Savanah merasa sakit hati mendengar tuduhan itu. “Paman, aku mengerti bahwa Paman sedang kesulitan. Tapi ini bukan cara yang benar. Jika Paman butuh bantuan, kita bisa bicara dengan baik.”
"Aku, aku mencari pengacaraku dan membicarakan hal ini, bagaimana?" tanya Savanah dengan niat baik.
Namun, Robert tidak mendengarkan. Ia melangkah mendekat dengan marah dan masih berusaha menggapai Nina, membuat Nina semakin ketakutan dan mundur lebih jauh. “Bantuan? Kau ingin membantuku? Kau bahkan tidak bisa mengurus keluargamu sendiri, Savanah! Kau hanya peduli pada dirimu sendiri!”
"Dan Damian, dia malah memberikan bar ini kepadamu? Kau licik!"
"Bahkan tempatku untuk bersenang-senang juga kau rebut dan wanita cantik ini... "
"Aarghh!" Nina berteriak karena Robert berusaha menjangkaunya. Dengan segera wanita cantik dan muda itu berlari lalu bersembunyi di belakang Savanah.
"Nyonya, tolonglah saya," pekiknya dengan raut wajah ketakutan.
Ketika Robert hendak meninggalkan Salvastone Bar, amarah yang membara dalam dirinya mencapai puncak. Ia berbalik kembali ke dalam ruangan dengan mata merah menyala, menatap Savanah seolah ia adalah akar dari segala penderitaannya.“Kau!” teriak Robert, suaranya penuh kebencian. “Kau pikir bisa mengusirku seperti anjing jalanan? Kau pikir aku akan membiarkanmu merendahkanku?”Savanah terkejut melihat Robert kembali masuk, tetapi ia mencoba mempertahankan ketenangannya. “Paman, aku tidak ingin hal ini menjadi lebih buruk. Tolong pergi sebelum kau membuat masalah lebih besar.”Namun, Robert tidak mendengarkan. Ia melangkah ke arah meja bar, meraih botol minuman yang ada di sana, lalu dengan gerakan kasar, memecahkan botol itu di sudut meja. Pecahan kaca yang tajam kini berada di tangannya, berkilauan di bawah cahaya.“Aku akan menunjukkan padamu siapa yang sehar
Jason memutar matanya, ekspresinya menunjukkan ketidaksabaran. “Damian, aku sudah muak dengan sikapmu yang terus menghindar dari tanggung jawab. Apa kau punya bukti untuk mendukung tuduhanmu ini? Atau ini hanya alasan lain untuk melarikan diri?”"Saat aku menjodohkanmu dengan Savanah, kau juga bersikap seperti ini. Kapankah kamu akan menjadi dewasa, Damian?""Kamu akan segera punya anak dan-"“Dad! Aku tidak pernah tidur dengan Keisha!” tegas Damian, mendekat ke meja ayahnya. “Dia berbohong. Dia menggunakan cerita ini untuk mengikatku, dan kamu malah langsung percaya padanya tanpa bertanya kepadaku.”Jason menatap Damian tajam. “Jangan bicara seolah-olah aku tidak tahu bagaimana kau bersikap selama ini. Apa kau bisa menjamin bahwa ini benar-benar kebohongan? Tidak ada jalan untuk memastikan sampai bayi itu lahir dan tes DNA dilakukan.”Jason tertawa kecil sebelum melanjutka
Damian mengepalkan tinjunya, bertekad untuk menemukan bukti yang membongkar kebohongan Keisha. Tetapi dalam hatinya, ia juga tahu bahwa luka dari hubungan ayah-anak ini mungkin tidak akan pernah sembuh.Damian mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, mencoba menenangkan dirinya setelah pertengkaran yang intens dengan Jason. Napasnya masih berat, pikirannya penuh dengan amarah dan kebingungan. Ia berharap suasana di rumah bisa membantunya menenangkan kepala yang penuh kekacauan.Hal yang tidak dia tahu adalah pada saat dia menemui sang ayah, Jason Pangestu dan berdebat dengan sengit, Keisha juga sedang memainkan sandiwara yang seru di tempat lain.Keisha duduk di sebuah restoran mewah di pusat kota, jemarinya bermain-main dengan sebuah gelas anggur kosong. Di depannya, seorang pria berpenampilan sederhana namun tampak gugup duduk dengan tangan bersilang di atas meja. Wajahnya berkeringat, meskipun udara di restoran itu dingin karena pendingin ruangan.
