"Dev?" Satu suara terdengar diiringi sentuhan tangan di bahu ku.
Aku tersentak kaget, menoleh dengan cepat.Saat ini aku berada di sebuah kafe yang belakangan cukup viral di medsos, beberapa konten kreator dan para mukbang atau entahlah para tukang makan yang hilir mudik di TikTok atau I*******m pasti pergi ke tempat ini untuk mereview makanannya. Nilai yang diberikan jelas tidak main-main, hampir sempurna. Hanin memang seorang konten kreator, tapi basic nya bukan di makanan. Dia lebih tepatnya ke beberapa barang unik dan fashion. Berfokus pada 1 hal di tiap postingan vt dengan ciri khas masing-masing tentu saja sangat berpengaruh pada sang konten kreator. Mereka tidak asal posting dengan vt berbeda karena itu akan membuat bingung para pengikut mereka.Jadi aku pikir aku mencoba untuk membeli makanan disini, membawa nya pulang untuk di makan oleh kami. Aku yakin Hanin menyukainya karena dia pernah bilang kapan kami makan menu ini, sebab belum punya waktu keluar sejak di mulai tempat ini di buka beberapa minggu kemarin. Aku sempat bilang, opening bukan pilihan yang bijak untuk memilih makan di sana atau pesan, sudah pasti sesak, padat dan lama menunggu."Ya Allah ini benar kamu, Dev?"Begitu aku menoleh, sang pemilik suara dan tangan yang menyentuh bahu ku membuat aku langsung cukup terkejut."Satrio?"Siapa yang tidak terkejut, laki-laki yang berdiri dihadapan ku ini adalah teman baik ku, sahabat kental yang di mana dulu kami banyak melakukan aktivitas bersama dari TK hingga kuliah. Tapi karena kami sudah terlalu sibuk dengan kegiatan dan urusan masing-masing, apalagi sudah berumah tangga akhirnya kami nyaris tidak memiliki waktu untuk bertemu sekedar ngobrol atau ngopi bersama. Apalagi Satrio tidak tinggal di kota yang sama dengan ku."Astagfirullahhul'adzim, Alhamdulillah, kapan kamu pulang?" Aku jelas saja bahagia, menyambut Satrio yang ada dihadapan ku, merangkul nya dengan penuh kerinduan layaknya sahabat sejati yang merindukan sahabat terbaik nya."2 hari kemarin, pulang karena mama sakit." Satrio menjawab cepat pertanyaan ku.Pada akhirnya sembari menunggu pesanan kami memilih duduk di pojokan, bercerita soal banyak hal tentang ini dan itu."Kamu tidak pulang saat pernikahanku dan istriku?" Pada akhirnya aku merasakan tanya pada Satrio, bertanya pada sahabat baikku itu gimana Satrio tidak pulang sama sekali sayang aku melakukan akad nikah bersama Hanin padahal aku jelas-jelas mengundang Satrio satu minggu sebelum acara dimulai.Aku dan Hanin memang belum melaksanakan resepsi besar-besaran untuk pernikahan kami, kami baru melaksanakan akad nikah dengan cara yang sederhana di mana waktu itu kedua orang tuaku datang dan ayah Hanin juga hadir menjadi wali pernikahan. Hanin sendiri yang meminta agar resepsi pernikahan kami tidak dilaksanakan di tahun ini mengingat dia bilang banyak anggota keluarganya yang akan menikahkan putra dan putri mereka sehingga dia takut akan terjadi bentrok jadwal. Ditambah lagi kondisi kesehatan ayahnya yang katanya kurang baik meskipun Sebenarnya aku melihat ayah Hanin baik-baik saja. Karena aku bukan tipe laki-laki yang ribet dan harus memaksakan keinginan pada akhirnya aku menuruti keinginan istriku tersebut ditambah lagi memang pernikahan kami kurang direstui oleh mama, mendiang mama kurang respect pada istriku saat itu karena baginya Hanin tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya jelas berbeda dengan papa di mana laki-laki itu menyambut Hanin dengan cara yang begitu luar biasa.Begitu pertanyaan itu aku berikan kepada Satrio seketika ekspresi wajah laki-laki itu sedikit berubah. Bola mata sahabat baikku itu langsung menatap ke arahku dengan tatapan yang begitu serius dan hal itu membuatku jelas langsung mengerutkan kening kau karena untuk pertama kalinya selama pertemanan kami Satrio mengeluarkan ekspresi yang begitu rumit."Kau ingin tahu alasanku tidak datang ke akad pernikahanmu?" Dan Satrio bertanya dengan ekspresi wajah yang begitu serius.Hal itu jelas saja membuatku semakin mengerutkan keningku."Tentu saja, katakan pada ku apa alasan nya?" Aku bertanya penasaran, meskipun tahu raut wajah Satrio agak aneh.Sahabat ku diam untuk beberapa waktu, membuat aku terlalu tidak sabaran untuk mendengarkan alasannya. Keterlaluan rasanya saat Satrio tidak mengabari ku sama sekali soal ketidakhadiran nya. Meskipun ada transferan uang dalam jumlah besar dari rekening atas nama nya, di mana Satrio mengirimkan aku whatsApp setelah beberapa hari pernikahan aku dan Hanin sudah berlangsung, di mana Satrio hanya berkata,"Bro aku cuma bisa titip amplop online."Rasanya cukup membuat hati kecewa."Sat?" Aku kembali bertanya, tidak sabaran menunggu jawaban laki-laki dihadapan ku itu."Ini bukan tentang amplopnya, padahal kamu bisa pergi pulang hari, acara nya di weekend juga." Ucap ku lagi kemudian."Maaf Dev, ada alasan khusu aku tidak bisa datang," dan akhirnya Satrio buka suara juga."Apa Dewi tidak mengizinkan? Aku pikir istri kamu-," aku pikir apa mungkin istri Satrio tidak mengizinkan Satrio
Jelas saja aku sangat terkejut dengan apa yang diucapkan oleh sahabat baikku tersebut. Mama meminta Satrio membatalkan pernikahan ku dan Hanin."Kamu bilang apa?" Aku semakin mengerutkan kening, ingin meminta penjelasan lebih lanjut."Apa yang mama katakan?" Kembali aku bertanya."Mungkin kita butuh waktu khusus untuk bicara bersama, tapi sebelumnya aku ingin kamu menyelidiki lebih dulu tentang istrimu, aku tidak ingin sembarang bicara karena takut merusak hubungan rumah tanggamu Dev. Tapi ucapan tante padaku terakhir kali terus membebani diriku hingga hari ini." Satrio kembali bicara pada seolah-olah berkata aku harus menyelidiki tentang Hanin."Aku tidak begitu percaya dengan ucapan mama mu, aku pikir lazim nya ketidaksetujuan orang tua tapi-," dan Satrio menggantung kalimatnya."Tapi apa?" Aku mendesak mendengar ucapan selanjutnya dari Satrio."Dev, Sat?" Sial nya suara lain mengejutkan kami, menggantung pertanyaan di dalam hati dan kepala ku soal ucapan Satrio. Kami menoleh, satu
Dan aku pikir suara itu mirip dengan suara istri ku, tapi aku tidak berani meyakinkan diri jika itu suara Hanin, berharap telinga ku salah mendengar saat ini atau ini hanya mimpi.Demi Allah aku tidak baik-baik saja, dalam degub jantung yang kacau balau secepat kilat aku membuka pintu ruangan kerja Hanin. Pemikiran ku sudah bercampur untuk menjadi satu bahkan berbagai pemikiran buruk juga menghatam diriku. Aku pikir apakah mungkin ada laki-laki di kamar kerja istri ku, apakah Hanin tengah bermesraan di belakang ku. Emosi ku naik turun dan aku pikir jika aku memergoki istri ku selingkuh bisa aku pastikan aku akan mengusir malam ini juga Hanin dari sini."Hanin." Suara ku mengencang saat aku masuk ke dalam ruangan kerja istri ku yang bersebelahan dengan kamar ayah ku tersebut.Dan begitu suara ku terdengar didalam sana aki melihat satu pemandangan yang cukup mengejutkan ku."Mas?" Suara Hanin terdengar, perempuan itu terlihat memegang ujung meja bersama ayah ku disudut yang berbeda."Ap
Aku mencoba Untuk melupakan kejadian di kamar kerja Hanin, juga mencoba untuk sejenak melupakan apa yang di ucapkan oleh Satrio. Sebab rasa lelah dan pusing tiba-tiba mendera ku, belum lagi rasa gerah belum mandi semakin membuat kepala ku berdenyut-denyut tidak menentu. Ketimbang terlalu stress memikirkan apa yang terjadi hari ini, aku memutuskan melupakan semuanya. Mungkin soal Hanin dan papa di ruang kerjanya aku lupakan seutuhnya karena Apa yang dipikirkan di atas kepalaku tentang apa yang terjadi tidak mungkin dilakukan oleh kedua orang tersebut. Mereka tidak mungkin sebe***ad itu hingga lupa dengan dosa.Tapi ucapan Satrio akan aku pertimbangkan lagi. Entahlah hati ku masih memberontak, antara percaya tidak percaya dengan ucapan sahabat baik ku itu. Hanin gadis yang baik, menurut ingatanku tidak ada yang aneh dalam pertemuan kami, semuanya berjalan normal dan aku sama sekali tidak menaruh kecurigaan apapun hingga hari ini. Kami bertemu layak nya pasangan pada umumnya, pertemuan y
Aku menghela pelan nafasku, menatap gawai yang masih menyala sejak tadi untuk beberapa waktu. Suara di balik headset masih bisa aku dengar saat ini."Apa dia baik-baik saja?" Suara ku terdengar pelan, bertanya pada sang pemilik suara di ujung sana. Mata ku mulai mengantuk tapi telepon di ujung sana tidak bisa aku abaikan saat ini."Sejauh ini baik, dia menjalankan semua aktivitas nya seperti biasa, Dev."Itu suara kakak perempuan Aisyah.Apa aku lupa bercerita? ahhh aku pernah menyebutkan nya di beberapa hari yang lalu pada kalian bukan? Aisyah sahabatbaik ku dari taman kanak-kanak, gadis cantik yang selalu menggunakan hijab berwarna kalem. Pembawaan nya sederhana meskipun dia anak orang yang sangat kaya raya, hanya saja aku tidak pernah tahu dia jatuh cinta pada ku untuk waktu yang sangat lama. Memendam perasaan nya sendiri di balik persahabatan kami selama berpuluh-puluh tahun ini. Aku baru tahu perasaan Aisyah saat aku menyeselesaikan akad nikah dengan Hanin, dalam hati yang hancur
"Gempa bumi kah?" Aku mengernyitkan kening, merasakan guncangan hebat di atas kasur ku, mencoba bangun dari tidur lelap ku dan sial nya aku tidak bisa melakukan nya.Seolah-olah kesadaran ku di tekan mati-matian, tidak mengizinkan tubuh ini bangun sesuai dengan kemauan. Aku khawatir sebab guncangan yang terjadi persis seperti gempa bumi, dan yang aku pikirkan di mana Hanin, istri ku. Aku memaksa diri untuk terus bangun di mana aku mencoba memulainya dengan menggerakkan jemari-jemari ku tapi,"Hmpppp."Suara apa itu? Aku mengernyitkan dahi, samar-samar terdengar di balik telinga, seperti suara kesakitan di mana seseorang menyumpal mulut orang lain dengan sesuatu."Akhhh."Lagi suara lain terdengar, kali ini lebih mirip sebuah jeritan. Aku merasa ada yang mencengkram lengan ku tapi siapa? Apa itu Hanin?. "Ya Allah bangunkan aku sekarang juga." Dalam perjuangan sulit untuk bangun dari drama tidur panjang aku membatin.Hingga akhirnya suara deru nafas dan saling sahut menyahut terdengar
"Serius? Soal apa pa?" Aku bertanya sambil mengernyitkan dahi, ekspresi papa terlihat terlalu serius menurut ku."Ekspresi wajah papa tidak seperti biasanya," Ucap ku lagi kemudian.Papa terlihat diam, menatap netra ku untuk beberapa waktu, pandangannya memang benar menyiratkan ada sesuatu yang ingin dia bicarakan di antara kami berdua. Terlihat maju mundur dan sedikit ragu-ragu."Aku harap ini tidak menyinggung perasaanmu akan membuatmu tidak nyaman dengan pembicaraan papa," laki-laki itu berkata dengan cepat mencoba untuk meyakinkanku jika aku tidak akan tersinggung atau marah."Tergantung apa yang akan dibicarakan oleh papa padaku, jika itu cukup merusak harga diriku mungkin aku tidak akan memberikan respon biasa-biasa saja." Entah apa yang aku pikirkan saat aku menjawab kata-kata papa dengan kata seperti itu.Laki-laki yang masih berwajah segar dan bertubuh atletis dihadapan ku ini terlihat terkekeh kecil, seolah-olah menertawakan apa yang kuucapkan."Padahal papa begitu serius in
Dalam kegelisahan mendalam aku bergegas masuk ke kamar mandi, bergerak cepat membersihkan diri. Mencoba mengabaikan sejenak degub jantung yang tidak baik-baik saja. Pikiran berkelana, ingat dengan apa yang diucapkan Satrio kemarin pada ku.Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kah benar seperti kata almarhum mama jika Hanin bukan perempuan baik yang pantas untuk diriku. Apa Hanin sebelumnya bukan anak baik-baik yang terbiasa berpetualang. Tapi tunggu, seingat ku di malam pertama aku benar-benar mendapatkan Hanin dalam keadaan suci belum tersentuh. Aku laki-laki pertama yang mengambil keperawa**n nya dengan sejuta keyakinan. Aku laki-laki pertama yang memiliki Hanin, menyentuhnya dan menyempurnakan dia dari seorang gadis menjadi perempuan seutuhnya. Jadi sangat aneh dan tidak mungkin jika Hanin bisa di sentuh oleh siapapun selain aku.Seketika aku meremas rambut untuk beberapa waktu, membiarkan air shower terus mengguyur tubuh ditengah pemikiran yang berkacamuk menjadi satu. Aku terlalu bin
Suasana rumah agak aneh begitu aku tiba, dan yang membuat aku sedikit terkejut juga mengernyitkan dahi saat aku melihat sebuah mobil tidak asing terparkir di depan halaman rumah. "dia di sini?" aku membantin menyadari siapa yang datang ke kediaman aku dan Hanin. hanya saja kenapa semalam ini, aku pikir apakah sang pemilik mobil berencana menginap?.Berbagai macam spekulasi menghantam, membuat aku menebak-nebak tentang banyak hal.Hingga pada akhirnya secara perlahan aku memutuskan keluar dari mobil ku, tidak memarkir nya hingga masuk ke dalam halaman rumah,. memutuskan untuk memarkirkan nya agak jauh dari rumah kami.Tebak apa yang aku pikirkan?."apakah mungkin Hanin yang mengundang orang itu?" ah berbagai macam pemikiran penghantar diri ku saat ini, di tengah keadaan di mana Aku terlalu gelisah dengan keadaan. apalagi saat aku mengetahui tentang sebuah kenyataan tadi di mana aku ternyata bukan putra dari orang tuaku. yang lebih mengerikan lagi satu saudaraku tahu sajak bahasa anak
Disisi lain.Aku kini mencoba memfokus kan diri pada jalanan, membawa mobil milik ku menembus malam. Kedua tangan ku terlihat memegang kemudi mobil dengan kencang di mana tatapan bola mata ku saat ini terus tertuju ke arah depan sedangkan pemikiran ku kini melanglang buana entah ke mana. Sejenak aku terlihat mengeratkan rahang untuk beberapa waktu, tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh diri ku saat ini, yang jelas jika orang-orang melihat ekspresi wajah ku, aku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Aku terus membawa mobil dengan cepat menembus angin malam, berpikir jika aku harus mengejar diri untuk bisa kembali ke kediaman ku saat ini juga."Aku harap mas tidak gegabah." percakapan itu terjadi beberapa waktu sebelumnya, dengan seseorang di ujung sana. Apa harus aku sebutkan siapa sebenarnya yang aku temui tadi? itu adalah suami adik ku, Amira. Aku menemui laki-laki itu saat mendapatkan informasi siapa yang mengurus tentang tes DNA aku dan almarhum papa. Suami adikku yang
Kembali ke kediaman Dev dan Hanin.Hanin terlihat menutup layar laptop nya perlahan, kegelisahan menghantam dirinya. Bicara pada Dev tentang sebuah kenyataan atau memilih diam dan tidak membahas semuanya hingga akhir. Dia meragukan segalanya. Hanin pikir seharusnya dia tidak membohongi Dev dengan semuanya, dia seharusnya tidak melakukan semua ini. Yah dia seharusnya tidak membohongi Dev, sejak awal semua hanya settingan. Pertemuan mereka, kebetulan yang terencana dengan matang."Kau bersedia masuk untuk menggoda dan menjadi istri Dev?" dia ingat apa yang ditawarkan untuk dirinya."Tentu saja, bukankah ini tujuan balas dendam nya." kala itu dia menjawab penuh dengan keyakinan, menatap lawan bicaranya dengan tatapan penuh percaya diri."Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada seorang Hanin? aku akan membuat Dev tunduk dan jatuh cinta pada ku, berikan aku waktu 1 bulan, aku pastikan dia akan membawa ku ke pelaminan dan kita akan bertemu tuan Bagas setelah itu."Hanin memejamkan sejenak b
Aku bergerak cepat keluar dari kamar tersebut, melangkahkan kakiku untuk keluar dari rumah orang tua ku. Tanpa banyak bicara aku lebih suka bergerak mengikuti naluri, aku harus pergi ke satu tempat malam ini juga. Tidak peduli bagaimanapun caranya, aku harus menemui seseorang sekarang juga.Suara dering handphone ku memecah keadaan, aku yang sudah fokus pada stir mobil ku memecah jalanan ibu kota seketika langsung menoleh kearah handphone ku dengan cepat. Ingin tahu siapa yang menghubungi diri ku."Halo?" dan tanpa pikir dua tiga kali, aku mengangkat panggilan ku."Maaf sayang, aku mungkin akan pulang terlambat." lanjut ku lagi kemudian.Yang menghubungi ku adalah Hanin."Ada hal mendadak yang harus aku lakukan, ini pekerja di perusahaan." aku berusaha berkilah, mencoba untuk berbohong meksipun sebenarnya aku bukan type orang yang bisa berbohong."Pergilah tidur lebih dulu hmmm, aku akan pulang secepatnya dan menyusul nanti." kembali aku bicara dan membujuk Hanin.Hanya terdengar hela
Bayangkan bagaimana ekspresi ku saat ini, hasil tes DNA yang diam-diam ku pinta menunjukkan sesuatu yang luar biasa."Ini gila." ucap ku pelan sambil meremas kertas yang ada ditangan ku."Bagaimana bisa aku tidak mengetahui nya hingga usia ku yang jelas tidak muda lagi," lanjut ku lagi dengan tubuh yang cukup lemas.Aku langsung berdiri dari posisi duduk ku, mengabaikan tentang kopi yang belum sepenuhnya aku nikmati semuanya dan mencoba beringsud dari sana. Sial nya tubuhnya ku terlalu linglung, seperti orang lemah yang bodoh dan tidak memiliki tenaga apapun aku nyaris tumbang dari posisi ku saat ini."Dev?""Tidak ada manipulasi bukan? hasilnya membuat ku terkejut dan kecewa!" ucap ku pada sosok dihadapkan ku, aku mencoba berpegangan pada sisi meja kiri dan kanan, berusaha menyeimbangkan tubuh ku yang nyaris tumbang."Itu murni tanpa manipulasi, jika ragu mari lakukan sekali lagi." mantap sosok didepan ku menjawab ucapan ku, seolah-olah hasil akhir yang keluar sudah benar-benar finis
Perusahaan xxxxxxxx,pusat kota."Dev?" suara seseorang terdengar memecah keadaan, aku yang cukup sibuk dengan pekerjaan langsung menghentikan apa yang aku lakukan. Menoleh ke arah asal suara dengan cepat."Ada apa?" aku bertanya pada salah satu relasi kantor ku dengan tatapan serius, menurunkan kaca mata yang aku gunakan perlahan, meletakkan nya ke atas meja."Kamu terus melewatkan makan siang, Dev." orang yang memanggil nama ku bicara dengan cepat.Mendengar ucapan dari laki-laki di hadapanku tersebut seketika aku langsung menoleh ke arah jam yang ada di dinding ruangan kerjaku."Astaghfirullahul'adzim." aku langsung beristighfar saat menyadari pukul berapa saat ini, seperti kata temanku tersebut aku melewatkan makan siangku hari ini. Selain karena efek sibuk yang menghantam ku, berbagai macam pemikiran yang berhantam diri ku juga membuat aku lupa dengan waktu. "Pergilah mendapatkan pekerjaan di sore hari ini aku pikir kau pasti lapar." ucap temanku dengan cepat sambil menepuk bah
Kediaman Dev, Kamar Hanin."Aku bisa melakukan nya sendiri, Dev." Hanin bicara cepat sambil menggelengkan kepalanya, agak malu saat aku membawa nya ke kamar mandi."Sayang jangan merasa sungkan," aku bicara sambil mengembangkan senyuman, menempatkan posisi Hanin di atas kloset kamar mandi."Aku bisa membersihkan sendiri tubuh ku Dev." Lagi Hanin bicara."Kamu masih kesulitan kalau melakukan apapun sendiri, jadi sebagai seorang suami wajar jika aku membantu kamu melakukan banyak hal untuk kamu sayang." Ucap ku cepat kepada Hanin, tidak ingin jika istriku merasa sungkan pada diriku sendiri. Sebagai seorang suami wajib jika aku membantu istriku di kala dalam keadaan sulit dan tidak baik-baik saja seperti ini, jadi Aku sama sekali tidak merasa keberatan jika harus merawat Hanin."Jangan berpikiran seperti orang asing, aku ini suami kamu, Jadi wajar saja jika aku membantumu kamu." Lanjut lagi kemudian.Hanin yang mendengar ucapanku terlihat diam, dia menatap bola mataku untuk beberapa wa
"Mas Dev?" Satu suara terdengar mengejutkan diriku, seketika aku menghentikan gerakan langkah kaki ku yang akan bergerak menuju ke arah depan.Ini waktu nya jam makan siang, jadi aku pikir harus kembali ke rumah secepat, selain makan siang aku harus melihat keadaan Hanin. Aku tidak bisa terlalu mempercayai bibi yang bekerja di rumah kamu, mau bagaimana pun sebagai seorang suami aku harus memperhatikan istri ku yang keadaan nya belum sepenuhnya membaik.Saat aku membalikkan tubuhku, Seketika aku membulatkan bola mata ku."Aisyah?" Jelas saja aku terkejut mendapati keberadaan Aisyah, gadis cantik dan lembut yang merupakan sahabat baik ku. Cukup lama tidak bertemu dengan Aisyah setelah pernikahan aku dan Hanin, dia kecewa karena aku menikah dan aku tidak sempat menyadari tentang perasaan nya sebelumnya. Demi Allah aku tidak pernah tahu jika Aisyah diam-diam menyimpan perasaan pada ku."Assalamualaikum, mas." Kembali Aisyah menyapa ku, seulas senyuman mengembang dibalik bibirnya."Wa'ala
Beberapa minggu kemudian,Rumah kediaman Dev dan Naila.Setelah Naila sadarkan diri dan dinyatakan baik-baik saja, aku akhirnya memutuskan membawa Naila pergi dari kediaman papa. Dan kematian papa jelas menyisakan sebuah kesedihan mendalam untuk semua anggota keluarga. Namun tetap saja meskipun begitu kejahatan tetaplah kejahatan, tidak ada yang membenarkan Apa yang dilakukan oleh papa terhadap istriku di mana sejak awal rupanya dia sudah berniat buruk terhadap Hanin. Belum lagi karena permainan yang dimainkan oleh tante May membuat papa berpikir jika orang yang menggoda nya lebih dulu dari pesan whatsapp adalah istri ku, sehingga papa salah kaprah dan berpikir Hanin lah yang menggodanya dan memberikan peluang padahal sebenarnya yang melakukan itu adalah tante May.Kasus ini di tangani oleh pihak berwajib dan aku menyerahkan pada pengacara keluarga, membiarkan tante May menerima konsekuensi atas perbuatannya. Aku tidak ingin nama Hanin cacat di muka publik, mengingat bagaimana keadaan