Share

Bab 16

Author: YL Wanodya
last update Last Updated: 2024-03-13 12:15:36

Malam itu berakhir dengan permainan panas ke duanya, kini dekapan hangat Andrean mampu membuat Melody terlelap hingga pagi tiba. Sinar mentari yang pagi itu sudah muncul, membuat sepasang kekasih itu terbangun.

"Hoaammm, aku masih sangat mengantuk," keluh Melody dengan menguap.

Matanya menatap ke sampingnya, pria yang masih terlelap dengan mata yang tertutup rapat.

"Mas, bangun sudah jam 8 pagi, apa hari ini kamu ada kerjaan di luar?" bisik Melody lirih hingga pria itu menggeliat.

"Hm ... Aku tidak ada pekerjaan hari ini, eh ... Nanti sore aku harus menemui seseorang," jawabnya.

"Mel, kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Andrean dengan mata yang masih terpejam.

"Aku baik-baik saja, Mas. Kalau mas suami gak ada agenda hari ini, bisa temani aku ke pantai ... Tetapi, kalau mas tidak berkenan aku bisa berangkat sendiri," pungkasnya.

Melody menghela nafasnya gusar, tidak ada jawaban dari Andrean. Ia harus mengurungkan niatnya untuk pergi ke pantai.

"Ya sudah kalau mas suami tidak mau,
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 17

    Lagi-lagi Melody dibuat melayang setinggi langit, kali ini ia tidak ingin berharap banyak pada Andrean. Setelah beberapa kali ia merasa dikecewakan. "Sudah ... Ayo kita berangkat ke pantai saja," Melody mengalihkan perhatian pria itu. Ke duanya memasuki mobil Pajero hitam yang sudah disewa Andrean. Sepanjang perjalanan Melody hanya menikmati pemandangan sekitar. "Mel," panggil lirih Andrean. Dengan menolehkan sedikit kepalanya, ia mampu melihat sosok Andrean dengan jelas. Betapa terkejutnya ia saat melihat tangan kiri Andrean menggenggam erat tangannya. "M ... Mas," pelan, suara itu memecah keheningan. "Ada apa, Mel?" Andrean sempat melirik ke arah Melody, wanita di sampingnya itu salah tingkah. "Ti-tidak apa-apa. I-ini tangan ...," Ia tidak mampu melanjutkan ucapannya. Lembut kecupan melayang pada punggung tangan Melody. Matanya membuka lebar hingga pria di hadapannya terlihat kaget. "Mel, aku pertama kali membawa wanita ke villa itu," ucapnya lirih. Deg! Ucapan Juminah b

    Last Updated : 2024-03-14
  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 18

    Melody terperanjat mendengar suara Andrean, beberapa waktu lalu ia masih sibuk dengan isi kepalanya. "Aku?" beo Melody dengan menatap Andrean penuh tanya. "Kamu baik-baik saja, Mel? Beberapa kali kamu senyum-senyum sendiri, aku khawatir kamu kesambet," jelas Andrean dengan raut wajah cemas yang tercetak. "Aku baik-baik saja, Mas. Kita pulang saja yuk, sudah sangat panas seperti ini," ajaknya sekali lagi. Pria yang kini duduk di samping Melody hanya mengangguk setuju. Terik matahari di kota B memang sangat panas. Pelan langkah Melody beriringan dengan Andrean. 'Jika aku diberi kesempatan untuk lebih lama bersamamu di sini. Aku enggan pulang ke kota tempat kita lahir, Mas! Sikapmu bahkan tata cara bicaramu lebih bisa aku terima, namun, apakah kenyataannya akan seperti itu juga?' gumam Melody dalam batinnya. Selama di kota B, Melody merasa cinta Andrean hanya untuknya. Hal-hal kecil yang menunjukkan pria itu memiliki love language act of service. "Silakan masuk, Nona muda," ucap A

    Last Updated : 2024-03-15
  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 19

