Tubuh Sean membeku dengan mata melebar sempurna saat mendapati sebuah mobil yang bergerak tidak wajar ke arah Valerie yang tengah berjalan gontai di tepi trotoar.Apa-apaan mobil itu? Apa dia sengaja ingin mencelakai istrinya?Jadi, tanpa berpikir panjang Sean berlari sekencang yang ia bisa. Dengan rasa panik, khawatir dan putus asa menjadi satu saat mobil itu sudah bergerak kencang ke arah Valerie. “Valerie!” teriaknya.Tangannya terulur membungkus penuh tubuh mungil itu di dalam pelukannya dan jatuh bersamaan ke atas aspal dengan Sean yang menjadi bantalannya.Lengan Sean memeluk sepanjang punggung ramping itu, berusaha keras menyelamatkan Valerie dari hantaman keras jalanan. Tetapi justru Sean yang harus merasakan kerasnya jalanan, ia bahkan merasakan tulangnya menjadi remuk.“Aww ...” desisnya kesakitan.Setelah beberapa saat, Sean membuka kedua matanya dan melirik ke arah Valerie yang berada di pelukannya. “Valerie?” panggilnya dengan napas pelan.Tetapi tidak ada jawaban, karen
Karena saran dari dokter sebelumnya, kini Valerie sedang diperiksa oleh dokter obgyn di rumah sakit ini. Sekali lagi dengan perasaan was-was Sean menunggu.“Saya sudah melakukan tes darah untuk memastikan pasien benar hamil atau tidak. Kami juga sudah melakukan tes lainnya,” ucapan dokter obgyn itu sambil menyodorkan dokumen pada Sean.Sean segera meraih dokumen itu dengan dada yang berdebar kencang. Perasaan tidak sabaran untuk segera mengetahui isi dari dokumen itu menyelimutinya.Dengan fokus Sean membaca dengan seksama isi dokumen itu dan fakta bahwa Valerie benar-benar hamil tertulis di sana. Tanpa sadar sebuah senyuman terbit di bibirnya begitu saja. Tak pernah ia sangka akhirnya Valerie hamil secepat ini, hamil anaknya, buah cinta mereka.Sejujurnya, sejak dahulu Sean juga sangat mengharapkan seorang anak. Hanya saja karena cintanya yang begitu besar pada Amora ia tidak ingin membebankan hal ini kepada istrinya itu. Terlebih lagi Amora yang mandul dan tidak bisa memberinya anak
“Apa kau sengaja menyembunyikan kehamilan ini dariku?”Pertanyaan Sean seketika membuat kedua bola mata Valerie membelalak sempurna. Dia baru saja juga mengetahuinya dan bagaimana mungkin ia akan menyembunyikan hal sepenting ini dari Sean. Meskipun sebelumnya ada niatan untuk kabur membawa anaknya tanpa sepengetahuan Sean karena tidak ingin bayinya menjadi anak Amora setelah lahir. Tetapi setelah dipikir-pikir, tidak ada gunanya juga ia kabur karena Sean sudah pasti akan menemukan dirinya di mana pun ia bersembunyi.“Ti—tidak, Sean. Aku tidak pernah ada niatan untuk menyembunyikan kehamilanku ini darimu, aku juga baru mengetahuinya semalam,” ucap Valerie terbata-bata, tidak terima dengan tuduhan itu.Sean mengulum senyum mendapati Valerie yang tampak pias dengan tuduhannya barusan. “Aku hanya bercanda, Vale!” Lalu setelah itu, Sean bergerak mengecup kening Valerie dan berbisik, “Selamat! Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ibu, Sayang.”Sayang? Valerie tidak salah dengar bukan?V
Siang itu cahaya mentari bersinar terang benderang. Rasa panas terasa menyengat di kulit. Tetapi meskipun begitu, itu sama sekali tidak menghalangi kebahagiaan yang Amora rasakan sekarang ini.Bahkan senyumnya terus merekah sepanjang jalan. Walaupun kabar dari orang suruhannya gagal membunuh Valerie, tetapi kabar dari Sean lebih membahagiakan.Tadi pagi berulang kali ia menghubungi suaminya itu hingga Sean pada akhirnya mengangkat teleponnya. Dan ia mendapati kabar bahwa Valerie saat ini tengah berada di rumah sakit. Betapa bahagianya ia saat tahu kalau Valerie celaka dan harus dirawat di rumah sakit. Tampaknya pekerjaan orang suruhannya itu hampir saja berhasil mengetahui bahwa Valerie terjatuh di trotoar karena menghindari mobil dan itu sudah pasti menimbulkan luka. Baginya itu sudah lebih dari cukup, Valerie terluka membuatnya sangat bahagia.Oleh karena itu, Amora dengan terburu-buru segera berangkat ke rumah sakit saat itu juga. Ia harus melihat langsung keadaan Valerie saat ini
Hamil? Jadi, perempuan itu berhasil hamil? Oh astaga, Amora senang sekali mendengar kabar tersebut.Air mata Amora langsung terhenti mendengar kabar yang baru saja Sean lontarkan. Ia menatap pria itu dengan ekspresi kaget. “Apa? Valerie sudah hamil?” Amora sama sekali tidak menyembunyikan rasa senangnya mendengar kabar itu. Senyumnya langsung merekah, dan tangisannya berhenti begitu saja mendengar kabar yang menurutnya sangat luar biasa.Amora langsung berlari memeluk tubuh Sean, tidak peduli lagi dengan pembicaraan mereka sebelumnya. Karena baginya kabar kehamilan Valerie lebih penting dari segalanya saat ini.“Oh God! Akhirnya, Sean. Akhirnya wanita itu hamil juga, hamil anak kita. Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua, kita akan memiliki anak, Sayang.”Akhirnya penantiannya berbuah manis. Ia bisa memiliki anak sekarang tanpa harus repot-repot hamil dan membuat tubuhnya berubah jelek. Ia juga tidak perlu takut reputasinya sebagai artis dan model rusak karena dirinya harus berba
Sean teringat dengan perkataan ibunya saat itu. Dia tidak boleh mempunyai istri lebih dari satu, karena ia tahu tidak akan bersikap adil. Terlebih lagi, pasti akan ada hati yang terluka dalam hubungan rumit ini. Karena pada kenyataannya, saat ini perasaannya pada Amora hampir hilang. Mungkin karena kesibukan Amora atau karena pengkhianatannya waktu itu ... mungkin juga karena kehadiran Valerie. Sosok yang memang sangat dibutuhkan untuk menjadi istrinya.Jika dipaksa, mungkin Sean bisa mempertahankan keduanya. Tetapi posisi Valerie sebagai istri kedua tentu saja akan menjadi pihak yang paling menderita. Sean tahu sekali opini publik akan sangat buruk untuk pihak yang menjadi kedua. Hanya akan dianggap sebagai simpanan, atau yang lebih kejamnya sebagai pelakor.Dan Sean sama sekali tidak mau itu terjadi pada Valerie. Ia tidak ingin memberikan neraka untuk wanita itu. Pada perempuan yang sudah memberikan kehangatan pada hidupnya.Sean juga ingin memberikan rumah untuk Valerie, rumah yan
Sean berusaha keras mencari cara membujuk untuk menghentikan niatan Amora untuk bunuh diri.“Ingat karier artis dan model yang sudah susah payah kau bangun hingga sesukses sekarang, Amora. Apa kau tidak merasa sayang jika harus meninggalkan semua impian kamu itu?” tanya Sean dengan nada membujuk, kalimatnya begitu lembut dan tenang.“Tidak! Aku tidak menginginkan semua itu lagi. Aku hanya ingin kamu, Sean. Apalah arti semua yang aku miliki jika aku hidup tanpamu. Aku tidak ingin bercerai, aku tidak ingin pisah darimu,” ucap Amora lemah dan terdengar begitu tersakiti.Impian Amora selama ini adalah bisa menikah dengan Sean, meskipun cinta yang dimilikinya tidaklah begitu besar untuk pria itu. Sehingga ketika ia dihadapkan dalam posisi ini, ia mulai kalang kabut. Amora tidak ingin dan tidak mau bercerai dari pria seperti Sean. Tidak akan pernah bisa!Sean seketika terdiam tak bisa berkata-kata lagi. Kepalanya semakin pusing dikarenakan aksi nekat Amora yang tidak main-main. Dia bahkan t
“Aku juga menginginkan anak Valerie!”Perkataan dari Amora membuat Valerie tercekat, sama seperti dengan Sean yang saat ini tidak menyangka Amora juga akan melontarkan kalimat itu.Valerie menunggu dalam keadaan tegang jawaban yang akan diberikan oleh Sean. Perasaan takut seketika menyelimutinya, meskipun pria itu sudah berjanji padanya bahwa bayi ini akan menjadi miliknya, tetapi siapa yang tahu jika Sean tiba-tiba berubah pikiran.“Amora ....”“Kau tahu aku nekat, bukan? Kau tidak mau kejadian tadi terulang kembali, jadi tentukan pilihanmu sekarang!” ancam Amora untuk ke sekian kalinya.Sean menggeleng dengan keras. Lalu dia bersuara dengan nada berbisik, “Jangan gila, Amora. Jangan meminta sesuatu yang bukan hak kamu! Valerie berhak memiliki bayinya dan kau tidak!” tekan Sean, menyadarkan Amora dari harapannya yang semu.Wajah Amora langsung berubah memerah, amarah langsung menguasainya. “Jadi kau tidak ingin memberikan bayi itu untukku, Sean? Baiklah, maka aku akan mati saja!”Tet
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada