Sean sama sekali tidak menghiraukan karyawan itu, karena yang ada dalam pikirannya saat ini adalah Valerie. Dengan gelagapan ia segera mencari wajah Valerie dan matanya membulat sempurna saat mendapati wajah wanita itu yang telah berubah pucat pasi.
Tiba-tiba rasa khawatir menyelimuti perasaan Sean tentang keadaan Valerie yang jauh dari kata baik-baik saja. Dengan perlahan tangannya menyentuh pergelangan tangan yang sebelumnya di pegang kuat oleh pria itu, bermaksud mencoba mengambil alih perhatian Valerie.“Valerie, kau baik-baik saja?”Sean yang menunduk dan gerakan spontan Valerie yang mendongak membuat mata mereka bertemu. Napas Sean berubah tercekat, bukan hanya karena bola mata jernih itu yang seakan menyihirnya akan tetapi karena bibir kenyal yang menempel tepat di dagunya.Sial! Sean bahkan bisa mencium dengan jelas aroma manis menyegarkan Valerie dari sini. Bersamaan dengan itu tiba-tiba perutnya melilit dengan perasaan aneh. RasaDeru napas Valerie terdengar tersengal, jantungnya berdebar kencang dan rasa panas menyelimuti tubuhnya. Cumbuan Sean benar-benar panas dan kasar, membuat Valerie kesulitan untuk mengimbanginya.Karena ciuman panas dari pria itu, Valerie tiba-tiba mengingat saat mereka menghabiskan malam yang tak kalah panasnya waktu itu. Malam pertama saat Sean berhasil memerawaninya.Tentu saja ia ingat bagaimana tubuh kekar itu begitu memuja tubuhnya, menyentuh dan mencumbunya dalam gerakan lembut namun tetap meninggalkan panas yang menghantarkannya dalam titik kenikmatan.Wajah Valerie seketika memerah membayangkan kejadian itu, Sean yang melihat bagaimana perempuan itu melamun dan berakhir dengan wajah memerah seolah dapat membaca pikirannya.“Membayangkan sesuatu yang panas, heh?”Dengan gelagapan Valerie menggeleng, ia seakan tertangkap basah tengah berfantasi liar pada pria itu. Oh God! Kenapa bisa pikirannya menjadi kotor begini?
Ruang kerja Sean itu sangat luas, dengan dinding kaca penuh yang membuat cahaya terang menyeruak masuk. Di tengah cahaya yang menunjukkan waktu masih siang, di dalam ruangan itu sudah terdengar suara desahan bersahut-sahutan Suara desahan silih berganti diperdengarkan oleh Valerie di kala Sean terus mencumbu tubuhnya dengan gairah yang sama besarnya. Sean seakan tidak bosannya memuja tubuh indah nan menggairahkan itu, dia tidak akan pernah berhenti untuk terus menyentuh dan mencumbunya dengan segenap jiwa dan raga. Seperti sekarang, wajah pria itu sudah tenggelam di tengah lekukan dada Valerie. Kemeja Valerie bahkan sudah basah akibat cumbuan Sean yang gigih menghisap dadanya walaupun terhalang bra sama sekali tidak masalah untuknya. Sean tampak puas merasakan aroma manis dengan benda kenyal yang mengapit wajahnya. “Eughh ...” desah Valerie kembali tidak tahan lagi dengan sentuhan pria itu. Seiring dengan aroma tubuh Valerie yang semakin m
Hap!Mulut Sean terasa panas di kulit Valerie, tubuhnya berubah menegang ketika merasakan lidah kasar pria itu mulai ikut menyapu permukaan dadanya. Menjilat puncak dadanya, dan sengaja berputar-putar di sana memberikan rangsangan yang luar biasa hebatnya. Valerie yang merasakan tubuhnya tidak bisa lagi melawan hanya bisa meremas lengan jas Sean untuk menyalurkan rasa nikmat yang ia rasakan. Suara decapan bibir yang beradu pada kulit dadanya terdengar erotis di ruangan itu. Tubuh Valerie menyentak ketika tangan Sean mulai memainkan dadanya yang lain, meremasnya dan dengan sengaja mengapit puncaknya pada jari telunjuk dan tengahnya. "Ah ....”Ketika merasa puas, Sean melepas puncak dada Valerie, menyisakan saliva dan bercak merah di sana. Mata Sean mulai berkabut gairah, ia segera melepas jas dan membuka kancing kemejanya dengan gerakan terburu-buru. Menundukkan tubuhnya lagi, tangannya segera mengangkat naik rok k
“Tetapi aku benar-benar lelah, Sean!” lirih Valerie dengan nada suara yang terdengar begitu lemah.Tetapi tampaknya Sean tidak mempedulikan keluhan Valerie, ia justru semakin merapatkan tubuh itu ke tubuhnya dengan cara memeluk erat.“Tetapi aku belum lelah, Valerie. Dan aku masih menginginkanmu,” balas Sean dengan sudut bibir yang melengkung sempurna.Tubuh keduanya menempel dengan keringat tipis yang menutupi, bahkan dada mereka yang bertemu saling bertukar detak yang berpacu dengan napas pelan. Sean menatap dari atas, melihat lebih detail setiap lekuk tubuh Valerie. Tangannya kemudian bergerak liar menjamah dari bahu hingga lengan ke pinggang, lalu naik kembali ke atas perut dan berakhir bermain lama di atas dadanya. Sean menangkup dada itu, mengusap puncaknya dan meremasnya pelan seolah menunggu setiap reaksi desahan yang akan dikeluarkan oleh Valerie.“Hmm ... Sean! Sudah ...” cicit Valerie kembali, berusaha menahan tangan Sean yang terus bergerak di dadanya yang malah memberika