    Andrean terdiam tanpa menjawab pertanyaan Anjela, ia hanya ingin memberikan kabar dengan gembira."Andrean, maksudmu apa menetap di sana? Aduh ..., Nak!" gerutu Anjela membuat Andrean terdiam. "Nanti ibu pasti tahu jawabannya setelah aku menjelaskan berita baik, dengarkan aku terlebih dahulu!" tegas Andrean dengan menekankan kata dengar."Baiklah, apa kabar baiknya?" tanya Anjela sudah kepalang kepo. "M ... Melody mengandung anakku, Bu," Andrean sempat tergagap karena gugup. Tidak ada respon dari ibunya di seberang, kini ingin sekali Andrean menutup telepon itu secara paksa. Namun, tidak mungkin ia mengakhiri percakapan begitu saja. "Andre, apa kamu tidak bohong kali ini? I-ini bukan hanya kalimat penenang saat ibu ingin memiliki cucu 'kan?" todong tanya Anjela dengan tegas. "Aku serius, Ibu. Mana mungkin aku berbohong tentang ini," tutur Andrean lirih. "Ayah ...!" teriakan Anjela yang memekakkan telinga Andrean. "Bu, teleponnya aku tutup ya, Melody bangun," pungkas Andrean. S

    Last Updated : 2024-03-16
  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 20

    Melody terperanjat saat mendapati sebuah pesan dari Nadea. Begitu kasar dan kata yang ia ucapkan seolah doa buruk untuk dirinya. Tanpa sengaja air mata itu luruh membasahi pipinya. "Apa aku memiliki kesalahan padamu, Nona Nadea?" tanya Melody dengan menggenggam erat ponsel di tangannya. Isak tangisnya semakin menjadi saat isi pesan itu terngiang-ngiang di kepalanya. Begitu buruk penilaian Nadea pada Melody, sampai ia mengatakan kalimat itu di sebuah pesan. "Arghhh!"pekiknya seorang diri. Tok tok tok! "Nona, ada apa?" suara Juminah sayup-sayup terdengar di telinga Melody. "Jum ... Aku tidak apa-apa," jawab Melody dengan berbohong. Susah payah ia menahan tangisnya agar tidak terdengar sampai luar kamar. Hingga sebuah notifikasi telepon masuk ada pada ponselnya. "Halo, Ibu mertua," sapa Melody dengan suara sendu. "Mel, selamat ya. Ibu turut senang dengan kabar baik dari Andre, jaga dirimu baik-baik di sana. Kamu sudah makan, Mel?" ucap Anjela dengan lembut dan penuh kasih. "Sud

    Last Updated : 2024-03-17
  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 21

    Melody menatap Andrean dengan lekat, pria di sampingnya itu masih sibuk dengan lengan kemejanya. "Tahu apa, Mas?" ulang Melody melempar tanya. "Aku dan Nadea itu menikah dengan sedikit terpaksa," jawabnya lirih. "M-maksudnya? Bukannya mas dan mbak Nadea itu saling cinta ya?" Melody memberikan beberapa pertanyaan sekaligus. Andrean menatap Melody lekat, raut wajahnya aneh. Tatapannya dingin seolah semua yang pernah ia katakan itu hanya ilusi. "Aku mencintainya, tapi dia tidak mencintaiku sedalam itu. Lebih tepatnya kami hanya terpaksa menikah karena sudah berpacaran lama," jelas Andrean dingin. Shock! Melody mendengar penjelasan Andrean dengan melongo, masih tidak percaya begitu saja. Dari banyaknya kenyataan mengejutkan, kenapa ia harus mendengar tentang ini. "Lupakan tentang ini, Melody. Ayo kita makan saja," ujar Andrean dengan menggandeng tangan Melody keluar. Melody mendongakkan kepalanya kaget, "Ayo, Mas." "Jum, masak apa hari ini?" tanya Andrean setibanya di dapur."Ke

    Last Updated : 2024-03-18
  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 22

    Andrean melingkarkan tangannya untuk memeluk erat pinggang Melody. Untuk kali ini ia merasakan nyaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Selamat tidur, Mel." Andrean memejamkan matanya erat, terlelap hingga samar suara jam dinding tidak lagi terdengar. Melody terbangun dengan penuh keterkejutan, ia merasa ada sesuatu yang menindih tubuhnya. Saat matanya menyipit, ia mendapati lengan Andrean ada di pinggangnya. "M- ...," Melody tidak melanjutkan ucapannya. Pelan tangan Melody menyingkirkan tangan Andrean, menatap nanar pria yang kini tertidur lelap di sampingnya. 'Sejak kapan?' tanya Melody lirih dalam batinnya. Matanya menatap ke jam dinding yang tergantung di tembok. "Masih jam 2 dini hari, tapi perutku sangat lapar. Hm, aku harus turun ke bawah," gumam Melody. Pelan ia mengangkat tangan Andrean, secara tiba-tiba ia seperti terganggu tidurnya. "Mel," panggilnya lirih. "Mau ke mana?" tanya Andrean. "Aku mau ke dapur, Mas. Aku ngerasa lapar ...," Melody beranjak dari

    Last Updated : 2024-03-19
  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 23

    Melody dengan tangan gemetar beranjak meninggalkan kamar. Tanpa memedulikan pintu itu masih terbuka lebar. Ia berlari sekuat tenaga dengan membawa perutnya yang kian berisi. "Bu-bukan hakmu untuk cemburu, Mel! Kamu 'kan hanya istri pelengkap atas kurangnya mereka ...," isak tangis itu membasahi pipi Melody.Dari kejauhan, Andrean berdiri dengan penuh keraguan. Tangannya berdarah akibat pecahan gelas kaca yang jatuh di depan pintu. "Maafkan aku, Mel," lirih ucapannya. Andrean memanggil Juminah, meminta pembantunya itu menemani Melody. Setelahnya, ia memilih lelap di dalam kamar tamu. ***"Nona, diminum dulu jusnya," Juminah menyodorkan segelas jus apel pada Melody. Matanya menatap Juminah malas, Melody terlihat seperti orang lain. Berubah drastis menjadi wanita yang lebih dingin. "Nona, diminum dulu ya jusnya, saya letakkan di sini," ucap Juminah. Ia berjalan menjauh meninggalkan Melody sendirian di balkon. Lama ia duduk tanpa memiliki harapan. "Apa aku membatalkan perjanjian

    Last Updated : 2024-03-21
  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 24

    Andrean mendongakkan kepalanya, matanya mengerjap berulang kali. Memastikan apa yang ia lihat benar-benar dan bukan ilusinya saja. Pelan tangannya membelai lembut pipi Melody, sudah siap jika ia akan mendapatkan umpatan atau pun ekspresi kebencian. "Kamu sudah siuman? Kamu baik-baik saja?" berondong tanya Andrean lekat. Belum sempat Melody merespon ucapan Andrean, ia bergegas pergi keluar. Langkahnya tercekat dengan tangan yang masih ditahan Melody. Tatapannya penuh kesenduan! "Aku panggil dokter atau perawat dulu, hanya sebentar, Mel," ucapnya. Melody menganggukkan kepalanya, semakin samar penglihatannya pada tubuh Andrean yang hilang dari radar. Dalam diam, Melody hanya bisa menatap langit-langit kamar. "Nak, apa kamu tahu kalau ibu sangat bahagia saat melihat ayahmu di sini? Ibu sangat senang," lirih ucap Melody dengan mengusap perutnya. Akan tetapi, ia merasakan ada yang berbeda dari tubuhnya, kenapa perutnya tidak lagi membuncit? Kenapa perutnya menjadi datar dan kecil?

    Last Updated : 2024-03-23

Latest chapter

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 40.

    "Dokter! Bagaimana keadaan menantu dan cucu saya?" seru Anjela tatkala dokter yang menangani Melody keluar dari ruangan. "Syukurlah, Nona Melody dan bayi laki-lakinya selamat. Setelah ini akan dipindahkan ke ruang rawat untuk nona Melody. Untuk bayi laki-lakinya akan dibawa ke ruangan khusus dulu, sampai kondisinya membaik," papar Dokter yang menangani itu. "Baik, lakukan yang terbaik! Terima kasih banyak." Anjela menangis dengan tersedu-sedu, Andrean yang kini masih belum siuman. Membuat dirinya sangat rapuh. "Bagaimana semua ini terjadi begitu saja," keluhnya. "Halo, Bu. Bagaimana keadaan suamiku?" dengan histeris Nadea bertanya-tanya. "Ke mana saja kamu?" pekik Anjela keras. Dengan penuh emosi ia tidak dapat menahan diri. Jika saja tidak ada perawat yang menahannya, sudah pasti Nadea tidak selamat dari serangan Anjela. "Aku baru saja bertemu temanku, Bu," elak Nadea. "Sialan ya kamu, bisa-bisanya mau meracuni menantuku!" pekiknya keras. Tidak berselang

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 39

    [Nona Nadea, saya ingin bertemu.] Lasmi. Nadea terpaku menatap layar ponselnya, pesan dari Lasmi berhasil membuatnya mengulas senyum. "Akhirnya, rasakan kau, Melody!" gumamnya dengan penuh kekesalan. "Senyum-senyum sendiri, gila ya, Nad?" tanya seorang wanita di samping Nadea. "Lihat, pasti dia berhasil!" tunjuknnya. Teman Nadea hanya bisa mengulas senyum dengan memberikan tepuk tangan kecil. "Wanita kalau udah licik emang beda ya, lagian ada aja suamimu itu. Dimintai nikah siri malah mau nikahin sah," timpalnya. "Udahlah, yang penting udah berhasil sekarang. Aku duluan ya!" pamitnya. Segera Nadea meninggalkan cafe itu, melangkahkan kakinya untuk bertemu dengan Lasmi. 30 menit berlalu, langkah Nadea dengan segera menemui Lasmi di sebuah restoran. Wanita yang kini menunduk dalam membuat Nadea bertanya-tanya. Prok prok prok! "Kerja bagus, Lasmi," ucap Nadea dengan sumringah."B-Bu ... E ... Maaf," lirih dengan terbata, Lasmi semakin tidak tahu harus berkata apa."Maksudmu? Me

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 38

    [Aku akan mengikuti perintah ibu, Nad.] Andrean.Pesan itu terkirim, setelahnya Andrean mengusap pelan wajah Melody yang masih terlelap. Perutnya kian membuncit, lembut ia mengulas senyum. "Sayang, bangun yuk," bisiknya. "Hm, Mas. Adek masih sangat mengantuk," keluhnya. "Iya." Andrean mengeratkan pelukannya pada Melody, membiarkan rasa nyaman itu ada untuk istrinya. Niatnya sudah cukup yakin, hanya menunggu waktu untuk meresmikan pernikahan mereka. Cup! Ke duanya kembali terlelap sejenak, hingga suara nyaring dari notifikasi Andrean membuatnya terbangun. "Halo," sapanya tanpa melihat siapa penelepon. "Halo, maaf, Tuan. Saya pembantu yang disewa ibu Anjela, kalau boleh tahu nomor berapa ya apartemennya?" dengan sopan suara wanita itu terdengar. "No 55, saya akan ke sana." Sigap Andrean keluar kamar, membukakan pintu apartemen untuk pembantu yang akan datang. 'Bukannya kemarin bukan ini ya?' batin Andrean lirih bertanya-tanya. "Selamat pagi, Tuan. Saya Lasmi," sapanya dengan

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 37

    "Mas, aku takut," lirih Melody. "Kita banyak berdoa ya, jika hasilnya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Kita berusaha lagi," terang Andrean lembut. Kini, keduanya turun dari mobil, memasuki rumah sakit dengan langkah pelan. Keyakinan demi keyakinan seolah sengaja ia kuatkan. Tapi, apa daya dirinya yang hanya seorang manusia biasa. "Selamat pagi, Pak, Bu," sapa dokter itu. "Baik, Dok." Setelah mengobrol beberapa hal, Melody diminta berbaring di atas brankar periksa. Beberapa waktu berlalu, benar saja Melody sedang mengandung. Rona bahagia yang tercetak jelas di wajah Andrean, "Adek, terima kasih banyak ya," bisiknya. *** Hari-hari berlalu dengan baik, kandungan Melody yang cukup lemah membuatnya hanya bisa terbaring di apartemen Andrean. "Adek, ibu datang," ucap Andrean lirih. Seraya dengan pintu yang terbuka, sosok Anjela datang dengan membawa buah. "Mel, bagaimana kabarmu sekarang, Nak?" tanyanya lembut. "Melody baik, Bu. Hanya saja lemas sekali, mungkin karena

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 36

    "Ja-jalang?" desis Melody lirih. Pria yang kini berdiri di ambang pintu kamar mandi itu terdiam. Manik matanya menelisik pada wanita yang ada di hadapannya. "Mel, kenapa menangis?" tanya Andrean. Tangannya gemetar hebat, tidak hentinya matanya menatap layar ponsel yang ia genggam. "Apa sih, Mel?" Masih dengan tanya yang sama, akhirnya Andrean meraih ponsel miliknya. Alih-alih memesan makanan, ia melihat pesan Nadea. "CK!" decih Andrean keras. Kesal bukan kepalang, ingin sekali memaki Nadea saat itu juga. "Aku memang tidak pantas untuk kamu, Mas," lirih Melody. Bulir bening yang tidak berhenti mengaliri pipi Melody, membuat Andrean segera mendekapnya."Melody, lupakan pesan itu ya. Kita pesan makan saja," ucap Andrean. "Aku sudah tidak lapar, Mas. Melody tidur saja," elaknya. Segera ia meraih selimut, membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Sekilas manik matanya bertemu dengan manik mata Andrean. Tapi tidak berselang lama, ia segera memalingkan pandangan. "Aku sudah cukup m

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 35

    Malam itu, Melody dan Andrean tengah sibuk mengobrol. Menunggu kedatangan Anjela. Suara dering telepon membuat Andrean segera mengangkatnya. "Halo," sapanya. "Ibu sudah di depan pintu," ucapnya. Tanpa ragu Andrean berlari menemui Anjela, senyumnya merekah dengan beberapa bingkisan di tangannya. "Ibu terjebak macet, Ndre. Capek sekali di jalan kalau macet," keluhnya. "Tidak apa, Bu. Ayo masuk," ajaknya. Anjela masuk dengan mengikuti langkah Andrean, di sana Melody sudah merasa gugup. Ia hanya bisa diam sembari menatap nanar wajah Anjela. "Mel," sapa Anjela. "Ibu, apa kabar?" tanya Melody. Senyum yang pertama kali terulas sebelum wanita paruh baya menjawab tanya Melody. "Ibu baik, senang bisa bertemu denganmu lagi, Mel," tutur Anjela. "Melody juga senang bertemu dengan ibu mertua lagi, maaf ya Bu saya gagal," ucap Melody penuh keraguan. "Tidak apa, Melody. Itu sebuah kecelakaan di luar kendali kita, tapi bolehkah saya meminta?" tanya Anjela. Andrean sempat memberikan isyar

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 34.

    "Maksudmu apa, Nad!" hardik Andrean keras.Amarahnya meluap tatkala ia mendengar gumaman Andrean. Lagi-lagi nama Melody yang mulai diagung-agungkan. "Kenapa nama wanita itu yang selalu kau sebut-sebut, Mas! Tidak hanya kau, tapi ibu juga ... Semenjak ada wanita itu, aku selalu dinokor dua kan!" pekik Nadea keras. Andrean hanya memijat pelipisnya lembut, begitu lelah rasanya. Tapi apa dayanya? "Nad, maafkan aku. A-aku tidak bermaksud melakukan itu, tapi ...," ia menghentikan ucapannya. "Tapi, apa? Kamu mulai mencintainya 'kan?" hardik tanya Nadea. "Nad ...," lirih Andrean memanggil istrinya itu lembut. "Udahlah, Mas. Aku muak dengan semua ini," keluh Nadea kasar. Tangannya ditarik paksa oleh Andrean, membuatnya terperanjat kaget. Ia memberontak hebat tatkala Andrean memaksa mendekapnya. Tapi apa? Ia kembali luluh atas pelukan suaminya. "Nadea, aku sangat mencintaimu. Tidak mungkin aku menduakanmu ... Perkara aku pulang terlambat lalu kamu merasa aku sudah jatuh cinta pada Me

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 33

    Lily mendongakkan kepalanya penuh keraguan, ditatapnya wajah Melody dengan penuh tanya. "Gak apa-apa kalau kamu mau, Ly. Biar sekalian Mas Andrean pulang ke rumah," ucap Melody. "Loh, Mel. Aku hanya akan mengantar Lily ke sekolah dan ke sini lagi," elaknya. "Tidak, Mas. Nona Nadea lebih membutuhkan kamu, tolong ya!" pinta Melody lembut. "Ya, oke." Setelahnya, Lily dan Andrean meninggalkan rumah sakit. Menyisakan Melody sendirian, lama ia menatap nanar wajah Larasati yang terlihat memar. "Bagaimana bisa ayah sekejam itu pada ibu? Padahal dulu hubungan ke duanya juga didasari cinta," lirih Melody penuh tanya. "Mel ...," panggil Larasati. Melody terperanjat, suara Larasati membuatnya tersadar dari lamunan singkatnya. "Iya, Bu. Ada apa?" tanya Melody tergagap. "Lily di mana?" Larasati menatap sekeliling, namun tidak ia temukan anak bungsunya itu. Hanya ada Melody dan seorang perawat yang mengecek dirinya. "Lily pergi ke sekolah," jawab singkat Melody. Ia hanya mengangguk paha

  • Rahim 200 Juta sang Tuan Muda   Bab 32

    "I-ibu sedang sakit, Kak," ragu Lily menjawab tanya kakak sulungnya. Matanya membelalak lebar, kenapa Larasati diam saja? "Sakit apa, Ly?" todong tanya melody keras. Tanpa menunggu jawaban, Melody melenggang masuk ke dalam rumah. Mencari keberadaan ibunya yang ternyata tidak ada di kamar. "Ly, ibu di mana?" tanya Melody keras. "Di rumah sakit, Kak. I-ibu di rawat," jawabnya. Deg! "Dirawat?" degup jantungnya mulai tidak karuan. Lily hanya mengangguk pelan, ada apa dengan keluarganya ini? Beberapa waktu lalu, Larasati meneleponnya dengan biasa saja. Seolah tidak ada yang terjadi, tapi ini? "Ly, antar kakak ke rumah sakit sekarang!" tegasnya. Gontai langkah Lily mengantar Melody, sebuah taxi yang ia pesan akhirnya tiba. Dengan perasaan penuh kecemasan, Melody hanya bisa meremas roknya. 'Sial, kenapa selalu seperti ini sih!' gerutu Melody dalam batinnya. [Mas, adek ke rumah sakit ya. Ibu sakit ternyata, nanti adek kabarin lagi.] Melody. Pesan itu terkirim pada Andrean. Sepan

DMCA.com Protection Status