Valerie tiba di perusahaan Kyler Group tepat jam menunjukkan pukul 8 lewat. Dahinya seketika mengerut saat menyadari keterlambatannya yang sangat parah.
“Pasti satu masalah kembali menunggu,” ucapnya saat berlarian mengejar lift yang bersiap tertutup.Dan benar saja, setibanya Valerie di ruang divisinya, ia benar-benar menjadi sasaran tatapan dari teman-temannya, bahkan Grace yang juga menyadari kedatangannya langsung berdiri menghampiri.Grace segera mendatangi Valerie dengan penuh kekhawatiran. “Kenapa terlambat?” Meneliti keadaan sahabatnya, ia lalu menyentuh kening Valerie yang memang terasa hangat di sana. “Kamu terlihat sangat pucat, Vale. Kamu sakit, ya?”Valerie menggeleng dan mengulas senyum tipis. “Aku tidak apa-apa, Grace. Tadi aku ketinggalan bus yang membuatku harus menunggu bus selanjutnya, itu mengapa aku bisa terlambat.”Valerie sengaja berbohong pada sahabatnya, tidak mungkin ia mengatakan dengan jujur bahwa ia“Jatuh pingsan?”Sean setengah berteriak pada Andre yang menyampaikan kabar itu padanya.“Iya, Tuan Sean. Di baru saja jatuh pingsan.”“Di mana? Dan kapan itu terjadi?” Sean mulai berdiri dari balik meja kerjanya.Andre yang duduk santai di dalam ruangan Sean kembali menjawab kekhawatiran yang terlihat jelas dari raut wajahnya. “Tadi dalam perjalanan ke sini. Kebetulan aku habis mengambil arsip di sebelah klinik dan ada keributan di luar. Ternyata gadis itu sudah tidak sadarkan diri dan sedang digendong seorang pria dan di antar beberapa rekan kerjanya ke klinik.”“Digendong?” Kali ini wajah Sean menegang marah. “Siapa? Seorang pria?”Andre tiba-tiba saja tak bisa menahan tawanya. “Istri keduamu pingsan dan kau malah meributkan siapa yang menggendongnya?”Tawa Andre seketika menggelegar, tidak peduli pada wajah Sean yang menunjukkan amarahnya. “Tentu saja pria, dan mana mungkin perempuan.”Sean m
Pintu terbuka dan seorang laki-laki masuk, rekan kerja Valerie tetapi Sean tidak tahu namanya itu masuk membawa tas Valerie yang tertinggal di ruangannya. Di susul oleh Jessica dan Andre di belakangnya.‘Apa pria ini yang menggendong Valerie? Istri keduanya?’Seketika ada perasaan kesal yang dirasakan oleh Sean membayangkan jika Valerie pernah disentuh oleh pria itu. Sial!Sedangkan rekan kerja Valerie itu begitu terkejut mengetahui Sean, CEO di perusahaan ini yang hanya pernah dia liat di foto kini berdiri langsung di hadapannya. Wajahnya seketika berubah pucat pasi.“A—Anda ....” Pria itu bahkan tak bisa mengeluarkan kalimatnya saking kagetnya.Sean yang mendapati ekspresi terkejut itu hanya menatap sekilas seolah tak peduli. “Ya, saya memang Sean,” ucapnya dan langsung memasang ekspresi paling dingin. “Saya ada urusan dengan dokter Jessica, tetapi silakan selesaikan urusan Anda dulu, saya bisa menunggu.”“Rio hanya
Suami?Apa sekarang Sean sudah menganggap dirinya sebagai istri?Valerie tertegun di tempatnya, seketika perasaan hangat menyebar di hatinya, tanpa bisa ditahan suara detakan jantungnya semakin keras terdengar.Jika kalau begini Sean tidak menganggapnya wanita murahan lagi, bukan? Tidak akan memanggilnya lagi jalang? Menyadari hal tersebut, perasaan senang begitu membuncah dirasakan. Dengan cepat dia menarik selimut untuk menutupi wajahnya yang sudah pasti sudah berubah kemerahan bak kepiting rebus, namun dengan cepat ditahan oleh Sean.“Apa yang kau lakukan?” tanya Sean dengan kebingungan dan bersamaan dengan itu Sean tak sengaja memegang tangan mungil Valerie.Seketika suasana berubah akward, keduanya kompak terdiam akibat sengatan dari sentuhan lembut itu. Bersamaan dengan itu, mereka serempak melepas selimut dan saling berjauhan.Sean menolehkan kepalanya ke arah lain sambil berdeham pelan untuk menetr
Sean turun dari mobilnya setelah mengantar Valerie kembali ke apartemennya. Wanita itu sendiri yang memaksa pulang, dengan alasan tidak ingin berlama-lama di klinik tersebut. Karena hal tersebut, Sean sadar di balik wajah teduh yang polos itu ternyata aslinya sangat keras kepala.Dia tidak menginap di tempat Valerie dengan alasan dia takut kejadian semalam terulang kembali. Memang tidak masalah, toh semakin sering ia meniduri Valerie maka cepat pula wanita itu hamil.Namun, Sean tidak mau semakin membuat Valerie kelelahan dan sakitnya tambah parah. Jadi dia lebih memilih pulang ke apartemennya, meskipun ia tahu Amora tidak ada di sana.Menghela napas pelan, Sean memasuki lift menuju penthouse miliknya. Sejujurnya ia merasa tidak enak hati telah meninggalkan Valerie yang masih terbaring sakit.Sean merasa bersalah karena dialah penyebab utama Valerie sampai jatuh sakit seperti ini. Memilih mengesampingkan rasa bersalahnya, Sean
“Aku sudah tidur dengan Valerie, Amora,” ucap Sean yang membuat Amora langsung terdiam.Sesungguhnya Amora tidak terkejut mendengar kejujuran itu karena dia sudah mendengar lebih dulu dari Lidya bahwa Sean dan Valerie sudah tidur bersama. Tetapi tentu saja dia harus bersikap tidak tahu apa-apa di hadapan Sean, agar pria itu tidak curiga padanya.Sedangkan Sean merasa tenggorokannya begitu kering, ia merasa sangat bersalah kepada istrinya itu. Pasti perkataannya barusan sudah membuat Amora bersedih, seharusnya ia tak mengatakan ini saat mereka baru saja bertemu. Seharusnya Sean lebih memikirkan perasaan Amora.Tetapi perasaan bersalah itu langsung sirna, setelah Sean melihat senyum lebar milik Amora. Giliran dia yang terdiam sekarang saat Amora malah menunjukkan raut wajah bahagia, alih-alih menunjukkan rasa sedihnya.“Sayang, kamu serius? Kau benar-benar sudah tidur sama wanita itu?” tanya Amora lagi dengan nada semringah.Lalu tanpa membutuhkan jawaban dari Sean, Amora langsung berg
Sean memegang kepalanya yang terus berdenyut tanpa henti. Pikiran tentang keanehan Amora terus mengganggunya, terlebih lagi ia bingung dengan sikap istrinya itu yang terus menolaknya.Seperti kejadian semalam saat Sean menginginkan Amora, tetapi istrinya itu menolak dengan alasan lelah. Jika sebelumnya Amora beralasan lelah, Sean bisa memakluminya. Akan tetapi, sekarang alasan itu terlalu sering didengarnya dan membuatnya jengah sendiri. ‘Apa Amora benar-benar kelelahan atau justru dia tidak mencintainya lagi?’Seketika pemikiran itu mengganggunya, membuat Sean menggeleng dengan cepat. Tidak mungkin Amora tidak mencintainya lagi, dia tahu sekali bagaimana perasaan Amora kepadanya. Jadi, mungkin saja semalam Amora memang kelelahan sehingga tidak mau menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri.Kalau seperti ini, apa harus Sean membeli agensi Amora? Karena dengan begitu dia bisa mengontrol pekerjaan istrinya dan tidak membuatnya terus-men
“Memangnya ada peraturan di perusahaan ini tidak boleh berbicara berdua dengan istri sendiri?" tanya Sean spontan karena kesal, tetapi saat melihat wajah kaget Valerie ia seketika tersadar sudah menggunakan kata istri di kalimatnya.Sean langsung berubah diam, seketika tersadar dengan apa yang baru saja dia katakan. Oh God, Apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan? Apa ia sudah mulai menerima Valerie sebagai istrinya?Sean berdeham, menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Maksudku, aku hanya merasa kasihan karena banyak karyawan mengantre untuk lift. Kalian pasti akan berdesak-desakan, dan kau akan kembali terlambat ke divisimu. Walaupun kita menikah karena perjanjian, saya pria yang cukup bertanggung jawab. Aku tidak akan mungkin membiarkan istri sendiri kesulitan di perusahaan saya sendiri,” ucapnya menyentuh lehernya salah tingkah, merasa bodoh dengan jawaban yang ia sampaikan.Tetapi untunglah Valerie tidak menanggapi kalimatnya barusa
"Sayang, aku butuh kamu!"Mendengar permintaan itu, Valerie hanya bisa tertegun di tempatnya. Kalimat itu tentu saja bukan diperuntukkan untuknya melainkan untuk Amora sang istri tercinta. Mendapati hal itu Valerie semakin merasa khawatir karena napas Sean mulai semakin tak beraturan, oleh karena itu Valerie terpaksa harus memutar otak. Untuk sekarang yang paling penting adalah kondisi Sean saat ini, ia harus menuruti kemauan pria itu."Amora, tolong aku! Aku takut!"Kalimat sarat akan ketakutan itu kembali dilontarkan oleh Sean membuat Valerie harus benar-benar melakukan niatannya, demi kebaikan pria itu.Valerie langsung memegang lengan atas Sean, membidik tepat ke mata pria itu. "Sean, ini aku Amora!” ucapnya dengan suara tercekat bukan main. Tubuhnya bergetar takut ketika harus berpura-pura menjadi orang lain di depan Sean. Terlebih lagi menjadi istri pertama suaminya itu.Sean langsung membuka kedua matanya dan menatap inte
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada