Yui berjalan bersama dengan Ernest, pria seusia dengan Rafael yang berprofesi sebagai tabib. Mereka berhenti di ruang kerja Alden, pria tua yang kini menatap Ernest dan Yui secara bergantian. Gerakan tangan Alden mempersilakan keduanya untuk duduk.“Kakek!” Yui mengeluarkan sesuatu dari tas penyimpanannya. Buah sebesar bola bekel dengan warna yang unik.“Buah ini!” baik Ernest maupun Alden terbelalak melihat buah yang ada di tangan Yui.“Dari mana kau mendapatkannya?” tanya mereka serempak.“Ayahanda, dia yang menumbuhkannya. Sesaat sebelum kami kembali ke dunia bawah, Ayahanda memintaku menunggu. Dia menumbuhkan sebuah tanaman dan inilah buahnya.” Yui menjelaskan bagaimana Yuichi memanggil tanaman dari bawah tanah. Perlahan tanaman itu tumbuh lalu berbunga hingga akhirnya menghasilkan buah dalam waktu yang sangat cepat.“Pantas saja kita tidak pernah tahu di mana mencari buah ini,” gumam Ernest meminjam buah yang ada di tangan Yui dan memperhatikannya dengan seksama.“Tunggu apa lagi
Yui memandangi Rafael yang terlihat begitu tenang dalam tidurnya. Wajahnya tidak terlihat kesakitan atau pun cemas, hanya tidur dalam damai. Kedua tangannya menelangkup di atas dada dengan sebuah boneka kayu berukir pola-pola rune rumit. Matanya tak henti ingin lebih lama melihat pria yang telah mencuri hatinya.“Jadi, apa yang akan membuat makhluk itu keluar tanpa paksaan?” tanya Alan. Dia melihat ada yang janggal dari cara pandang Yui kepada Rafael.“Namanya Yoru,” balas Yui mulai berbicara. Dia menyentuh boneka kayu yang ada di atas Rafael. “Pria itu, menyukaiku,” lanjut Yui yang kemudian menghela napas panjang berusaha mengatur ucapannya yang terasa bergetar. Ingatan akan serpihan Yoru yang menghilang di malam itu tetap menjadi kenangan pahit, meskipun dia tidak pernah mencintai pria itu, tetapi melihatnya menjadi serpihan tetap saja mengguncang jiwanya.Alan menyipitkan matanya, menatap perubahan ekspresi yang terlihat dari raut wajah gadis cantik di depannya. Ruangan itu hanya t
Kerajaan Cahaya sedang berbenah. Bangunan yang hancur segera diperbaiki. Dalam waktu seminggu sebagian besar kerusakan sudah mulai terlihat membaik. Satu bangunan yang belum juga selesai adalah Istana Mawar. Istana itu hancur lebur dan harus dibangun ulang dari awal.Hari ini persiapan penobatan raja yang baru sudah hampir selesai. Seorang pangeran yang akan menjadi raja sedang termenung melihat kesibukan para pelayan istana. dia memperhatikan kedua tangannya yang tidak terdapat luka sedikitpun.“Apa yang masih mengganjal, Pangeran?” Rosaline memberanikan diri bertanya melihat tunangannya yang tidak bersemangat sejak pagi.“Aku seperti kehilangan sentuhanku,” jawab Yuasa masih memperhatikan kedua tangannya kemudian mengepalkannya. “Ada yang hilang,” lanjut Yuasa.Rosaline masih berdiri di belakang sang pangeran sama seperti sebelumnya. Dia masih setia menjadi pengawal meskipun saat ini statusnya adalah tunangan sang pangeran.“Apa pangeran menyesal?” tanya Rosaline dengan nada lembut,
