(Pov Wati)"Ketempat baru kalian," jawabnya, membuatku bertanya-tanya sekaligus ketakutan."Ayo cepat! Mau jalan sendiri atau mau kami paksa, hah!?" tegasnya.Terpaksa aku mengikuti mereka di belakang sambil berpegangan tangan dengan adikku. Saat aku menoleh ke lantai atas, ternyata Bu Sulis sedang memperhatikan kami dengan senyum tipis di atas sana.Kecurigaanku terbukti saat kami memasuki sebuah gudang, lalu masuk ke sebuah ruangan di bawah tanah."Ki-kita mau kemana, Bang?" tanyaku pelan."Sudah, jangan banyak tanya! Kalian ikuti saja kami!" jawabnya ketus.Aku begitu terkejut saat sampai di ruangan bawah tanah, ternyata ada beberapa orang wanita sedang duduk dengan tatapan putus asa di balik jeruji besi."Kak, ini tempat apa? Aku takut!" tanya Lisa sambil mengeratkan pegangan."Mulai sekarang, ini tempat baru kalian! Ingat, kalian harus patuh kalau tidak akan ada resikonya."Tempat apa ini? Kenapa sekarang aku dan adikku harus ada di sini? Apa Nyonya Sulis sudah menjebakku?Kedua
(Pov Wati)Usai berdandan, aku di bawa ke dalam kamar Tuan Rama. Ternyata ia berusaha merenggut keperawananku, ia melakukannya berkali-kali tidak memperdulikan rasa sakit yang kurasakan.Tuan Rama juga meminta pada ibunya, agar aku di jadikan asisten rumah tangga saja sekaligus teman tidurnya. Akhirnya Nyonya Sulis menyetujui permintaan anaknya dengan syarat aku harus patuh. Sejak saat itu aku menjadi mainan pelepas nafsu Tuan Rama, melayaninya siang dan malam kapan pun ia inginkan. Hingga akhirnya aku hamil dan melahirkan anaknya dua kali. Dan Nyonya Sulis pun mendapatkan keuntungan besar dari bayi-bayi yang sudah ku lahirkan.Tetapi di kehamilan ketiga, sepertinya ia mulai bosan. Ia mulai memperbolehkan lelaki lain menikmati tubuhku, termasuk Tuan Reza kakaknya itu. Bahkan Tuan Rama tak berhenti meniduriku saat ia sudah menikah dengan gadis bernama Sarah.***Sampai hari ini aku melarikan diri bersama Non Sarah dan berencana menyelamatkan para wanita yang Menjadi tahanan Sulis. Tet
(Pov Sarah)Tubuh Sulis terus berputar di atas meja bundar itu, ia terus berteriak kesakitan, tetapi para wanita yang sebelumnya menjadi tahanannya malah terbahak menyaksikan penderitaannya."Mampus kau! Rasakan kesakitan itu!""Bagaimana jika kita bunuh saja dia?" "Jangan! Aku masih ingin melihat dia menderita,"Teriakkan para wanita itu begitu memekakkan telinga. Kini ruangan ini begitu sesak, dipenuhi dengan para wanita tahanan Sulis yang sebelumnya sudah di tahan di bangunan ini masih ditambah dengan tahanan yang dibawa dari ruang bawah tanah itu.Padahal aku ingin berbicara empat mata dengan Sulis, aku ingin bertanya dimana keberadaan anakku saat ini. Tetapi para wanita itu malah terus berteriak membuat kepalaku bertambah pusing saja.Aku pasrah terduduk di lantai dengan tatapan kosong menatap ke arah ibu mertuaku itu. Rasanya tubuh ini lelah sekali, aku ingin beristirahat walau hanya sebentar di tempat yang nyaman."Rah, kamu kenapa? Kok wajahmu pucat begitu?" Kak Dimas mengham
(Pov Sarah)"Emm, berarti benar dugaanku semalam yang menyiram bensin dan membakar tempat ini adalah anak buah Sulis untuk mengelabuhi kita," ucap Mbak Wati.Aku menoleh menatap wajahnya, "Jadi maksudmu kebakaran semalam itu di sengaja, Mbak?""Iya disengaja, karena aku melihatnya sendiri ada seseorang yang sengaja membakar tempat ini," jawab Mbak Wati.Ia pun menceritakan saat kami semua menyiksa Sulis, ia melihat ada seorang lelaki yang menyiramkan sesuatu ke sekeliling bangunan ini lalu lelaki itu melemparkan korek api hingga membuat api berkobar membakar tempat ini."Bisa jadi orang itu suruhan Rama dan Reza, licik juga ternyata mereka semua," sahut Kak Dimas."Sudahlah lebih baik kita pergi saja dari tempat ini, oh iya apa di antara kalian ada yang tahu jalan keluar dari hutan ini?" tanyaku pada para wanita tahanan."Aku tahu, tetapi kita akan menempuh perjalanan yang tidak sebentar," sahut seorang perempuan."Kamu yakin, kamu tahu jalan keluar dari hutan ini?" tanyaku lagi."Sep
(Pov Rama)Tepat pukul dua dini hari kami bersiap pergi meninggalkan rumah setelah Ibu mendapatkan telepon dari salah satu pengawalnya yang mengabarkan jika ada mobil polisi yang melaju ke arah rumah kami.Karena Ibu tidak ingin ada polisi yang menemukan bukti saat mereka menggeledah rumah kami, akhirnya kami membawa para tahanan wanita yang ada di ruang bawah tanah ke bangunan yang ada di tengah hutan. Katanya ia juga belum siap memberikan keterangan palsu pada aparat kepolisian, oleh sebab itu ia lebih memilih menghindar untuk sementara waktu.Menggunakan beberapa mobil Jeep dengan di kawal beberapa pengawal bersenjata lengkap, kami berangkat ke hutan menembus dinginnya udara malam. Beruntung para wanita itu tidak ada yang berani memberontak sehingga kami tidak perlu repot-repot memberi obat bius pada mereka.Namun, saat sampai di depan bangunan aku terkejut lantaran satu persatu pengawal Ibu di hajar oleh seseorang dari dalam bangunan itu."Sepertinya ada penyusup di dalam bangunan
(Pov Rama)Akhirnya Yoyok melakukan tugasnya, menyiramkan bensin yang sengaja kami simpan di mobil untuk cadangan ke area depan dan samping kanan bangunan, sementara kami mengawasi dari jauh sesuai dengan rencananya. Hingga tak lama kemudian api terlihat membumbung tinggi setelah Yoyok melemparkan korek api ke arah bangunan itu."Ayo, kita bergerak sekarang," bisik Bang Reza.Kami melangkah pelan sambil berjongkok, dapat kudengar para wanita itu saling berteriak menyuruh temannya yang lain untuk keluar.Akhirnya kami tiba di sebuah pintu samping kiri, yang mana pintu tersebut langsung tembus ke dalam kamar penjaga dan beruntung pintu ini hanya diketahui oleh para pengawal ibu saja jadi para wanita itu tidak akan tahu jika kami masuk ke dalam bangunan ini melewati pintu samping ini.Karena area samping kiri bangunan ini tidak tersentuh si jago merah, akhirnya kami pun berhasil masuk kedalam tanpa ada api yang menghalangi langkah kami.Ruangan ini sudah sesak oleh asap, bahkan pengliha
(Pov Rama)"Gak usah sok kuat kalian! Justru kalian yang harus menyerah dan kembali ke bangunan itu. Kalau tidak, kalian akan aku tembak!" balas anak buahku dengan suara lantang.Saat ini kami saling berhadap-hadapan dengan jumlah pasukan yang berbeda."Kami tidak takut! Ayo kita serang mereka!" teriak wanita tahanan itu.Kini adu tembak antara kedua kubu tak dapat terelakkan lagi, sementara anak buahku menyerang sambil berlindung di balik pohon besar dan mobil Jeep yang terparkir.Bahkan kulihat Dimas sedang mengangkat senjatanya berusaha menembakku dan Bang Reza. Sementara Sarah terlihat bersembunyi di bawah dashboard mobil, aku tahu ia pasti sangat kelelahan saat ini.Di luar dugaan, sambil menembak ternyata Dimas malah memundurkan mobil Jeepnya lalu berusaha menjauhi kami."Ayo maju! Kita harus kompak dan bunuh mereka semua!" teriak salah satu tahanan wanita dengan suara lantang.Lalu para wanita yang semula bersembunyi, berlari menyerang dengan lebih cepat dan lebih agresif lagi
"Mau pergi kemana kamu, hah?"Jantungku seolah berhenti berdetak saat menyadari Mas Rama telah berhasil menemukan tempat persembunyianku, padahal saat ini aku benar-benar lelah dan tidak ingin terus menerus bertarung seperti ini.Untuk beberapa detik kami saling memandang dalam diam."Ayo ikut aku!" tegas Mas Rama.Aku berusaha menepis cengkramannya beberapa kali tetapi ia malah semakin mempererat cekalannya lalu menarik tanganku dengan keras."Ayo ikut, Mas! Jangan berontak, Mas ini suamimu dan Mas tidak akan menyakitimu justru Mas merasa kasihan padamu, kita ke rumah sakit sekarang ya," ujarnya masih terus mencengkeram pergelangan tanganku."Suami kamu bilang? Suami macam apa yang tega menjual anak dan tubuh istrinya sendiri, hah?" teriakku pada Mas Rama.Cengkraman itu mendadak melonggar, ia menatapku tanpa berkedip mungkin ia tidak menyangka aku yang dikira tidak tahu apa-apa malah mengetahui semuanya."Apa maksudmu, Rah?""Kenapa? Kamu kaget, aku tahu semua ini?" ucapku sambil me
(POV Sarah)Sejak satu bulan yang lalu Kak Dimas sudah bisa berjalan dengan normal, dan hari ini pula ia akan melaksanakan pernikahannya dengan Mbak Wati.Dengan uang tabungan Kak Dimas, pernikahan Kak Dimas dan Mbak Wati yang lumayan megah ini dilaksanakan disebuah gedung luas."Sah?""Sah!"Para saksi dan tamu undangan tersenyum bahagia, seketika rasa haru menyeruak apalagi pernikahan ini tidak dihadiri oleh kedua orang tua. Pada saat prosesi sungkeman pun Kak Dimas dan Mbak Wati hanya memelukku dan Kevin untuk meminta doa restu karena memang hanya kami yang merupakan saudaranya."Doakan Mbak dan Kakakmu ya, Sarah.""Iya Mbak, tolong terima Kakakku apa adanya ya, semoga kalian bahagia."Resepsi pernikahan akan dilaksanakan hari ini juga setelah dua atau tiga jam akad nikah. Dua gaun indah berbentuk mermaid dengan ekor yang panjang telah dipersiapkan. Silvia juga hadir, ia terlihat bahagia saat melihat mantan kekasihnya mengucapkan ijab kabul meskipun dengan orang lain.Mbak Wati ta
(Pov Wati)Hari bahagiaku telah tiba. Ya, hari ini adalah hari bahagiaku bersama Dimas. Aku telah melewati masa-masa sulit tidur menjelang pernikahanku ini.Di sebuah gedung mewah pernikahan aku dan Dimas pun di langsungkan. Banyak tamu undangan yang hadir menjadi saksi kisah cinta kami berdua.Aku lihat Dimas, calon suamiku itu menitikkan air matanya ketika Sarah dan para bridesmaids menggandeng diriku menghampiri meja akad nikah. Dimana sudah ada seorang penghulu yang tengah duduk dengan manis disana dan ada dua orang saksi pernikahanku yang tidak ada satu pun dari mereka yang aku kenali."Sarah, apa Mbak sedang bermimpi? Jika iya, tolong bangunkan Mbak, Rah!" tanyaku pada Sarah yang tetap berjalan menggandeng tanganku.Aku begitu bahagia melihat dekorasi ballroom hotel yang begitu indah dengan hiasan berbagai jenis bunga-bunga yang indah. Bahagia dan terharu itulah yang bisa aku gambarkan tentang perasaanku hari ini."Tidak Mbak, kamu tidak sedang bermimpi. Lihatlah di sana ada Kak
Aku pun ikut memasukkan uang dan beberapa barang berhargaku dan Kevin ke dalam tas perampok itu."Ambil ini, tapi lepaskan kakakku!" tegasku sambil melemparkan tas itu ke atas kasur."Bagus, awas kalau kalian berani menyerang, akan aku tembak!" tegas orang itu.Ia berjalan mengendap menuju kasur sambil menodongkan senjata ke arah kami semua, saat tubuhnya membungkuk karena ingin meraih tas dan saat itulah Kevin menendang punggungnya."Aaarghh!" Ia mengerang lalu berbalik badan.Kukira ia akan menyerang Kevin tapi ternyata ia malah menyerang Mbak Wati karena saat perampok itu lengah ia mengambil tas itu."Sarah, ambil ini!" teriak Mbak Wati sambil melemparkan tas itu ke arahku.Namun, Mbak Wati kembali disandera dengan pistol yang mengarah ke kepalanya."Jangan sakiti dia!" teriak Kak Dimas dengan suara lantang."Kalau tidak mau dia kusakiti, cepat serahkan tas itu padaku kalau tidak dia akan mati sekarang!" tegas perampok itu.Berani sekali orang ini, mencoba merampok di rumah polisi
(Pov Sarah)"Eh, Silvia, ayo masuk." Aku tersenyum lalu menggandeng Siska masuk ke dalam rumah.Silvia ini merupakan mantan kekasih Kak Dimas, beberapa tahun silam Kak Dimas sempat berencana ingin melamarnya. Namun, ia ditolak oleh keluarga Silvia lantaran keadaan ekonomi Kak Dimas yang baru saja memulai karirnya.Orang tua Silvia takut jika anaknya menikah dengan Kak Dimas akan hidup susah, hingga akhirnya mereka menjodohkan Silvia dengan lelaki lain."Sejak kamu berpisah dengan Kak Dimas, kita belum bertemu lagi ya, Sil. Kamu apa kabar?" tanyaku."Aku baik, Sarah. Maaf kemarin aku nggak bisa datang di acara pernikahanmu, karena Papaku meninggal tepat di hari bahagiamu makanya aku nggak bisa datang.""Innalilahi wa innailaihi raji'un, aku turut berduka cita ya Sil. Memangnya Papa kamu sakit atau kenapa?" tanyaku."Iya Sar, Papaku meninggal karena serangan jantung setelah mendengar kabar jika aku sudah berpisah dengan mantan suamiku.""Oh, jadi kamu sudah bercerai? Pantas saja kamu ke
"Hah!"Dengan cepat aku menoleh, hingga kami saling bertatapan."Aku serius, Ti. Aku nggak bohong!" Ia menyakinkan lagi."Emm... Kamu pikir-pikir dulu aja deh, aku tuh nggak sebaik yang kamu lihat," jawabku."Percayalah Ti, aku sungguh-sungguh mencintai dan menyayangimu. Aku tidak peduli dengan masa lalumu seburuk apapun itu, karena bagiku masa lalu tetaplah masa lalu, tidak akan bisa menjadi masa depan," ucapnya lagi."Jangan pernah berpikir kamu tidak lagi pantas untuk dicintai. Kamu tidak sendiri, aku, mereka, dia, dan kita semua pernah melakukan kesalahan di masa lalu dan mereka berusaha bangkit kembali, karena masih banyak orang yang peduli dan men-support agar kita tidak terus-menerus terjabak dimasa lalu. Dan kamu pun bisa begitu!"Aku hanya tersenyum sungkan lalu membawa Adinda masuk ke dalam. Dadaku berdebar-debar dan pipi ini mulai menghangat, aku merasa tidak kuat jika harus terus menerus dipandang oleh Dimas.Didalam kamar aku merenung, pantaskah aku yang kotor ini menjadi
(Pov Wati)Suatu kebahagiaan saat aku bisa terlepas dari belenggu kejahatan Sulis, apalagi saat ini aku dipertemukan dengan keluarga yang begitu baik.Aku bahagia ketika melihat Sarah menikah dengan lelaki yang ia cintai, dan orang yang ia cintai itu memperlakukannya seperti Ratu.Namun, ditengah-tengah kebahagiaan mereka hati kecilku terasa kosong. Umurku sudah dewasa tetapi tidak seperti perempuan lainnya yang sudah berumah tangga.Adakalanya terbesit rasa iri ketika melihat wanita-wanita seusiaku atau dibawah umurku yang sudah memiliki suami dan mempunyai anak. Sementara aku masih sendiri disini menanti sang pangeran membawa kuda kelana untuk menjemput dan membawaku ke istana pelaminan. Namun sayang seribu sayang, pangeran yang aku nantikan tidak kunjung datang menjemput, semuanya masih sebatas angan dan harapan.Seburuk apapun aku dimasa lalu tentu saja aku sangat menginginkan sosok suami yang baik dan bisa membimbingku ke jalan yang benar."Ti, kamu nggak merasa bosan di rumah t
Tiba di rumah Kevin."Syukurlah, kalian sudah sampai rumah, ayo masuk!" ucap Mbak Wati sambil membukakan pintu."Bagaimana keadaanmu, Dim?" tanya Mbak Wati pada Kak Dimas."Sudah lebih baik, Ti. Makasih ya disela-sela kesibukanmu mengurus Adinda kamu masih sempetin buat jengukin aku." Kak Dimas tersenyum manis.Ya, aku memang menceritakan pada Kak Dimas jika Mbak Wati selalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk dirinya."Iya sama-sama.""Semoga kamu betah tinggal disini ya, Dim," sahut Kevin sambil tersenyum."Iya Vin, aku pasti betah tinggal disini kok, apalagi adaa..." Kak Dimas tidak melanjutkan ucapannya."Ada siapa hayoo? Ada Mbak Wati ya...?" tanyaku dengan tatapan menyelidik. Mbak Wati yang sedang menggendong Adinda pun tampak tersenyum dengan wajah memerah."Apa sih, Rah? Enggak kok.""Emm, ya udah deh. Yuk aku antar ke kamar, Kakak istirahat aja ya.""Maaf ya Rah, ngerepotin kamu jadinya," ujar kak Dimas."Nggak repot kok, masa ngurusin Kakak sendiri bilang repot
"Syukurlah Kakak sudah sadar," ucapku sambil berjalan ke ranjang rumah sakit dengan gembira. Kak Dimas perlahan membuka kelopak matanya dan berkata dengan susah payah."Air... Air..."Dengan cepat Mbak Wati mengambilkan gelas berisi air matang yang ada di atas nakas dan menyerahkannya padaku.Setelah meminum beberapa teguk air Kak Dimas melihat ke sekeliling."Sarah, kita ada dimana?""Kita ada di rumah sakit, Kak," jawabku."Rumah sakit?" Kak Dimas menatap ke depan dengan tatapan kosong sepertinya ia sedang mengingat-ingat sesuatu."Iya, Kakak mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan pulang dari rumahku dan sudah beberapa hari ini Kakak mengalami koma.""Sudah berapa lama Kakak koma?" tanya Kak Dimas lagi."Lima hari.""Apa? Tapi Kakak merasa baru tidur beberapa jam saja," ucapnya sambil memegang kepalanya."Sebenarnya apa yang terjadi sehingga Kamu bisa mengalami kecelakaan, Dim?" tanya Mbak Wati."Saat perjalanan pulang dari rumah Kevin, pandangan mataku kabur karena cuaca malam
Kami kembali ke depan ruang ICU, Adinda pun sudah terlelap di pangkuan Kevin."Wati, kamu pulang saja ya biar aku dan Sarah saja yang menjaga Dimas. Kasihan Adinda kalau kita ajak tidur disini,” ucap Kevin pada Mbak Wati."Iya Mbak, kamu pulang sama Adinda ya, besok lagi saja kalau Mbak mau kesini," sahutku."Ya sudah kalau gitu Mbak pulang dulu ya Rah, Vin. Besok pagi aku akan kesini mengantarkan pakaian untuk kalian," ucap Mbak Wati."Iya Ti, supirku sudah menunggu di depan jadi kamu tidak perlu menunggu lama." "Iya, terimakasih.Mbak Wati pun akhirnya pulang ke rumah bersama Adinda.***Matahari sudah menunjukkan sinarnya, aku merasakan leher ini begitu kaku dan nyut-nyutan, mungkin ini karena efek begadang semalaman di rumah sakit."Aargh..." Kevin pun terlihat merenggangkan tulang-tulangnya yang mungkin terasa kaku.Mata Kevin tampak berubah merah sebab tak tidur. Diliriknya jam yang tergantung di dinding rumah sakit, sudah menunjukkan pukul enam pagi."Sayang, Mas belikan sarap