"Kapan tante pulang?" Sekali lagi aku melesatkan tanya pada Hanin sambil terus mengernyitkan kening.Hanin mengembangkan senyumannya saat mendengar pertanyaan ku, dia menoleh ke arah sosok perempuan yang bergerak mendekati kami."Tante pulang semalam," jawab Hanin cepat.Semalam? Kapan? Kenapa aku tidak tahu?.Bola mata ku kembali menatap kearah sosok perempuan dengan dandanan sedikit cetar dihadapan kami tersebut. Yah perempuan ini tante Hanin, aku pernah cerita sebelumnya bukan? Tante Hanin tinggal bersama kami sejak pertama kali kami menikah hingga saat ini. Kemarin tante Hanin pergi ke luar kota karena katanya ada urusan yang harus dia kerjakan. Aku hampir lupa dengan keberadaan perempuan tersebut saat ini. Karena kesibukan dan berbagai macam pemikiran yang berkacamuk menjadi satu aku lupa ada anggota keluarga lain yang ada bersama kami."Mau kopi apa teh tante?" Suara Hanin memecah pemikiran, dia menawarkan tante nya kopi atau teh."Teh boleh." Tante Hanin menjawab cepat."Biar b
"Maksud nya bagaimana?" Jelas saja aku melesatkan tanya pada papa.Agak terkejut mendengar penuturan papa, meminta ruang kerja Hanin pindah ke kamar mendiang mama, apa aku tidak salah dengar atas keputusan papa? Kamar itu tidak pernah diizinkan terbuka sejak dulu, bahkan beberapa anggota keluarga pernah menginap dan mau tinggal di sana namun di tolak mentah-mentah. Jangan kan keluarga, adik ku Amira dan aku sendiri tidak pernah benar-benar diizinkan sering-sering berkunjung ke kamar mama lalu bagaimana tiba-tiba ada pembicaraan seperti ini di pagi ini?."Aku tidak mengerti." Lanjut ku lagi bicara dengan papa.Hanin sendiri tidak mengeluarkan ekspresi apapun, hanya menatap ku dan papa secara bergantian. Aku tidak bisa membaca raut wajah istri ku sendiri saat ini, tiba-tiba aku seperti tidak mengenali nya saat ini. Hanin bersikap begitu tenang, tidak protes atas inisiatif papa atau menolak, juga tidak terlihat ekspresi bahagia di balik wajah nya. Ekspresi Hanin terlalu tenang dan datar
Aku mencoba memijat kepala untuk beberapa waktu, menatap lurus kearah depan sejenak. Perdebatan di meja makan cukup memanas, papa agaknya marah dengan pertanyaan besar ku tadi soal apakah dia jatuh cinta pada Hanin."Apa kau gila?" Papa bertanya sambil mengerutkan keningnya."Bagaimana pikiran mu bisa seburuk itu soal papa?" Nada bicara papa sedikit meninggi, raut wajah nya menampilkan kemarahan luar biasa, aku tahu dia sangat tersinggung mendengar ucapan ku."Jangan menyalahkan pikiran ku, tapi siapa yang tidak tahu dengan sikap buruk papa selama ini." Tersulut emosi, aku bicara mencoba mengingatkan papa atas watak buruknya.Apalagi apa yang aku rasakan semalam dan yang aku lalui membuat pemikiran ku mulai menari-nari tidak menentu. Di satu sisi aku tidak bisa mempercayai papa, di sisi lain hati meronta dan berkata Hanin tidak mungkin semurahan itu. Demi apapun aku mendapatkan Hanin seorang perawan di malam pertama ku, dia suci dan belum terjamah mana mungkin ada main dengan papa ku
"Ada hal yang harus aku lakukan, ini cukup mendesak dan genting." Aku bicara dengan salah satu teman sejawat nya, kini bergerak menarik tas kerja dan kunci mobil milikku dengan cepat. Tidak menunggu jawaban laki-laki berusia hampir paruh baya berkepala botak tersebut, aku melesat turun dengan cepat menuju ke arah kamar elevator.Sejak pagi sudah terlalu gelisah setelah mendapatkan telepon dari seseorang di seberang sana, apa yang diucapkan oleh laki-laki di ujung telepon membuat seluruh konsentrasi pada pekerjaan ku kacau balau. Benar atau tidak aku harus membuktikan nya sendiri, bergerak pergi dari perusahaan setelah jam pulang kerja berdendang. Untungnya malam ini urung lembur, aku bisa pergi tanpa harus mengukur waktu. "Aku lembur malam ini, sayang." Aku bicara dari handphone nya pada Hanin, tidak mengeluarkan suara mencurigakan pada nya agar tidak menjadi tanda tanya besar."Tidak masalah makan malam tanpa aku dan pergilah tidur lebih awal. Ada tante May, kamu tidak harus khawati
"Bapak lupa-lupa ingat, salah satu dari mereka menyewa rumah itu tahun kemarin, katanya akan ada banyak orang dari beberapa kota datang berkumpul karena sebuah pekerjaan,""Tidak, mereka tidak saling mengenal antara satu dengan yang lainnya sebelumnya,""Kartu tanda penduduk mereka berasal dari desa dan kota yang berbeda,""Kurang tahu kita yah mas, setau kami tidak ada yang berstatus anak dan orang tua,""Tidak ada keluarga yang bernama Bramantyo di sini sebelum nya,""Iya, ini rumah sewaan 1 minggu tidak lebih,""Tidak, kami tidak mengenal nya, tapi anak-anak disini bilang dia selebgram yang kehidupan pribadi nya tidak pernah terekspos sebelumnya."Rasanya aku ingin mencari pegangan saat ini juga, kaki ku lunglai dan tubuhku kehilangan kekuatan juga pertahanan. Ucapan ketua RT setempat, sang pemilik rumah dan istri pak RT membuat kepala ku berputar-putar tidak menentu. Jantung ku tidak baik-baik saja dan ini semua bagaikan sebuah batu hantaman besar yang menimpaku tiba-tiba dari lan
Tentu saja aku cukup terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh istriku soal papa."Apa? Masuk ke kamar dengan kunci serap?" Bayangkan bagaimana ekspresi wajah ku saat ini saat mendengar ucapan Hanin, kata kunci serap membuat aku cukup shok.Hanin langsung menganggukkan kepalanya."Maafkan Hanin, bukannya aku berburuk sangka kepada papa tapi bagiku itu cukup tidak normal dan di luar pemikiran ketika Papa berani masuk ke kamar kita menggunakan kunci serap, belum lagi papa masuk tanpa izin dari salah satu diantara kita." Hanin kembali bicara di mana netra matanya menatap dalam bola mataku.Tidak terdapat kebohongan dibalik tatapannya, seolah-olah dia menantang dan bicara tentang sebuah kenyataan, ada ekspresi gusar juga ada ekspresi tidak suka atas apa yang menimpa Hanin di mana hanin berharap apa yang diucapkannya tidak menyinggung perasaan ku sama sekali."Orang-orang bilang kejahatan terjadi karena ada kesempatan dan aku tidak ingin memberikan kesempatan pada sesuatu yang akan beraki
"Mas." Hanin masih berusaha melarang ku, dia menggenggam lengan ku sambil menatap dalam bola mata ku."Stttt." Aku meletakkan jari telunjuk ku di bibir istriku tersebut.Aku pikir jika nomornya tidak aktif maka ini kesempatanku untuk bertanya pada Hanin tentang bapak dan rumah tinggal mereka di mana Hanin pernah membawaku ke sana sebelumnya, Aku ingin mendengarkan penjelasan dari istriku tersebut apa yang terjadi dan pembohongan apa sebenarnya yang dilakukan oleh perempuan di hadapanku ini. Demi apapun aku terlalu gelisah dengan keadaan dan berbagai macam kecurigaan menghantam diriku. Ketimbang terlalu lama memendam segalanya lebih baik aku bertanya pada tahap pertama tentang ayah Hanin, keluarganya dan kenapa rumah yang ditempati kini kosong dan berganti menjadi rumah orang lain.Saat keyakinan ku begitu besar tentang nomor yang sudah tidak aktif lagi di seberang sana, hal mengejutkan terjadi. Nada dering yang kemarin tidak dapat dihubungi kali ini tiba-tiba terdengar di seberang san
Aku bergerak dengan cepat mencoba untuk mendekati papa dan aku pikir aku pasti akan memberikan bogem mentah padanya saat ini juga, namun sayangnya sebelum aku mengeksekusi apa yang aku inginkan tiba-tiba saja Hanin berbalik dan berteriak."Akhhhhh."Ekspresi wajah istriku begitu terkejut tapi dia tidak melihat ke arah diriku, belum menyadari aku berada tidak jauh dari mereka, pusat mata Hanin tertuju tepat ke arah papa, dan di titik berikutnya istriku itu tiba-tiba saja melakukan sesuatu di luar batas pemikiran ku.Plakkkkkkkk.Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri papa ku, jujur aku masih cukup jauh sekitar beberapa meter, nyatanya Hanin yang meng'eksekusi papaku lebih dulu."Apa-apaan papa?" Hanin meninggikan suaranya, teriakannya sedikit melengking dan dia benar-benar menampilkan ekspresi takut dan juga panik atas kehadiran papa di belakangnya.Papa terlihat ikut terkejut sembari menyentuh pipi kirinya dengan telapak tangan kirinya di mana laki-laki itu seolah-olah ingin berkata t
Suasana rumah agak aneh begitu aku tiba, dan yang membuat aku sedikit terkejut juga mengernyitkan dahi saat aku melihat sebuah mobil tidak asing terparkir di depan halaman rumah. "dia di sini?" aku membantin menyadari siapa yang datang ke kediaman aku dan Hanin. hanya saja kenapa semalam ini, aku pikir apakah sang pemilik mobil berencana menginap?.Berbagai macam spekulasi menghantam, membuat aku menebak-nebak tentang banyak hal.Hingga pada akhirnya secara perlahan aku memutuskan keluar dari mobil ku, tidak memarkir nya hingga masuk ke dalam halaman rumah,. memutuskan untuk memarkirkan nya agak jauh dari rumah kami.Tebak apa yang aku pikirkan?."apakah mungkin Hanin yang mengundang orang itu?" ah berbagai macam pemikiran penghantar diri ku saat ini, di tengah keadaan di mana Aku terlalu gelisah dengan keadaan. apalagi saat aku mengetahui tentang sebuah kenyataan tadi di mana aku ternyata bukan putra dari orang tuaku. yang lebih mengerikan lagi satu saudaraku tahu sajak bahasa anak
Disisi lain.Aku kini mencoba memfokus kan diri pada jalanan, membawa mobil milik ku menembus malam. Kedua tangan ku terlihat memegang kemudi mobil dengan kencang di mana tatapan bola mata ku saat ini terus tertuju ke arah depan sedangkan pemikiran ku kini melanglang buana entah ke mana. Sejenak aku terlihat mengeratkan rahang untuk beberapa waktu, tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh diri ku saat ini, yang jelas jika orang-orang melihat ekspresi wajah ku, aku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Aku terus membawa mobil dengan cepat menembus angin malam, berpikir jika aku harus mengejar diri untuk bisa kembali ke kediaman ku saat ini juga."Aku harap mas tidak gegabah." percakapan itu terjadi beberapa waktu sebelumnya, dengan seseorang di ujung sana. Apa harus aku sebutkan siapa sebenarnya yang aku temui tadi? itu adalah suami adik ku, Amira. Aku menemui laki-laki itu saat mendapatkan informasi siapa yang mengurus tentang tes DNA aku dan almarhum papa. Suami adikku yang
Kembali ke kediaman Dev dan Hanin.Hanin terlihat menutup layar laptop nya perlahan, kegelisahan menghantam dirinya. Bicara pada Dev tentang sebuah kenyataan atau memilih diam dan tidak membahas semuanya hingga akhir. Dia meragukan segalanya. Hanin pikir seharusnya dia tidak membohongi Dev dengan semuanya, dia seharusnya tidak melakukan semua ini. Yah dia seharusnya tidak membohongi Dev, sejak awal semua hanya settingan. Pertemuan mereka, kebetulan yang terencana dengan matang."Kau bersedia masuk untuk menggoda dan menjadi istri Dev?" dia ingat apa yang ditawarkan untuk dirinya."Tentu saja, bukankah ini tujuan balas dendam nya." kala itu dia menjawab penuh dengan keyakinan, menatap lawan bicaranya dengan tatapan penuh percaya diri."Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada seorang Hanin? aku akan membuat Dev tunduk dan jatuh cinta pada ku, berikan aku waktu 1 bulan, aku pastikan dia akan membawa ku ke pelaminan dan kita akan bertemu tuan Bagas setelah itu."Hanin memejamkan sejenak b
Aku bergerak cepat keluar dari kamar tersebut, melangkahkan kakiku untuk keluar dari rumah orang tua ku. Tanpa banyak bicara aku lebih suka bergerak mengikuti naluri, aku harus pergi ke satu tempat malam ini juga. Tidak peduli bagaimanapun caranya, aku harus menemui seseorang sekarang juga.Suara dering handphone ku memecah keadaan, aku yang sudah fokus pada stir mobil ku memecah jalanan ibu kota seketika langsung menoleh kearah handphone ku dengan cepat. Ingin tahu siapa yang menghubungi diri ku."Halo?" dan tanpa pikir dua tiga kali, aku mengangkat panggilan ku."Maaf sayang, aku mungkin akan pulang terlambat." lanjut ku lagi kemudian.Yang menghubungi ku adalah Hanin."Ada hal mendadak yang harus aku lakukan, ini pekerja di perusahaan." aku berusaha berkilah, mencoba untuk berbohong meksipun sebenarnya aku bukan type orang yang bisa berbohong."Pergilah tidur lebih dulu hmmm, aku akan pulang secepatnya dan menyusul nanti." kembali aku bicara dan membujuk Hanin.Hanya terdengar hela
Bayangkan bagaimana ekspresi ku saat ini, hasil tes DNA yang diam-diam ku pinta menunjukkan sesuatu yang luar biasa."Ini gila." ucap ku pelan sambil meremas kertas yang ada ditangan ku."Bagaimana bisa aku tidak mengetahui nya hingga usia ku yang jelas tidak muda lagi," lanjut ku lagi dengan tubuh yang cukup lemas.Aku langsung berdiri dari posisi duduk ku, mengabaikan tentang kopi yang belum sepenuhnya aku nikmati semuanya dan mencoba beringsud dari sana. Sial nya tubuhnya ku terlalu linglung, seperti orang lemah yang bodoh dan tidak memiliki tenaga apapun aku nyaris tumbang dari posisi ku saat ini."Dev?""Tidak ada manipulasi bukan? hasilnya membuat ku terkejut dan kecewa!" ucap ku pada sosok dihadapkan ku, aku mencoba berpegangan pada sisi meja kiri dan kanan, berusaha menyeimbangkan tubuh ku yang nyaris tumbang."Itu murni tanpa manipulasi, jika ragu mari lakukan sekali lagi." mantap sosok didepan ku menjawab ucapan ku, seolah-olah hasil akhir yang keluar sudah benar-benar finis
Perusahaan xxxxxxxx,pusat kota."Dev?" suara seseorang terdengar memecah keadaan, aku yang cukup sibuk dengan pekerjaan langsung menghentikan apa yang aku lakukan. Menoleh ke arah asal suara dengan cepat."Ada apa?" aku bertanya pada salah satu relasi kantor ku dengan tatapan serius, menurunkan kaca mata yang aku gunakan perlahan, meletakkan nya ke atas meja."Kamu terus melewatkan makan siang, Dev." orang yang memanggil nama ku bicara dengan cepat.Mendengar ucapan dari laki-laki di hadapanku tersebut seketika aku langsung menoleh ke arah jam yang ada di dinding ruangan kerjaku."Astaghfirullahul'adzim." aku langsung beristighfar saat menyadari pukul berapa saat ini, seperti kata temanku tersebut aku melewatkan makan siangku hari ini. Selain karena efek sibuk yang menghantam ku, berbagai macam pemikiran yang berhantam diri ku juga membuat aku lupa dengan waktu. "Pergilah mendapatkan pekerjaan di sore hari ini aku pikir kau pasti lapar." ucap temanku dengan cepat sambil menepuk bah
Kediaman Dev, Kamar Hanin."Aku bisa melakukan nya sendiri, Dev." Hanin bicara cepat sambil menggelengkan kepalanya, agak malu saat aku membawa nya ke kamar mandi."Sayang jangan merasa sungkan," aku bicara sambil mengembangkan senyuman, menempatkan posisi Hanin di atas kloset kamar mandi."Aku bisa membersihkan sendiri tubuh ku Dev." Lagi Hanin bicara."Kamu masih kesulitan kalau melakukan apapun sendiri, jadi sebagai seorang suami wajar jika aku membantu kamu melakukan banyak hal untuk kamu sayang." Ucap ku cepat kepada Hanin, tidak ingin jika istriku merasa sungkan pada diriku sendiri. Sebagai seorang suami wajib jika aku membantu istriku di kala dalam keadaan sulit dan tidak baik-baik saja seperti ini, jadi Aku sama sekali tidak merasa keberatan jika harus merawat Hanin."Jangan berpikiran seperti orang asing, aku ini suami kamu, Jadi wajar saja jika aku membantumu kamu." Lanjut lagi kemudian.Hanin yang mendengar ucapanku terlihat diam, dia menatap bola mataku untuk beberapa wa
"Mas Dev?" Satu suara terdengar mengejutkan diriku, seketika aku menghentikan gerakan langkah kaki ku yang akan bergerak menuju ke arah depan.Ini waktu nya jam makan siang, jadi aku pikir harus kembali ke rumah secepat, selain makan siang aku harus melihat keadaan Hanin. Aku tidak bisa terlalu mempercayai bibi yang bekerja di rumah kamu, mau bagaimana pun sebagai seorang suami aku harus memperhatikan istri ku yang keadaan nya belum sepenuhnya membaik.Saat aku membalikkan tubuhku, Seketika aku membulatkan bola mata ku."Aisyah?" Jelas saja aku terkejut mendapati keberadaan Aisyah, gadis cantik dan lembut yang merupakan sahabat baik ku. Cukup lama tidak bertemu dengan Aisyah setelah pernikahan aku dan Hanin, dia kecewa karena aku menikah dan aku tidak sempat menyadari tentang perasaan nya sebelumnya. Demi Allah aku tidak pernah tahu jika Aisyah diam-diam menyimpan perasaan pada ku."Assalamualaikum, mas." Kembali Aisyah menyapa ku, seulas senyuman mengembang dibalik bibirnya."Wa'ala
Beberapa minggu kemudian,Rumah kediaman Dev dan Naila.Setelah Naila sadarkan diri dan dinyatakan baik-baik saja, aku akhirnya memutuskan membawa Naila pergi dari kediaman papa. Dan kematian papa jelas menyisakan sebuah kesedihan mendalam untuk semua anggota keluarga. Namun tetap saja meskipun begitu kejahatan tetaplah kejahatan, tidak ada yang membenarkan Apa yang dilakukan oleh papa terhadap istriku di mana sejak awal rupanya dia sudah berniat buruk terhadap Hanin. Belum lagi karena permainan yang dimainkan oleh tante May membuat papa berpikir jika orang yang menggoda nya lebih dulu dari pesan whatsapp adalah istri ku, sehingga papa salah kaprah dan berpikir Hanin lah yang menggodanya dan memberikan peluang padahal sebenarnya yang melakukan itu adalah tante May.Kasus ini di tangani oleh pihak berwajib dan aku menyerahkan pada pengacara keluarga, membiarkan tante May menerima konsekuensi atas perbuatannya. Aku tidak ingin nama Hanin cacat di muka publik, mengingat bagaimana keadaan