Hal ini sempat membuat Widia ragu. Apa dia harus memberikan formula kepada ibunya?Tobi memang telah menyerahkan masalah formula kepada Widia. Wanita itu boleh mengambil keputusan sendiri. Namun, Widia sebenarnya memahami apa yang dipikirkan Tobi. Pria itu berharap dirinya tidak memberikan formula itu sekarang.Tobi lebih ingin dia menunggu sampai kebenaran terungkap.Melihat Widia masih terdiam dan sepertinya enggan, Yesa kembali melanjutkan. "Selain itu, Widia, kamu harusnya pikirkan baik-baik dan lebih perhatikan Keluarga Lianto lagi.""Bu, apa maksudmu?""Bukan apa-apa. Hanya tebakan kecil saja. Kita bilang Tobi saja. Dia memang sangat kuat dan punya pengaruh besar.""Tapi, formula kosmetik ada di tangannya sekarang dan dia enggan melepaskannya. Aku rasa dia sengaja melakukannya. Mungkin dia ingin mengekangmu.""Ini juga karena kamu nggak berada di perusahaan lagi sekarang. Kalau nggak, sekalipun kamu masih di perusahaan, dia juga nggak akan melepaskan formula itu begitu saja."Beg
Tanpa perlu menunggu lama, polisi kini sudah sampai di depan ruangan Yesa. Setelah mengetuk pintu dan masuk, mereka langsung menunjukkan identitas dan berkata, "Yesa Laksono, kamu dicurigai ...."Begitu mendengar apa yang dikatakan polisi, wajah Yesa berubah pucat. Tubuhnya juga gemetar.Ba ... bagaimana bisa begini?Mungkinkah putrinya menggugatnya dan meminta polisi menangkapnya?Kenapa putrinya bisa begitu kejam dan tidak tahu balas budi? Bisa-bisanya dia memperlakukan ibunya sendiri seperti ini?Saat ini, Yesa benar-benar panik. Tubuhnya terus gemetar tanpa henti.Jelas sekali, Yesa masih belum memahami jelas situasi yang dihadapinya. Dia bahkan belum pernah menjumpai kejadian seperti ini sebelumnya. Namun, hal itu wajar saja. Ini juga pertama kalinya operasi semacam itu diluncurkan sepenuhnya.Meski tidak diborgol, dibawa pergi di depan umum seperti ini tetap saja menimbulkan diskusi hangat dalam perusahaan. Tak butuh waktu lama, semua orang telah memahami alasannya.Pelaku yang m
"Tentu saja. Kapan pun boleh!""Bagaimana kalau aku langsung ke sana saja nanti?" kata Tobi."Baguslah. Kalau begitu, aku akan minta orang menyambutmu di sana," ucap Pak Cahyo dengan cepat."Oke!"Tobi menutup telepon dan bersiap pergi ke kantor polisi. Namun, tepat di saat itu juga, terdengar suara menawan dan manis di telinganya. "Tuan!"Ternyata Laurin!Suara itu bahkan membuat seorang pria yang lewat menoleh ke arahnya. Begitu melihat paras Laurin, pria itu jelas-jelas terkejut. Bahkan, tampak termenung dan langsung menabrak tiang telepon!"Kebetulan sekali. Aku baru mau menelepon Tuan Tobi." Wajah Laurin dipenuhi dengan senyuman. Seketika membuat penampilannya makin memesona.Walau baru saja membeli sebuah rumah besar dan meninggalkan sebuah kamar untuk Laurin, tetapi dia tidak menyimpan kunci rumah. Lantaran dia tahu rumah itu milik Tobi dan Widia."Ya, kenapa kamu mencariku?" tanya Tobi sambil berusaha menahan kegelisahan yang dia rasakan."Bukan apa-apa. Aku hanya merindukan Tu
"Ya, asalkan kita bergabung, ditambah dengan tiga utusan besar Sekte Suci. Yang mana satunya Guru Besar tingkat puncak, dan duanya lagi Guru Besar tingkat akhir. Sudah pasti nggak ada lawan yang bisa menandingi kita lagi," ucap Riki dengan antusias."Empat faksi besar, selain Sekte Bayangan yang agak berbahaya, yang lainnya nggak menakutkan sama sekali." Riko tampak bangga dan mendominasi."Benar, tapi aku khawatir ada orang luar yang ikut campur." Saat teringat dengan teror dari kedua orang itu, Riki masih ketakutan."Orang luar?""Maksudmu Harita atau Raja Naga Tua?" tanya Riko dengan datar."Ya, mereka berdua. Kekuatan mereka sungguh menakutkan sekali." Memikirkan kedua orang itu, mata Riki penuh ketakutan.Tidak ada yang tahu bahwa Raja Naga Tua jauh lebih hebat dari dugaan semua orang. Bahkan, dia mungkin tidak kalah kuatnya dengan Harita.Jika bukan karena pernah bertarung dengan Raja Naga Tua, mereka mungkin juga tidak akan mengetahui hal ini sama sekali."Nggak masalah. Sejauh
