Share

Harap-harap Cemas

Penulis: Purwa ningsih
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-09 19:00:40

Seminggu sejak kejadian memalukan itu, Naya siap-siap mau berangkat kerja malam. Hari ini Naya bekerja di jam malam. Bersiap dengan memakai jaket dan mengambil tas juga flatshoes. Naya membuka pintu tinggi dan kokoh itu berjalan dengan pelan menuruni tangga. Terlihat mereka sedang berkumpul dan sedang mengobrol, mungkin saja soal perusahaannya. Tidak seperti Naya harus kedinginan menyongsong pergantian malam gelap bersama rintik-rintik gerimis, bersama udara malam menelisik kulit.

"Nay."

Naya tersenyum dan berhenti dan menatap dua lelaki beda usia itu.

"Mau kemana?" tanya Papa Danuarta menatapnya curiga.

"Emm, saya masuk malam. Pa."

Sekilas Naya menatap suaminya yang tak menghiraukan Naya, ia melihat ke arah lain.

"Oh, masuk malam."

Naya hanya mengangguk.

"Kalau begitu diantar sama, Pak Edi saja."

Naya menggeleng, "tidak, Pa. Biar saya naik motor saja. Permisi."

"Ini sudah malam, Nay. Ngak bagus naik motor sendiri. Biar Raja yang antar."

Raja menegakkan wajah. Bukan membalas perkataan sang Ayah, tapi pandangan Raja langsung mengarah pada Naya.

Naya memalingkan muka. Naya tak sanggup melawan tatapan yang menyorot tajam itu. Kepala Naya mendadak berdenyut. Ada hancur dan sakit yang sulit untuk dijelaskan.

"Ngak usah saya sudah biasa. Pa. Saya pamit. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati, Nay."

"Iya, Pa."

Naya berjalan menuju teras depan mengambil motorku, namun Pak Edi mendekatilalu menahannya.

"Non, biar saya yang antar."

"Tak usah, Pak."

"Non. Jika saya tak mengantar Non Naya. Tuan Raja berpesan akan memecat saya."

Naya menggeleng pelan. "Baiklah."

Mobil akhirnya melaju di jalanan dengan kecepatan sedang. Tak ada yang berniat membuka suara sampai akhirnya kami tiba di tempat rumah sakit. Naya segera turun setelah itu mobil kembali melaju meninggalkan Naya. Pandangan Tari terpaku sejenak saat melihat Naya di hadapan. Senyum semringah terus terlukis indah di bibirnya.

"Wah, siapa yang antar? Mobilnya bagus sekelas dengan mobil, Dokter Galih?"

"Tau ah."

"Nay."

"Hm?"

Dia memberi jeda. Dari ujung mata, Naya bisa melihat dia terus memandangnya. Menuntut penjelasan darinya.

"Kenapa, Tari?"

"Apa ada yang kau tutupi dariku?" tanyanya menghalangi langkah Naya.

Spontan Naya menoleh menatap sahabat yang selalu ada untuknya itu sejak bekerja di rumah sakit mereka selalu bersama. Segera Naya berhenti dan duduk di salah satu kursi dekat parkiran mobil.

"Sini duduk dulu."

Naya menggeser posisi duduk setengah menghadapnya. Setelah lama menunggu, kalimat itu terucap juga dari lisan Naya juga. Naya menceritakan semuanya pada sahabatnya itu.

Tari menggeleng samar diiringi air mata yang terus meluncur turun ke pipi. Dia menangis tanpa suara. "Astaghfirullah, ini serius?"

Naya menatapnya dalam. Dia dengan cepat memeluk tubuhku. Aku tak boleh menangis karena kurasa aku harus kuat.

Tari sontak menegakkan wajah. "Itu berarti kamu menderita selama ini?"

Naya mendesis malas lalu menaikkan bahu.

"Kau terlalu baik untuk diperlakukan seperti ini, Nay. Bahkan aku sempat ragu karena kebaikan Dokter Galih, ia tak akan meninggalkanmu. Tapi lepas dari lelaki baik itu malah kau masuk ke kandang srigala."

Rahang Naya mengeras tangannya terkepal erat. "Lebih tepatnya penjara."

Diraihnya tangan Naya lalu digenggam erat. "

"Kenapa begini? Kenapa kau selalu menderita, Nay."

Tari memeluk Naya.

"Sudah ya. Kamu harus semangat."

"Ya."

Suara Tari serak. Wajahnya menyiratkan luka. Luka yang sama juga terpancar dari wajahnya. Kemudian ia menggenggam tangan Naya tanpa mengucap kata. Lalu kami segera beranjak dan melangkah ke dalam karena jam kerja telah mulai.

***

Selesai pulang kerja aku di antar Pak Edi ke rumah Naya, membawakan dua kantong plastik besar, berbagai makanan juga buah. Udara dingin pagipun menghangat, Naya mengira inilah awal matahari kehidupannya bersinar terang benderang. Daren menyambut Naya dwngan senyuman.

"Banyak banget, Mbak. Ini bisa buat makanan kita satu bulan lo."

Naya tersenyum, "tak apa, hari ini aku gajian, kok."

"Masuk yuk."

Mak Tini membawakan Naya secangkir teh manis, juga nasi pecel buatannya yang selalu enak menurut Naya.

"Makanlah, Nak."

"Makasih, Mak."

"Bagaimana, kamu sudah sehat."

"Alhamdulillah, kata Dokter Angga saat aku cek kemarin. Katanya sudah sehat."

"Syukurlah, tapi jangan kecapekan."

"Tapi aku bosen. Pingin jualan lagi."

"Enggak boleh. Tunggu beberapa bulan lagi baru boleh."

Daren tertawa gembira. "Oya? Bagaimana kabar, Dokter Galih?"

Naya menunduk lalu kembali mendongak, tak mungkin Naya menutupinya. "Ya seperti dugaan kamu dulu. Bahwa kita beda kasta."

Daren mendekar mengelus kepalanya lembut. Dia lantas mengecup puncak kepala pelan. "Sabar, Mbak."

"Iya."

Hari itu berjalan sempurna. Akhirnya Naya pamit pulang, dengan alasan bekerja. Dan memberikan Daren uang untuk pegangan. Juga Mak Tini untuk kebutuhan sehari-hari.

***

Naya terkejut baru saja dua langkah, Naya melihat dokter Wahyu berada di rumah itu ada apa? Siapa yang sakit?

"Nay kamu disini?"

"Eh, iya Dokter. Mau bertemu dengan Hani." Bohong ku.

"Oh."

"Siapa yang sakit, Dok?"

"Rio, dia lambungnya kambuh, sepertinya akhir-akhir ini dia jarang tidur dan lupa makan."

Oh bisa juga lelaki dingin itu sakit. "Bahaya enggak, Dok?"

"Sudah agak parah sih. Saranku sih harus tidur yang cukup. Dan Tuan Danu berpesan agar kamu yang akan merawatnya, obat juga impusnya jangan lupa ya."

Naya mengangguk mengiyakan.

"Baiklah aku pulang ya, Naya." Sementara sebelah tangan lelaki itu menepuk pundak Naya. Kemudian dokter Wahyu berjalan keluar.

"Baik, dok. Hati-hati."

"Ya."

Naya menggeleng pelan. Dan berjalan kembali menaiki tangga, sesaat ada seseorang yang menaggilku.

"Nay."

Naya mengernyit samar. Ada yang aneh dengan perubahan mimik wajah Mama meetuanya. Wanita itu mendadak terdiam dengan tatap entah ke arah Naya. Dari sini, bisa terlihat tangannya tiba-tiba bergetar.

"Mama, kenapa?" Naya bertanya cemas.

"Kondisi Raja sangat lemah, Nay."

Naya memeluk Mamanya.

"Istirahat lah dulu, nanti siang tolong jaga Raja ya, Nak."

Naya mengangguk. "Baiklah, Ma."

Rasanya nyaman setelah istirahat tertidur beberapa jam. Setelah Naya mandi ada suara masuk dari balik pintu. "Makan siang, Non."

"Iya, Mbak."

"Non, tadi pagi, Tuan Raja pingsan, lo."

"Kenapa, Mbak?" tanyaku balik.

"Entahlah, Non. Kulihat setiap malam, Tuan tak pernah tidur. Saat malam sekitar jam setengah tiga aku bangun mengantar Bibi Darti ke ruangan belakang. Saya melihat, Beliau ada di balkon kamarnya, Non."

"Maksudnya kamar, Tuan dan Nyonya Hani?"

"Em sepertinya kamar, Tuan sendiri, Non."

Astaga ada apa ini? Apa hubungan Hani dan Raha baik-baik saja?"

"Baiklah, siapkan makanan untuk, Tuan biar aku yang bawakan, Mbak."

"Baik, Non. Saya permisi."

Selesai makan Naya dan Bi Darti masuk ke ruangan kamar besar milik Raja. Sampai di sana terlihat pucat. Sementara lelaki itu terdiam di tempatnya menatap Naya sekilas. Dia masih tampak syok atas apa yang terlihat dan terjadi di hadapannya mungkin karena melihat Naya kemudian dia perlahan memalingkan wajahnya.

Ruangan bersuhu dingin itu tiba-tiba berubah memanas.

"Ikuti apa kata, Nay. Agar kau cepat pulih." Suara Mamanya dari belakang.

Raja terdiam.

"Mama harus pergi, tolong jaga, Raja ya. Pastikan ia minum obatnya."

"Iya, Ma."

Sekali lagi lelaki itu terdiam menatap Mamanya pergi, beberapa saat kami saling beradu tatap nyaris ia tak berkedip menatapku. Hingga akhirnya ia mulai bertanya.

"Minumlah obatnya, Tuan." Naya mengambilkan beberapa butir pil ke atas telapak tangannya dan mengambilkan air mineral dalam gelas.

"Kenapa harus minum obat?"

"Biar Anda cepat pulih, Tuan."

Raja hanya diam, mungkin mengiyakan. Ia lalu meminum obatnya lalu kembali berbaring. Matanya terpejam entah mungkin karena obat sudah beraksi. Naya menatap wajah polosnya perasaan aneh apa ini, kutekan dalam-dalam dadaku hingga terasa sesak. Naya menutupi tubuhnya dengan selimut sampai ke dada. Dan membersihkan bekas makanan juga bekas sampah obat tadi. Bibi masuk dan mengambil makanan yang hanya berkurang separuh saja.

"Jangan pergi," cegahnya, dengan mata terpejam

Naya duduk canggung di sofa. Ternyata semua tak sesulit yang Naya bayangkan, mengingat ini untuk kali pertama ia berbicara baik pada Naya. Naya bangkit memeriksa suhu badannya yang sudah tak demam lagi, dan menganti infus yang telah habis. Ia hanya diam dan sesekali menatap Naya penuh tanya.

"Sampai kapan impusnya dilepas?"

Lelaki itu memandang saat Naya terdiam. "Sampai Anda benar-benar sehat, Tuan."

Lelaki itu mengangguk. Tanpa ada pertanyaan lagi.

"Saya permisi, Tuan."

Raja terdiam hanya menatap punggung Naya yang makin menghilang.

Bab terkait

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Tak Diinginkan

    Tak seorang pun wanita di dunia ini menginginkan status menjadi istri kedua ataupun wanita kedua dalam hidupnya. Sayang, Naya tak diberi pilihan. Entah karena alasan ingin terlihat seperti lelaki tangguh, atau hanya menginginkan si wanita kedua menjadi simpanannya saja bahkan hanya karena nafsu semata. Namun berbeda dengan poligami yang Naya alami. Semua itu karena permintaan sang istri agar bisa istri kedua mengandung seorang bayi yang tak mereka dapatkan selama bertahun-tahun di pernikahan. Tak pernah mereka pikirkan soal hati Naya yang hancur, entah karena alasan apa. Dari situlah awal mula Naya hidup terlunta-lunta diantara pernikahan mereka. Jujur, ada rasa rindu pulang ke rumah. Harapan Naya saat itu suatu hari ingin mendapatkan seorang suami yang hanya miliknya seutuhnya, lalu mereka tinggal di rumah dan mempunyai banyak anak. Dalam hati Naya sempat berjanji akan setia. Juga tak akan menjadi perusak hubungan suami orang. Naya ingin marah, tapi tak tahu pada siapa. Jadi saat

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-09
  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Mengulangi Lagi

    Setelah selesai bekerja, Naya berjalan bersama ana dan Tari mereka bertiga berjalan ke arah parkir, ternyata disana Pak Edi sudah menungguku. "Tuh supir jemput kamu, Nay?" tanya Tari. "Hu um.""Wah sejak kapan kamu jadi tajir, Nay?" Sahut Ana. "Gak kebetulan itu sopir saudara aku, Ana.""Oh. Nay, Tar aku duluan, ya. Suamiku sudah jemput.""Iya hati-hati, An." "Siap."Tari dan Naya melambaikan tangan. "Enggak jadi nih main ke rumah aku, Nay. Padahal Mama kangen lo katanya sama kamu.""Titip salam saja dulu ya.""Oke deh. Terus kamu mau ngapain."Naya tersenyum. "Aku mau puas-puasin tidur seharian mumpung libur besok. Capek aku.""Ya deh. Aku duluan ya."Naya mengangguk mengiyakan, dan melangkah menemui Pak Edi. Ia membukakan pintu lalu Naya masuk. Sesaat mobil meninggalkan rumah sakit menuju rumah penjara itu lagi."Pak, harusnya enggak usah jemput, saya bisa pulang dengan taksi. Kasihan Mama jika mau pergi.""Tapi, Tuan Raja menyuruh saya buat jemput, Non Nay."Naya kehilangan ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-13
  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Rindu Tak Berujung

    Naya berlari ke kamar lalu dengan cepat ia menutup pintu. Tubuhnya gemetar ia kesal dengan ulah laki-laki itu. Namun suara ponsel berdering membuat Naya tersentak kaget. Sepertinya nomor baru Naya enggan menjawabnya. Namun beberapa saat suara getaran itu kembali terdengar dari ponselnya lagi. "Nay, kumohon izinkan aku menemuimu sekali saja. Aku mau menyampaikan sesuatu. Aku ingin menjelaskan semuanya sama kamu. Bisa kita ketemu?" tulisnya dalam sebuah chat. Menjelaskan apa? Menjelaskan bahwa dia akan menikah? Semuanya sudah selesai. Naya tak akan bermain api jika tidak pekerjaan yang sangat Naya sukai akan dipertatuhkan, jika sampai dokter Seruni melihat pertemuan kami nanti. Setelahnya Naya memilih meletakkan ponsel ke atas nakas dan berbaring.Naya masih takut ia berharap sore hari nanti semua kesakitan itu akan menghilang. Entah apa rencana Tuhan, tapi begitulah hidup yang bisa terjadi kapan pun Tuhan mau. Meski jujur hatinya masih belum bisa melupa saat-saat bersama Galih kekas

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-01
  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Menyakitkan

    Naya berjalan tergesa. Ketika ia mau masuk melihat seseorang yang tengah berdiri di beranda rumah. Ternyata Satpam. "Baru pulang, Non?" tanyanya seraya membukanya pintu gerbang. "Iya, Pak."Naya berjalan masuk, membuka pintu rumah terlihat sepi. Tanpa sadar Naya menggeleng membayangkan reaksi Raja tadi pagi. "Non.""Mbak Nur, ngapain sih disitu kaget tahu." Jelas Naya kaget saat melihatnya tiba-tiba mendekati. "Eh itu, Tuan Raja gak mau makan juga minum obat, Non.""Mirip anak kecil saja, sih. Dimana Non Hani?" tanya Naya. "Pergi sama, Nyonya. Non."Naya menyuruhnya membawakan belanjaannya. Naya langsung berjalan ke arah kamar Raja ditemani Darti. Saat mereka masuk laki-laki itu duduk di depan leptopnya. "Permisi, Tuan."Laki-laki itu tak menghiraukan. "Tuan." Panggil Naya lagi. "Aku ngak mau makan!" Naya memalingkan wajah. "Tapi, Tuan harus minum obat.""Ngak mau."Naya dan Bibi saling tatap. "Gini deh kita makan martabak ini ya sama-sama, Tuan? Biasanya sih saya habiskan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-04
  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Demam

    Pagi selesai Naya mandi, ia tak tahu apa yang harus Naya lakukan. Semua dikerjakan sang asisten rimah tangga. Bahkan semua baju Naya sudah rapi dalam almari plus dengan setrikaan licin. Naya bangkit akan ke luar kamar. Namun keduluan Mbak Nur yang datang. "Pagi, Non." Naya tersentak. "Eh, Mbak Nur.""Malah melamun. Ini sarapan paginya, Non." Naya tersenyum. Mendekati Mbak Nur dan memeriksa sarapan Naya cepat-cepat menyelesaikan makan, setelah itu Naya ikut ke dapur membantu Mbak Nur membereskan piring kotor. "Mbak berapa lama kerja disini?" tanya Naya. "Sudah lama, Non. Sejak lima tahun terakhir."Naya mengangguk tanpa menjawab apa pun."Kenapa, Non?""Memangnya, Non Hani sama Tuan Raja tidurnya pisahan?" tanya Naya canggung, tapi Naya penasaran sekali. Terlihat Mbak Nur menghela napas. "Em, tidak kok Non.""Mbak Nur.""Iya, Non.""Bisa-bisanya aku tanya malah mengalihkan pertanyaan, gimana sih.""Itu, Non. Aduh gimana jelasinnya, ya."Naya menggeleng pelan. "Ya tinggal jawab sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Mungkin Cemas

    Naya kembali melangkah, masuk ke dalam kamar lalu mengambil tas juga flatshoes dan akan menemui Daren. Karena hanya dia yang bisa menenangkan hatinya saat ini. Sungguh banyak permasalahan hidup yang menghadirkan kesedihan. Namun iman mengajarkan bahwa perjalanan hidup tak akan sepi dari ujian dan cobaan. Naya kadang hanya bisa melihat orang terlihat bahagia padahal dalam jiwanya menyimpan duka derita. Bayangkan saja rumah sebesar itu tak bisa mendapatkan kebahagiaan, di rumah besar itu tak ada suara tangis bayi, juga tawa anak kecil. Miris sekali. Naya juga melihat seseorang penuh tawa bahagia tak pernah tahu bahwa hatinya menyimpan gurat luka. Semoga Naya bisa kuat berada disini. Naya berjalan ke arah luar saat Naya mau mengambil motornya namun tak ada. Kemana perginya motor Naya."Apa sepeda motorku kesayanganku itu hilang? Atau kemana ya.""Non, cari apa?""Mang, sepeda motorku ke mana ya? Kok ngak ada sih?"Mamang tersenyum seraya megaruk rambutnya yang tidak gatal. "Emm itu, Non

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Hanya Upik Abu

    Naya mengguyur tubuh rasanya sangat segar apalagi setelah aktivitas seharian yang melelahkan. Selesai ia mengikat rambut dengan handuk, keramas membuat lelahnya hilang. Saat Naya keluar kamar mandi, Mbak Nur sudah menungguku di sofa dan membawakan makanan. "Makan Non.""Ngak mau.""Non.""Ngak lapar.""Terus ini gimana makanannya?""Makan saja sendiri.""Non.""Aku capek mau tidur, Mbak Nur.""Terus ini kalau aku dimarahin Tuan bagaimana. Mbokya kalau pergi bilang to, Non. Kami semua dimarahi sama, Tuan Raja kemarin lo.""Dan aku tak peduli.""Non Naya.""Iya, Mbak Nur."Lama mereka dilingkupi sunyi, hanya suara sendok dan piring terdengar. Terpaksa Naya makan karena dipaksa, selesai makan Mbak Nur pun pergi, Naya merasa sangat capek sekali ia membaringkan tubuhdi atas ranjang.***Ketukan pintu membuat Naya terbangun, kepala masih terasa nyeri Naya mengusap mata yang masih lengket, kemudian berusaha bangkit dan berjalan mendekati pintu lalu membukanya. Ternyata Hani, sudah telihat s

