Harum tanah di pekarangan masih pekat. Embun baru saja jatuh membasahi dedaunan di taman rumah mewah milik Tito Rianggono. Nyonya besar pemilik rumah telah rapi dan bersiap akan pergi. Derit ban mobil meninggalkan bekas di jalan menuju gerbang rumah. Ketika gerbang terbuka, sebuah mobil hitam mempercepat lajunya. Sang sopir tidak bertanya lagi kepada nyonyanya karena kali ini ia yang tahu pasti ke mana hendak pergi.
“Kita akan menempuh perjalanan sekitar dua jam Nyonya,” kata Pak Bejo kepada Nyonya Retno.
“Iya. Apakah kamu sudah mengabari kepada mereka bahwa kita akan datang hari ini?”
“Saya sudah
Rianti dibawa ke dokter kandungan. Di ruang praktek dokter itu, Nyonya Retno menanti dengan cemas. Ia menginginkan agar Rianti diperiksa secara keseluruhan mulai dari kesehatan organ reproduksi hingga keperawanan. Rianti merasa malu bukan alang kepalang. Ini adalah pertama kali ada orang asing yang melihat bagian intimnya.“Dia sehat Nyonya. Dia juga masih perawan,” kata Dokter Ben.“Baguslah kalau begitu. Apakah memungkinkan dia memberi saya cucu?”“Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak. Nyonya berdoa saja.”“Maksud saya, dengan kondisi anak saya yang lumpuh, apakah memungkinkan untuk mempunyai keturunan.”“Untuk itu saya perlu memeriksa lebih lanjut terhadap kondisi anak Nyonya.”“Kalau untuk program bayi tabung bagaimana, Dok?”“Bisa saja, nanti ada prosesnya. Dan ketika ingin melakukannya, pasangan suami istri dapat berkonsult
“Apa kabarmu? Apakah hidupmu nyaman di luar negeri?” tanya Hendra kepada sesosok perempuan.“Aku baik, dan juga hidup nyaman,” jawab perempuan itu sambil menyeruput kopi.“Lantas, mengapa kau kembali ke Indonesia kalau kau lebih nyaman di luar negeri?”“Nyaman saja tidak cukup, sayang. Aku perlu sesuatu yang lebih dari sekadar nyaman.”“Sayang? Sungguh memuakkan. Tinggal di luar negeri rupanya tak mengubah karaktermu,” Hendra mendengus sinis.“Manusia itu harus berpikir dan bertindak demi kemajuan. Sekarang aku sedang bertindak demi kemajuan hidupku?”“Apalagi yang kurang dari hidumu? Anakmu tinggal di rumah mewah dan menjadi salah satu pewaris kerajaan perusahaan ayahnya sedangkan kamu cukup berfoya-foya tanpa memikirkan mendapatkan uang.”“Hahaha, aku tidak mau kalau anakku menjadi salah satu pewaris, aku mau ia menjadi satu
“Om, aku tidak tahan kalau harus terus dekat dengan Thomas. Dia manja dan kekanak-kanakan.”“Bertahan saja dulu sebentar. Saat ini tidak ada yang bisa aku percaya selain kau, Lusia.”“Tapi, Om. Sebenarnya mengapa Om Hendra begitu peduli pada Thomas?”“Sudah kukatakan, Thomas itu anak bos di perusahaanku.”“Iya, tapi Tuan Tito kan punya dua anak. Mengapa Om hanya terfokus pada Thomas saja?”“Karena dia sulit diatur dan badung. Jadi harus diawasi. Aku cuma meminta kamu bertahan dengan Thomas. Selebihnya kamu tak perlu ikut campur,” kata Hendra.“Aku melakukan ini bukan untuk Thomas, tapi untuk Om. Aku hanya heran saja, bukannya Thomas punya istri yang cantik dan dari kalangan sosialita?”“Aku rasa aku tidak perlu memberi perkuliahan tentang lelaki di sini kan?”“Iya, Om. Tetapi hubungan dengan Thomas seperti penjara bagiku.
Thomas bangun lebih pagi dan ia mulai bersiap ke kantor. Pemandangan itu menjadi sesuatu yang aneh di rumah Tito Rianggono.“Pagi sekali kamu bangun, mau ke mana?” tanya Nyonya Retno.“Ayolah, Ma. Aku bangun siang Mama sinis, aku bangun pagi juga Mama sinis,” kata Thomas.“Tidak sinis, hanya saja sepertinya matahari akan terbit dari barat karena kamu bangun pagi.”“Aku mulai kerja di kantor Papa hari ini,” Thomas menjawab cuek.“Apa? kerja di kantor Papa?”Saat Nyonya Retno masih dalam keheranan, Tito Rianggono datang dan duduk di kursi makan.“Apa benar Thomas akan bekerja di perusahaan mulai hari ini?” tanya Nyonya Retno pada Tito.“Iya,” Tuan Tito menjawab singkat.“Kenapa tiba-tiba dia ingin kerja di perusahaan?”“Mama, ada apa sebenarnya. Tidak masalah kan kalau aku bekerja di perusahaan o
Sebuah mobil sedan hitam memasuki pelataran kantor Tito Rianggono. Perempuan cantik turun dari mobil itu. Ia langsung menuju meja resepsionis dan mengatakan ingin bertemu Tito.“Saya sedang tidak ada janji dengan klien hari ini. Kamu kan tahu jadwal saya, kenapa masih bertanya?” kata Tito saat sang sekretaris mengatakan ada seseorang yang ingin bertemu.“Iya, Pak. Tetapi orang itu mengatakan bahwa ada urusan yang mendesak dan sangat penting.”“Tanyakan apa kepentinganya?”Sesaat sang sekretaris kembali setelah menelepon resepsionis.“Namanya Maria, Pak. Katanya ada urusan pribadi yang penting.”Tito Rianggono terhenyak mendengar nama itu disebut. Sudah lama ia tidak berhubungan dengan perempuan itu.“Mengapa tiba-tiba datang lagi?” gumam Tito.“Katakan padanya aku tidak mau bertemu dia di kantor. Suruh dia menunggu di Coffeshop dekat kantor,” kata
Nyonya Retno datang ke kantor Tito Rianggono dengan penuh amarah. Ia tidak dapat menahan emosinya dan ingin segera menuntaskan kepada suaminya. Nyonya Retno langsung masuk tanpa mempedulikan sekretaris Tito yang menyapa ramah.“Apa maksudmu dengan menemui perempuan laknat itu?”Tito yang sedang menerima telepon terkejut mendengar pertanyaan Nyonya Retno.“Baik, nanti aku hubungi lagi ya,” katanya Tito menutup telepon.“Ada apa ini. Baru datang langsung marah-marah.”“Tidak perlu banyak basa-basi. Aku tahu kau menemui dia lagi,” suara Nyonya Retno meninggi.“Perempuan mana maksudmu? Siapa?”“Alah, kau tidak perlu pura-pura tidak tahu. Aku tidak sudi menyebut namanya.”“Kalau kamu tidak menyebut namanya, bagaimana aku tahu siapa yang kamu maksud?”“Apa kamu masih mau mengulangi perbuatanmu di masa lalu? Apa belum cukup d
Nyonya Retno tampak sibuk membolak-balikkan beberapa album foto yang diberikan oleh seorang karyawan Wedding Orginizer ternama di ibu kota. Namun, tampaknya belum ada yang sesuai dengan keinginannya.“Bagaimana Nyonya? Ini adalah beberapa konsep yang pernah kami selenggarakan untuk pernikahan orang-orang kelas atas. Kita menyediakan semuanya lengkap Nyonya,” kata seorang perempuan pada Nyonya Retno.“Semuanya bagus dan mewah, tetapi anak saya ingin konsep yang lebih sederhana.”Karyawan WO tersebut mengernyitkan kening. Tidak biasanya orang kalangan atas meminta acara yang sederhana.“Konsep yang sederhana bagaimana ya, Nyonya?”“Saya juga tidak punya gambaran jelas tentang konsep sederhana yang dimaksudkan oleh anak saya. Begini saja, nanti saya akan minta dikirimkan beberapa file konsep dan akan saya tunjukkan kepada anak saya. Jika ada yang disetujuinya, barulah kita akan mengadakan meeting
“Sayang, aku benar-benar tidak bisa kalau tidak melihat kamu sehari saja,” kata Thomas kepada Lusia.“Semua laki-laki memang selalu bermulut manis,” kata Lusia ketus.“Aku serius. Aku menyesal kenapa kita baru berjumpa. Kalau saja kita berjumpa sebelum aku menikahi Jessica, kita pasti bersama,” katanya.“Kalau kau bertemu aku sebelum Jessica maka aku yang sekarang berada di posisi Jessica memiliki suami yang selingkuh.”“Tidak sama. Kalau aku menikah denganmu, tidak mungkin aku selingkuh. Kamu saja sudah cukup untukku.”“Sudahlah, jangan membual.”“Ini sungguhan.”“Bagaimana kamu di kantor?”“Ya, seperti biasa. Mengerjakan tugas-tugas staf. Namun, ada hal yang mengganjal pikiranku akhir-akhir ini.”“Apa?”“Entah kebetulan atau memang orang yang sama. Aku melihat Papa sepertiny
Andrian dan Rianti saling diam di dalam mobil. Rianti memainkan sibuk memainkan gawainya. Andrian terus melirih pada Rianti tetapi ia cuek tanpa mempedulikan Andrian. Seketika Andrian merampas gawai Rianti dengan kasar. Rianti yang terkejut hanya bisa melongo menunggu tindakan Andrian berikutnya.“Password!” kata Andrian sambil menunjuk pada gawai Rianti yang dipegangnya.“Hah,” kata Rianti kikuk.“Hah, hah, cepat buka kunci handphone ini,” kata Andrian ketus.Dengan cepat Rianti menggerakkan telunjukknya untuk membuka pola kunci handphone. Andrian melirik pola kunci itu membentuk huruf A. Andrian mengernyitkan kening melihat pola itu. Rianti yang menyadari renspons Andrian segera membuat pernyataan.“Huruf A itu untuk untuk Allah,” kata Rianti cepat.Andrian tidak menyahut dan langsung menekan nomor angka-angka lalu menyimpan di kontak telepon. Usia melakukan itu, Andria
“Sayang, aku benar-benar tidak bisa kalau tidak melihat kamu sehari saja,” kata Thomas kepada Lusia.“Semua laki-laki memang selalu bermulut manis,” kata Lusia ketus.“Aku serius. Aku menyesal kenapa kita baru berjumpa. Kalau saja kita berjumpa sebelum aku menikahi Jessica, kita pasti bersama,” katanya.“Kalau kau bertemu aku sebelum Jessica maka aku yang sekarang berada di posisi Jessica memiliki suami yang selingkuh.”“Tidak sama. Kalau aku menikah denganmu, tidak mungkin aku selingkuh. Kamu saja sudah cukup untukku.”“Sudahlah, jangan membual.”“Ini sungguhan.”“Bagaimana kamu di kantor?”“Ya, seperti biasa. Mengerjakan tugas-tugas staf. Namun, ada hal yang mengganjal pikiranku akhir-akhir ini.”“Apa?”“Entah kebetulan atau memang orang yang sama. Aku melihat Papa sepertiny
Nyonya Retno tampak sibuk membolak-balikkan beberapa album foto yang diberikan oleh seorang karyawan Wedding Orginizer ternama di ibu kota. Namun, tampaknya belum ada yang sesuai dengan keinginannya.“Bagaimana Nyonya? Ini adalah beberapa konsep yang pernah kami selenggarakan untuk pernikahan orang-orang kelas atas. Kita menyediakan semuanya lengkap Nyonya,” kata seorang perempuan pada Nyonya Retno.“Semuanya bagus dan mewah, tetapi anak saya ingin konsep yang lebih sederhana.”Karyawan WO tersebut mengernyitkan kening. Tidak biasanya orang kalangan atas meminta acara yang sederhana.“Konsep yang sederhana bagaimana ya, Nyonya?”“Saya juga tidak punya gambaran jelas tentang konsep sederhana yang dimaksudkan oleh anak saya. Begini saja, nanti saya akan minta dikirimkan beberapa file konsep dan akan saya tunjukkan kepada anak saya. Jika ada yang disetujuinya, barulah kita akan mengadakan meeting
Nyonya Retno datang ke kantor Tito Rianggono dengan penuh amarah. Ia tidak dapat menahan emosinya dan ingin segera menuntaskan kepada suaminya. Nyonya Retno langsung masuk tanpa mempedulikan sekretaris Tito yang menyapa ramah.“Apa maksudmu dengan menemui perempuan laknat itu?”Tito yang sedang menerima telepon terkejut mendengar pertanyaan Nyonya Retno.“Baik, nanti aku hubungi lagi ya,” katanya Tito menutup telepon.“Ada apa ini. Baru datang langsung marah-marah.”“Tidak perlu banyak basa-basi. Aku tahu kau menemui dia lagi,” suara Nyonya Retno meninggi.“Perempuan mana maksudmu? Siapa?”“Alah, kau tidak perlu pura-pura tidak tahu. Aku tidak sudi menyebut namanya.”“Kalau kamu tidak menyebut namanya, bagaimana aku tahu siapa yang kamu maksud?”“Apa kamu masih mau mengulangi perbuatanmu di masa lalu? Apa belum cukup d
Sebuah mobil sedan hitam memasuki pelataran kantor Tito Rianggono. Perempuan cantik turun dari mobil itu. Ia langsung menuju meja resepsionis dan mengatakan ingin bertemu Tito.“Saya sedang tidak ada janji dengan klien hari ini. Kamu kan tahu jadwal saya, kenapa masih bertanya?” kata Tito saat sang sekretaris mengatakan ada seseorang yang ingin bertemu.“Iya, Pak. Tetapi orang itu mengatakan bahwa ada urusan yang mendesak dan sangat penting.”“Tanyakan apa kepentinganya?”Sesaat sang sekretaris kembali setelah menelepon resepsionis.“Namanya Maria, Pak. Katanya ada urusan pribadi yang penting.”Tito Rianggono terhenyak mendengar nama itu disebut. Sudah lama ia tidak berhubungan dengan perempuan itu.“Mengapa tiba-tiba datang lagi?” gumam Tito.“Katakan padanya aku tidak mau bertemu dia di kantor. Suruh dia menunggu di Coffeshop dekat kantor,” kata
Thomas bangun lebih pagi dan ia mulai bersiap ke kantor. Pemandangan itu menjadi sesuatu yang aneh di rumah Tito Rianggono.“Pagi sekali kamu bangun, mau ke mana?” tanya Nyonya Retno.“Ayolah, Ma. Aku bangun siang Mama sinis, aku bangun pagi juga Mama sinis,” kata Thomas.“Tidak sinis, hanya saja sepertinya matahari akan terbit dari barat karena kamu bangun pagi.”“Aku mulai kerja di kantor Papa hari ini,” Thomas menjawab cuek.“Apa? kerja di kantor Papa?”Saat Nyonya Retno masih dalam keheranan, Tito Rianggono datang dan duduk di kursi makan.“Apa benar Thomas akan bekerja di perusahaan mulai hari ini?” tanya Nyonya Retno pada Tito.“Iya,” Tuan Tito menjawab singkat.“Kenapa tiba-tiba dia ingin kerja di perusahaan?”“Mama, ada apa sebenarnya. Tidak masalah kan kalau aku bekerja di perusahaan o
“Om, aku tidak tahan kalau harus terus dekat dengan Thomas. Dia manja dan kekanak-kanakan.”“Bertahan saja dulu sebentar. Saat ini tidak ada yang bisa aku percaya selain kau, Lusia.”“Tapi, Om. Sebenarnya mengapa Om Hendra begitu peduli pada Thomas?”“Sudah kukatakan, Thomas itu anak bos di perusahaanku.”“Iya, tapi Tuan Tito kan punya dua anak. Mengapa Om hanya terfokus pada Thomas saja?”“Karena dia sulit diatur dan badung. Jadi harus diawasi. Aku cuma meminta kamu bertahan dengan Thomas. Selebihnya kamu tak perlu ikut campur,” kata Hendra.“Aku melakukan ini bukan untuk Thomas, tapi untuk Om. Aku hanya heran saja, bukannya Thomas punya istri yang cantik dan dari kalangan sosialita?”“Aku rasa aku tidak perlu memberi perkuliahan tentang lelaki di sini kan?”“Iya, Om. Tetapi hubungan dengan Thomas seperti penjara bagiku.
“Apa kabarmu? Apakah hidupmu nyaman di luar negeri?” tanya Hendra kepada sesosok perempuan.“Aku baik, dan juga hidup nyaman,” jawab perempuan itu sambil menyeruput kopi.“Lantas, mengapa kau kembali ke Indonesia kalau kau lebih nyaman di luar negeri?”“Nyaman saja tidak cukup, sayang. Aku perlu sesuatu yang lebih dari sekadar nyaman.”“Sayang? Sungguh memuakkan. Tinggal di luar negeri rupanya tak mengubah karaktermu,” Hendra mendengus sinis.“Manusia itu harus berpikir dan bertindak demi kemajuan. Sekarang aku sedang bertindak demi kemajuan hidupku?”“Apalagi yang kurang dari hidumu? Anakmu tinggal di rumah mewah dan menjadi salah satu pewaris kerajaan perusahaan ayahnya sedangkan kamu cukup berfoya-foya tanpa memikirkan mendapatkan uang.”“Hahaha, aku tidak mau kalau anakku menjadi salah satu pewaris, aku mau ia menjadi satu
Rianti dibawa ke dokter kandungan. Di ruang praktek dokter itu, Nyonya Retno menanti dengan cemas. Ia menginginkan agar Rianti diperiksa secara keseluruhan mulai dari kesehatan organ reproduksi hingga keperawanan. Rianti merasa malu bukan alang kepalang. Ini adalah pertama kali ada orang asing yang melihat bagian intimnya.“Dia sehat Nyonya. Dia juga masih perawan,” kata Dokter Ben.“Baguslah kalau begitu. Apakah memungkinkan dia memberi saya cucu?”“Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah berkehendak. Nyonya berdoa saja.”“Maksud saya, dengan kondisi anak saya yang lumpuh, apakah memungkinkan untuk mempunyai keturunan.”“Untuk itu saya perlu memeriksa lebih lanjut terhadap kondisi anak Nyonya.”“Kalau untuk program bayi tabung bagaimana, Dok?”“Bisa saja, nanti ada prosesnya. Dan ketika ingin melakukannya, pasangan suami istri dapat berkonsult