. Apalagi, kekuatan kita jauh lebih rendah dibandingkan Negara Melandia. Mereka menganggap kita sebagai sampah. Dia bilang dia sendiri bisa dengan mudah menggulingkan semua master Negara Harlanda.
Ekspresi Widia juga berubah. Tindakan ibunya ini seketika membuatnya merasakan firasat buruk. Apa telah terjadi sesuatu?Benar saja. Setelah melirik mereka berdua, Tobi mengangkat tangannya dan menampar Yesa sambil berkata dengan dingin, "Apa kamu pantas dipanggil ibu?"Yesa tertegun sejenak. Ada rasa sakit yang membakar di pipinya.Herman juga tertegun. Namun, dia segera berkata dengan marah, "Tobi, apa yang kamu lakukan!"Plak!Lagi-lagi sebuah tamparan.Tobi berkata dengan dingin, "Kamu juga nggak jauh berbeda!"Herman juga tercengang. Yesa tampak marah. Namun melihat tatapan tajam Tobi, dia tidak berani melakukan apa pun. Dia hanya bertanya dengan hati-hati, "Tobi, apa yang kamu lakukan? Apa kamu masih marah dengan masalah yang terjadi terakhir kali? Itu semua salahku. Aku menyesali perbuatanku.""Sekarang kamu juga sudah menamparku. Kita anggap masalah ini berlalu, ya?"Herman juga marah, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya memandang Widia dan berkata dengan marah, "W
Saat ini, Yesa tampak mengumpat dengan kesal, "Widia itu nggak tahu berterima kasih. Dia malah nggak menghiraukan kita begitu saja.""Bukan hanya nggak menjawab panggilan teleponmu, dia bahkan nggak angkat teleponku. Sia-sia aku begitu peduli padanya."Herman yang mendengar hanya bisa memperlihatkan ekspresi tak berdaya. Saat teringat dengan apa yang telah dia dan istrinya lakukan selama ini, apa mungkin putrinya akan peduli dengan mereka lagi?Mengenai apa yang dikatakan Yesa tentang ingin membongkar kasus yang dilakukan Tobi, dia hanya berpura-pura saja. Karena dia tahu betul, begitu semua terekspos dan Negara Melandia mengejar mereka, sudah pasti mereka akan mati dengan mengenaskan.Yang paling penting lagi, belum tentu Tobi akan ditangkap. Sebaliknya, dia hanya akan menyinggung Widia.Sebenarnya, dalam hati Yesa, dia masih berharap Widia bisa berubah pikiran.Lagi pula, dia telah melakukan banyak hal yang lebih menjijikkan dan tidak tahu malu sebelumnya, bukankah Widia masih berula
Bukankah sudah tidak ada orang yang bisa mengancam mereka lagi? Apa telah terjadi sesuatu?"Widia, ada satu hal yang aku minta orang selidiki selama ini dan sekarang akhirnya hasilnya sudah ketemu," ucap Tobi perlahan."Masalah apa? Ada hubungannya denganku?""Ya, kamu harus persiapkan mentalmu.""Apa yang terjadi sebenarnya?""Ada hubungannya dengan asal-usulmu." Tobi khawatir Widia akan sulit menerima kenyataan ini."Apa!"Ekspresi Widia seketika berubah. Begitu mendengar perkataan Tobi, dia sepertinya sudah bisa menebaknya. Wajahnya memucat. Dia pun bertanya, "Jangan-jangan, aku bukan anak kandung Keluarga Lianto?""Bukan hanya nggak, tapi Yesa menculikmu dari tangan ibumu."Tobi akhirnya menceritakan masalah itu pada Widia.Apa!Wajah Widia bertambah pucat. Tubuhnya gemetar. Fakta dia bukan anak kandung ibunya saja sudah membuatnya sedih. Tak disangka, malah ada hal seperti ini lagi sekarang.Namun, dia sangat kuat dan tegar. Jika tidak, dia juga tidak mungkin bisa menjabat sebagai