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Resepsi

    "Ah bercanda kamu kelewatan Jeng, masa iya begitu.""Benar lo Jeng kayak yang lagi viral itu.""Mikirmu kejauhan Jeng Santi."Raja hanya diam. Sepertinya ia tak peduli dengan ucapan Tante Santi. Naya memaksakan senyum karena ucapan perempuan paruh baya itu begitu menusuk. "Nay, sini aku kenalkan dengan saudara, Papa yang punya acara ini."Naya menatap ke arah Raja, ia mengangguk. "Iya, Ma."Mereka berdua berjalan mendekati wanita cantik yang masih menjamu tamunya. Langkah semakin mendekat, tapi saat Naya berjalan ia melihat Ana namun sepertinya ia tak mengenali Naya, karena make up juga baju senada dengan keluarga yang punya pesta itu. Mungkin saja Ana tak ngeh jika Naya ada diantara mereka. Sesaat wanita itu menatap ke arah Naya dan Bu Diah dan tersenyum. "Diah apa kabar, makin cantik ya kamu.""Masa sih. Selamat ya atas pernikahan putramu. Akhirnya menikah juga."Wanita itu tersenyum. "Iya, terima kasih, wah cantik sekali ini siapa?" tanya wanita itu tersenyum ke arah . "Oya, k

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-23

Bab terbaru

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Ending. indah Bersamamu

    "Naya.""Ya, Ma.""Ini untukmu, Naya hadiah dari Mama untukmu yang sudah berjuang melahirkan Cucu laki-laki Mama lagi." Naya terkejut. "Cincin.""Iya. Simpanlah jangan melihat harganya. Jika soal harga pasti Raja bisa membelikanmu yang jauh lebih bagus dari ini. Ini hanya hadiah untuk kenang-kenangan dari, Mama."Naya terdiam."Ini untukmu, pakailah." "Ya Allah, ini bagus banget, Mama."Sebuah cincin cantik itu sekarang menyelip di antara jemari manis Naya. Sang Mama meraih jemari menantunya. "Bahagia terus ya, Nak. Selamat sudah melahirkan dengan lancar.""Ya, Ma. Terima kasih untuk cinta dan kasih sayang Mama dan Papa selama ini. Selalu mendukungku apapun itu.""Ya kau tahu, Mama hanya ingin kamu, cucu-cucu Mama dan Raja bahagia, Nak."Naya mengangguk, membiarkan titik-titik bening turun satu-satu dari sudut mata. Bersamaan dengan rasa haru yang kini menyerang Naya tiba-tiba. Perlakuan mertuanya sangat bisa Naya andalkan. "Makasih, Ma.""Sama-sama."Juga Daren juga sudah menikah

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Pregnant

    Tangan Naya bergetar hebat saat benda pipih di genggaman menunjukkan dua garis yang terlihat begitu jelas. Degup di dada terasa kian mengencang, diiringi perasaan yang Naya sendiri tak tahu entah apa namanya. Pandangan kian buram, tertutup selaput bening yang hanya dengan satu kali kedipan saja akan berubah menjadi bulir air mata. Ya Allah, Naya harus apa? Sesaat terlintas bayangan wajah teduh Raja suaminya. Sosok pria dewasa yang dengan segala sikap lembut yang ia miliki, selalu membuatnya merasa nyaman saat bersamanya. Lalu, bagaimana jika Raja tahu akan hal itu? Naya hamil. Ada bayi mereka di dalam perut. Naya bisa membayangkan seperti apa reaksinya nanti. Apa suaminya akan kecewa? Atau menerimanya dengan suka cita? Karena usia mereka tak lagi muda. Perlahan, satu tangan Naya turun menyentuhnya. Ia di sana, bersemayam di dalam perut, Naya mengelusnya lembut. "Anakku. Meski masih berupa segumpal darah, tapi ia ada. Ya, ia benar-benar ada. Desiran halus perlahan memenuhi rongga da

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Tak Mudah Menduakan Rasa

    Beberapa tahun berlalu Raja berdiri di tepi balkon hotel. Menatap lurus ke arah langit sambil mencengkeram tepian. Alam di keheningan malam. Segala kenangan seolah kembali terputar ulang. Bagaimana wajah istrinya yang terus terbayang meneriakkan kerinduan berulang-ulang, tepat di depan wajah Raja."Aku sudah gila! Ya, aku gila! Karena sangat merindukannya." Bisik Raja pelan. Bukankah cinta memang segila itu saat berada dalam kadar yang sudah tak semestinya. Wanita yang selalu memberikan kenyamanan dan akan menghabiskan seumur hidup dengannya. Setelah mencintai begitu lama, sepenuh jiwa, akhirnya Raja masih menempati cinta di hati yang sedari dulu bersemayam dalam hati. Raja mengusap wajah dengan helaan napas semakin berat."Pak Raja!"Raja menoleh ke arah suara. "Ya, Pak.""Pekerjaan kita telah selesai."Raja tersenyum. "Jadi deal, Pak."Pak Robert mengangguk. "Ya."Raja merasa senang. "Aku sudah tak sabar ingin bertemu, kedua anak kembarku, Pak." Jelasnya. Pak Robert manggut-manggu

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Manis Sekali.

    Guncangan pada bahu Naya sedikit menyadarkannya, Naya tertidur di dalam mobil. "Sudah sampai, Sayang."Kepala Naya terasa masih berat. Lalu ia tersenyum kearah suaminya. "Iya, Mas. Maaf, aku ketiduran.""Tak apa. Hati-hati jalannya licin di hujan di luar, Sayang."Naya mengangguk. "Iya, Mas.""Kamu tetap disini biar aku yang ambil payungnya."Naya tersenyum menatapnya, sesaat Raja mengecup bibirnya. "Mas ...."Raja hanya ngengir kuda seraya keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk istrinya. Hujan menyambut mereka berdua takala Raja sudah berada diparkiran depan rumah. Hujan seperti yang sudah lama ia nantikan menambatkan hati pada Naya Bulir-bulir air yang jatuh seolah beradu dengan kencangnya detak jantung Naya. "Awas hati-hati."Mereka mengenggam payung yang sama berwarna pelangi, sembari berjalan menuju tempat di mana Naya tinggal. Zain dan Amara melambaikan tangan begitu melihat kedatangan kedua orang tuanya, senyum tersungging dari wajah mereka. Mereka berdua berhamb

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Jatuh Cinta Lagi

    Lautan terlihat sangat indah dari kejauhan. Raja yang baru saja pulang meeting dan kini berada di balkon kamar menatap keindahan panorama masih dengan rasa yang sama. Takjub dan merasa luar biasa. Terdengar suara ombak dan juga embusan angin yang segar. Senja sebentar lagi tiba, mengantar mentari ke peraduan. Naya berjalan mendekat dan memeluknya dari belakang. "Jadi, pulang sore ini, Mas.""Besok pagi saja ya.""Tapi, takutnya anak-anak mencari kita, Mas."Raja tersenyum, berbalik dan menikmati setiap senyumannya. "Kangen, mau ditelponin?""Hmm boleh.""Wait."Raja menekan ponselku, tak lama wajah anak-anakku terlihat. Putra-putrinya sedang ditemani sang Mama, terlihat sepertinya mereka sedang berada di sebuah rumah makan. "Assalamu'alaikum, Papa.""Wa'alaikumsalam, lagi apa kalian?""Kami lagi makan mana, Mama?" tanya Zain. Amara sedang makan disuapi oleh Omanya. Amara lebih manja ketimbang kakaknya Zain. "Ini, Mama."Zain terlihat senang. "Mama.""Kalian dimana ini?" tanya Nay

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Kasmaran

    Sentuhan lembut itu membuat tubuh Naya menjadi lemas tak berdaya. Ia memejamkan mata saat perlahan tangan Raja mulai menusup masuk. "Mas ini diluar lo." Tolak Naya. Raja tertawa. "Oh iya aku lupa. Kita ke dalam ya."Raja menggendong tubuh Naya menuju kamar Villa lalu membaringkannya. Raja melepas kancing piama Naya, rindu yang selama ini Raja tahan tersalurkan, hingga mereka berdua tenggelam dalam balutan cinta tanpa benang sehelaipun kini mereka bercinta. Raja menari di atas raga Naya dengan lembut. "Terima kasih, Sayang sudah menerimaku lagi." Ucap Raja setelah selesai menyalurkan hasratnya. "Emmm."Raja mendekapnya dengan erat. "Tidurlah aku akan menjagamu." "Ya.""Sini aku peluk."Naya terdiam tak menjawab, Raja tahu pasti ia sudah terlelap karena kelelahan. Raja hanya bisa berharap kali ini mereka benar-benar mereka bisa bersatu selamanya. Sebenarnya, itulah kehidupan yang diinginkan, sederhana saja asal bisa hidup bersama Naya selamanya. ***Hawa dingin menyeruak masuk mel

