Makan malam itu terasa canggung bagi Amora, pasalnya seseorang yang tidak diharapkan berada di tempat ini, lebih tepatnya menjadi investor pada proyek film terbarunya.
Bara Virendra, yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan darinya, terus menatapnya tajam meskipun Amora berusaha keras untuk berpura-pura tidak mengenali pria itu.Kenapa Bara tiba-tiba tertarik untuk berinvestasi pada sebuah film?Ingin sekali Amora menanyakan soal itu, tetapi mereka tidak hanya berdua saja. Ini makan malam dalam rangka pengenalan sebelum proyek film dimulai, di mana ada artis dan aktornya, sutradara hingga para kru. Bahkan para investor pun di undang, termasuk Bara.Tak tahan lagi ditatap sedemikian rupa oleh Bara, Amora segera berdiri dari tempatnya. “Aku pamit ke toilet sebentar,” ucapnya mengambil alih perhatian, sebelum mereka semua mengangguki.Amora tampak melamun di depan wastafel hingga tak menyadari seseorang mendekat ke arahnya. BeluSean dengan malas dan ogah-ogahan kembali datang ke apartemen Valerie, sesuai permintaan Amora. Belum sampai di depan pintu apartemen, jantungnya berdetak tak nyaman.Sekelebat kejadian semalam mengganggu pikirannya, di mana Valerie berpenampilan berbeda. Begitu menggoda dan menggairahkan.Tidak bisa Sean pungkiri, Valerie begitu cantik di matanya semalam. Membuatnya ketakutan seandainya wanita itu kembali bermaksud menggodanya, Sean tidak tahu lagi jika itu sampai terjadi. Bisa-bisa dia khilaf dan benar-benar menidurinya.Sean menyentuh jantungnya yang berdetak tak karuan. “Sial! Ada apa dengan diriku? Kenapa jantungku malah berdebar kencang seperti ini hanya karena akan bertemu perempuan murahan itu.”Apa perempuan itu sudah berhasil mempengaruhinya?Sean langsung menggeleng, itu tidak mungkin. Wanita jalang sepertinya tidak akan mungkin mempengaruhinya sedemikian rupa. Sean mengenyahkan semua ingatan tentang Valerie bersama
“Apa yang kau lakukan?”Mendadak Valerie tercekat, di depannya Sean tampak berbeda dengan pakaian santai yang di kenakan. Dengan kaos putih dan celana sebatas lutut menjadi pilihan pria itu yang membuat Sean begitu berbeda di mata Valerie.“Aku tanya apa yang kau lakukan di sini, huh?” ulang pria itu dengan nada yang tinggi, kesal karena Valerie tak kunjung menjawab pertanyaannya.Sadar dengan apa yang dilakukan, Valerie segera menjawab dengan gugup. “A—aku membawakan teh hijau untuk Anda, Tuan.”Sebelum dipersilakan untuk masuk, Valerie berinisiatif sendiri untuk masuk membawa baki berisikan cangkir teh hijau tersebut.Sean melirik teh itu dengan malas. Sesungguhnya ia kurang menyukai teh jika sudah malam, kecuali untuk pertemuan dengan para klien atau kolega bisnisnya yang berasal dari Jepang.“Untuk kamu saja,” ucapnya dengan malas.Valerie sedikit bingung. “Tetapi teh ini untuk, Tuan.”Sean yang sudah duduk di sofa kamar dan mulai membuka laptopnya, kembali menjawab dengan nada y
Betapa terkejutnya Sean mendapati Valerie. Dengan dress yang dikenakan sudah berceceran di atas lantai, tubuh putih bak porselen itu hanya tertutupi bra dan celana dalam. Kepalanya bersender lemah ke dinding dengan mata sayu menatap ke arahnya.Sean benar-benar berhasil masuk ke dalam jebakan wanita itu. Dan ia hanya bisa berdiri diam tidak tahu harus melakukan apa-apa. Keluar dari kamar mandi itu atau tetap melangkah masuk ke dalam.“Tu—tuan Sean, panas ...”Valerie berkata lirih dengan nada lemah. Jemarinya bahkan bergerak meremas dirinya sendiri. Meraba bagian leher, turun ke lengan yang terlihat menggoda di mata Sean. Sean yang menganggap dirinya dijebak, ingin membalas perempuan itu dengan ikut bermain di dalam permainan yang tengah dimainkan oleh Valerie.“Ingin saya membantu menyentuhnya?” godanya sembari terkekeh pelan.Valerie tak kunjung menjawab meskipun Sean telah berjalan ke arahnya, ia hanya diam dan m
“Ah ....”Tubuh Valerie tersentak saat Sean menyentuhnya tepat di titik ternikmatnya, membuat pria itu tersenyum puas. Akhirnya dia menemukannya.“Apakah di sini?” tanyanya semakin menekan jarinya lebih kuat lagi. Valerie hanya bisa menggeliat untuk merespons pertanyaan itu. Saat getaran itu semakin kuat terasa, Sean menyadari tangannya menjadi lebih basah. Selesai membuat wanita itu merasakan kenikmatan yang luar biasa, Sean langsung mengangkat tubuh Valerie ke dalam gendongannya. Ia sudah tidak tahan lagi, tubuhnya di bawah sana sudah mengeras sejak tadi.Sean membawa tubuh Valerie ke kamar dan dengan kasar membaringkannya di atas ranjang dalam kondisi bugil. Valerie tak bisa berkata apa-apa lagi, menolak pun tak mampu. Karena pengaruh obat itu, dia hanya bisa menggeliat-geliat menunggu Sean menyentuhnya kembali.Melihat perempuan itu yang sudah tak sabaran, dengan terburu-buru Sean menanggalkan kaos yang dikenaka
Sinar mentari menerobos masuk melalui celah-celah gorden kamar yang tertutup rapat. Bersiap mengganggu tidur nyenyak dua orang insan yang masih terlelap di atas ranjang dengan selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Tampak ada pergerakan, Valerie mulai terganggu dalam tidurnya. Dengan kedua mata yang masih terpejam, Valerie menarik selimut untuk semakin menghangatkan tubuhnya. Rasa kantuk masih meraja dengan hebat, membuatnya tak berniat untuk terbangun dari tidurnya.Saat tangannya bergerak, dia baru sadar dengan rasa lelah dan pegal di seluruh tubuhnya. Tenaganya seakan tak bersisa meski untuk menarik selimut tersebut.‘Apa yang terjadi pada tubuhnya?’Merasa tak mengerti dengan keadaan tubuhnya sendiri, Valerie segera membuka matanya dan mencari tahu penyebabnya. Dan betapa terkejut ia saat mengetahui apa penyebab selimut itu terasa berat. Ternyata ada tangan kekar dengan urat menonjol yang berada di atas tubuhnya dan mengimpit seli
Valerie sama sekali tak bergerak dari tempatnya. Ia masih memilih menangis di antara selimut dan bantal setelah kepergian Sean.Entah berapa lama ia menangis, yang Valerie tahu kepalanya sangat pusing dan seluruh tubuhnya masih sakit luar biasa. Belum lagi tenggorokannya yang terasa sakit dan kering, seakan mencukupi semua penderitaannya pagi ini.Seakan dunia tengah mengejek penderitaannya pagi ini, sinar matahari justru bersinar terang menyapa dibalik gorden. Hembusan tipis angin masuk ke sela gorden berembus menyapa kulit pucatnya.“Pagi yang buruk,” cicit Valerie serak.Lalu kembali merapatkan lagi selimut, menenggelamkan kembali dirinya ke kasur empuk. Dia tidak sanggup walau untuk sekedar beranjak walaupun ia sangat butuh air saat ini.Tak lama kemudian suara pintu kamar terbuka, Valerie sama sekali tak berniat untuk menoleh sekedar mencari tahu siapa yang masuk. Palingan Sean yang datang dan kembali meneriakkan kemarahann
Valerie tiba di perusahaan Kyler Group tepat jam menunjukkan pukul 8 lewat. Dahinya seketika mengerut saat menyadari keterlambatannya yang sangat parah. “Pasti satu masalah kembali menunggu,” ucapnya saat berlarian mengejar lift yang bersiap tertutup.Dan benar saja, setibanya Valerie di ruang divisinya, ia benar-benar menjadi sasaran tatapan dari teman-temannya, bahkan Grace yang juga menyadari kedatangannya langsung berdiri menghampiri.Grace segera mendatangi Valerie dengan penuh kekhawatiran. “Kenapa terlambat?” Meneliti keadaan sahabatnya, ia lalu menyentuh kening Valerie yang memang terasa hangat di sana. “Kamu terlihat sangat pucat, Vale. Kamu sakit, ya?”Valerie menggeleng dan mengulas senyum tipis. “Aku tidak apa-apa, Grace. Tadi aku ketinggalan bus yang membuatku harus menunggu bus selanjutnya, itu mengapa aku bisa terlambat.”Valerie sengaja berbohong pada sahabatnya, tidak mungkin ia mengatakan dengan jujur bahwa ia
“Jatuh pingsan?”Sean setengah berteriak pada Andre yang menyampaikan kabar itu padanya.“Iya, Tuan Sean. Di baru saja jatuh pingsan.”“Di mana? Dan kapan itu terjadi?” Sean mulai berdiri dari balik meja kerjanya.Andre yang duduk santai di dalam ruangan Sean kembali menjawab kekhawatiran yang terlihat jelas dari raut wajahnya. “Tadi dalam perjalanan ke sini. Kebetulan aku habis mengambil arsip di sebelah klinik dan ada keributan di luar. Ternyata gadis itu sudah tidak sadarkan diri dan sedang digendong seorang pria dan di antar beberapa rekan kerjanya ke klinik.”“Digendong?” Kali ini wajah Sean menegang marah. “Siapa? Seorang pria?”Andre tiba-tiba saja tak bisa menahan tawanya. “Istri keduamu pingsan dan kau malah meributkan siapa yang menggendongnya?”Tawa Andre seketika menggelegar, tidak peduli pada wajah Sean yang menunjukkan amarahnya. “Tentu saja pria, dan mana mungkin perempuan.”Sean m
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada