Share

Rahasia si Fotografer
Rahasia si Fotografer
Penulis: Adam Arjuna

Bab 1

Penulis: Adam Arjuna
"Pertahankan posisinya, jangan bergerak!"

Di depan kamera sudah ada seorang gadis memakai kostum seragam sekolah sedang duduk sambil agak mendongakkan kepala. Tubuhnya condong ke depan dan menatap kamera dengan tatapan malu-malu tapi menggoda.

Aku berdiri di sampingnya, dan dari posisiku sekarang, aku dapat melihat bra berdesain beruang kecil yang sedang dia kenakan.

Belum lagi lekukan tubuhnya yang begitu menakjubkan.

Cekrek! Aku menekan tombol foto.

"Bagus sekali, ekspresi dan posenya sangat pas, sangat cantik."

Gadis di depanku itu bernama Sari Handoko, seorang mahasiswi dari kampus yang ada di dekat sini.

Dia mengamati hasil foto barusan dengan tatapan kagum. Dia foto tersebut dia terlihat bergaya polos dan imut layaknya seorang selebgram.

"Ini semua berkat bimbingan Kak Adam."

Gadis muda itu berkata pelan sambil menundukkan kepala.

Aku tertawa keras, "Sudah, sudah. Kemampuan memfotoku nggak sebaik itu, kamu memang dasarnya sudah cantik."

Wajah Sari sontak memerah. Seorang pelayan lalu mengarahkannya ke kasir usai melakukan pemotretan barusan.

Sementara itu, aku segera berjalan ke pojok ruangan untuk duduk dan merokok.

Aku membuka studio foto di dekat rumah setelah lulus. Tempatnya memang tidak besar, tapi bisnisku ini berjalan lancar karena tidak mematok biaya foto yang mahal dan pelayanan yang memuaskan.

Akhir-akhir ini, banyak orang ingin menjadi selebgram, makanya aku menyiapkan berbagai jenis pakaian di lemari. Ada seragam sekolah, baju tradisional, gaun mini, dan berbagai macam stoking baik yang warna hitam atau putih, semuanya lengkap.

Makin kesini makin banyak mahasiswi yang datang ke sini karena tertarik.

Aku bergegas menghabiskan sebatang rokok tadi, lalu hendak kembali melanjutkan pekerjaan.

Tapi begitu aku mengangkat kamera, asistenku, Winda, tiba-tiba menghampiriku dengan tergesa.

"Bos, ada sedikit masalah."

"Ada apa?"

"Ah, itu, Sari yang tadi, dia sudah lama di meja kasir tapi masih belum bayar .... Apa Bos bisa pergi memeriksanya sebentar?"

Ketika baru sampai di meja kasir, aku langsung mendengar suara tangisan Sari yang sepertinya merasa tersudutkan.

"Sudah kubilang kalau aku pasti akan bayar, tapi aku butuh waktu!"

"Nona Sari, kami nggak menerima hutang di sini."

"Aku nggak bermaksud hutang!"

Sari sedang berdebat dengan pelayan di kasir, kedua matanya sudah tampak memerah.

Begitu melihat kehadiranku, dia seperti menaruh sebuah harapan.

"Kak Adam!" Sari menarik lenganku, "Aku ...."

"Aku sudah dengar semuanya." Aku kemudian menenangkannya, "Kamu boleh bayar pakai uang nanti, tapi ...."

"Kak Adam, aku paham kok peraturan di sini!"

Sebelum aku selesai bicara, Sari sudah lebih dulu menyodorkan sebuah kartu padaku.

Wajahnya tampak memerah saat mengatakan, "Aku tunggu Kakak di tempat ini malam ini."

Dia langsung berlari pergi usai berkata demikian.

Aku menatap kartu di tanganku sambil membatin, 'Ah, lagi-lagi harus aku yang pergi ke sana.'

Aku sudah membuka studio foto ini selama tiga tahun. Ada banyak mahasiswi yang tidak bisa langsung membayar setelah melakukan pemotretan. Namun, tentu saja tidak ada yang gratis di dunia ini.

Semua orang tentu paham maksudnya.

Membayangkan tubuh mulus Sari membuat bibirku jadi kering, aku sampai menggigit bibirku sendiri.

Aku meletakkan kartu pemberiannya tadi di atas meja kasir, dan memilih membiarkannya.

Usai menyelesaikan pekerjaanku dan menutup studio, aku berjalan menuju ke lokasi Hotel Melati.

Kamar 808.

Aku mengetuk pintu kamar dua kali, dan Sari kemudian muncul membukakan pintu untukku.

Dia mengenakan seragam sekolah dan mengikat dua rambutnya. Pakaiannya terlihat lebih tipis daripada yang ada di studio, dan terlihat lebih menggoda.

Aku berusaha menahan gejolak dalam tubuhku, lalu bertanya, "Kenapa kamu menyuruhku datang ke sini malam-malam begini, Sari?"

"Kak Adam, Kakak kan juga sudah tahu apa alasannya!"

Sari menjawab dengan suara yang terdengar centil. Dia kemudian menarikku masuk kamar dengan wajah malu-malu.

Kamar tersebut terlihat remang-remang.

Sari menari di depanku dengan mengenakan seragam, dia juga menunjukkan berbagai pose memukau.

Posenya memang sama dengan saat pemotretan tadi, tapi kali ini benar-benar membuat darah terasa mengalir lebih kencang.

Sari menarik tanganku dan mengarahkannya ke dadanya.

"Kak Adam, tolong pelan-pelan ya nanti. Ini pengalaman pertamaku ...."

Bab terkait

  • Rahasia si Fotografer   Bab 2

    Aku sontak kaget begitu mendengar kejujurannya barusan.Sari benar-benar masih perawan!"Sari, kamu ...."Aku sudah hendak beranjak dari atas tubuhnya, tapi dia malah menarikku kembali."Nggak apa, Kak. Setiap gadis pasti pernah mengalami hal ini kan."Sari memelukku erat dan berkata, "Apa aku boleh datang ke studio foto kakak lagi lain kali? Tapi aku maunya gratis, ya!"Aku tertawa dan menjawab, "Gratis? Tentu saja boleh!"Menurutku, mahasiswi zaman sekarang memang sangat ambisius. Mereka bahkan sampai rela menyerahkan tubuh mereka demi sebuah pemotretan.Tapi karena mereka sendiri juga tidak keberatan mengenai hal itu, aku juga tidak akan banyak berkomentar.Mereka ingin melakukan sebuah pemotretan, sementara aku juga perlu melampiaskan kebutuhanku.Semua orang punya kebutuhan masing-masing.Sejak aku memutuskan untuk berhubungan dengan Sari, dia banyak memberiku peluang bisnis sebagai sebuah bentuk imbalan karena bisa berfoto gratis di studio fotoku.Aku juga dengar kabar kalau Sari

  • Rahasia si Fotografer   Bab 3

    Satu minggu kemudian.Sesuai waktu yang sudah disepakati, aku menunggu Citra dan rombongannya datang ke studio.Awalnya, aku rencananya mau langsung bertemu di lokasi pemotretan saja, tapi Citra bilang kalau calon suaminya yang akan mengendarai mobil dan sekalian menjemputku.Aku pikir-pikir sebentar, baru kemudian menyetujuinya.Ketika mereka tiba, aku langsung mengenali sosok Citra.Dia memakai jaket kulit hitam dan rok ketat yang menonjolkan lekuk pinggul serta sepasang kaki jenjang. Proporsi tubuhnya benar-benar sempurna. Dia sekilas saja sudah membuat orang terpesona.Citra juga tersenyum ke arahku, kedua mata kami saling bertemu pandang selama sepersekian detik.Calon suaminya kemudian mengulurkan tangan dan menyapaku, "Halo, aku Putra Dimitri.""Halo, aku Adam Harris."Kami pun masuk ke mobil usai saling berkenalan singkat.Karena Citra mau mengambil foto di tepi pantai, perjalanan ke lokasi pun cukup lama, kurang lebih sekitar empat sampai lima jam.Mereka juga sudah memesan ka

  • Rahasia si Fotografer   Bab 4

    "Non-Nona Citra?"Keterkejutanku membuatku terbata-bata saat bicara."Putra tertidur karena kecapaian, makanya aku ke sini mau mengajak Kak Adam ke pantai, mau nggak?""Boleh."Tentu saja aku mau ikut karena bisa melihat wanita secantik ini dari jarak yang sangat dekat, apalagi dia juga sedang memakai bikini!Citra tersenyum, kami berdua lalu berjalan bersama ke pantai.Matahari kebetulan sedang terbenam, membuat sinarnya yang tampak berwarna oranye itu menyinari tubuh Citra. Wanita itu jadi makin terlihat memesona saja.Dia layaknya lukisan yang dipajang di sebuah museum.Aku yang sedang berbaring di atas kursi pantai, rasanya seperti sedang berada di surga.Setelah capek bermain di pantai, Citra pun duduk bersantai di sampingku."Pemandangan di tepi pantai memang indah.""Iya," sahutku. "Tapi Nona Citra lebih cantik dari pemandangan ini!"Citra menatapku dengan malu-malu.Kemudian dia mengulurkan sebotol minyak padaku."Ini, tolong pijat aku, ya."Inilah saat yang kutunggu-tunggu!Ci

  • Rahasia si Fotografer   Bab 5

    "Nona Citra, tunanganmu baru saja pergi.""Dilihat dari cara dia pergi, sepertinya dia pergi untuk mengurus urusan pernikahan dan akan memakan waktu yang cukup lama. Kenapa? Kamu takut, ya?"Aku menghela napas, lalu langsung menggendong Citra kembali ke kamar.Di atas ranjang.Citra sedang berbaring dengan wajah memerah, ekspresinya tampak puas."Kak Adam, apa sudah ada yang pernah bilang kalau teknik Kakak sangat mahir saat melakukannya?""Apa menurutmu ini hanya tentang teknik?"Aku bertanya sambil membalik pinggangnya."Tentu saja bukan." Citra merangkak di atasku lagi, "Kamu nggak tahu kan, sudah berapa lama aku mengurus Putra sampai sekarang. Kalau saja aku nggak janji pada ayahnya akan mengurusnya ....""Ayahnya?""Nggak, bukan apa-apa."Citra segera mengalihkan topik pembicaraan, dan mulai ronde baru yang terasa begitu membara denganku.Beberapa hari kemudian, kami bertiga jadi makin akrab.Di siang hari, aku bertugas mencarikan tempat parkir di setiap lokasi pemotretan, dan mem

  • Rahasia si Fotografer   Bab 6

    Aku mengeluarkan ponselku dan berusaha menghubungi Citra dengan tangan gemetaran, tapi teleponku tidak diangkat.Karena situasinya benar-benar mendesak, aku juga tidak bisa mengirimkan pesan ke Citra untuk menanyakan hal ini. Alhasil, aku pun memutuskan untuk segera ke kamar Citra selagi Putra masih ada di bar.Citra bilang sedang sakit kepala hari ini, makanya dia memilih untuk beristirahat saja di dalam kamar.Tapi ketika aku hendak mengetuk pintu, sudah lebih dulu ada orang yang membuka pintu kamar Citra dari dalam. Rupanya orang itu adalah Dikta, sepupu Putra!"Tu-Tuan Dikta ...."Raut wajah Dikta terlihat panik sekaligus kaget ketika melihatku sudah berada di depan pintu.Tapi dia buru-buru menormalkan ekspresinya dan mengangguk santai padaku."Apa kamu datang ke sini untuk menemui calon istri adik sepupuku?""Nggak, nggak kok."Mana mungkin aku berani mengatakan kalau kedatanganku untuk mencari celana dalam?Aku memilih untuk buru-buru kabur!Setelah kembali ke kamarku sendiri, a

  • Rahasia si Fotografer   Bab 7

    Citra berencana mengajak Dikta ke hotel, lalu aku yang akan menghabisi pria itu.Dia juga akan lebih dulu memberikan obat tidur pada Dikta supaya memudahkan aksiku.Waktu yang sudah ditentukan makin dekat, dan aku benar-benar bimbang. Aku ragu apakah harus pergi ke hotel atau tidak.Ini adalah sebuah tindak pembunuhan!Apa aku benar-benar harus sampai jadi seorang pembunuh hanya karena perselingkuhan?Tapi kalau aku tidak pergi, apakah Citra sanggup melancarkan rencana itu sendirian? Ditambah lagi, dia memegang bukti perselingkuhan kami .... Sekarang aku benar-benar merasa takut sekaligus menyesal.Setelah sempat ragu, akhirnya aku tetap memutuskan untuk pergi.Namun, aku datang terlambat satu jam dari waktu yang sudah disepakati."Citra, apa kamu ada di dalam?"Aku memanggil Citra dengan suara pelan begitu tiba di depan pintu kamar, tapi tidak ada satu orang pun yang merespons!Aku membuka pintu, dan kamar itu malah kosong tanpa ada satu orang pun di dalamnya!Kepanikan langsung melan

Bab terbaru

  • Rahasia si Fotografer   Bab 7

    Citra berencana mengajak Dikta ke hotel, lalu aku yang akan menghabisi pria itu.Dia juga akan lebih dulu memberikan obat tidur pada Dikta supaya memudahkan aksiku.Waktu yang sudah ditentukan makin dekat, dan aku benar-benar bimbang. Aku ragu apakah harus pergi ke hotel atau tidak.Ini adalah sebuah tindak pembunuhan!Apa aku benar-benar harus sampai jadi seorang pembunuh hanya karena perselingkuhan?Tapi kalau aku tidak pergi, apakah Citra sanggup melancarkan rencana itu sendirian? Ditambah lagi, dia memegang bukti perselingkuhan kami .... Sekarang aku benar-benar merasa takut sekaligus menyesal.Setelah sempat ragu, akhirnya aku tetap memutuskan untuk pergi.Namun, aku datang terlambat satu jam dari waktu yang sudah disepakati."Citra, apa kamu ada di dalam?"Aku memanggil Citra dengan suara pelan begitu tiba di depan pintu kamar, tapi tidak ada satu orang pun yang merespons!Aku membuka pintu, dan kamar itu malah kosong tanpa ada satu orang pun di dalamnya!Kepanikan langsung melan

  • Rahasia si Fotografer   Bab 6

    Aku mengeluarkan ponselku dan berusaha menghubungi Citra dengan tangan gemetaran, tapi teleponku tidak diangkat.Karena situasinya benar-benar mendesak, aku juga tidak bisa mengirimkan pesan ke Citra untuk menanyakan hal ini. Alhasil, aku pun memutuskan untuk segera ke kamar Citra selagi Putra masih ada di bar.Citra bilang sedang sakit kepala hari ini, makanya dia memilih untuk beristirahat saja di dalam kamar.Tapi ketika aku hendak mengetuk pintu, sudah lebih dulu ada orang yang membuka pintu kamar Citra dari dalam. Rupanya orang itu adalah Dikta, sepupu Putra!"Tu-Tuan Dikta ...."Raut wajah Dikta terlihat panik sekaligus kaget ketika melihatku sudah berada di depan pintu.Tapi dia buru-buru menormalkan ekspresinya dan mengangguk santai padaku."Apa kamu datang ke sini untuk menemui calon istri adik sepupuku?""Nggak, nggak kok."Mana mungkin aku berani mengatakan kalau kedatanganku untuk mencari celana dalam?Aku memilih untuk buru-buru kabur!Setelah kembali ke kamarku sendiri, a

  • Rahasia si Fotografer   Bab 5

    "Nona Citra, tunanganmu baru saja pergi.""Dilihat dari cara dia pergi, sepertinya dia pergi untuk mengurus urusan pernikahan dan akan memakan waktu yang cukup lama. Kenapa? Kamu takut, ya?"Aku menghela napas, lalu langsung menggendong Citra kembali ke kamar.Di atas ranjang.Citra sedang berbaring dengan wajah memerah, ekspresinya tampak puas."Kak Adam, apa sudah ada yang pernah bilang kalau teknik Kakak sangat mahir saat melakukannya?""Apa menurutmu ini hanya tentang teknik?"Aku bertanya sambil membalik pinggangnya."Tentu saja bukan." Citra merangkak di atasku lagi, "Kamu nggak tahu kan, sudah berapa lama aku mengurus Putra sampai sekarang. Kalau saja aku nggak janji pada ayahnya akan mengurusnya ....""Ayahnya?""Nggak, bukan apa-apa."Citra segera mengalihkan topik pembicaraan, dan mulai ronde baru yang terasa begitu membara denganku.Beberapa hari kemudian, kami bertiga jadi makin akrab.Di siang hari, aku bertugas mencarikan tempat parkir di setiap lokasi pemotretan, dan mem

  • Rahasia si Fotografer   Bab 4

    "Non-Nona Citra?"Keterkejutanku membuatku terbata-bata saat bicara."Putra tertidur karena kecapaian, makanya aku ke sini mau mengajak Kak Adam ke pantai, mau nggak?""Boleh."Tentu saja aku mau ikut karena bisa melihat wanita secantik ini dari jarak yang sangat dekat, apalagi dia juga sedang memakai bikini!Citra tersenyum, kami berdua lalu berjalan bersama ke pantai.Matahari kebetulan sedang terbenam, membuat sinarnya yang tampak berwarna oranye itu menyinari tubuh Citra. Wanita itu jadi makin terlihat memesona saja.Dia layaknya lukisan yang dipajang di sebuah museum.Aku yang sedang berbaring di atas kursi pantai, rasanya seperti sedang berada di surga.Setelah capek bermain di pantai, Citra pun duduk bersantai di sampingku."Pemandangan di tepi pantai memang indah.""Iya," sahutku. "Tapi Nona Citra lebih cantik dari pemandangan ini!"Citra menatapku dengan malu-malu.Kemudian dia mengulurkan sebotol minyak padaku."Ini, tolong pijat aku, ya."Inilah saat yang kutunggu-tunggu!Ci

  • Rahasia si Fotografer   Bab 3

    Satu minggu kemudian.Sesuai waktu yang sudah disepakati, aku menunggu Citra dan rombongannya datang ke studio.Awalnya, aku rencananya mau langsung bertemu di lokasi pemotretan saja, tapi Citra bilang kalau calon suaminya yang akan mengendarai mobil dan sekalian menjemputku.Aku pikir-pikir sebentar, baru kemudian menyetujuinya.Ketika mereka tiba, aku langsung mengenali sosok Citra.Dia memakai jaket kulit hitam dan rok ketat yang menonjolkan lekuk pinggul serta sepasang kaki jenjang. Proporsi tubuhnya benar-benar sempurna. Dia sekilas saja sudah membuat orang terpesona.Citra juga tersenyum ke arahku, kedua mata kami saling bertemu pandang selama sepersekian detik.Calon suaminya kemudian mengulurkan tangan dan menyapaku, "Halo, aku Putra Dimitri.""Halo, aku Adam Harris."Kami pun masuk ke mobil usai saling berkenalan singkat.Karena Citra mau mengambil foto di tepi pantai, perjalanan ke lokasi pun cukup lama, kurang lebih sekitar empat sampai lima jam.Mereka juga sudah memesan ka

  • Rahasia si Fotografer   Bab 2

    Aku sontak kaget begitu mendengar kejujurannya barusan.Sari benar-benar masih perawan!"Sari, kamu ...."Aku sudah hendak beranjak dari atas tubuhnya, tapi dia malah menarikku kembali."Nggak apa, Kak. Setiap gadis pasti pernah mengalami hal ini kan."Sari memelukku erat dan berkata, "Apa aku boleh datang ke studio foto kakak lagi lain kali? Tapi aku maunya gratis, ya!"Aku tertawa dan menjawab, "Gratis? Tentu saja boleh!"Menurutku, mahasiswi zaman sekarang memang sangat ambisius. Mereka bahkan sampai rela menyerahkan tubuh mereka demi sebuah pemotretan.Tapi karena mereka sendiri juga tidak keberatan mengenai hal itu, aku juga tidak akan banyak berkomentar.Mereka ingin melakukan sebuah pemotretan, sementara aku juga perlu melampiaskan kebutuhanku.Semua orang punya kebutuhan masing-masing.Sejak aku memutuskan untuk berhubungan dengan Sari, dia banyak memberiku peluang bisnis sebagai sebuah bentuk imbalan karena bisa berfoto gratis di studio fotoku.Aku juga dengar kabar kalau Sari

  • Rahasia si Fotografer   Bab 1

    "Pertahankan posisinya, jangan bergerak!"Di depan kamera sudah ada seorang gadis memakai kostum seragam sekolah sedang duduk sambil agak mendongakkan kepala. Tubuhnya condong ke depan dan menatap kamera dengan tatapan malu-malu tapi menggoda.Aku berdiri di sampingnya, dan dari posisiku sekarang, aku dapat melihat bra berdesain beruang kecil yang sedang dia kenakan.Belum lagi lekukan tubuhnya yang begitu menakjubkan.Cekrek! Aku menekan tombol foto."Bagus sekali, ekspresi dan posenya sangat pas, sangat cantik."Gadis di depanku itu bernama Sari Handoko, seorang mahasiswi dari kampus yang ada di dekat sini.Dia mengamati hasil foto barusan dengan tatapan kagum. Dia foto tersebut dia terlihat bergaya polos dan imut layaknya seorang selebgram."Ini semua berkat bimbingan Kak Adam."Gadis muda itu berkata pelan sambil menundukkan kepala.Aku tertawa keras, "Sudah, sudah. Kemampuan memfotoku nggak sebaik itu, kamu memang dasarnya sudah cantik."Wajah Sari sontak memerah. Seorang pelayan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status