Laki-laki itu mulai menjauh dari kerumunan, tidak ingin ketinggalan aku pun berjalan mengikutinya dari kejauhan.Laki-laki itu masuk ke dalam rumah sakit lalu berdiri di depan lift yang tertutup, beruntung ada salah satu suster yang lewat membawa beberapa kotak masker."Maaf sus, apa saya boleh minta maskernya?""Silahkan Bu, ini memang fasilitas rumah sakit kebetulan di depan sana sudah habis sehingga saya mengambil beberapa kotak untuk jaga-jaga di depan sana," ucap suster itu."Terimakasih sus."Setelah lift terbuka, lelaki itu masuk sambil memainkan ponselnya. Karena menggunakan masker lelaki itu tidak akan mengenali wajahku ketika aku ikut masuk ke dalam lift bersamanya.Saat pintu lift tertutup, lelaki itu langsung menekan tombol nomor lima. Aku yang berdiri di pojokan hanya bisa melihat nomor lantai yang di pilih anak buah Sulis ini.Kini jantungku berdebar kencang karena di dalam lift ini hanya ada kami berdua, saat sampai di lantai lima lift ini kembali terbuka dan laki-laki
"Ibu Fransisca akan kami rujuk ke rumah sakit besar di Singapura karena rumah sakit ini sudah tidak sanggup lagi menangani lukanya yang sudah parah, Bu." jawab petugas itu sedikit ketus."Maaf, apa masih ada pertanyaan ibu yang harus saya jawab?""Ah tidak, tidak. Terimakasih atas informasinya ya, Sus."Aku tersenyum ramah lalu segera pergi menuju lift untuk umum, turun ke lantai dasar.Aku sangat yakin jika pasien itu adalah Sulis, saat ini perempuan itu sedang kritis dan kemungkinan hidupnya tinggal beberapa persen saja. 'Ya, semoga saja rumah sakit sebagus apapun tidak ada yang bisa menyembuhkan perempuan itu,' batinku dalam hati.Bisa jadi Tuhan sedang menghukum perempuan itu sebelumnya ajal tiba. Kita tidak boleh mendahului takdir yang sudah dituliskan oleh sang yang maha kuasa.Berlari dengan cepat menuju halaman depan rumah sakit, berlari diantara lalu lalang orang-orang. Meskipun malam sudah larut tetapi suasana sekitar tampak ramai, mungkin karena banyaknya pasien yang diraw
"Akan kuceritakan nanti Mbak, sekarang aku ingin berbicara dulu dengan Kak Dimas. Mbak bisa minta tolong lihat keadaan Mbak Linda dulu kan di kamarnya?" pintaku."Bisa kok, ya sudah Mbak tinggal dulu ya ke kamar Linda." Ia pun pergi ke dalam menuju kamar Mbak Linda.Saat itu juga Kak Dimas langsung menatap kearahku dengan tatapan tajam."Ceritakan sekarang apa yang sudah terjadi diantara kamu dan Nadia tadi malam!" Menghirup nafas dan menghembuskannya ke arah lain, aku pun menceritakan semuanya kejadiannya dimulai dari melihat Nadia di atas gedung hingga ia terjatuh ke bawah."Ya Tuhan, harusnya kamu lapor pada pihak keamanan rumah sakit, bukannya malah naik sendiri ke atas gedung itu. Kalau begitu kan mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini, Rah." Kak Dimas terlihat jengkel."Tapi semuanya sudah terjadi Kak, menyalahkan atas apa yang sudah terjadi itu hanya akan menimbulkan rasa penyesalan. Waktu itu aku panik sehingga aku tidak kepikiran untuk melapor pada pihak keamanan Kak, ma
Pulang dari kantor polisi aku tidak langsung ke rumah, tetapi mampir dahulu ke butik Kak Dimas meskipun jaraknya lumayan jauh."Sarah, bagaimana tadi?" tanya Kak Dimas saat aku masuk ke dalam butiknya.Butik Kakakku ini menjual berbagai pakaian pria dan wanita seperti gaun pengantin, jas pria, baju muslimah, pakaian kantor, baju batik dan masih banyak lagi yang lainnya. Dari waktu ke waktu butiknya ini memang mengalami peningkatan yang cukup pesat. "Semuanya baik-baik saja Kak, buktinya aku tidak di tahan kan?" Aku tersenyum puas."Apa kamu menceritakan kejadian yang sebenarnya pada penyidik?" tanyanya lagi."Tentu saja tidak, bisa jadi panjang masalahnya Kak, kalau aku sampai menceritakan kejadian yang sebenarnya," jawabku."Baguslah kalau begitu, Kakak nggak mau kamu terseret terlalu jauh dalam kasus kematian Nadia, Rah. Kakak harap, setelah ini kamu berpikir dulu sebelum bertindak, Kakak nggak mau kejadian yang dialami Nadia ini sampai terulang lagi," ucap Kak Dimas sayu."Iya Kak
"Tidak usah memutar balikkan fakta ya! Kuakui kau memang pintar, sehingga seorang penyidik saja bisa kamu bohongi. Tapi jangan pernah coba-coba untuk membodohiku, aku ini tidak sebodoh yang kamu kira! Aku tahu semua keterangan yang sudah kamu berikan pada penyidik itu palsu kan?" tegasnya sambil membanting setir ke kiri hingga tubuhku membentur pintu samping."Aaarrggghhh!""Aku tidak berbohong tante! Aku sudah mengatakan yang sebenarnya, putrimu meninggal itu karena bunuh diri! Tante saja yang mengada-ada dan mencari-cari kesalahanku. Sekarang, turunkan aku atau aku akan berbuat nekat pada tante!""Sebenarnya aku tidak suka berbuat kekerasan tetapi jika ada seseorang yang menggangguku tentu aku tidak akan diam saja," ujarku dengan tatapan tajam.Namun, sepertinya Tante Anggi sama sekali tidak takut dengan gertakanku, ia tetap melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi."Jangan banyak bicara kamu ya! Ayo tarik talinya, jangan biarkan perempuan ini tetap hidup!" tegas Tante Anggi denga
Saat melihat ke luar jendela, beberapa orang terlihat turun dari kendaraannya dan menghampiri mobil ini. Mereka mulai mendekat lalu mengetuk kaca mobil.Segera membuka pintu dan orang-orang begitu penasaran melihat ke arah dalam."Oh Tuhan, mereka terluka parah.""Sabar ya Mbak, saya akan telepon ambulance," ucap seorang wanita yang berdiri di depanku.Aku hanya menganggukkan kepala saat orang-orang itu memapahku keluar dari dalam mobil. Setelah itu mereka terlihat mengeluarkan Tante Anggi dan lelaki bernama Alex itu lalu membaringkannya di pinggir jalan."Yang laki-laki sudah tidak bernafas lagi," ucap salah seorang lelaki yang menolong kami.Aku tersenyum puas, akhirnya orang itu mati juga dan orang-orang mengira jika kematiannya akibat kecelakaan bukan karena ulahku sendiri."Lalu bagaimana dengan Ibu itu?" tanya seorang wanita menunjuk ke arah Tante Anggi.Ya Tuhan, jika Tante Anggi masih hidup ia pasti akan menjadi sebuah ancaman besar dalam hidupku."Sebentar biar aku periksa du
Keesokan harinya kami berempat datang ke rumah sakit, menunggu di depan ruang operasi bersama Om Wisnu dan satu orang saudaranya.Menunggu dalam diam dan penuh harap, semoga Kevin baik-baik saja."Ya Tuhan, semoga setelah ini Kevin tidak perlu melakukan operasi lagi termasuk operasi transplantasi jantung seperti dugaan dokter," gumamku lirih.Om Wisnu sejak tadi tidak berhenti berdoa dengan khusyuk begitu pula dengan saudaranya."Mohon maaf saya mengganggu Pak, ada sesuatu yang ingin saya katakan pada Bapak," ucap asisten Om Wisnu sambil membawakan ponselnya."Iya ada apa? Katakan saja!""Besan Bapak, Bu Anggi telah meninggal dunia tadi malam karena mengalami kecelakaan," ucapnya.Ternyata Om Wisnu belum tahu jika besannya itu sudah meninggal, mungkin jenazah Tante Anggi memang baru bisa dipulangkan pagi ini."Ya Tuhan..." Om Wisnu tampak melepas kacamatanya lalu mengusap wajahnya."Tolong telepon salah satu saudara Anggi, aku ingin berbicara dengan mereka.""Baik Pak."Setelah itu Om
"Kakak juga tidak tahu Rah, nanti Kakak kabari ya setelah sampai disana," ucapnya."Baiklah, hati-hati di jalan ya Kak."Segera berdiri lalu duduk di kursi samping brankar Kevin, menatap wajahnya yang pucat lalu terisak."Aku mohon sadarlah, Kevin. Kau harus tahu, banyak hal besar yang sudah kau lewatkan tiga hari ini. Aku mohon bangunlah, aku ingin bertanya langsung padamu Vin, apakah benar di hatimu itu masih ada aku? Benarkah cinta kita dahulu membawa petaka di masa depan?" ucapku terisak sambil menyentuh wajahnya.Mulutku membulat karena merasa tidak percaya, melihat jari telunjuk Kevin mulai bergerak-gerak, setelah itu ia terlihat membuka matanya."Akhirnya kamu sadar juga, Vin?" ucapku sedikit panik.Namun, ia hanya mengedipkan mata berkali-kali tanpa bicara sepatah kata apapun."Sebentar ya Vin, aku akan panggil dokter dulu," ucapku lalu bergegas keluar memanggil suster.Beberapa menit kemudian, seorang perawat terlihat datang bersama seorang dokter lalu memeriksa kondisi Kevin
(POV Sarah)Sejak satu bulan yang lalu Kak Dimas sudah bisa berjalan dengan normal, dan hari ini pula ia akan melaksanakan pernikahannya dengan Mbak Wati.Dengan uang tabungan Kak Dimas, pernikahan Kak Dimas dan Mbak Wati yang lumayan megah ini dilaksanakan disebuah gedung luas."Sah?""Sah!"Para saksi dan tamu undangan tersenyum bahagia, seketika rasa haru menyeruak apalagi pernikahan ini tidak dihadiri oleh kedua orang tua. Pada saat prosesi sungkeman pun Kak Dimas dan Mbak Wati hanya memelukku dan Kevin untuk meminta doa restu karena memang hanya kami yang merupakan saudaranya."Doakan Mbak dan Kakakmu ya, Sarah.""Iya Mbak, tolong terima Kakakku apa adanya ya, semoga kalian bahagia."Resepsi pernikahan akan dilaksanakan hari ini juga setelah dua atau tiga jam akad nikah. Dua gaun indah berbentuk mermaid dengan ekor yang panjang telah dipersiapkan. Silvia juga hadir, ia terlihat bahagia saat melihat mantan kekasihnya mengucapkan ijab kabul meskipun dengan orang lain.Mbak Wati ta
(Pov Wati)Hari bahagiaku telah tiba. Ya, hari ini adalah hari bahagiaku bersama Dimas. Aku telah melewati masa-masa sulit tidur menjelang pernikahanku ini.Di sebuah gedung mewah pernikahan aku dan Dimas pun di langsungkan. Banyak tamu undangan yang hadir menjadi saksi kisah cinta kami berdua.Aku lihat Dimas, calon suamiku itu menitikkan air matanya ketika Sarah dan para bridesmaids menggandeng diriku menghampiri meja akad nikah. Dimana sudah ada seorang penghulu yang tengah duduk dengan manis disana dan ada dua orang saksi pernikahanku yang tidak ada satu pun dari mereka yang aku kenali."Sarah, apa Mbak sedang bermimpi? Jika iya, tolong bangunkan Mbak, Rah!" tanyaku pada Sarah yang tetap berjalan menggandeng tanganku.Aku begitu bahagia melihat dekorasi ballroom hotel yang begitu indah dengan hiasan berbagai jenis bunga-bunga yang indah. Bahagia dan terharu itulah yang bisa aku gambarkan tentang perasaanku hari ini."Tidak Mbak, kamu tidak sedang bermimpi. Lihatlah di sana ada Kak
Aku pun ikut memasukkan uang dan beberapa barang berhargaku dan Kevin ke dalam tas perampok itu."Ambil ini, tapi lepaskan kakakku!" tegasku sambil melemparkan tas itu ke atas kasur."Bagus, awas kalau kalian berani menyerang, akan aku tembak!" tegas orang itu.Ia berjalan mengendap menuju kasur sambil menodongkan senjata ke arah kami semua, saat tubuhnya membungkuk karena ingin meraih tas dan saat itulah Kevin menendang punggungnya."Aaarghh!" Ia mengerang lalu berbalik badan.Kukira ia akan menyerang Kevin tapi ternyata ia malah menyerang Mbak Wati karena saat perampok itu lengah ia mengambil tas itu."Sarah, ambil ini!" teriak Mbak Wati sambil melemparkan tas itu ke arahku.Namun, Mbak Wati kembali disandera dengan pistol yang mengarah ke kepalanya."Jangan sakiti dia!" teriak Kak Dimas dengan suara lantang."Kalau tidak mau dia kusakiti, cepat serahkan tas itu padaku kalau tidak dia akan mati sekarang!" tegas perampok itu.Berani sekali orang ini, mencoba merampok di rumah polisi
(Pov Sarah)"Eh, Silvia, ayo masuk." Aku tersenyum lalu menggandeng Siska masuk ke dalam rumah.Silvia ini merupakan mantan kekasih Kak Dimas, beberapa tahun silam Kak Dimas sempat berencana ingin melamarnya. Namun, ia ditolak oleh keluarga Silvia lantaran keadaan ekonomi Kak Dimas yang baru saja memulai karirnya.Orang tua Silvia takut jika anaknya menikah dengan Kak Dimas akan hidup susah, hingga akhirnya mereka menjodohkan Silvia dengan lelaki lain."Sejak kamu berpisah dengan Kak Dimas, kita belum bertemu lagi ya, Sil. Kamu apa kabar?" tanyaku."Aku baik, Sarah. Maaf kemarin aku nggak bisa datang di acara pernikahanmu, karena Papaku meninggal tepat di hari bahagiamu makanya aku nggak bisa datang.""Innalilahi wa innailaihi raji'un, aku turut berduka cita ya Sil. Memangnya Papa kamu sakit atau kenapa?" tanyaku."Iya Sar, Papaku meninggal karena serangan jantung setelah mendengar kabar jika aku sudah berpisah dengan mantan suamiku.""Oh, jadi kamu sudah bercerai? Pantas saja kamu ke
"Hah!"Dengan cepat aku menoleh, hingga kami saling bertatapan."Aku serius, Ti. Aku nggak bohong!" Ia menyakinkan lagi."Emm... Kamu pikir-pikir dulu aja deh, aku tuh nggak sebaik yang kamu lihat," jawabku."Percayalah Ti, aku sungguh-sungguh mencintai dan menyayangimu. Aku tidak peduli dengan masa lalumu seburuk apapun itu, karena bagiku masa lalu tetaplah masa lalu, tidak akan bisa menjadi masa depan," ucapnya lagi."Jangan pernah berpikir kamu tidak lagi pantas untuk dicintai. Kamu tidak sendiri, aku, mereka, dia, dan kita semua pernah melakukan kesalahan di masa lalu dan mereka berusaha bangkit kembali, karena masih banyak orang yang peduli dan men-support agar kita tidak terus-menerus terjabak dimasa lalu. Dan kamu pun bisa begitu!"Aku hanya tersenyum sungkan lalu membawa Adinda masuk ke dalam. Dadaku berdebar-debar dan pipi ini mulai menghangat, aku merasa tidak kuat jika harus terus menerus dipandang oleh Dimas.Didalam kamar aku merenung, pantaskah aku yang kotor ini menjadi
(Pov Wati)Suatu kebahagiaan saat aku bisa terlepas dari belenggu kejahatan Sulis, apalagi saat ini aku dipertemukan dengan keluarga yang begitu baik.Aku bahagia ketika melihat Sarah menikah dengan lelaki yang ia cintai, dan orang yang ia cintai itu memperlakukannya seperti Ratu.Namun, ditengah-tengah kebahagiaan mereka hati kecilku terasa kosong. Umurku sudah dewasa tetapi tidak seperti perempuan lainnya yang sudah berumah tangga.Adakalanya terbesit rasa iri ketika melihat wanita-wanita seusiaku atau dibawah umurku yang sudah memiliki suami dan mempunyai anak. Sementara aku masih sendiri disini menanti sang pangeran membawa kuda kelana untuk menjemput dan membawaku ke istana pelaminan. Namun sayang seribu sayang, pangeran yang aku nantikan tidak kunjung datang menjemput, semuanya masih sebatas angan dan harapan.Seburuk apapun aku dimasa lalu tentu saja aku sangat menginginkan sosok suami yang baik dan bisa membimbingku ke jalan yang benar."Ti, kamu nggak merasa bosan di rumah t
Tiba di rumah Kevin."Syukurlah, kalian sudah sampai rumah, ayo masuk!" ucap Mbak Wati sambil membukakan pintu."Bagaimana keadaanmu, Dim?" tanya Mbak Wati pada Kak Dimas."Sudah lebih baik, Ti. Makasih ya disela-sela kesibukanmu mengurus Adinda kamu masih sempetin buat jengukin aku." Kak Dimas tersenyum manis.Ya, aku memang menceritakan pada Kak Dimas jika Mbak Wati selalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk dirinya."Iya sama-sama.""Semoga kamu betah tinggal disini ya, Dim," sahut Kevin sambil tersenyum."Iya Vin, aku pasti betah tinggal disini kok, apalagi adaa..." Kak Dimas tidak melanjutkan ucapannya."Ada siapa hayoo? Ada Mbak Wati ya...?" tanyaku dengan tatapan menyelidik. Mbak Wati yang sedang menggendong Adinda pun tampak tersenyum dengan wajah memerah."Apa sih, Rah? Enggak kok.""Emm, ya udah deh. Yuk aku antar ke kamar, Kakak istirahat aja ya.""Maaf ya Rah, ngerepotin kamu jadinya," ujar kak Dimas."Nggak repot kok, masa ngurusin Kakak sendiri bilang repot
"Syukurlah Kakak sudah sadar," ucapku sambil berjalan ke ranjang rumah sakit dengan gembira. Kak Dimas perlahan membuka kelopak matanya dan berkata dengan susah payah."Air... Air..."Dengan cepat Mbak Wati mengambilkan gelas berisi air matang yang ada di atas nakas dan menyerahkannya padaku.Setelah meminum beberapa teguk air Kak Dimas melihat ke sekeliling."Sarah, kita ada dimana?""Kita ada di rumah sakit, Kak," jawabku."Rumah sakit?" Kak Dimas menatap ke depan dengan tatapan kosong sepertinya ia sedang mengingat-ingat sesuatu."Iya, Kakak mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan pulang dari rumahku dan sudah beberapa hari ini Kakak mengalami koma.""Sudah berapa lama Kakak koma?" tanya Kak Dimas lagi."Lima hari.""Apa? Tapi Kakak merasa baru tidur beberapa jam saja," ucapnya sambil memegang kepalanya."Sebenarnya apa yang terjadi sehingga Kamu bisa mengalami kecelakaan, Dim?" tanya Mbak Wati."Saat perjalanan pulang dari rumah Kevin, pandangan mataku kabur karena cuaca malam
Kami kembali ke depan ruang ICU, Adinda pun sudah terlelap di pangkuan Kevin."Wati, kamu pulang saja ya biar aku dan Sarah saja yang menjaga Dimas. Kasihan Adinda kalau kita ajak tidur disini,” ucap Kevin pada Mbak Wati."Iya Mbak, kamu pulang sama Adinda ya, besok lagi saja kalau Mbak mau kesini," sahutku."Ya sudah kalau gitu Mbak pulang dulu ya Rah, Vin. Besok pagi aku akan kesini mengantarkan pakaian untuk kalian," ucap Mbak Wati."Iya Ti, supirku sudah menunggu di depan jadi kamu tidak perlu menunggu lama." "Iya, terimakasih.Mbak Wati pun akhirnya pulang ke rumah bersama Adinda.***Matahari sudah menunjukkan sinarnya, aku merasakan leher ini begitu kaku dan nyut-nyutan, mungkin ini karena efek begadang semalaman di rumah sakit."Aargh..." Kevin pun terlihat merenggangkan tulang-tulangnya yang mungkin terasa kaku.Mata Kevin tampak berubah merah sebab tak tidur. Diliriknya jam yang tergantung di dinding rumah sakit, sudah menunjukkan pukul enam pagi."Sayang, Mas belikan sarap