Ruangan dengan dominan cokelat dan putih, yang membuat suasana tenang dan nyaman bagi siapa saja yang memandang.Tetapi tidak dengan pria yang duduk di balik meja besar dengan logo CEO itu, dia tampak begitu gelisah dengan kerutan di dahinya yang semakin dalam seiring lembaran kertas yang dibaliknya.Lalu detik berikutnya, pria itu langsung melempar berkas yang lumayan tebal itu ke atas lantai. “Kenapa bisa seperti ini? Kenapa kita bisa gagal dan rugi sampai milyaran?” tanyanya pada sang asisten dengan kemarahan yang begitu jelas.Sang asisten yang berdiri tak jauh dari meja sang CEO hanya terdiam dan tidak berani menjawab pertanyaan peria itu. Karena dia tahu, jawaban apa pun yang ia lontarkan tetap akan menyulut kemarahan pria itu.Tidak selesai di sana, demi menyalurkan rasa amarahnya pria itu kembali melempar seisi mejanya dengan kasar. Menjatuhkan apa saja yang ada di atas meja itu hingga luruh ke lantai. Dengan cara itu d
Suara desahan saling bersahut-sahutan dari mulut yang beradu satu sama lain. Gerakan kasar sang pria menyentak pinggul sang wanita keluar masuk.Dua sejoli tengah bergelut mesra di atas ranjang luas dengan lampu remang yang hanya ditemani lilin putih yang membuat suasana percintaan mereka semakin syahdu dan panas.“Ah, Bara. Pelan-pelan ...” desah Amora mengangkat pinggulnya menerima setiap dorongan yang diberikan oleh Bara. Napasnya memburu dengan desah nafsu yang melambung tinggi.“Kau nikmat sekali, Baby!” puji Bara, dengan tubuh bagian bawah yang terus keluar masuk dari tubuh Amora, sedangkan tangannya berkelana di dada wanita yang dicintainya itu.“I—ini nikmat, Bara ....”Setelah mengatakan kalimat itu, Amora terkulai lemas dengan keringat membanjiri tubuhnya.Tidak jauh berbeda dengan Bara yang langsung terjatuh ke atas tubuh Amora. Meletakkan kepalanya di ceruk leher wanita itu dan menghirupnya dalam. Ini sud
Bara mendadak syok mendengar pengakuan Amora yang ternyata belum juga hamil karena sengaja meminum pil, bahkan berpura-pura mandul di depan suami dan keluarga suaminya itu.Sungguh, Bara tidak menyangka Amora bisa mempunyai pemikiran sampai sejauh itu.“Lalu apa suamimu tidak pernah curiga?” tanya Bara kembali, masih penasaran dengan kelicikan Amora kepada suaminya tersebut.Amora menggelengkan kepalanya. “Tentu saja tidak, karena suamiku terlalu mencintaiku. Aku hanya perlu memberikan tes palsu soal kemandulanku dan dia langsung percaya. Bahkan dia tidak marah sama sekali dengan keadaanku ini, dan menerimanya apa adanya.”Dengan bangga Amora mengatakan pada Bara betapa bodohnya seorang Sean yang begitu mudahnya tertipu olehnya. Pria itu langsung terdiam, wajahnya menggelap di kamar yang remang itu. Amora menipu suaminya dan hanya soal waktu hingga suaminya itu mengetahui semua kebenarannya. Pria itu lalu menegakkan
Valerie mengerjap perlahan, matanya berkedip berkali-kali ketika tubuhnya sakit begitu digerakkan. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling, dan baru menyadari bahwa suasana remang-remang.‘Apa yang terjadi?’ tanya batinnya, lupa kegiatan apa yang telah ia lakukan sehingga terjebak di tempat asing ini.Sesungguhnya Valerie merasa begitu kelelahan, ingin rasanya ia kembali melanjutkan tidurnya. Terlebih lagi hangatnya selimut yang menyelimuti tubuhnya membuatnya enggan untuk beranjak dari sana.Hingga kemudian sebuah ingatan terlintas di kepalanya. Percintaannya dengan Sean. Oh astaga, dia baru saja bercinta di ruangan kerja Sean, bukan hanya sekali tetapi bahkan berkali-kali. Hingga dia jatuh kelelahan dan tidak sadar seperti saat ini.Dengan gerakan terburu-buru, Valerie bangun dari pembaringannya dan terduduk. Membuat selimut putih yang sebelumnya menutupi tubuhnya kini luruh ke bawah dan memperlihatkan ketelanjangannya.
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada