Sesampainya di rumah sakit, Aisyah langsung mendapatkan perhatian dan penanganan cepat dari dokter. Dokter segera melakukan pemeriksaan awal untuk menilai kondisinya dan memastikan dia mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Tim medis juga sigap menyiapkan peralatan serta obat-obatan yang mungkin diperlukan agar pasien. Aditya dengan wajah cemas bertanya, "Dok, bagaimana kondisi Aisyah sekarang? Kenapa dia belum sadar?"Dokter menenangkan Aditya, "Tenang, Pak Aditya. Setelah kami periksa, Istri Anda hanya mengalami kelelahan dan stres berlebih. Dia hanya perlu istirahat yang cukup."Aditya sedikit lega sambil mengelus dada, "Syukurlah, saya kira kondisinya parah. Terima kasih, Dok."Beberapa waktu kemudian, Aisyah akhirnya sadar.Aditya menghela napas lega, mendekati sang istri sambil berkata, "Aisyah... kamu sudah sadar. Kamu tahu betapa khawatirnya aku?"Aisyah hanya diam dan terlihat bingung.Aditya membelai rambut Aisyah yang tanpa mengenakan jilbab, "Sayang, kamu baik-baik saja?
Beberapa jam kemudian, dokter datang untuk memeriksa kondisi Aisyah sekali lagi. Setelah memastikan semuanya stabil, dokter memberi izin kepada Aisyah untuk pulang ke rumah.Dokter tersenyum hangat lalu berkata, "Nyonya, kondisi Anda sudah membaik. Anda bisa pulang sekarang, tapi ingat untuk tetap beristirahat dan tidak terlalu banyak pikiran, ya."Aisyah tersenyum tipis, masih terlihat lemah tetapi sudah lega mendengar penjelasan dari dokter. "Terima kasih, Dok," balas Aisyah.Aditya menatap dokter dengan penuh terima kasih, "Terima kasih, Dokter, atas bantuannya. Kami akan pastikan istriku mendapat istirahat yang cukup di rumah."Setelah semua administrasi selesai, Aditya membantu Aisyah berdiri dengan hati-hati, memegangi bahunya dengan lembut saat mereka berjalan keluar rumah sakit.Sesampainya di mobil, Aditya menyiapkan kursi dan memastikan Aisyah nyaman.Aditya sambil memasangkan sabuk pengaman pada Aisyah berkata, "Kamu sudah siap pulang? Kita bisa berhenti kapan saja kalau ka
Mereka berdua mulai bermain, Aditya dengan lihai bermainan panas di atas ranjang. Permainan panas membuat keduanya menikmati bersama sampai puas. Keesokan paginya, setelah malam yang berat, Aditya terbangun dan melihat Aisyah duduk di dekat jendela kamar, tampak tenang dan teduh dalam keheningan pagi. Dia tersenyum melihat Aisyah yang begitu penuh kasih dan perhatian. Aditya merasa bersyukur memiliki istri yang selalu mendampinginya. Aditya tersenyum hangat, mendekati sang istri lalu berbisik, "Selamat pagi, Sayang. Maaf ya, aku membuatmu khawatir semalam."Aisyah pura-pura membalas tersenyum lembut, "Selamat pagi juga, Mas. Tidak apa-apa, aku hanya senang kamu sudah lebih baik. Lagian, kamu sungguh hebat tadi malam, main kuda-kudaan."Aditya tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Supaya kamu nggak terlalu tegang, bagaimana kalau kita isi hari ini dengan bersantai dan bermain sesuatu yang seru?"Aisyah tertawa tipis merasa senang dengan ide itu, dia bertanya, "Bermain apa, Mas
Aditya mondar-mandir di ruang CEO dengan langkah gelisah. Kepalanya penuh dengan pikiran yang berkecamuk, mencoba menghubungkan berbagai kemungkinan. Dia merasa dikhianati, tapi oleh siapa? Amelia Earhart tak mungkin bisa mengambil alih semuanya tanpa bantuan orang dalam. Tapi siapa? Itulah pikiran Aditya berputar-putar yang tidak tahu ujungnya.Aditya berbicara pada dirinya sendiri, wajahnya tegang, "Shintya... Dia memang licik. Tapi apa dia punya akses ke dokumen rahasia? Atau... jangan-jangan ada orang lain? Seseorang yang dekat denganku?"Aditya mengingat beberapa kejadian terakhir. Dia mulai merasakan ada kejanggalan. Shintya memang sering bersikap manipulatif, tapi dia bukan tipe yang bekerja dalam diam. Jika memang Shintya, kemungkinan besar dia akan meninggalkan jejak yang jelas. Namun, ada juga kemungkinan orang lain yang lebih cerdik, seseorang yang tidak pernah dia curigai.Aditya memikirkan Adre, asistennya yang tiba-tiba menghilang di saat krisis ini. Apakah Adre terlibat
Saat Aditya memasuki ruang tunggu, matanya langsung tertuju pada sosok Aisyah yang sudah berada di sana. Wanita itu, duduk di sudut ruangan dengan wajah cemas, menunduk memandangi tangannya yang menggenggam erat tas kecilnya. Aditya menghentikan langkahnya sejenak, perasaan penuh ketidakberdayaan menyelimuti dirinya.Aisyah menyadari kehadirannya dan langsung berdiri. Dia berjalan mendekat dengan raut wajah khawatir, menyadari betapa terguncangnya sang suami.Aisyah suara lembut, penuh perhatian, meskipun dirinya berpura-pura. Rasa kemanusiaannya masih ada. Dia sadar bahwa Kakek Glazer adalah yang selalu baik padanya. "Mas... kamu baik-baik saja? Aku dengar kabar tentang Kakek dari Pak Rudy, jadi aku langsung ke sini."Aditya tidak langsung menjawab. Matanya menatap dalam ke arah Aisyah, seolah mencari kekuatan di dalam dirinya. Namun, di balik itu, ada ketidakberdayaan yang terpancar jelas dari sorot matanya.Aditya dengan suara lemah, hampir berbisik, "Aku... aku tidak tahu lagi ha
Beberapa jam kemudian, suasana duka menyelimuti pemakaman keluarga besar Glazer. Langit mendung seolah ikut merasakan kesedihan yang dirasakan semua orang. Jasad Kakek Glazer telah dibawa ke makam keluarga, tempat peristirahatan terakhir bagi generasi pendahulu keluarga Glazer.Aditya berdiri di barisan depan bersama Aisyah di sampingnya, mengenakan pakaian serba hitam. Wajahnya terlihat pucat dan letih, matanya sembap karena kurang tidur dan terlalu banyak menangis. Namun, dia berusaha tetap tegar demi menghormati mendiang Kakek.Di sekitar mereka, anggota keluarga besar Glazer lainnya berkumpul, termasuk Elsa dan Fransisco. Namun, tidak ada kata-kata yang terucap di antara mereka, hanya tatapan dingin yang menambah suasana tegang di tengah prosesi duka.Seorang berdiri di depan makam, membacakan doa perpisahan dengan suara tenang namun penuh makna. Keluarga Glazer tidak beragama, mereka mengikuti umumnya di daerah setempat.Setelah doa selesai, para pelayat dipersilakan untuk member
Setelah Aditya minum kopi tersebut. Mereka berdua bermain panas di ruang kerja dengan penuh gairah. Setelah menikmati momen intim yang penuh kehangatan di ruang kerja, Aditya dan Aisyah memutuskan untuk kembali ke kamar. Mereka saling menggenggam, lalu berjalan menuju pintu ruang kerja. Namun, saat Aditya membuka pintu, pemandangan tak terduga membuat mereka terhenti.Delon berdiri di depan pintu, jelas terlihat sedang mengintai. Wajahnya seketika berubah, penuh keterkejutan, seolah tidak menyangka akan ketahuan. Aisyah menatap Delon dengan alis terangkat, sementara Aditya langsung memasang ekspresi curiga.Aditya dengan nada tajam bertanya , "Delon? Apa yang kamu lakukan di sini?"Delon mencoba menyembunyikan kegugupannya, tetapi tubuhnya yang sedikit kaku menunjukkan bahwa dia merasa bersalah. Dia tertawa kecil, mencoba mengalihkan perhatian.Delon sambil menggaruk kepala, pura-pura santai sambil berkata, "Ah... aku cuma lewat, kok. Dengar suara aneh, jadi penasaran. Kupikir kalia
Aditya tidak konsentrasi saat mengemudi. Di tengah perjalanan, sebuah kecelakaan tragis terjadi. Mobilnya menabrak pembatas jalan dengan keras, membuatnya harus dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Dia dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis dengan orang setempat. Aisyah mendapat kabar segera pergi ke rumah sakit.Beberapa hari berlalu, Aditya masih terbaring koma di rumah sakit. Selang dan alat medis terpasang di tubuhnya. Aisyah duduk di samping tempat tidur, wajahnya penuh kecemasan dan rasa bersalah. Ia memegang tangan suaminya dengan erat, berharap Aditya segera sadar.Aisyah berbisik lirih sambil menahan air mata, "Mas, bangunlah... Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku butuh kamu di sini. Aku ingin menjelaskan semuanya. Tolong jangan pergi..."Waktu terasa begitu lambat. Aisyah hampir tidak tidur selama beberapa hari terakhir, mengawasi Aditya dengan harapan dia menunjukkan tanda-tanda membaik. Namun, rasa lelah membuatnya keluar sejenak dari ruang pasien unt
Ketika Delon mendobrak pintu kontrakan dengan keras, Aisyah tersentak panik. Dengan tangan gemetar, ia segera meraih ponsel dan menelepon Arjuna. Suaranya terdengar gemetar ketika berbicara:"Arjuna... tolong aku... Delon... dia—"Belum selesai ia bicara, Delon dengan kasar merebut ponsel dari tangan Aisyah dan melemparkannya ke sudut ruangan."Berhenti mencari perlindungan dari pria lain, Aisyah! Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah. Kamu harus dengar aku!" kata Delon.Aisyah mundur perlahan, memeluk bayinya erat-erat sambil menahan air mata. "Apa yang kamu inginkan, Delon? Kenapa kamu tidak bisa meninggalkanku dan keluargaku sendiri?"Delon dengan nada marah, "Keluarga? Apa keluarga ini tanpa Aditya? Dia sudah mati, meninggalkanmu sendirian di sini! Aku datang untuk memberikan tawaran yang lebih baik, tapi kamu terus menolakku. Aku bosan dengan semua ini!"Sementara itu, di sisi lain, Arjuna yang mendengar panggilan terputus langsung mencurigai ada sesuatu yang tidak beres
Raina tersenyum kecil sambil menundukkan kepala agar tidak terlihat terlalu senang.Raina (dalam hati): Setidaknya aku punya sedikit waktu lagi bersamanya.Namun, semakin lama Aditya tinggal, semakin ia merasa ada sesuatu yang aneh. Suatu malam, ia memergoki Raina berjalan normal ke dapur untuk mengambil air. Ia langsung merasa ada yang tidak beres."Raina? Katanya kamu tidak bisa berjalan?" tanya Aditya.Raina terkejut, wajahnya memerah karena ketahuan. Ia mencoba mencari alasan. "A-aku... kakiku sudah mulai membaik. Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir."Aditya tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi ia tahu ada sesuatu yang sengaja direncanakan oleh Raina.Keesokan paginya, Aditya berpamitan kepada pria tua itu tanpa memberitahu Raina. Ia meninggalkan syal pemberian Raina di meja sebagai tanda penghormatan, lalu berjalan pergi dengan tekad yang lebih kuat untuk segera menemukan keluarganya."Maafkan aku, Raina. Tapi keluargaku adalah segalanya bagiku," kata Aditya dalam hati.Rai
Ketika suasana masih tegang, suara mobil mewah terdengar berhenti di depan rumah. Semua orang menoleh ke arah pintu, dan muncullah Pak Daniel, mengenakan setelan rapi, ditemani oleh asistennya. Wajahnya terlihat tenang, tapi penuh wibawa.Pak Daniel memberi sapaan, "Selamat pagi semuanya. Maaf kalau saya datang tanpa pemberitahuan."Kakek menyambut dengan sopan, sementara Aisyah merasa semakin bingung dengan semua yang terjadi. Pak Daniel langsung menuju Arjuna dan menepuk bahunya."Arjuna, aku mendengar dari asistennya bahwa kamu ingin Aisyah menjadi bagian dari keluarga kita. Itu kabar yang menggembirakan."Aisyah membelalak.Aisyah mendengar perkataan Pak Daniel. "Pak... maksud Bapak?"Pak Daniel menatap Aisyah dengan senyuman hangat sambil berkata, "Aisyah, saya tahu kamu masih berduka atas Aditya. Tapi dunia ini tidak berhenti, Nak. Kalau kamu mau, kami akan sangat bahagia jika kamu menjadi menantu keluarga kami. Arjuna adalah pria yang baik, dan dia benar-benar tulus mencintaimu
Aditya ternyata telah diculik oleh seseorang yang tidak dikenal, dan setelah beberapa hari ia menyadari bahwa dalang di balik semua ini adalah Delon. Dalam keadaan terkurung di sebuah ruangan kecil, Aditya mencoba tetap tenang sambil mencari celah untuk melarikan diri.Delon datang menemui Aditya dengan senyum penuh kemenangan."Lama tak berjumpa, Aditya. Kau pikir bisa hidup tenang setelah meninggalkan perusahaan Glazer? Lihat di mana kau sekarang. Ini balasan untuk semua penghinaan yang kau lakukan!"Aditya dengan tenang sambil menyeringainya, "Delon, kau tidak berubah. Kau selalu menyalahkan orang lain atas kegagalanmu. Kalau perusahaan Glazer di ambang kehancuran, itu karena ketidakmampuanmu, bukan karena aku."Delon marah menampar pipi Aditya, "Tutup mulutmu! Kau tahu apa yang sudah kulakukan untuk mempertahankan perusahaan? Aku hanya ingin kau kembali dan membantu memperbaiki keadaan. Tapi kau malah meremehkanku!"Aditya akhirnya memahami bahwa penculikan ini adalah hasil dari f
"Tolong... ada yang bisa membantu saya?" Aisyah berteriak minta tolong.Beberapa orang yang lewat mulai memperhatikan keadaannya. Seorang wanita muda dengan cepat menghampiri Aisyah.Wanita paruh baya menghampiri Aisyah sambil berkata, "Bu, ibu baik-baik saja? Ini sudah mau melahirkan, ya?"Aisyah hanya mengangguk lemah sambil menahan rasa sakitnya."Tolong... saya butuh bantuan... saya sendirian..."Tepat pukul setengah dua siang, Aisyah yang sudah tidak tahan lagi merasakan gelombang kontraksi yang semakin hebat. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar, namun dia tetap mencoba bertahan. Kerumunan orang di sekitarnya mulai panik melihat kondisinya.Orang-orang sekitar, "Cepat, tolong bantu dia! Bawa ke rumah sakit!"Dengan sigap, beberapa pria membantu mengangkat Aisyah ke dalam mobil warga yang bersedia mengantarnya. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit terdekat, Aisyah terus menggenggam perutnya, menahan rasa sakit yang luar biasa.Aisyah dengan suara lemah, "Ya Allah... berikan aku ke
Hari-hari berlalu dengan penuh kesyukuran di kontrakan kecil mereka. Aditya dan Aisyah menjalani kehidupan sederhana dengan penuh cinta dan pengertian.Setiap pagi dimulai dengan sarapan bersama. Aditya sering kali membantu Aisyah menyiapkan makanan, sementara Aisyah selalu memastikan suaminya berangkat kerja dengan bekal dan doa.Malam harinya, mereka berbagi cerita tentang keseharian masing-masing. Aditya berbicara tentang pekerjaannya, rekan-rekan di kantor, dan bagaimana ia belajar lebih bersabar menghadapi berbagai tantangan. Sementara itu, Aisyah bercerita tentang tetangga-tetangga mereka, perkembangan kandungannya, dan mimpi-mimpinya untuk masa depan anak mereka."Abi, Umi bahagia banget. Meskipun kita nggak punya banyak, rasanya cukup karena kita saling mendukung."Aditya tersenyum, menggenggam tangan Aisyah saat duduk bersama, "Iya, Umi. Allah sudah kasih kita yang lebih berharga daripada harta. Keluarga kecil kita ini."Mereka saling terbuka tentang kekhawatiran dan harapan
Setelah Aisyah bebas dari penjara, hubungan mereka bertiga semakin sering terlihat akrab. Arjuna selalu hadir saat Aditya dan Aisyah membutuhkan bantuan. Namun, Aditya mulai merasakan sesuatu yang ganjil dari sikap Arjuna. Setiap kali Aisyah berbicara atau memuji Arjuna, Aditya merasakan cemburu yang tak dapat ia kendalikan.Suatu malam, saat hanya mereka berdua di rumah, Aditya mencoba mengungkapkan perasaannya kepada Aisyah."Umi, aku ingin bicara jujur. Aku nggak tahu apa aku yang terlalu sensitif atau bagaimana, tapi aku merasa nggak nyaman setiap kali kamu memuji Arjuna."Aisyah: tersenyum lembut mengerti apa yang dirasakan suaminya, "Abi, jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku memang berterima kasih pada Arjuna karena dia sudah membantu kita, tapi bagiku, Abi adalah yang terbaik. Aku cinta sama Abi, nggak ada yang bisa menggantikan kamu."Aditya tersenyum lega mendengar penjelasan istrinya.Namun, di sisi lain, Arjuna memiliki niat tersembunyi. Ia sebenarnya diam-diam ingin memilik
Aditya duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah Aisyah yang tertidur lelap. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Dia teringat betapa keras dan dinginnya dia terhadap Aisyah saat mereka pertama kali menikah. Salah paham yang membuat dirinya menilai Aisyah dengan buruk, padahal kenyataannya istrinya adalah wanita yang luar biasa.Air mata perlahan mengalir dari sudut matanya, bukan karena sedih, tetapi karena rasa syukur yang mendalam.Aditya (dalam hati): "Ya Allah, dulu aku begitu bodoh menilai dia dengan cara yang salah. Engkau menunjukkan kebenaran dengan cara yang unik, memperlihatkan siapa yang buruk dan siapa yang benar-benar tulus. Engkau gantikan hidupku yang penuh keburukan dengan Aisyah, wanita yang sabar dan baik hati. Aku sungguh beruntung."Dia menyeka air matanya dan tersenyum sambil menggenggam tangan Aisyah yang masih terlelap."Umi, kamu adalah jawaban dari doa-doa yang nggak pernah aku tahu aku butuhkan. Kamu membuat aku jadi orang yang lebih baik. Mulai sekarang,
Aditya menggeleng sambil berkata, "Nggak, dia cuma fokus cerita tentang Arjuna. Aku juga nggak berani tanya banyak-banyak, takut menyinggung."Aisyah memahami keraguan suaminya, tapi dalam hatinya, dia berharap suatu saat semua misteri tentang hubungan Aditya dan keluarga Pak Daniel bisa terjawab."Ya, sudah, mungkin nanti ada waktunya. Yang penting sekarang kita fokus sama kehidupan kita sendiri dulu, ya, Mas."Aditya tersenyum dan mengangguk, merasa bersyukur memiliki istri seperti Aisyah yang selalu mendukungnya. Mereka melanjutkan sarapan dengan suasana hati yang tenang, sambil memikirkan masa depan yang lebih cerah.Pagi itu, setelah selesai sarapan dan berpamitan dengan Aisyah, Aditya keluar rumah menuju halte angkutan umum di dekat kontrakannya. Hujan semalam masih menyisakan udara yang sejuk, dengan jalanan yang sedikit basah. Aditya berjalan santai sambil memikirkan pekerjaannya hari ini.Sesampainya di halte, dia naik angkutan umum yang sudah setengah penuh. Penumpang lain