Namun, orangnya masih begitu mudah didekati dan tidak sombong sama sekali.Sebaliknya, Nyonya Tamara begitu arogan. Dia menganggap semua orang sebagai bawahannya. Dia suka memerintah dan selalu mengatakan segala macam ucapan yang tidak enak didengar.Nyonya Tamara begitu memandang rendah mereka. Namun, dia justru meminta bantuan mereka agar segera menangkap Tobi.Karena tidak segera menangkap Tobi, mereka langsung dibentak dan disindir habis-habisan. Bahkan, Tamara mengancam akan mencabut posisi atasan mereka.Untungnya, Pak Janu memiliki temperamen yang baik. Jika itu Faris, dia pasti akan balik memakinya.Selain dia, semua orang jelas tidak menyukai Nyonya Tamara dan benci dengan sifat mendominasinya.Hanya saja, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Siapa suruh dia nyonya dari Keluarga Bustan? Konon, saat pemimpin tinggi mereka bertemu Nyonya Tamara, mereka masih harus sopan dan hormat kepadanya.Melihat Faris berjalan begitu cepat, Tobi menggelengkan kepalanya dan berkata dengan nada
Tobi tertegun sejenak. Entah kenapa dia tidak mengerti apa yang dikatakan Tamara sama sekali. Apa otak wanita ini bermasalah?Faris juga terkejut. Dia diam-diam menahan senyum pahit. Jangan-jangan Nyonya Tamara salah paham? Namun, dia juga terlalu malas untuk menjelaskan. Dia hanya ingin membawa Tobi pergi secepatnya.Melihat ekspresi Tobi yang masih terlihat tenang, Nyonya Tamara mengira pria itu bodoh dan tidak tahu apa-apa. Tamara pun tersenyum sinis. "Dilihat dari tampangmu sekarang, tampaknya kamu masih belum tahu hidupmu akan berakhir seperti apa nantinya!""Kamu pikir hanya akan dikurung sebentar dan bisa keluar secepatnya? Jangan bermimpi! Begitu kamu dikurung, aku akan punya banyak cara untuk membuat hidupmu sengsara!"Tobi mengerutkan kening, lalu menoleh. Dia memandang Faris sambil bertanya dengan datar, "Pak Faris, kamu seorang polisi, 'kan?"Faris tertegun sejenak, kemudian buru-buru mengangguk. "Tentu saja!""Jadi, dia mengancamku di depanmu seperti ini, apa itu termasuk
Tobi terkekeh. Dia memasang ekspresi polos di wajahnya sambil berkata dengan tenang, "Dia mau memukulku, apa aku nggak boleh membela diri?""Benar!"Faris tidak tahan lagi dan langsung menimpali, "Tuan Tobi sepenuhnya membela diri."Pak Janu juga mengangguk. Pertanda dia setuju dengan pendapat Faris.'Faris, bocah ini, lumayan juga. Asalkan bekerja keras, kelak dia juga bisa dipromosikan.'"Kenapa jadi pembelaan diri? Lagian, aku nggak memukulnya."Nyonya Tamara tampak kesal. Apa dirinya ditampar cuma-cuma seperti itu? Bukankah bocah ini sudah ditangkap polisi? Kenapa dia masih berani menamparnya?"Tapi kamu sudah bersiap memukulnya dan hampir saja melukainya, jadi tindakannya bisa dianggap sebagai pembelaan diri sepenuhnya. Kalau tadi dia yang lebih dulu menyerang dan memukulmu, itu baru dia yang salah," terang Faris.Saat mendengar itu, Nyonya Tamara langsung berkata dengan marah, "Omong kosong. Hei, siapa namamu? Beraninya kamu memutarbalikkan fakta? Percaya nggak, aku bisa membuatm
Paginya, Tobi Yudistira terbangun.Merasakan sesuatu yang lembut di telapak tangannya, pria itu tidak kuasa meremasnya beberapa kali. Rasanya kenyal sekali.Ketika pria itu memalingkan wajahnya ke samping, terlihat seorang wanita cantik. Kulit wanita itu sangat halus dan lembut."Argh ...."Merasa seperti ada sesuatu yang mencubitnya, Widia Lianto langsung terbangun. Saat mendapati dirinya telanjang, dia berteriak dan mendorong pria itu menjauh.Wanita itu segera menarik selimut dengan satu tangannya dan melempar bantal dengan tangan yang satunya lagi."Dasar berengsek! Bajingan! Apa yang kamu lakukan kepadaku!""Sepertinya sudah kulakukan semuanya.""Kurang ajar! Dasar nggak tahu malu!" umpat Widia dengan geram sekaligus malu.Tobi merasa bersalah dan berkata, "Jangan bicara seperti itu. Lagian, tadi malam kamu yang berinisiatif duluan.""Ngawur, jelas-jelas ...."Widia ingin membantah, tetapi tidak jadi karena kejadian tadi malam tiba-tiba melintas di benaknya.Akibat menagih utang t