"kamu baik-baik saja Dev?" Suara seseorang memecah keadaan, membuat aku yang terus memijat kepala langsung menghentikan gerakan tangan ku. Buru-buru aku menoleh ke sisi kanan, menatap orang yang bertanya pada ku tersebut."Hanya sedikit sakit kepala," aku bicara berbohong, mencoba menghela kasar nafasku.Laki-laki yang bicara pada ku bergerak menuju kearah depan, duduk tepat dihadapan ku sambil membawa 2 cup minuman. Dia duduk, meletakkan minuman dingin di tangan nya tepat dihadapan ku dan dia."Aku pikir kamu tidak baik-baik saja dalam beberapa hari ini, Dev." Lagi laki-laki itu bicara, dia menatap ku untuk beberapa waktu.Kami duduk di sebuah kafe, menikmati secangkir kopi dan sepiring makanan setelah melewati rapat direksi. Sejenak mengambil istirahat sebelum lembur malam ini. Kami mungkin akan pulang hampir tengah malam dan butuh waktu untuk mengisi perut sejenak sebelum bertempur lembur. Waktu hampir menunjukkan pukul 6 sore, adzan magrib tidak lama lagi. Bos cukup baik memberika
Di tengah keterkejutanku aku mencoba untuk terus mengejar langkah namun sayangnya sayang nya aku kehilangan arah, aku kehilangan jejak dua orang tersebut saat ini.Kemana?.Kepala ku terasa berputar, aku berdiri di pusat perbelanjaan tersebut, menatap ke berbagai penjuru arah, mencari kemana dua sosok orang tersebut. Menelusuri seluruh arah, membiarkan bola mata ku mengitari pusat perbelanjaan tersebut sejak tadi. Dari lantai bawah hingga ke lantai atas. Kemana?.Pertanyaan itu menggantung di kepalaku, aku jelas-jelas melihat kedua orang tersebut Tapi sayangnya perasaan aku mengejar keberadaan aku malah kehilangan mereka berdua dan aku yakin itu adalah Hanin dan juga saudara laki-lakiku. Mataku tidak mungkin salah melihat, aku jelas-jelas melihat kedua orang tersebut tadi. Masih aku mencoba untuk menelusuri pusat perbelanjaan ini, berharap aku akan bisa mendapatkan sosok kedua orang itu dan mempertanyakan ada apa mereka bertemu di tempat seperti ini dan sama sekali tidak bicara padak
Begitu memarkirkan mobil, aku buru-buru langsung bergerak keluar dari dalam mobil. Berlarian menyeruak di antara kedamaian dan ingin tahu apa yang terjadi didalam sana. Ini jelas bukan hal yang biasa, jika sampai polisi yang datang di sertai mobil ambulance, jelas saja ini cukup darurat menurut ku."Dev?" Salah satu tetangga memanggil nama ku, seorang wanita paruh baya menatap ku iba.Ada pula bapak-bapak yang bergegas menghampiri ku, juga salah satu tetangga di sini. Kemudian ada pak RT yang juga bergerak mendekati diriku."Ada apa pak?" Aku panik, bertanya ingin tahu.Meskipun aku bertanya dengan ketua RT setempat, tatapan bola mata ku jelas tertuju ke dalam rumah. Beberapa polisi sibuk hilir mudik, ada beberapa orang yang memfoto di sana. Belum lagi orang-orang berpakaian serba putih yang kini bergerak cepat kedalam sana. Hujan mengguyur ibu kota begitu deras, salah satu ibu-ibu mencoba untuk memayungi diriku. Tapi aku berkata tidak usah."Kamu harus sabar." Itu jawaban dari ketua
Aku memundurkan langkah saat tante May menyelesaikan ucapannya."Bagas nyaris memperkosa istri mu, Dev."Bola mata ku terbelalak, aku kehilangan kata-kata."Papa mu pelakunya, tante tidak menyangka. Hanin di dalam, dengan luka di sekujur tubuhnya, papa mu gila, tante..." Wanita itu menghentikan ucapannya.Demi Allah siapa yang tidak terkejut mendengar nya, polisi masih menutupi kenyataan siapa pelakunya tadi, meminta ku melihat kondisi istriku lebih dulu. Saat aku bertanya di mana papa, mereka berkata mereka akan menjelaskan semuanya saat memastikan bagaimana keadaan istri ku saat ini. Di luar sana beberapa polisi mengikuti ku, khawatir dengan keadaan ku."Tante bicara apa?" Aku bertanya dengan tubuh bergetar, bola mata ku menatap tante May dalam balutan ketakutan dan keterkejutan."Hanin hampir di perkosa, di aniaya, di siksa dan nyaris mati, dia tidak baik-baik saja didalam sana Dev," ucap tante May dengan air mata yang mulai berhamburan keluar."Papa mu pelakunya." Ulang tante May
Aku menutup wajah ku dengan kedua telapak tangan ku untuk beberapa waktu, duduk di sebuah kursi tunggu sejak tadi. Mencoba memikirkan tentang benang kusut yang terus menghantuiku. Kematian papa jelas menjadi momok menyedihkan juga mengerikan untuk aku. "Kita akan memakamkan nya besok saat anak-anak lainnya pulang." Itu yang diucapkan om ku, salah satu saudara papa tadi.Amira sudah di hubungi, adik ku langsung berangkat malam ini menembus keadaan, jarak tempuh beberapa jam dari kota nya tidak menjadi masalah, dia tidak menunggu esok untuk datang. Bungsu kami menangis begitu mendapat kabar papa meninggal, meskipun dia bertanya apa yang terjadi kami memutuskan belum memberitahukan dia takut malah membuat konsentrasi selama di perjalanan hancur juga membuat adik ku terkejut juga histeris atas apa yang dilakukan papa.Aku tidak bisa menghubungi Juna, bahkan paman dan bibi juga sudah mencoba menghubungi nya tapi gagal. Bahkan saudara perempuan mama mencoba menghubungi dia sama saja, pangg
Aku jelas saja terkejut dan mengernyitkan kening ku saat mendengar apa yang diucapkan oleh Satrio, ucapan laki-laki sama yang jelas saja mengajukan diriku tapi aku tidak bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi. Sebab pertanyaan yang dilontarkan oleh Satrio benar-benar luar biasa membuat aku shock.23 tahun aku nyaris melupakan semua tentang hal itu."Bisa jelaskan maksud mu, Sat?" Aku bertanya pada laki-laki itu dan mencoba untuk mencari jawaban atas ucapannya yang berkata tentang wanita yang terlibatkan 23 tahun yang lalu bersama papa."Aku pikir sebelum kematian mama mu, salah satu keluarga dari wanita itu mendatangi mama, Dev." Lanjut Satrio lagi kemudian.Kebetulan aku meminta seseorang untuk menyelidiki tentang kematian mama, soal asuransi yang datang membuat aku gelisah. Salah satu orang yang bisa ku andalkan masih merupakan ipar Satrio, dan Satrio yang bekerja sebagai seorang pengacara aku pilih untuk ikut terlibat didalamnya jadi wajar saja jika Satrio mengetahui lebih cepat
Juna adalah saudara laki-laki ku, dia terlihat diam saat aku berkata,"Kau tiba di sini jauh di luar ekspektasi ku."Alih-alih menjawab, laki-laki tersebut lebih memilih mendekati ku, menampilkan satu ekspresi rumit yang bisa jadi salah satunya mencerminkan sebuah kekhawatiran. Meskipun jujur saja aku tidak pernah bisa menebak ekspresi laki-laki yang kini berdiri dihadapan itu.Juna, dia sejak kecil hingga dewasa begitu tertutup, meskipun bersaudara aku dan dia tidak benar-benar begitu dekat. Kecuali dengan Amira Juna baru terlihat lebih dekat. Apalagi sejak sekolah menengah pertama Juna memilih hidup terpisah, karena sejak awal Juna sudah tinggal jauh dari jangkauan rumah. Dia ditempatkan di sekolah luar kota, memilih ikut dengan salah satu om dari pihak papa dengan alasan terlalu repor dan sulit jika harus ke sekolah mondar-mandir dengan jarak tempat yang jelas tidak dekat. Kadang saat pulang dia lebih memilih mengurung diri di kamar, sedikit sekali melakukan interaksi bersama kami
kembali ke sisi Dev dan Juna.Aku masih menunggu jawaban dari Juna, menatap saudara laki-laki ku tersebut dengan seksama. Ingin tahu jawaban apa yang akan diberikan oleh Juna. Apakah dia akan bicara jujur tentang kedatangannya atau dia akan mencoba untuk menutupinya dengan sebuah kebohongan demi kebohongan. Aku ingin mendengar jawabannya, menunggu dengan sedikit tidak sabaran."Sejak pagi tadi," dan Juna menjawab cepat, tanpa ada sedikitpun keraguan menjawab pertanyaan ku tadi."Apa?" Akhirnya aku bertanya kembali, menaikkan ujung alisnya untuk beberapa waktu, cukup tidak percaya dengan apa yang diucapkan Juna."Aku sampai sejak pagi, sengaja belum kembali ke rumah papa karena ada urusan yang harus aku selesaikan." Lanjut Juna lagi."Maaf jika belum sempat memberitahukan pada mu dan papa soal tibanya aku." Sejenak aku mengeratkan rahangku, nyata nya Juna sama sekali tidak panik ketika menjelaskan tiba nya dia, raut wajahnya terlihat begitu biasa dan tidak menyimpan sedikitpun kepanik
Suasana rumah agak aneh begitu aku tiba, dan yang membuat aku sedikit terkejut juga mengernyitkan dahi saat aku melihat sebuah mobil tidak asing terparkir di depan halaman rumah. "dia di sini?" aku membantin menyadari siapa yang datang ke kediaman aku dan Hanin. hanya saja kenapa semalam ini, aku pikir apakah sang pemilik mobil berencana menginap?.Berbagai macam spekulasi menghantam, membuat aku menebak-nebak tentang banyak hal.Hingga pada akhirnya secara perlahan aku memutuskan keluar dari mobil ku, tidak memarkir nya hingga masuk ke dalam halaman rumah,. memutuskan untuk memarkirkan nya agak jauh dari rumah kami.Tebak apa yang aku pikirkan?."apakah mungkin Hanin yang mengundang orang itu?" ah berbagai macam pemikiran penghantar diri ku saat ini, di tengah keadaan di mana Aku terlalu gelisah dengan keadaan. apalagi saat aku mengetahui tentang sebuah kenyataan tadi di mana aku ternyata bukan putra dari orang tuaku. yang lebih mengerikan lagi satu saudaraku tahu sajak bahasa anak
Disisi lain.Aku kini mencoba memfokus kan diri pada jalanan, membawa mobil milik ku menembus malam. Kedua tangan ku terlihat memegang kemudi mobil dengan kencang di mana tatapan bola mata ku saat ini terus tertuju ke arah depan sedangkan pemikiran ku kini melanglang buana entah ke mana. Sejenak aku terlihat mengeratkan rahang untuk beberapa waktu, tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan oleh diri ku saat ini, yang jelas jika orang-orang melihat ekspresi wajah ku, aku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Aku terus membawa mobil dengan cepat menembus angin malam, berpikir jika aku harus mengejar diri untuk bisa kembali ke kediaman ku saat ini juga."Aku harap mas tidak gegabah." percakapan itu terjadi beberapa waktu sebelumnya, dengan seseorang di ujung sana. Apa harus aku sebutkan siapa sebenarnya yang aku temui tadi? itu adalah suami adik ku, Amira. Aku menemui laki-laki itu saat mendapatkan informasi siapa yang mengurus tentang tes DNA aku dan almarhum papa. Suami adikku yang
Kembali ke kediaman Dev dan Hanin.Hanin terlihat menutup layar laptop nya perlahan, kegelisahan menghantam dirinya. Bicara pada Dev tentang sebuah kenyataan atau memilih diam dan tidak membahas semuanya hingga akhir. Dia meragukan segalanya. Hanin pikir seharusnya dia tidak membohongi Dev dengan semuanya, dia seharusnya tidak melakukan semua ini. Yah dia seharusnya tidak membohongi Dev, sejak awal semua hanya settingan. Pertemuan mereka, kebetulan yang terencana dengan matang."Kau bersedia masuk untuk menggoda dan menjadi istri Dev?" dia ingat apa yang ditawarkan untuk dirinya."Tentu saja, bukankah ini tujuan balas dendam nya." kala itu dia menjawab penuh dengan keyakinan, menatap lawan bicaranya dengan tatapan penuh percaya diri."Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada seorang Hanin? aku akan membuat Dev tunduk dan jatuh cinta pada ku, berikan aku waktu 1 bulan, aku pastikan dia akan membawa ku ke pelaminan dan kita akan bertemu tuan Bagas setelah itu."Hanin memejamkan sejenak b
Aku bergerak cepat keluar dari kamar tersebut, melangkahkan kakiku untuk keluar dari rumah orang tua ku. Tanpa banyak bicara aku lebih suka bergerak mengikuti naluri, aku harus pergi ke satu tempat malam ini juga. Tidak peduli bagaimanapun caranya, aku harus menemui seseorang sekarang juga.Suara dering handphone ku memecah keadaan, aku yang sudah fokus pada stir mobil ku memecah jalanan ibu kota seketika langsung menoleh kearah handphone ku dengan cepat. Ingin tahu siapa yang menghubungi diri ku."Halo?" dan tanpa pikir dua tiga kali, aku mengangkat panggilan ku."Maaf sayang, aku mungkin akan pulang terlambat." lanjut ku lagi kemudian.Yang menghubungi ku adalah Hanin."Ada hal mendadak yang harus aku lakukan, ini pekerja di perusahaan." aku berusaha berkilah, mencoba untuk berbohong meksipun sebenarnya aku bukan type orang yang bisa berbohong."Pergilah tidur lebih dulu hmmm, aku akan pulang secepatnya dan menyusul nanti." kembali aku bicara dan membujuk Hanin.Hanya terdengar hela
Bayangkan bagaimana ekspresi ku saat ini, hasil tes DNA yang diam-diam ku pinta menunjukkan sesuatu yang luar biasa."Ini gila." ucap ku pelan sambil meremas kertas yang ada ditangan ku."Bagaimana bisa aku tidak mengetahui nya hingga usia ku yang jelas tidak muda lagi," lanjut ku lagi dengan tubuh yang cukup lemas.Aku langsung berdiri dari posisi duduk ku, mengabaikan tentang kopi yang belum sepenuhnya aku nikmati semuanya dan mencoba beringsud dari sana. Sial nya tubuhnya ku terlalu linglung, seperti orang lemah yang bodoh dan tidak memiliki tenaga apapun aku nyaris tumbang dari posisi ku saat ini."Dev?""Tidak ada manipulasi bukan? hasilnya membuat ku terkejut dan kecewa!" ucap ku pada sosok dihadapkan ku, aku mencoba berpegangan pada sisi meja kiri dan kanan, berusaha menyeimbangkan tubuh ku yang nyaris tumbang."Itu murni tanpa manipulasi, jika ragu mari lakukan sekali lagi." mantap sosok didepan ku menjawab ucapan ku, seolah-olah hasil akhir yang keluar sudah benar-benar finis
Perusahaan xxxxxxxx,pusat kota."Dev?" suara seseorang terdengar memecah keadaan, aku yang cukup sibuk dengan pekerjaan langsung menghentikan apa yang aku lakukan. Menoleh ke arah asal suara dengan cepat."Ada apa?" aku bertanya pada salah satu relasi kantor ku dengan tatapan serius, menurunkan kaca mata yang aku gunakan perlahan, meletakkan nya ke atas meja."Kamu terus melewatkan makan siang, Dev." orang yang memanggil nama ku bicara dengan cepat.Mendengar ucapan dari laki-laki di hadapanku tersebut seketika aku langsung menoleh ke arah jam yang ada di dinding ruangan kerjaku."Astaghfirullahul'adzim." aku langsung beristighfar saat menyadari pukul berapa saat ini, seperti kata temanku tersebut aku melewatkan makan siangku hari ini. Selain karena efek sibuk yang menghantam ku, berbagai macam pemikiran yang berhantam diri ku juga membuat aku lupa dengan waktu. "Pergilah mendapatkan pekerjaan di sore hari ini aku pikir kau pasti lapar." ucap temanku dengan cepat sambil menepuk bah
Kediaman Dev, Kamar Hanin."Aku bisa melakukan nya sendiri, Dev." Hanin bicara cepat sambil menggelengkan kepalanya, agak malu saat aku membawa nya ke kamar mandi."Sayang jangan merasa sungkan," aku bicara sambil mengembangkan senyuman, menempatkan posisi Hanin di atas kloset kamar mandi."Aku bisa membersihkan sendiri tubuh ku Dev." Lagi Hanin bicara."Kamu masih kesulitan kalau melakukan apapun sendiri, jadi sebagai seorang suami wajar jika aku membantu kamu melakukan banyak hal untuk kamu sayang." Ucap ku cepat kepada Hanin, tidak ingin jika istriku merasa sungkan pada diriku sendiri. Sebagai seorang suami wajib jika aku membantu istriku di kala dalam keadaan sulit dan tidak baik-baik saja seperti ini, jadi Aku sama sekali tidak merasa keberatan jika harus merawat Hanin."Jangan berpikiran seperti orang asing, aku ini suami kamu, Jadi wajar saja jika aku membantumu kamu." Lanjut lagi kemudian.Hanin yang mendengar ucapanku terlihat diam, dia menatap bola mataku untuk beberapa wa
"Mas Dev?" Satu suara terdengar mengejutkan diriku, seketika aku menghentikan gerakan langkah kaki ku yang akan bergerak menuju ke arah depan.Ini waktu nya jam makan siang, jadi aku pikir harus kembali ke rumah secepat, selain makan siang aku harus melihat keadaan Hanin. Aku tidak bisa terlalu mempercayai bibi yang bekerja di rumah kamu, mau bagaimana pun sebagai seorang suami aku harus memperhatikan istri ku yang keadaan nya belum sepenuhnya membaik.Saat aku membalikkan tubuhku, Seketika aku membulatkan bola mata ku."Aisyah?" Jelas saja aku terkejut mendapati keberadaan Aisyah, gadis cantik dan lembut yang merupakan sahabat baik ku. Cukup lama tidak bertemu dengan Aisyah setelah pernikahan aku dan Hanin, dia kecewa karena aku menikah dan aku tidak sempat menyadari tentang perasaan nya sebelumnya. Demi Allah aku tidak pernah tahu jika Aisyah diam-diam menyimpan perasaan pada ku."Assalamualaikum, mas." Kembali Aisyah menyapa ku, seulas senyuman mengembang dibalik bibirnya."Wa'ala
Beberapa minggu kemudian,Rumah kediaman Dev dan Naila.Setelah Naila sadarkan diri dan dinyatakan baik-baik saja, aku akhirnya memutuskan membawa Naila pergi dari kediaman papa. Dan kematian papa jelas menyisakan sebuah kesedihan mendalam untuk semua anggota keluarga. Namun tetap saja meskipun begitu kejahatan tetaplah kejahatan, tidak ada yang membenarkan Apa yang dilakukan oleh papa terhadap istriku di mana sejak awal rupanya dia sudah berniat buruk terhadap Hanin. Belum lagi karena permainan yang dimainkan oleh tante May membuat papa berpikir jika orang yang menggoda nya lebih dulu dari pesan whatsapp adalah istri ku, sehingga papa salah kaprah dan berpikir Hanin lah yang menggodanya dan memberikan peluang padahal sebenarnya yang melakukan itu adalah tante May.Kasus ini di tangani oleh pihak berwajib dan aku menyerahkan pada pengacara keluarga, membiarkan tante May menerima konsekuensi atas perbuatannya. Aku tidak ingin nama Hanin cacat di muka publik, mengingat bagaimana keadaan