(Pov Rama)"Gak usah sok kuat kalian! Justru kalian yang harus menyerah dan kembali ke bangunan itu. Kalau tidak, kalian akan aku tembak!" balas anak buahku dengan suara lantang.Saat ini kami saling berhadap-hadapan dengan jumlah pasukan yang berbeda."Kami tidak takut! Ayo kita serang mereka!" teriak wanita tahanan itu.Kini adu tembak antara kedua kubu tak dapat terelakkan lagi, sementara anak buahku menyerang sambil berlindung di balik pohon besar dan mobil Jeep yang terparkir.Bahkan kulihat Dimas sedang mengangkat senjatanya berusaha menembakku dan Bang Reza. Sementara Sarah terlihat bersembunyi di bawah dashboard mobil, aku tahu ia pasti sangat kelelahan saat ini.Di luar dugaan, sambil menembak ternyata Dimas malah memundurkan mobil Jeepnya lalu berusaha menjauhi kami."Ayo maju! Kita harus kompak dan bunuh mereka semua!" teriak salah satu tahanan wanita dengan suara lantang.Lalu para wanita yang semula bersembunyi, berlari menyerang dengan lebih cepat dan lebih agresif lagi
"Mau pergi kemana kamu, hah?"Jantungku seolah berhenti berdetak saat menyadari Mas Rama telah berhasil menemukan tempat persembunyianku, padahal saat ini aku benar-benar lelah dan tidak ingin terus menerus bertarung seperti ini.Untuk beberapa detik kami saling memandang dalam diam."Ayo ikut aku!" tegas Mas Rama.Aku berusaha menepis cengkramannya beberapa kali tetapi ia malah semakin mempererat cekalannya lalu menarik tanganku dengan keras."Ayo ikut, Mas! Jangan berontak, Mas ini suamimu dan Mas tidak akan menyakitimu justru Mas merasa kasihan padamu, kita ke rumah sakit sekarang ya," ujarnya masih terus mencengkeram pergelangan tanganku."Suami kamu bilang? Suami macam apa yang tega menjual anak dan tubuh istrinya sendiri, hah?" teriakku pada Mas Rama.Cengkraman itu mendadak melonggar, ia menatapku tanpa berkedip mungkin ia tidak menyangka aku yang dikira tidak tahu apa-apa malah mengetahui semuanya."Apa maksudmu, Rah?""Kenapa? Kamu kaget, aku tahu semua ini?" ucapku sambil me
"Kamu mau bangun ya, sayang?" tanya Mas Rama seperti orang yang sedang mabuk obat-obatan.Ia membantuku untuk duduk meski ikatan itu masih mengikat kaki dan tanganku dengan kuat."Sini Mas bantu ya. Ini makan dulu, setelah itu minumlah obat ini ada antibiotik, vitamin dan obat-obatan lainnya agar rahimmu tidak pendarahan lagi. Mas, sudah mempersiapkan obat ini dari kemarin untuk berjaga-jaga jika Mas bertemu kamu dalam keadaan seperti ini sayang," ujarnya sambil menyodorkan plastik berisi beberapa roti dan juga satu plastik kecil berisi obat-obatan. Aku memandang roti dan obat-obatan itu sambil berpikir, saat ini aku memang membutuhkan makanan dan obat-obatan agar tubuhku kembali bertenaga dan rasa nyeri di bagian perut bawah ini hilang. "Makan dulu ya, Sayang."Dengan tatapan seperti orang mabuk ia menyuapkan roti selai cokelat itu kepadaku, tanpa pikir panjang aku pun membuka mulut lalu menggigit roti itu sedikit demi sedikit hingga habis.Setelah itu aku juga meneguk air mineral
(Pov Rama)Kini aku berdiri mematung di mulut gua menyaksikan Bang Reza yang sedang menindih tubuh Sarah yang keadaannya masih terlihat lemah.Apa yang akan ia lakukan terhadap istriku? Apa Bang Reza sedang mencoba memperkosanya?'Tega kau Bang! Dari sekian banyak wanita yang sudah kau cicipi, kenapa kau masih menginginkan tubuh istriku?' batinku sambil mengepalkan jari tangan.Ah, ini salahku! Kenapa aku membuka pakaian Sarah saat ada dirinya? Pasti ia sudah tergoda dengan kemolekan tubuh istriku, tetapi sebagai kakak harusnya ia bisa menghargaiku. Aku masih mematung memperhatikan gerak-gerik mereka. Sekarang kulihat Sarah berusaha memberikan perlawanan, tali yang mengikat tangan kanannya pun juga sudah terlepas dan kulihat ia menggunakan kesempatan itu untuk melawan Bang Reza.Lengan Abangku terluka hingga berlumuran darah, tetapi aku masih enggan menolong dan malah memperhatikan pergulatan antara istri dan abangku itu. Hatiku rasanya sakit, melihat kelakuan Bang Reza yang tidak bi
(Pov Sarah)Aku berjalan cepat ke arah kanan walaupun aku tidak tahu arah yang kulalui ini benar atau tidak menuju ke luar hutan.Berlari dengan tertatih sambil memegangi perut bagian bawah yang terasa nyeri, rasanya perut bawahku seperti ditekan dengan kuat. Ini pasti karena rahimku belum benar-benar kembali pulih.Aku terus berlari menerobos semak-semak belukar, menabrak pohon dan jatuh berkali-kali karena tersandung akar pohon.Nafasku memburu, jantungku berdetak kencang. Aku terus berlari tanpa arah dan tujuan. Sendirian di tengah hutan belantara aku merengsek ke semak belukar.Aku tidak tahu sudah berapa kali aku terjatuh, yang jelas kakiku sudah terasa sakit. Tenggorokanku mengering dan tenagaku seperti terkuras habis, nafasku terengah rasanya aku sudah tak mampu lagi untuk berlari.Aku berhenti sejenak sambil mengatur nafas. Melihat ke sekeliling hutan, tidak ada siapapun di sini hanya ada pepohonan besar dan rumput-rumput liar yang menghalangi jalan.Beruntung sekali aku memba
"Syuut, diamlah dan jangan berteriak!" bisik orang itu kembali menyumpal mulutku.Suara langkah kaki terdengar mendekat, terlihat Mas Rama sudah berdiri tepat di hadapan semak-semak tempatku bersembunyi sambil celingukan mencari-cari keberadaanku.Oh Tuhan jangan sampai ia berhasil menemukanku di dalam semak-semak dengan orang ini, bagaimana pun juga aku tidak ingin menyeret orang asing ini ke dalam masalahku."Sial aku kehilangan jejak, Sarah!" Terdengar Mas Rama berbicara sendiri sambil mengibaskan tangannya ke arah semak-semak."Lari kemana dia ya?" Terlihat Mas Rama melanjutkan langkah, pergi menjauh dari tempatku bersembunyi.Akhirnya aku bisa bernafas lega, orang di belakangku pun mulai melonggarkan bekapan tangannya."Ah, akhirnya Mas Rama tidak melihatku di sini," ucapku bangkit lalu menatap ke arah perginya Mas Rama.Setelah itu aku berbalik badan menatap laki-laki yang mengenakan penutup wajah di hadapanku ini."Siapa kamu?" tanyaku.Ia malah menempelkan jari telunjuk di bi
Setelah itu para aparat kepolisian itu terlihat menatap ke arahku yang sedang duduk di dalam mobil."Sarah, bisakah kamu keluar sebentar untuk memberikan keterangan pada mereka?" tanya Kevin.Aku berdecak kesal, apakah ia tak memahami jika saat ini perasaanku tidak enak karena mengkhawatirkan Kak Dimas."Memangnya untuk apa, Vin?" tanyaku."Untuk menemukan keberadaan Rama dan anak buahnya," "Baiklah, tapi sebentar saja ya," "Iya cuma sebentar kok, lagi pula mereka hanya akan menanyakan beberapa hal penting saja. Kamu tenang saja, mereka tidak akan menahanmu lama-lama," ujar Kevin sambil membukakan pintu mobil untukku.Aku mengangguk lalu keluar dari dalam mobil, beberapa orang polisi pun terlihat langsung menghampiriku."Permisi, kami ingin memberi beberapa pertanyaan terhadap Ibu, saya harap ibu bisa menjawab pertanyaan kami dengan jujur tanpa ada yang di tutup-tutupi," ujar lelaki berseragam itu."Baiklah Pak,""Sebelumnya dengan Ibu siapa?" tanyanya lagi."Saya Sarah, Sarah Fauzi
Entah sudah berapa jam lamanya aku tertidur, kurasa perjalanan dari hutan menuju ke rumah sakit ini membutuhkan waktu lama."Kita sudah sampai, Rah. Ayo turun!" ucap Kevin sambil membukakan pintu mobil untukku.Senyumku merekah kala melihat banyak kendaraan berlalu lalang di luar sana, benar-benar suasana yang tidak kulihat beberapa hari ini. 'Akhirnya aku bisa keluar dari hutan itu' gumamku pelan.Ku tatap orang-orang yang sedang berlalu lalang di taman rumah sakit ini. Sesekali menyaksikan canda tawa mereka dengan orang terkasih. Hatiku sedikit merekah kala melihat banyak banyak anak-anak kecil yang sedang menikmati masa tumbuh kembang mereka dengan riang dan gembira. Membayangkan suatu saat aku bisa menemukan keberadaan anakku dan melihatnya tumbuh dalam didikanku. Membayangkan hal tersebut malah membuat hatiku terasa sakit. Karena Mas Ramalah aku harus berpisah dengan buah hatiku, aku benci kamu Mas!Tiba-tiba terdengar suara deheman Kevin yang berdiri tepat di sampingku."Ehem
(POV Sarah)Sejak satu bulan yang lalu Kak Dimas sudah bisa berjalan dengan normal, dan hari ini pula ia akan melaksanakan pernikahannya dengan Mbak Wati.Dengan uang tabungan Kak Dimas, pernikahan Kak Dimas dan Mbak Wati yang lumayan megah ini dilaksanakan disebuah gedung luas."Sah?""Sah!"Para saksi dan tamu undangan tersenyum bahagia, seketika rasa haru menyeruak apalagi pernikahan ini tidak dihadiri oleh kedua orang tua. Pada saat prosesi sungkeman pun Kak Dimas dan Mbak Wati hanya memelukku dan Kevin untuk meminta doa restu karena memang hanya kami yang merupakan saudaranya."Doakan Mbak dan Kakakmu ya, Sarah.""Iya Mbak, tolong terima Kakakku apa adanya ya, semoga kalian bahagia."Resepsi pernikahan akan dilaksanakan hari ini juga setelah dua atau tiga jam akad nikah. Dua gaun indah berbentuk mermaid dengan ekor yang panjang telah dipersiapkan. Silvia juga hadir, ia terlihat bahagia saat melihat mantan kekasihnya mengucapkan ijab kabul meskipun dengan orang lain.Mbak Wati ta
(Pov Wati)Hari bahagiaku telah tiba. Ya, hari ini adalah hari bahagiaku bersama Dimas. Aku telah melewati masa-masa sulit tidur menjelang pernikahanku ini.Di sebuah gedung mewah pernikahan aku dan Dimas pun di langsungkan. Banyak tamu undangan yang hadir menjadi saksi kisah cinta kami berdua.Aku lihat Dimas, calon suamiku itu menitikkan air matanya ketika Sarah dan para bridesmaids menggandeng diriku menghampiri meja akad nikah. Dimana sudah ada seorang penghulu yang tengah duduk dengan manis disana dan ada dua orang saksi pernikahanku yang tidak ada satu pun dari mereka yang aku kenali."Sarah, apa Mbak sedang bermimpi? Jika iya, tolong bangunkan Mbak, Rah!" tanyaku pada Sarah yang tetap berjalan menggandeng tanganku.Aku begitu bahagia melihat dekorasi ballroom hotel yang begitu indah dengan hiasan berbagai jenis bunga-bunga yang indah. Bahagia dan terharu itulah yang bisa aku gambarkan tentang perasaanku hari ini."Tidak Mbak, kamu tidak sedang bermimpi. Lihatlah di sana ada Kak
Aku pun ikut memasukkan uang dan beberapa barang berhargaku dan Kevin ke dalam tas perampok itu."Ambil ini, tapi lepaskan kakakku!" tegasku sambil melemparkan tas itu ke atas kasur."Bagus, awas kalau kalian berani menyerang, akan aku tembak!" tegas orang itu.Ia berjalan mengendap menuju kasur sambil menodongkan senjata ke arah kami semua, saat tubuhnya membungkuk karena ingin meraih tas dan saat itulah Kevin menendang punggungnya."Aaarghh!" Ia mengerang lalu berbalik badan.Kukira ia akan menyerang Kevin tapi ternyata ia malah menyerang Mbak Wati karena saat perampok itu lengah ia mengambil tas itu."Sarah, ambil ini!" teriak Mbak Wati sambil melemparkan tas itu ke arahku.Namun, Mbak Wati kembali disandera dengan pistol yang mengarah ke kepalanya."Jangan sakiti dia!" teriak Kak Dimas dengan suara lantang."Kalau tidak mau dia kusakiti, cepat serahkan tas itu padaku kalau tidak dia akan mati sekarang!" tegas perampok itu.Berani sekali orang ini, mencoba merampok di rumah polisi
(Pov Sarah)"Eh, Silvia, ayo masuk." Aku tersenyum lalu menggandeng Siska masuk ke dalam rumah.Silvia ini merupakan mantan kekasih Kak Dimas, beberapa tahun silam Kak Dimas sempat berencana ingin melamarnya. Namun, ia ditolak oleh keluarga Silvia lantaran keadaan ekonomi Kak Dimas yang baru saja memulai karirnya.Orang tua Silvia takut jika anaknya menikah dengan Kak Dimas akan hidup susah, hingga akhirnya mereka menjodohkan Silvia dengan lelaki lain."Sejak kamu berpisah dengan Kak Dimas, kita belum bertemu lagi ya, Sil. Kamu apa kabar?" tanyaku."Aku baik, Sarah. Maaf kemarin aku nggak bisa datang di acara pernikahanmu, karena Papaku meninggal tepat di hari bahagiamu makanya aku nggak bisa datang.""Innalilahi wa innailaihi raji'un, aku turut berduka cita ya Sil. Memangnya Papa kamu sakit atau kenapa?" tanyaku."Iya Sar, Papaku meninggal karena serangan jantung setelah mendengar kabar jika aku sudah berpisah dengan mantan suamiku.""Oh, jadi kamu sudah bercerai? Pantas saja kamu ke
"Hah!"Dengan cepat aku menoleh, hingga kami saling bertatapan."Aku serius, Ti. Aku nggak bohong!" Ia menyakinkan lagi."Emm... Kamu pikir-pikir dulu aja deh, aku tuh nggak sebaik yang kamu lihat," jawabku."Percayalah Ti, aku sungguh-sungguh mencintai dan menyayangimu. Aku tidak peduli dengan masa lalumu seburuk apapun itu, karena bagiku masa lalu tetaplah masa lalu, tidak akan bisa menjadi masa depan," ucapnya lagi."Jangan pernah berpikir kamu tidak lagi pantas untuk dicintai. Kamu tidak sendiri, aku, mereka, dia, dan kita semua pernah melakukan kesalahan di masa lalu dan mereka berusaha bangkit kembali, karena masih banyak orang yang peduli dan men-support agar kita tidak terus-menerus terjabak dimasa lalu. Dan kamu pun bisa begitu!"Aku hanya tersenyum sungkan lalu membawa Adinda masuk ke dalam. Dadaku berdebar-debar dan pipi ini mulai menghangat, aku merasa tidak kuat jika harus terus menerus dipandang oleh Dimas.Didalam kamar aku merenung, pantaskah aku yang kotor ini menjadi
(Pov Wati)Suatu kebahagiaan saat aku bisa terlepas dari belenggu kejahatan Sulis, apalagi saat ini aku dipertemukan dengan keluarga yang begitu baik.Aku bahagia ketika melihat Sarah menikah dengan lelaki yang ia cintai, dan orang yang ia cintai itu memperlakukannya seperti Ratu.Namun, ditengah-tengah kebahagiaan mereka hati kecilku terasa kosong. Umurku sudah dewasa tetapi tidak seperti perempuan lainnya yang sudah berumah tangga.Adakalanya terbesit rasa iri ketika melihat wanita-wanita seusiaku atau dibawah umurku yang sudah memiliki suami dan mempunyai anak. Sementara aku masih sendiri disini menanti sang pangeran membawa kuda kelana untuk menjemput dan membawaku ke istana pelaminan. Namun sayang seribu sayang, pangeran yang aku nantikan tidak kunjung datang menjemput, semuanya masih sebatas angan dan harapan.Seburuk apapun aku dimasa lalu tentu saja aku sangat menginginkan sosok suami yang baik dan bisa membimbingku ke jalan yang benar."Ti, kamu nggak merasa bosan di rumah t
Tiba di rumah Kevin."Syukurlah, kalian sudah sampai rumah, ayo masuk!" ucap Mbak Wati sambil membukakan pintu."Bagaimana keadaanmu, Dim?" tanya Mbak Wati pada Kak Dimas."Sudah lebih baik, Ti. Makasih ya disela-sela kesibukanmu mengurus Adinda kamu masih sempetin buat jengukin aku." Kak Dimas tersenyum manis.Ya, aku memang menceritakan pada Kak Dimas jika Mbak Wati selalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk dirinya."Iya sama-sama.""Semoga kamu betah tinggal disini ya, Dim," sahut Kevin sambil tersenyum."Iya Vin, aku pasti betah tinggal disini kok, apalagi adaa..." Kak Dimas tidak melanjutkan ucapannya."Ada siapa hayoo? Ada Mbak Wati ya...?" tanyaku dengan tatapan menyelidik. Mbak Wati yang sedang menggendong Adinda pun tampak tersenyum dengan wajah memerah."Apa sih, Rah? Enggak kok.""Emm, ya udah deh. Yuk aku antar ke kamar, Kakak istirahat aja ya.""Maaf ya Rah, ngerepotin kamu jadinya," ujar kak Dimas."Nggak repot kok, masa ngurusin Kakak sendiri bilang repot
"Syukurlah Kakak sudah sadar," ucapku sambil berjalan ke ranjang rumah sakit dengan gembira. Kak Dimas perlahan membuka kelopak matanya dan berkata dengan susah payah."Air... Air..."Dengan cepat Mbak Wati mengambilkan gelas berisi air matang yang ada di atas nakas dan menyerahkannya padaku.Setelah meminum beberapa teguk air Kak Dimas melihat ke sekeliling."Sarah, kita ada dimana?""Kita ada di rumah sakit, Kak," jawabku."Rumah sakit?" Kak Dimas menatap ke depan dengan tatapan kosong sepertinya ia sedang mengingat-ingat sesuatu."Iya, Kakak mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan pulang dari rumahku dan sudah beberapa hari ini Kakak mengalami koma.""Sudah berapa lama Kakak koma?" tanya Kak Dimas lagi."Lima hari.""Apa? Tapi Kakak merasa baru tidur beberapa jam saja," ucapnya sambil memegang kepalanya."Sebenarnya apa yang terjadi sehingga Kamu bisa mengalami kecelakaan, Dim?" tanya Mbak Wati."Saat perjalanan pulang dari rumah Kevin, pandangan mataku kabur karena cuaca malam
Kami kembali ke depan ruang ICU, Adinda pun sudah terlelap di pangkuan Kevin."Wati, kamu pulang saja ya biar aku dan Sarah saja yang menjaga Dimas. Kasihan Adinda kalau kita ajak tidur disini,” ucap Kevin pada Mbak Wati."Iya Mbak, kamu pulang sama Adinda ya, besok lagi saja kalau Mbak mau kesini," sahutku."Ya sudah kalau gitu Mbak pulang dulu ya Rah, Vin. Besok pagi aku akan kesini mengantarkan pakaian untuk kalian," ucap Mbak Wati."Iya Ti, supirku sudah menunggu di depan jadi kamu tidak perlu menunggu lama." "Iya, terimakasih.Mbak Wati pun akhirnya pulang ke rumah bersama Adinda.***Matahari sudah menunjukkan sinarnya, aku merasakan leher ini begitu kaku dan nyut-nyutan, mungkin ini karena efek begadang semalaman di rumah sakit."Aargh..." Kevin pun terlihat merenggangkan tulang-tulangnya yang mungkin terasa kaku.Mata Kevin tampak berubah merah sebab tak tidur. Diliriknya jam yang tergantung di dinding rumah sakit, sudah menunjukkan pukul enam pagi."Sayang, Mas belikan sarap