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Honeymoon

    "Raja. Mama ikut bahagia atas pernikahanmu. Alhamdulillah kamu telah menemukan Naya dan putrimu lagi.""Ya, terima kasih untuk restu dan mengizinkan aku menikahi Naya lagi, Ma."Wanita itu mengangguk seraya menyeka ujung mata. "Mama bangga padamu. Penantian dan pencarianmu selama ini membuahkan hasil. Kamu bisa berkumpul lagi dengan anak juga istrimu." Raja melengkungkan senyum. "Iya. Aku bahagia, Ma." "Samawa ya. Jaga anak-anak juga istrimu.""Pasti, Ma."Mereka berpelukan, haru, bahagia menyelimuti mereka. Acara selesai kini makan bersama Ustadz juga para santri dan tetangga dan keluarga selesai mereka izin meninggalkan masjid. ***Daren datang menemui Raja yang sedang berbincang dengan anak-anaknya di ruang tamu. "Selamat atas pernikahannya. Tolong jaga, Mbak Naya ya, Mas."Raja mengangguk. "Iya. Terima kasih sudah menerimaku. Karena kamu yang mempertemukan aku lagi dengan Naya juga Amara."Daren tersenyum. "Ya semuanya sudah takdir, Mas."Raja menepuk pundaknya. "Hati-hati di

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Sah

    "Raja." Tiba-tiba suara sang Mama mengagetkan Raja. "Ya, ada apa, Ma." "Harusnya pernikahan kalian di percepat?" "Kenapa, Ma?" tanya balik Raja." "Ya lebih cepat lebih baik, kan." Raja mencerna setiap kata demi kata yang di lontarkan. "Maksudnya, Ma?" "Mama khawatir saja, anak-anak kamu khawatir soal keadaan ini. Mama ngak mau lagi pisah sama Naya juga cucu-cucu, Mama." Mamanya benar bahwa Raja tak boleh membuang waktu. Dan akan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Apalagi Naya sudah memberikan kesempatan kedua padanya. "Terus bagaimana baiknya, Ma?" "Ya, tinggal datang ke rumah, Pak Kyai. Minta tolong buat di nikahin secara agama lagi. Meskipun kalian masih sah sebagai suami istri tapi menurut agama kan kalian lama sudah lama berpisah." Bibir Raja tak bisa menahan senyum. "Iya, Mama benar. Akan aku urus." "Secepatnya. Biar, Mama yang ajak Naya usrus soal baju. Untuk catering serahkan pada teman Mama." "Iya, Ma." Pada akhirnya kesepakatan kedua itu pun terjadi. Bahwa pernikah

  • Rahim Pengganti CEO Arogan   Di Terima

    Naya sadar ia langsung mendorong tubuh Raja menjauh. "Maaf Nay aku...."Naya diam. "Maaf." Ucap Raja lagi. Mereka saling diam. Tak lama Raja menjalankan mobilnya kembali. Kini mobil sudah berada di depan rumah Naya. Di depan teras sudah berkumpul ada si kembar juga mertuanya. Juga Mak Tini yang menyiapkan minuman. "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Eh, Naya baru pulang kerja?" Mama mertuanya bertanya. "Iya, Ma.""Banyak pasien ya?Kelihatan capek banget. Sudah sana mandi dulu. Habis itu kita makan bersama ya."Naya melengkungkan senyum. "Iya, Ma." Naya menjawab singkat. Seraya menjabat tangan Mama juga Papa Danuarta. "Aku masuk dulu, Ma.""Iya Sayang."Tampak sekali kehangatan mereka berkumpul. Pemandangan yang selama ini Raja rindukan, anak-anaknya butuh sosoknya, Raja senang bisa bermanja dengan kesua anaknya. "Ih, Mara kok cantik begini, sih?" "Oma juga cantik." sahut Amara. Semua tertawa, sedangkan Zain berada dipangkuan Naya yang baru saja ikut bergabung. Raja merasak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status