Amora sangat cantik malam ini dalam balutan dress of shoulder hitam. Di mata Sean, istrinya itu selalu tampak cantik dan sempurna.
Dengan langkah panjang, Sean langsung menghampiri Amora yang tampaknya belum menyadari kehadirannya. “Hai, Sayang. Sudah lama menunggu?”Amora menoleh dan langsung tersenyum semringah saat melihat Sean. “Baru saja, Sayang.”Sean langsung membawa Amora ke dalam pelukannya, mengecup kanan kiri pipi istrinya, dan berakhir mengecup lama bibir yang dipoles listip berwarna merah itu.“Kau sangat seksi malam ini, Sayang!” puji Sean meneliti tampilan Amora yang benar-benar sempurna.Dengan tatapan menggoda, Amora mengedipkan satu matanya dengan manja ke arah suaminya. “Aku sengaja untuk menggodamu, Sayang.”Sean menyeringai. “Aku bisa saja langsung menerkammu di sini, Amor.”Amora tergelak. “Easy, boy. Kita harus makan malam dulu supaya punya tenaga untuk bertempur malam ini.”Sean ikut terbahak, mengambil tempat tepat di hadapan istrinya.“Kau belum makan malam, bukan?” tanya Amora memastikan.Sean seketika tercekat, ingatannya kini beralih ke kejadian tadi. Di mana dia makan dengan lahapnya hasil masakan dari Valerie. Bahkan Sean masih merasa begitu kenyang saking banyaknya ia makan tadi.“Belum kan, Sayang?” tanya Amora sekali lagi karena mendapati suaminya malah diam.Amora tidak boleh mengetahuinya. Istrinya itu tidak boleh tahu kalau dia habis makan malam di tempat Valerie. Bukan hanya makan, bahkan dia sangat menikmati masakan wanita murahan itu dan makan dengan lahap.“I—iya ... tentu saja aku belum makan, Sayang,” ucapnya dengan gelagapan.“Good, karena aku sudah memesan steik kesukaan kamu, Sayang.”‘Aneh, steik ini juga kesukaannya tetapi kenapa dia sama sekali tidak tertarik sama seperti dia begitu menginginkan ayam goreng kecap sederhana buatan Valerie. Astaga, bisa-bisanya steik dengan harga fantastis ini bisa kalah dari masakan perempuan murahan itu.’“Kamu tidak suka? Mau ganti menu yang lain?” tanya Amora tiba-tiba saat menyadari Sean tak kunjung menyentuh makanannya dan malah berakhir melamun.Dengan gelagapan, Sean mulai menikmati steik tersebut. “Tidak, tentu saja aku menyukai ini, Sayang!”Amora hanya manggut-manggut, meskipun banyak sekali pertanyaan yang bercokol di kepalanya tentang keanehan Sean malam ini.Sambil menikmati makan malamnya, Amora tiba-tiba teringat Valerie yang kemarin sudah menjadi istri kedua dari suaminya.“Sayang, kau sudah berhasil meniduri perempuan itu, kan?”Nafsu makan Sean hilang seketika karena istrinya kembali mengingatkannya pada Valerie. “Makan dulu, nanti kita bahas.”Amora sama sekali tak menuruti perkataan suaminya. “Aku mau tahu sekarang, Sean. Kamu sudah tidur kan sama dia?”Tidak menjawab, Sean hanya diam sebagai jawaban. Dan Amora tahu arti diam itu.Amora langsung menjatuhkan sendoknya dengan kasar. “Jadi, kau belum juga menidurinya? Apa yang kau tunggu, dia bahkan sudah menjadi istrimu seperti permintaannya.”“Amor, aku akan tidur dengannya, tetapi bukan sekarang,” jawab Sean dengan nada tenang.“Kapan, Sean? Lebih cepat dia hamil akan lebih bagus. Jadi, kamu harus secepatnya menidurinya. Pokoknya aku tidak mau tahu, besok malam kau harus berhasil menidurinya.”Rasa kesal langsung menguasai Sean mendengar permintaan Amora yang terkesan memaksa. “Kenapa semenjak perempuan itu datang kita selalu bertengkar, Amora! Sungguh, aku sangat membenci berada di posisi ini.”“Karena kau tidak mau mengikuti permintaanku, Sean. Ini perkara mudah, kau cukup menidurinya dan menghamilinya. Setelah itu, perempuan itu akan menjadi urusanku sampai anak kita lahir. Segampang itu, tetapi kamu sendiri yang terkesan membuatnya sulit.”Sean menatap istrinya tak percaya. “Ini tidak sesimple yang kau pikirkan, Amora. Tidur dengan perempuan lain, terlebih lagi perempuan murahan sepertinya sangat sulit aku lakukan. Ini perlu waktu.”Amora tahu bagaimana kerasnya seorang Sean pada pendiriannya, jadi jika ancaman dan pemaksaan sudah tidak mempan maka Amora perlu cara yang lain.“Sepertinya kamu memang ingin bercerai dariku, buktinya kau tidak ingin menghamili perempuan itu. Kamu tidak menyayangiku lagi!” lirih Amora dengan air mata yang mulai menetes di pelupuk matanya.Sean menghela napas, dia paling tidak bisa melihat Amora menangis, terlebih lagi jika itu karena dirinya. Dengan cepat dia berdiri dari tempatnya, mendekap tubuh Amora dengan penuh kasih sayang.“Baiklah, jangan menangis. Secepatnya aku akan tidur dengannya dan membuatnya hamil seperti permintaanmu.”Yeah, berhasil.“Besok kamu harus ke apartemen Valerie, tiduri dia di sana,” pintanya dengan tatapan nanar ke arah suaminya.Sean hanya menjawab dengan mengelus kepala wanita itu berniat menenangkan, sedangkan Amora mengalungkan lengannya di pinggang Sean.“Baiklah, ayo menyelesaikan makan malam kita, Sayang.”Amora mengangguk, kemudian kembali menikmati makan malamnya. Senyumnya tak pernah pudar dari bibirnya, bahagia menyelimuti perasaannya karena kali ini dia yakin Sean benar-benar akan meniduri perempuan itu.Di sela-sela menikmati makan malamnya, sebuah notifikasi pesan muncul di layar ponselnya.‘Amora, I miss you!’‘Kau begitu cantik dan seksi dengan gaun malam hitam itu.’Amora tersentak, nomor baru itu seketika membuatnya penasaran. Siapa gerangan yang mengiriminya pesan, terlebih lagi orang asing itu tahu di mana dirinya sekarang. Apakah dia penguntit?“Ada apa, Sayang?” tanya Sean yang menyadari Amora tampak aneh, celingak-celinguk seperti mencari seseorang.Menyadari kalau dirinya tengah diperhatikan, Amora segera menggeleng. “Bu—bukan apa-apa. Makanlah!” ucapnya terbata-bata, sembari kembali menikmati makan malamnya dengan penuh rasa penasaran akan orang asing yang mengiriminya pesan tersebut.‘Aku sangat merindukanmu, Baby Amor!’Pesan lain kembali muncul dan kali ini sukses membuat kedua matanya membola membaca pesan tersebut, hanya satu orang yang sering memanggilnya ‘Baby Amor’. Satu nama yang tiba-tiba terlintas di dalam pikirannya. Nama yang sudah dikuburnya semenjak ia resmi menjadi nyonya Sean.Ingin memastikan kebenarannya, dengan tangan bergetar Amora mengetik balasan untuk nomor tersebut.‘Bara, ini kamu?’Dan tak butuh lama hingga notif balasan kembali muncul.‘Yes, Baby. Aku senang ternyata kau masih mengingatku.’‘Aku tunggu di hotel Gold besok malam, Baby Amor.’Prang~~Ponsel yang digenggamnya jatuh dengan cara mengenaskan di atas meja. Orang itu benar Bara, cinta pertamanya yang pernah menitipkan benihnya di rahim Amora.Valerie berlarian sepanjang koridor rumah sakit dengan wajah yang sudah bersimbah air mata. Rasa takut terus mengganggunya sepanjang perjalanan, ibunya kembali mengalami serangan dan itu tentu saja bukan sesuatu yang baik.Penyesalan besar akan menghantuinya jika sesuatu yang fatal terjadi pada ibunya dan dia tidak ada di sana.“Bagaimana dengan ibuku?” tanya Valerie saat berpapasan dengan suster Anna ketika dia hendak memasuki ruangan perawatan ibunya.Suster Anna adalah teman ibunya yang kebetulan bekerja di rumah sakit ini, alhasil suster Anna sendiri yang menawarkan diri untuk merawat ibunya. Dan Valerie bersyukur akan hal itu, di samping suster Anna begitu baik, Valerie juga merasa ada sosok ibunya di dalam diri suster Anna.“Ibuku baik-baik saja kan, Suster?” Air mata Valerie semakin meluruh membasahi pipinya.Suster Anna langsung membawa Valerie ke dalam pelukannya, mendekapnya erat dengan penuh kasih sayang. Menyalurkan
Langkah kaki kurus itu tergesa-gesa seakan dikejar waktu, dengan masih menggunakan heels kerjanya Valerie buru-buru memasuki pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.Melihat keramaian di sana sini, dan megahnya tempat itu. Valerie sadar jika ia sudah terlalu lama tidak menginjakkan kaki di tempat ini. Sudah setahun ini, kehidupan Valerie hanya berotasi antara kantor, rumah sakit, dan rumah kecilnya.Dan rasanya ia merindukan tempat seramai ini, walau hanya sekedar melepas lelah. Dia kembali merasakan hidup di tengah-tengah kekacauan yang silih datang berganti di dalam kehidupannya.Kemarin Amora sudah mengirimkan sebuah alamat. Klinik kecantikan yang berada di area mall besar ini.Amora memintanya untuk bertemu di sana, sekaligus meminta Valerie untuk treatment kecantikan. Seumur hidupnya ia memang tidak pernah melakukan hal tersebut, menghambur-hamburkan uang untuk mempercantik diri adalah hal terakhir yang akan dilakukan.Vale
Mobil berwarna merah itu berhenti tepat di depan lobby hotel Gold. Sebelum turun, berkali-kali Amora menghirup napas dalam, berusaha menenangkan perasaannya. Ini pertemuan pertama mereka setelah lama berpisah, jadi tentu saja Amora gugup.Merasa dirinya sudah mulai terkendali, barulah wanita cantik itu turun. Tetapi sebelum itu, ia memperhatikan wajah dan tampilannya. Entahlah, hanya karena meminta bertemu Amora sampai datang ke klinik kecantikan untuk mempercantik diri. Amora hanya merasa, dia perlu tampil cantik di hadapan mantannya itu.Amora kali ini menggunakan mantel hitam yang menutupi dressnya, dan topi yang lumayan lebar untuk menenggelamkan wajahnya. Walaupun penjagaan hotel ini sangat ketat, ia merasa harus antisipasi jika ada paparazi atau orang yang mengikutinya.Artis papan atas sepertinya tentu saja banyak yang mencari celahnya untuk dijadikan bahan gosip.Baru saja masuk lebih dalam ke area restoran yang berada di lantai da
Sean menghembuskan napas lelah, sudah larut malam tetapi dia masih menyibukkan diri perusahaan. Alasannya tentu saja karena dia tidak ingin bertemu dengan Valerie dan melakukan permintaan Amora agar menidurinya malam ini.Alhasil, dia baru pulang setelah larut malam. Berharap Valerie sudah tertidur, sehingga dia punya alasan untuk tidak menidurinya malam ini. Jadi setelah mengirimkan pesan untuk istrinya, Sean langsung mengemudikan mobilnya ke apartemen Valerie.Dalam perjalanan, Sean terus merutuki permintaan istrinya. Kenapa juga Amora begitu memaksanya untuk segera meniduri perempuan murahan itu?Tak butuh waktu lama untuk tenggelam dalam pikirannya, mobilnya sudah berhenti tepat di depan lobby apartemen. Menghembuskan napas kesal, Sean akhirnya turun dan melangkah masuk ke dalam apartemen itu.Sepanjang di dalam lift, Sean tak bisa tidak membayangkan wajah jelek istri keduanya. Mengingat hal tersebut, ia semakin malas untuk menginjakk
“Bagaimana jika kita memulai dengan menghapus habis listip merah ini terlebih dahulu?” Mata Valerie melotot sempurna dengan bibir terbuka. Pergerakan Sean begitu cepat, kini tangannya bergerak ke belakang kepala Valerie, merangkai rambut hitam itu ke sela jemarinya. Meremasnya kuat, namun tidak menyakiti. Lalu disusul dengan menarik rambut itu hingga kepala Valerie mendongak menatapnya.“Aww ...” pekik Valerie kaget.“Lagi pula, merah sama sekali tidak cocok untukmu,” ucapnya sekali lagi, sebelum mengulum bibir berlistip merah itu.Sean berhasil menyatukan bibir keduanya. Mulut Valerie yang sebelumnya terbuka karena terkejut semakin memudahkan Sean untuk memorak-porandakan bibir tersebut.Napas Valerie berubah tersengal, tubuhnya semakin bergetar ketakutan. Kedua matanya terpejam erat, dengan tangan yang meremas kuat kemeja Sean. Valerie bisa merasakan dengan jelas bibirnya yang berulang kali dihisap dengan kuat, la
Air mata Valerie meluruh. Ia benar-benar menjadi layaknya wanita murahan saat ini. Tubuhnya kini di bawah kuasa seorang Sean, diperlakukan sebegitu intimnya.Saat Sean berhasil mengulum puncak payudaranya, Valerie hanya bisa memejamkan kedua matanya erat-erat. Perasaan ini sangat aneh, bahkan karena cumbuan itu menjalarkan hawa panas di pangkal pahanya.“Tu—tuan Sean, sudah ...” pekiknya saat merasakan kuluman itu semakin keras.“Diam dan nikmati saja, jalang!” bentak Sean tak terima kesenangannya malah diganggu.Valerie benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, tetapi menyerahkan diri saat ini ia belum siap.Tubuhnya kini sudah di bawah kuasa Sean, tidak ada jalan untuk lari dari sana. Pria itu sudah begitu bergairah pada tubuhnya, seakan siap mencabik-cabik dirinya dalam kenikmatan yang tiada tara.Air mata itu meluruh, mencari cara agar lepas dari kungkungan tubuh besar Sean, hingga satu nama terlintas di pikiranny
Mentari bersinar dari balik gorden yang masih tertutup rapat. Kedua insan yang tidur sambil berpelukan itu tampak tidak terganggu sama sekali dengan jam yang mulai tinggi. Begitu nyaman berpelukan dengan selimut yang menutupi tubuh telanjang keduanya.Amora mengerjap beberapa kali meminta kesadarannya muncul, bersamaan dengan matanya yang sudah mulai fokus. Dia tertegun menatap dada bidang tepat di hadapannya. Mengangkat mata perlahan, dengan deru napas yang beradu, matanya melebar seketika.Pria ini Bara.Bukan suaminya, Sean.Seolah kewarasan dan suasana normal mulai menyelimuti, ia terpekik dari tempatnya. Melepas paksa tangan yang melingkar di perutnya, lalu bergerak bangun dengan terburu-buru. Bersamaan dengan itu, Bara mulai terusik dalam tidurnya.Oh Tuhan! Ini salah, apa yang dilakukannya bersama Bara ini salah besar. Dia telah mengkhianati 3 tahun pernikahannya dengan Sean.Sekelebat wajah Sean yang tersenyu
Sean menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi kerjanya, ia pusing bukan main. Memikirkan kejadian semalam yang membuatnya hampir saja lepas kendali meniduri Valerie, mengingat hal tersebut ia merasa bersalah kepada Amora.Aneh, ia begitu merasa bersalah pada Amora, padahal istrinya sendiri yang memintanya untuk meniduri dan segera menghamili wanita murahan itu.Tetapi entah kenapa, dia merasa seperti akan mengkhianati Amora jika terlalu lama bersama perempuan itu. Entah apa yang dimiliki oleh Valerie, sehingga membuatnya hampir saja lepas kendali semalam.Tentu saja pesonanya.Ya, Sean menyadari seberapa besar pesona wanita itu. Hanya karena tampilan yang sedikit berbeda dan rayuan murahannya ia hampir saja tergoda. Ah, bukankah wanita itu memang seorang jalang? Pantas saja dia begitu ahli merayu.Sean segera mewanti-wanti dirinya, dia tidak boleh sampai terjatuh lagi dalam rayuan perempuan itu. Valerie sangat berbahaya, dia h
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada