“Apa yang kamu maksud, Arza?”
“Melenyapkan siapa?” tanya Mahendra yang membuat semua orang beralih menatapnya.
Ria terdiam. Tubuhnya gemetar karena panik. Ia tidak menyangka jika semuanya akan berakhir seperti ini.
Nafas Arza masi tampak terengah-engah.
“Putri anda….”
Arza menjeda ucapannya. Hatinya terlalu sakit bahkan hanya untuk mengatakan kebenarannya.
“Dia menculik dan mencoba melenyapkan istri saya,” racaunya dengan parau.
Mata Mahendra seketika membulat. Pandangannya langsung beralih pada sang putri.
“Tidak!”
“Tidak Ayah! Itu tidak benar!” elak Ria dengan panik.
Wanita itu menggeleng dengan kuat.
Tiba-tiba Ria menghampiri Mahendra dengan cepat. Ia berlutut seraya memegang tangan sang ayah.
“Ayah percaya padaku, kan?” tanya Ria dengan wajah yang panik.
Mahendra menatap lekat wajah anak perempuannya
Arza tampak terkejut mendengar pertanyaan polos Azkiya.Sepertinya perempuan itu salah paham dengan ucapan Arza.“Bukan itu maksudku.” Arza sampai tercengang. Tapi akhirnya ia tersenyum tipis karena merasa pertanyaan Azkiya terdengar lucu.Lelaki itu menghela nafas seraya menggeleng pelan.”Apa aku tampak seperti preman di matamu?”Perempuan itu kemudian memindai Arza lalu tampak berpikir cukup lama.”Sepertinya tidak juga,” celetuk Azkiya sambil mengunyah.“Jadi bagaimana kamu bisa berteman dengan mereka?” tanya Azkiya.Arza kembali menyuapi Azkiya saat melihat mulut perempuan itu sudah kosong.Tak ada penolakan. Azkiya membuka mulutnya sambil terus menatap Arza dengan lekat.Arza menatap ke sembarang arah dan tampak sedang menerawang kejadian yang telah berlalu.“Dulu aku pernah menolong seseorang yang mengalami kecelakaan.” Arza menatap sang istri seray
Lelaki itu terus menarik baju Azkiya ke atas dan mengabaikan panggilan Azkiya.Perut Azkiya sudah terbuka seluruhnya. Sedikit lagi bagian tubuhnya yang lain juga akan terekspos.“Kak!” Azkiya dengan cepat mencekal tangan Arza yang terus bergerak membuka bajunya.Suara serta cekalan Azkiya menyeret Arza kembali pada kesadarannya.Arza langsung mengalihkan pandangannya pada Azkiya. Wajahnya tampak terkejut bercampur bingung.“Biar aku saja,” ujar Azkiya gugup.Lelaki itu kembali menatap ke bawah, tepatnya pada perut Azkiya.“Oh!”“Iya!” Arza bergegas melepas baju Azkiya lalu menarik tangannya menjauh.Ia juga membuang tatapannya ke sembarang arah. Jantungnya tiba-tiba berdegup cepat dan tidak karuan.Wajah datar Arza sedikit banyaknya membantu sehingga ia tidak terlalu kentara saat gugup.“Lagi-lagi pikiranku kacau.” Arza bermonolog dalam hatinya.
Hari ini, Azkiya sudah mulai kembali bekerja setelah satu bulan beristirahat. Perempuan itu sudah benar-benar sembuh total.Sebenarnya Arza kembali meminta sang istri untuk berhenti saja, tapi Azkiya menolaknya.Ia sudah sangat bosan hanya berdiam diri di rumah.Kembalinya Azkiya disambut hangat oleh seluruh teman pegawainya. Terlebih Atifa yang tampaknya sudah sangat merindukan sahabatnya itu.“Jangan memaksakan diri!”“Jika lelah masuklah ke ruanganku,” ujar Arza yang hanya ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Azkiya.Tidak lama lelaki itupun melenggang pergi menuju ke ruangannya.Azkiya langsung mengiyakannya karena lelaki itu akan terus mengulang perintah yang sama jika ia membantah sedikit saja.Seseorang menyenggol lengan Azkiya dari belakang.Ternyata Atifa.“Apa Pak Arza selalu perhatian seperti itu?” tanya Atifa seraya berbisik.Tak ada jawaban. Azkiya hanya mengangkat kedua bahunya seraya tersenyum.“Aish! Kamu ini!” gerutu Atifa lalu kemudian terkekeh pelan.Azkiya kembal
Azkiya mengantar suaminya hingga ke depan untuk berangkat bekerja. Hari ini Arza akan pergi ke kafe cabangnya yang berada di luar kota.Sementara Azkiya tidak berangkat ke kafe karena kebetulan tengah libur.“Hati-hati saat mengemudi,” ujar Azkiya setelah mencium punggung tangan sang suami.Lelaki itu hanya mengangguk pelan.Kemudian ia mengeluarkan dompet lalu mengambil lembaran uang dari dalam sana.Arza menyodorkan uang itu pada Azkiya.“Untuk apa?” Azkiya tak lantas mengambil uang tersebut.“Bukankah kamu bilang ingin keluar?” Arza justru balik bertanya.“Kamu mengizinkan?”Arza mengangguk pelan sebagai jawaban.Sebelumnya Azkiya memang sudah mengatakan ingin keluar untuk sekedar melepas bosan, tapi Arza tidak memberinya izin karena khawatir.Tentu saja Azkiya bingung saat lelaki itu memberinya uang dan tiba-tiba memberinya izin.“Ah! Terima k
Azkiya tertegun. Matanya bahkan tidak berkedip untuk beberapa saat.“Bukankah Bapak ini yang bertemu dengan Arza di kafe waktu itu?” tanya Azkiya dalam hati.Pria paruh baya tersebut tersenyum seraya mengangguk pelan pada Azkiya.Perempuan itu langsung tersadar lalu membalas dengan melakukan hal yang sama.“Bapak akan pergi ke mana?” tanya Azkiya berbasa-basi.“Oh! Tidak. Saya hanya ingin beristirahat saja di sini,” jawab pria yang rambutnya sudah banyak yang memutih itu.Obrolan tersebut terus mengalir. Azkiya tipe yang mudah berbaur dengan siapapun sehingga cocok berbincang dengan siapapun.Selama berbincang sebenarnya Azkiya amat penasaran mengenai siapa pria tersebut. Tapi ia tidak mungkin bertanya begitu saja bukan?“Oh! Jadi Bapak baru pulang dari suatu tempat?” tanya Azkiya.Pria tersebut mengangguk pelan.”Benar. Saya kemudian sengaja datang ke sini untuk menca
“T-tapi maksudku bukan begitu, Kak,” tukas Azkiya.Wajahnya mulai memerah karena malu.Ia lalu kemudian mengambil ice cream di atas meja yang masih utuh.”Yang ini.” Azkiya menyodorkan makanan beku itu.“Oh! Begitu.”“Tapi yang di sana juga enak,” celetuk Arza.Ucapan lelaki itu membuat Azkiya semakin syok. Baru kali ini ia melihat tingkah tengil sang suami.Takut semakin melenceng, Azkiya memutuskan untuk tidak menanggapinya.Ia mengalihkan pandangannya ke depan lalu lanjut memakan makanan itu dalam diam.****Azkiya menatap ke beberapa sudut kafe seperti tengah mencari seseorang.“Itu dia,” gumamnya seraya mengayunkan langkah untuk menghampiri orang tersebut.“Alwi!”Lelaki itu seketika menghentikan langkah saat mendengar seseorang memanggil namanya.Ia menoleh.”Azkiya? Ada apa?”Azkiya terdiam sejenak.”Aku ingin bertanya sesuatu.”Kedua alis Alwi bertaut satu sama lain.”Apa?”“Beberapa hari lalu ada seorang pria yang datang menemui Arza kesini. Kamu tahu siapa?” Akhirnya pertanyaa
Azkiya lebih dulu menelan makanan yang tampak penuh di mulutnya.“O-oh!”“Itu, aku mencoba lari pagi.”“Hanya di sekitar sini, Kak,” ujar Azkiya membuat alasan. Ia menatap suaminya dengan jantung berdegup cukup kencang.Tak ada tanggapan. Setelah mendengar jawaban tersebut, Arza kembali memijat kaki Azkiya.Perempuan itu menghela nafas lega. Ia merutuki dirinya yang berbicara tanpa berpikir dahulu.“Hampir saja,” monolog Azkiya dalam batinnya.Setelah beberapa hari berlalu, Azkiya kembali sibuk dengan pekerjaannya. Namun, pikirannya selalu tertuju pada Kakek yang sempat ia temui waktu itu.Ia belum sempat menemuinya kembali untuk bertanya perihal kecelakaan tersebut.Azkiya mendesah pelan. Ia lalu melanjutkan pekerjaannya lagi.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Azkiya saat melihat Atifa yang tengah berdiri. Ia tampak tengah memperhatikan sesuatu.
“Kamu anaknya?” Suara pria tua itu terdengar bergetar. Wajahnya tampak sangat terkejut.Azkiya mengangguk pelan. Ia masih belum melepas cekalan tangannya pada pria tersebut.Untuk sesaat dua orang itu hanya terdiam sambil menatap satu sama lain.Mata Azkiya menatap kesana kemari, ia sudah masuk dan tengah duduk di dalam gubuk kecil tersebut.Hati Azkiya merasa tersentil mengingat seberapa seringnya ia berkata lelah dan terkadang merasa kurang beruntung, padahal masih banyak yang kehidupannya lebih sulit darinya.“Kakek tinggal sendirian di sini?” tanya Azkiya hati-hati.Pria itu mengangguk untuk menjawab pertanyaan Azkiya.Banyak hal yang sebenarnya ingin ia tanyakan, tapi Azkiya merasa tidak enak. Lagipula tujuannya datang karena ada alasan khusus.“Jadi benar kalau Kakek adalah saksi mata kejadian itu?” Azkiya membenarkan posisi duduknya. Tatapannya terlihat sangat serius saat berbicara.
“Ayah!”Tiba-tiba Aluna berlari menghampiri dan langsung menubruk tubuh Arza. Seketika perhatian mereka langsung teralihkan pada gadis kecil itu.“Iya, kenapa?” tanya Arza seraya memegang tubuh putrinya.Aluna memegang telunjuk sang ayah lalu menariknya agar bangun dari duduknya. Arza bangun menuruti keinginan sang putri.“Ayo ke sana!” ajak Aluna seraya menunjuk ke suatu arah. Gadis itu ingin ayahnya ikut bergabung dan bermain bersamanya.Arza melirik ke arah Azkiya. Ia bahkan belum sempat menyelesaikan pertanyaannya tadi, padahal Arza sudah mempersiapkan diri untuk hal itu.Tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti keinginan Aluna. Arza tidak sampai hati untuk menolak permintaan putrinya.Akhirnya Arza berjalan mengikuti langkah kecil Aluna. Matanya beberapa kali sempat melirik ke arah Azkiya. Perempuan itu hanya bisa tersenyum tipis karena sebenarnya ia juga penasaran dengan apa yang ingin Arza katakan.Tidak terasa mereka sudah seharian berada di pusat perbelanjaan ters
Arza tertegun sebentar sebelum akhirnya mengangguk pelan seraya tersenyum kecil.Saat menyetir Arza terus terngiang-ngiang ucapan Azkiya sebelum ia pergi tadi. Entah mengapa tiba-tiba ada yang menghangat di sudut hatinya saat kembali mengingat hal itu.Hatinya berdebar saat membayangkan wajah Azkiya. Bayangan perempuan tersebut membuat Arza terus tersenyum sepanjang perjalanan menuju rumah.Lelaki itu bersumpah perasaannya pada Azkiya tidak pernah berubah sedikitpun.Keesokan paginya saat Aluna bangun ia langsung langsung menanyakan keberadaan sang ayah. Gadis kecil itu berpikir akan hidup satu rumah dengan ayahnya.“Bunda!” seru Aluna.“Hem?” Azkiya tengah sibuk menyiapkan bekal untuk dibawa putrinya ke sekolah.“Kenapa ayah tidak tinggal bersama kita?” tanya Aluna polos.Azkiya tertegun sejenak. Ia bingung bagaimana menjelaskan mengenai perceraian pada anak sekecil itu.“Aku ju
“Aku tidak akan menyarankan apapun. Keputusan ada padamu, Azkiya,” ujar Alwi.Azkiya tampak bingung setelah mendengar celotehan Aluna mengenai nenek dan kakeknya.Selama ini, Azkiya memang tidak pernah menunggu Aluna saat gadis kecil itu bersekolah karena ia memang harus bekerja.Azkiya hanya akan mengantarnya saat berangkat lalu menjemputnya saat waktu pulang tiba.Perempuan itu mendesah pelan setelah cukup lama berpikir. Meski ia dan Arza sudah berpisah, tapi Aluna tetaplah bagian dari keluarga Arza.Aluna tampak sangat gembira duduk di dalam mobil Arza. Gadis itu tak berhenti berceloteh membicarakan apapun yang ia lihat di sepanjang jalan.Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Azkiya menerima ajakan Arza untuk membawa putri mereka menemui neneknya.Sesekali Arza tersenyum mendengar ocehan Aluna yang duduk di belakang bersama Azkiya. Arza sadar mungkin kebahagiaan ini tidak pantas ia dapatkan, tapi hari ini adalah
“Aluna! Kamu tidak apa-apa?”“Oh! Bunda! Iya, tadi Om ini menolongku,” jawab gadis kecil yang ternyata bernama Aluna tersebut.“Benarkah?” Seseorang yang dipanggil bunda tersebut kembali menanggapi.Arza masih terpaku dalam posisinya. Ia berjongkok membelakangi orang tua dari anak tersebut. Jantungnya mendadak berdebar. Apakah suara itu benar milik seseorang yang ia kenal?“Kamu harus mengucapkan terima kasih padanya!”“Terima kas….”Perempuan tersebut membeku dan tidak sempat menyelesaikan ucapannya saat Arza membalikkan tubuhnya.Arza mematung di tempatnya. Begitu juga perempuan tersebut yang terdiam seketika dengan mata membulat sempurna.Dua orang tersebut saling menatap satu sama lain dengan perasaan yang campur aduk.“Azkiya,” lirih Arza dengan suara yang hampir tidak terdengar.“Bunda?” panggil Aluna yang merasa heran
“Arza!” pekik Alwi saat melihat pemandangan di kamar Arza.Tampak Arza tengah berdiri di balkon. Sekilas tak ada yang salah memang. Namun, yang membuat Alwi segera berlari menghampiri adalah karena Arza berdiri di atas kursi tepat di depan pagar yang menjadi pembatas balkon.Benar. Arza memang berniat mengakhiri hidupnya.Alwi berlari dengan cepat lalu segera menarik tubuh Arza agar turun dari kursi tersebut. Ia kemudian membawa Arza menjauh dari pinggir balkon.Alwi benar-benar terkejut dengan apa yang ia lihat. Wajahnya tampak sangat tegang dan penuh ketakutan.“Apa yang akan kau lakukan, hah?” pekik Alwi. Ia menatap sahabatnya itu dengan segala emosi yang seketika bercampur baur.Tetapi tidak ada respon apapun dari Arza. Lelaki itu hanya diam seraya menatap lurus ke depan. Tatapannya kosong seperti tanpa jiwa.“Arza!”“Dengarkan aku!” bentak Alwi seraya mengguncang tubuh lelaki
“Dengan sadar aku menjatuhkan talak padamu.”Kalimat talak Arza bercampur dengan suara air hujan mengalun lirih di telinga Azkiya.“Seperti permintaanmu aku akan mengurus perceraian kita. Jadi, kamu tidak perlu datang,” ujar Arza.Gelegar petir menyambar mengiringi jatuhnya air mata dari sudut mata Arza. Lelaki itu semakin mengeratkan genggamannya pada payung, ia berusaha menahan sesak yang semakin menghimpit dadanya.Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Azkiya sebagai tanggapan dari ucapan Arza. Perempuan itu membeku mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar.Azkiya terpaku saat rasa sakit mulai merambah dalam hatinya. Meski ini yang Azkiya inginkan, tetap saja ia tidak dapat mengelak bahwa perasaannya hancur kala kata talak keluar dari mulut Arza.Mulut Azkiya terkatup rapat tetapi air matanya mengalir semakin deras. Ia berusaha menahan tangisnya agar tidak meledak di hadapan Arza.“Maaf, karena sampai akhir aku masih tidak mampu membahagiakanmu,” lirih Arza.Kakinya mela
Pukulan terakhir dari Alwi membuat Arza terkapar. Tidak ada perlawanan sama sekali dari Arza, lelaki itu benar-benar sudah pasrah.Alwi duduk di samping Arza yang terbaring di bawah. Ia mengatur nafasnya perlahan untuk meredam emosi yang sempat meluap.“Tolong sampaikan maafku pada Azkiya,” pinta Arza yang masih berada di posisi sebelumnya. Matanya menatap ke arah langit.“Tidak.”“Katakan pada Azkiya dengan mulutmu sendiri!” tolak Alwi dengan cepat. Ia sadar tidak berhak masuk ke dalam urusan tersebut karena ini menyangkut hubungan mereka berdua.Alwi bangkit dari duduknya. Ia berdiri membelakangi Arza.“Selesaikan semua ini!”“Kau harus melanjutkan hidup apapun yang terjadi!” tukas Alwi.Arza hanya terdiam mendengar ucapan Alwi. Melanjutkan hidup? Arza bahkan rasanya ingin menghilang dari muka bumi ini.“Obati lukamu!” ujar Alwi sebelum akhirnya mele
Tangannya gemetar saat memegang kertas tersebut. Arza tertegun cukup lama dengan netra yang berkaca-kaca.“Benarkah ini?” lirih Arza. Ia sungguh ingin mempercayai bahwa apa yang ia lihat tidaklah nyata. Tetapi tanda tangan Azkiya di kertas tersebut tidak dapat disangkal.Surat yang dulu pernah ia siapkan untuk perceraian kini benar-benar ditandatangani oleh Azkiya.Arza meremas kertas itu dengan kuat seiring rasa sakit yang makin menyesakkan dadanya. Apakah pernikahannya akan benar-benar berakhir seperti ini?Arza menggeleng. Lelaki itu kemudian bangkit dari duduknya. Ia menyambar kunci mobil di atas nakas lalu melangkah cepat keluar dari kamar.Kebahagiaannya bersama Azkiya terlalu cepat berakhir. Ini bahkan tidak sebanding dengan usaha Arza untuk menerima kehadiran perempuan itu dalam hidupnya.Kakinya melangkah dengan cepat menuruni tangga. Pikirannya kini hanya tertuju pada Azkiya. Arza harus bisa menemukan perempuan itu baga
Azkiya langsung tertegun. Matanya berkaca-kaca mendengar ucapan yang baru saja keluar dari mulut Atifa.“Apa kamu yakin Arza berkata jujur?” tanya Azkiya memastikan. Ia sepertinya trauma dengan semua kebohongan yang ditujukan padanya.“Dia mengatakannya kepadaku dan Alwi kemarin. Aku tidak melihat kebohongan di matanya,” jelas Atifa. Ia merasa serba salah saat mengatakannya. Pasalnya, Alwi bersikeras untuk tidak memberitahu Azkiya tentang hal itu.Tak ada tanggapan apapun. Azkiya hanya termangu dengan tatapan entah kemana.“Kemarin Alwi menghajarnya,” cicit Atifa yang masih bisa terdengar oleh Azkiya.“Kondisinya sangat memprihatinkan. Dia tidak pernah berhenti mencarimu, Azkiya,” tambah Atifa. Hatinya merasa dilema saat mengatakannya.Seketika Azkiya mengalihkan pandangannya. Air matanya mulai berjatuhan saat ia menatap sahabatnya itu.Ada rasa perih disudut hatinya saat mendengar hal t