Benua Es, danau yang membeku terlihat mulai mencair seiring dengan perubahan suhu di benua itu. Istana yang pernah disebut dalam dongeng ternggelam di dasar danau. Seorang gadis dengan gaun biru muda dan mantel tebal terlihat sedang memainkan harpanya.“Kau sudah lebih mahir, Eirlys,” ucap Fey Varsha tersenyum dan mengusap punggung Eirlys. Wanita itu tersipu mendengar pujian dari ibundanya.Fey Varsha memandang ke atas, sebuah pelindung tebal seperti gelembung menutupi istana tersebut. Istana Es aman karena kekuatan Fey Varsha sang Ratu Es. “Lixue, bagaimana nasibnya?” gumam Fey Varsha teringat kepada anak laki-lakinya. Mereka berdua baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Sejak istana mereka tenggelam, mereka juga ikut tertidur. Keduanya terbangun karena melodi harpa.“Ibunda!” seru Eirlys yang melihat ada makhluk lain yang berhasil menerobos perlindungan mereka. Makhluk itu kecil dan seperti kunang-kunang.“Itu spirit alam, Eirlys,” balas Fey mengulurkan tangannya dan makhluk kec
“Yui saljunya terlalu tebal dan ada yang aneh dengan salju ini.” Yuan menyentuh salju di atas ladang pertanian. Salju yang berbeda dari salju pada umumnya. Tanaman di bawah salju tidak mengalami kerusakan. Namun, sesuatu yang lebih mengerikan justru masuk ke dalam akar-akar tanaman. Yuan menggigit bibir bawahnya, dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika tanaman ini termakan?“Ada apa Yuan?” tanya Yui yang mengeratkan kedua tangannya ke tubuhnya. Salju di tempat ini terlalu dingin. Gadis itu bertanya dengan gigi gemeretak menahan dinginnya cuaca hari ini.“Yui, kau kedinginan!” Yuan melepaskan baju luarnya, pakaian pangeran berlapis-lapis berbeda dengan gaun yang dipakai Yui yang hanya selembar tipis kain lembut yang sering disebut sutera. Dia memakaikan jas yang baru saja dia lepas untuk kembarannya.“Terima kasih, ini lumayan, bagaimana denganmu?” Yui merasa lebih hangat meskipun masih terasa dingin. Dia mengeratkan kembali kedua tengannya supaya lebih hangat.“Masih ada rompi, kur
Yui hanya bisa menghela napasnya. Dia mengerti maksud kembarannya tanpa perlu kata. Gadis itu mengulurkan satu tangannya ke depan. Cahaya jingga lingkaran sihir terbentuk, semakin lama semakin besar hingga muncul makhluk menakjubkan yang membuat semua mata terpana.“Itu burung api!” seru warga desa yang melihat seekor burung dengan seluruh tubuh bagai api yang menyala-nyala. Makhluk itu terbang dan terdengar suara melengking dari makhluk itu. Suara burung yang luar biasa kencang namun terdengar nyaring.“Suzaku! Bersihkan salju!” perintah Yui dan burung api itu kembali mengeluarkan lengkingan suara merdu. Salju meleleh saat burung api ini melewati ladang-ladang di Pertanian Kecil. Mereka bisa melihat pucuk-pucuk hijau tanaman yang siap panen.Yuan bersiap di tempatnya. Dia mulai membuat lingkaran sihir di atas tanaman yang sudah tidak lagi memiliki salju di atasnya. Dia bisa saja membersihkan salju, tetapi hal itu akan menguras tenaganya lebih cepat. Pemurnian dilakukan, semua warga b
Gadis yang menurut Yuan bernama Eirlys tiba-tiba menatap Yuan seakan-akan dia melihat keberadaanya. Dia meninggalkan Lixue dan berjalan ke arah Yuan.“Siapa namamu?” tanya gadis itu.“Yuan,” jawab Yuan masih terpana melihat gadis yang ada di depannya. Mata biru shafire yang terlihat begitu indah seakan dia tenggelam ke dalam lautan biru itu.“Yuan.” Gadis itu tersenyum lembut dan memanggil namanya.“Yuan!” samar-samar suara gadis itu berubah. Suara yang terasa menyiksa telinganya hingga dia terpaksa mengerjap beberapa kali dan membuka matanya.“Yui! Suaramu menghancurkan mimpiku!” teriak Yuan melemparkan bantal ke arah Yui yang berdiri berkacak pinggang dan menghindari bantal yang dilempar Yuan dengan sempurna.“Ganti bajumu dan kita berangkat sekarang!” titah Yui tanpa ada jeda sedikit pun untuk Yuan membantah.Yuan hanya bisa pasrah dan melangkah turun dari tempat tidur dengan malas. Dia manarik setelan baju ganti yang sudah disiapkan, membawanya ke kamar mandi dan berencana langsun
Sesuai permintaan, mereka memberikan sebuah kamar paling ujung di gedung ibukota. Sebuah kamar dengan taman di depannya. Tempat itu tertutup dari luar sehingga cocok untuk persiapan mengumpulkan para spirit. “Aku tidak mau lagi mengenakan pakaian ini!” seru Yuan melepas syal yang menghias rambutnya dan membiarkan rambut hitam panjang itu tergerai bebas. Yui berkacak pinggang di depan Yuan yang sudah merajuk. “Sabarlah, hanya dua hari lagi dan kita bisa pergi dari sini. Kau mau menjadi pusat perhatian lalu mengundang pasukan kerajaan? Kita hanya bertiga dengan Kak Xavier, apa kau pikir bisa menghadapi ratusan pasukan kerajaan?” Yui membeberkan semua alasan kenapa Yuan tetap harus berpenampilan sebagai perempuan. “Baik, hanya dua hari,” balas Yuan dengan wajah ditekuk dan terlihat tidak nyaman dengan gaun yang dia kenakan. Tidak ada jamuan untuk kedatangan Yui dan Yuan meskipun begitu pemimpin pasukan kerajaan mengunjungi kediaman walikota. Dia mencurigai kabar adanya anak kembar yan
Yuasa dengan telaten memisahkan racun dari aliran darah Yui. Tidak seperti luka fisik yang bisa dengan mudah disembuhkan. Racun duri tanaman rambat ini telah menyusup ke dalam inti kehidupan Yui, bercampur dalam setiap nadinya. Dengan kemampuannya yang bagai mata air jernih, Yuasa menyelami setiap aliran darah Yui, memisahkan racun yang mengancam jiwa. Waktu merayap perlahan, detik demi detik terasa bagai siksaan bagi mereka yang menunggu.Rafael mondar-mandir bagai singa yang terkurung dalam sangkar, hatinya dipenuhi kecemasan yang menggerogoti. Penjelasan Rosaline bagai angin lalu, tak mampu meredakan badai keraguan dalam dirinya. Ia masih meragukan kemampuan Yuasa, meskipun secerca harapan telah menyala kembali. Sesekali, ia melirik Yui yang terbaring lemah, wajahnya pucat pasi bagai rembulan yang tertutup awan.“Paman, percayalah pada Kakak,” ucap Yuan, suaranya lembut namun penuh keyakinan. Meskipun Yuan masih belum yakin, dia percaya dengan instingnya. Aura Yuasa berbeda dari bi
Yuasa dengan hati-hati mengeluarkan kunci rune, ukiran kuno yang berdenyut dengan energi mistis, dan mengarahkannya ke ruang kosong di depannya. Udara berdesir dan bergelombang, seperti kain sutra yang ditiup angin, membentuk pusaran energi yang semakin lama semakin pekat. Gerbang dimensi ke dunia bawah, sebuah portal yang menghubungkan dunia kristal dengan alam kegelapan mulai terbuka. Aurum, dengan wujud manusianya yang gagah, berdiri di samping Yuasa, siap untuk melangkah melintasi gerbang dimensi. Sementara itu, Rosaline dengan cekatan menciptakan lapisan-lapisan barrier pelindung di sekitar Yuasa. Tangannya bergerak lincah, menenun barrier pelindung yang tampak seperti kubah transparan dengan rona kemerahan, melindungi Yuasa dari bahaya yang mungkin mengintai.“Cukup Rosaline,” ucap Yuasa dengan lembut. Dia menyentuh tangan Rosaline untuk menghentikan pekerjaannya. “Ini gerbang dimensi, bukan celah dimensi. Kita sudah pernah memasukinya, meskipun ada tekanan, tetapi barrier yan
Rasa syukur dan kekaguman memancar dari wajah-wajah mereka yang telah disembuhkan Yuasa. Mereka menatap sang raja dengan tatapan penuh hormat, seolah melihat dewa yang turun dari langit. Para tabib dan tenaga medis pun tercengang, kekuatan ajaib Yuasa telah melampaui batas pengetahuan mereka, membuka cakrawala baru dalam dunia pengobatan.“Rosaline tidak perlu memapahku, aku tidak apa-apa,” ucap lembut Yuasa melepaskan tangan Rosaline yang mencoba membantunya berjalan. Dia sedikit tidak nyaman dengan penilaian berlebih dari orang-orang di sekitarnya. “Mulai sekarang kau tidak bisa lagi mengenakan gaun, aku akan selalu memerlukanmu untuk menjadi pelindungku.”Rosaline tersenyum, sebuah senyuman yang mengisyaratkan kesetiaan dan kebahagiaan. Ia tidak lagi memapahYuasa, tetapi melingkarkan tangannya dengan mesra di lengan sang raja. “Tidak masalah, Yang Mulia,” jawab Rosaline riang. “Saya akan senang bisa menjadi pengawal Anda lagi.” Balai Pengobatan kini dipenuhi oleh lautan manusia ya
Langkah kaki Yuasa, sang raja, memasuki Balai Pengobatan dengan tegap, seolah lantai marmer pun tunduk di bawahnya.. Semua mata di balai itu, yang tadinya sibuk dengan hiruk pikuk kepanikan dan kesedihan, serempak beralih padanya. Sejenak, waktu seakan berhenti, lalu kembali berdetak. kehidupan di balai kembali berdenyut. Mereka kembali menjalankan aktivitas, mungkin menduga sang raja hanya datang untuk menyampaikan belasungkawa, sebuah tindakan diplomatis yang biasa dilakukan para petinggi kerajaan. Tak ada sorak-sorai, tak ada sambutan meriah, hanya tatapan kosong dan bisu yang menyambut kedatangannya, seolah hati mereka telah membeku, tertutup bagi raja mereka.“Siapa penanggung jawab Balai Pengobatan?” tanya Yuasa, suaranya bergema bagai dentang lonceng di tengah keheningan.Segera seseorang dengan tubuh ramping dan wajah dipenuhi peluh berlari dan membungkuk dalam-dalam di hadapan Yuasa. “Sa … saya, Yang Mulia,” jawab pria tersebut dengan suara bergetar karena takut.“Pisahkan ko
Aurum terbang membelah langit menuju Balai Pengobatan. Gedung itu menggeliat dipenuhi sesak manusia hingga ke serambi dan selasar. Pasien terlalu banyak sementara tenaga medis tidak sesuai jumlahnya. Aroma darah anyir menyeruak di udara, bercampur dengan bau obat-obatan yang menusuk hidung. Di mana-mana, terlihat para penyembuh sibuk membalut luka-luka menganga, bak sayatan pedang tak kasat mata, yang diderita para korban akibat munculnya celah dimensi.“Yang Mulia?” Rosaline menyentuh lengan Yuasa, wajahnya dibayangi kecemasan saat melihat wajah pucat sang Raja. Dia tahu betul pemuda yang dicintainya itu memiliki hati selembut sutra. Melihat rakyatnya terluka parah, hatinya pasti tercabik-cabik, remuk redam bagai dihantam palu godam. “Yang Mulia, Anda harus kuat.”“Rosaline, andai saja,” ucap Yuasa tercekat, tertahan di ujung kerongkongan bagai duri yang menusuk. Kedua tangannya bergetar hebat, menahan gejolak rasa tidak berdaya yang menyesakkan dada. Kehilangan kemampuan penyembuhny
Ibukota Kerajaan Cahaya.Langit bagaikan terbelah, suara retakan terdengar bagaikan suara gaung raksasa. Semua mata menyaksikan bagaimana celah dimensi perlahan-lahan terbuka semakin besar.“Demi dewa, apa yang terjadi?”“Langit! Langit terbelah!”Jeritan panik bercampur dengan hirul pikuk langkah kaki yang kalang kabut. Retakan tersebut perlahan mencapai tanah, seakan membelah langit hingga ke tanahi. Kepanikan melihat fenomena tidak biasa itu terjadi, Ibukota Kerajaan Cahaya yang ramai kini menjadi sepi seketika.Di dalam istana, Raja Yuasa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Kabar tentang retakan dimensi terdengar ke telinganya, membawa angin dingin yang menusuk tulang.“Kerahkan pasukan, lindungi rakyatku!” titah sang raja suaranya bergema di aula istana. Yuasa berjalan keluar dan melihat dari dalam istana, langit terbelah dengan ratakan besar. “Celah dimensi,” gumamnya, hatinya dipenuhi firasat buruk.Seekor naga dengan sisik keemasan mendarat di halaman ist
Langit sudah gelap saat Yuan mencapai batas terluar wilayah Blackdragon. Tenaganya bagai lilin yang hampir padam, nyaris tak tersisai. Sepasang sayap yang selama ini membawanya terbang kini lenyap tanpa jejak, begitu pula dengan tanduk hitam di kepalanya yang menghilang bagai ditelan bumi. Kegelapan menelan kesadaran Yuan. Dia jatuh bebas dari ketinggian, meluncur bagai batu yang terlempar dari langit, ditarik paksa oleh cengkraman gravitasi. Suara dentuman keras terdengar, tubuh Yuan dan Yui menghantam tanah di pinggir hutan perbatasan Blackdragon. Mereka berguling-guling beberapa kali sebelum terhenti tak jauh dari sebuah desa kecil. Keduanya terkapar tak berdaya, tubuh mereka dihiasi luka-luka yang menganga. Seorang kakek tua yang sedang mencari kayu bakar, dikejutkan oleh pemandangan dua remaja yang terbaring tak sadarkan diri di pinggir hutan. Dengan langkah gontai, ia memeriksa mereka, memeriksa denyut nadi keduanya dengan hati-hati. “Mereka masih hidup!”. Kakek itu berlari ke
Seiryu hitam menyadari kedatangan Yui. Asap dan debu tidak mengganngunya sedikitpun. Seiryu hitam dengan kegesitannya yang mengerikan menyambar Yui dengan ekornya. Tubuh Yui terpental bagai boneka kain, menghantam dinding aula istana dengan dentuman keras. “Yui!” teriak Yuan, jantungnya mencelos menyaksikan kembarannya terkapar tak berdaya. Dalam kepanikan, Yuan lengah. Cakar Seiryu menembus tubuhnya, meninggalkan luka menganga yang meneteskan darah. Tubuh ramping Yuan terlempar ke samping Yui, meringkuk kesakitan. Leiz, dengan kesombongannya yang memuakkan, berjalan mendekati kedua anak kembar tersebut. Dia menendang tubuh Yuan yang penuh luka-luka dengan kasar. “Ternyata mudah menghancurkan kalian,” ucap Leiz dengan nada penuh ejekan, “Terima kasih sudah menghilangkan pelindung tongkat kristalku!”Leiz merampas tongkat kristal dari tangan Yuan. Dia mengumpulkan kekuatan untuk membuka kembali celah dimensi. Dia menyimpan Seiryu dan Byakko hitam, yakin bahwa kedua anak kembar itu t
Yuan tidak tinggal diam melihat Yui kesakitan. Dia memanggil pedang es abadi dan menebas tanaman rambat tersebut. Aula istana menjadi dingin sedingin kutub.“Yui, kau tidak apa-apa?” tanya Yuan dengan cemas, suaranya bergetar.Darah terlihat mengalir dari luka di kaki Yui, meninggalkan jejak merah di lantai aula yang dingin. “Tidak apa-apa,” ucap Yui dengan suara tertahan,”Cepat pergi! Selamatkan dirimu!”Leiz yang gagal menghentikan Yui murka. Dia kembali memanggil kekuatan Seiryu hitam. Makhluk itu muncul dengan mengerikan, sisiknya sehitam malam, matanya menyala-nyala bagaikan bara api, menebarkan aura kekuatan yang menggetarkan aula.“Kalian pikir bisa kabur dariku!” Suara Leiz bergema di seluruh ruangan.Dengan gerakan tangan yang cepat, Leiz, yang mengenakan baju kebesaran seorang raja menutup semua pintu keluar dengan tanaman rambat berduri. Tidak ada lagi celah untuk mereka kabur saat ini.“Yuan, kau harus pergi dari sini, bawa kristalnya!” seru Yui memaksakan diri berdiri. Ia