Pria itu menelan salivanya, dia tentu mengerti apa yang diisyaratkan dalam perkataan Keisha."Tidak mengantar lagi," ucap Keisha seraya melambaikan sebelah tangannya, memberi kode agar pria itu segera berlalu dengan membawa koper berisi penuh dengan uang.Setelah menyelesaikan kesepakatan itu, Keisha kembali ke rumah Damian dengan senyum puas. Ia tahu bahwa permainannya telah dimulai, dan sekarang ia hanya perlu menunggu informan itu memainkan perannya.Beberapa saat kemudian, ketika Damian membuka pintu depan rumahnya, ia langsung merasa ada sesuatu yang berbeda. Aroma parfum floral yang asing menyambutnya, mengisi seluruh ruang tamu. Ia mengerutkan kening, melangkah masuk dengan hati-hati."Ada apa ini?" Damian menghentikan seorang pelayan yang membungkukan tubuh untuk memberi hormat padanya lalu bergegas hendak pergi melakukan pekerjaan."Tuan, maaf. Saya harus buru-buru atau Nyonya Muda Keisha akan marah lalu secara
Keisha menatap Damian dengan kaget. “Apa maksudmu, Damian? Ini rumah kita sekarang.”“Keluar dari rumahku,” ulang Damian, kali ini lebih keras. “Aku tidak peduli bagaimana kau masuk ke sini atau apa yang kau pikirkan. Kau tidak punya hak untuk berada di sini, apalagi memindahkan barang-barangku. Aku tidak pernah memberimu izin untuk melakukan ini.”Keisha mencoba membela dirinya, tetapi Damian tidak mau mendengarkan lagi. Ia mulai mengeluarkan pakaian Keisha dari lemarinya, melemparkan semuanya ke lantai tanpa peduli.“Damian! Apa yang kau lakukan?!” jerit Keisha, tetapi Damian tetap melanjutkan.“Aku sudah cukup dengan semua manipulasi ini,” katanya dengan dingin.“Kau pikir kau bisa mengendalikan hidupku dengan kebohonganmu? Tidak akan terjadi.”"Damian! Ingat, Jason yang menyuruhku untuk tinggal di
Informan itu menggelengkan kepala, bekas gigi Nona Keisha yang sama persis, lihat ini. Pria itu menunjukkan beberapa hasil rontgen tulang gigi Keisha.Kedua mata Damian berkaca-kaca, terasa sangat sulit menerima kenyataan yang berubah secara mendadak."Jadi, itu adalah Keisha?"Informan itu mengangguk dengan tegas. "Tidak salah lagi, Tuan."Damian terduduk lemas di sofa dalam kamar hotel yang dia tempati."S-savanah, menipuku? Lagi?"***Di rumah, Keisha duduk di ruang tamu dengan wajah tenang, meskipun hatinya penuh dengan kepuasan. Ia tahu bahwa informan itu sudah melaksanakan tugasnya. Sekarang Damian hanya tinggal mencerna “bukti” itu, dan kecurigaannya terhadap Savanah akan semakin besar.“Ini baru permulaan,” gumamnya pelan, senyum licik terukir di wajahnya. “Aku akan memastikan Damian tidak pernah meragukan ceritaku lagi. Dan Savanah… kau akan melihat seperti apa rasanya
Roni yang saat itu masih menemani Savanah di rumah sakit untuk memantau keadaan Paman Robert, melirik Savanah dengan tatapan bingung."Savanah, Damian baru saja menuju ke bar Salvastone. Apakah dia sudah tahu kamu adalah pemiliknya dan tinggal di sana?"Savanah terkejut, tetapi dia langsung bersikap datar. "Entahlah, mungkin saja dia sudah tahu, kalaupun belum... Cepat atau lambat, dia akan tahu. Yang terpenting saat ini adalah keadaan Pamanku."Suasana di koridor rumah sakit yang awalnya tenang berubah menjadi tegang ketika Dokter keluar dari ruang UGD, wajahnya tampak serius tetapi profesional.Savanah berdiri di salah satu sudut koridor, tangannya gemetar sambil mencoba menenangkan pikirannya yang penuh kekhawatiran. Ia tahu Robert, pamannya, terluka karena insiden di Salvastone, tetapi situasinya lebih rumit daripada yang bisa dijelaskan dengan kata-kata."Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Savanah dengan raut gelisah."Bukan masalah b
Tapi Sarah tidak peduli. Ia melanjutkan siarannya dengan suara lebih lantang. “Dan saat ini, Ayahku, Robert Brown, terluka parah karena ulah mereka. Mereka yang harus bertanggung jawab penuh atas semua ini! Pokoknya mereka harus dihukum!”"A-apa?!" Savanah menoleh ke arah Roni dan terlihat semakin panik dengan fitnahan yang semakin gampang diucapkan oleh wanita licik itu.Dalam waktu singkat, komentar miring mulai bermunculan di layar ponsel Sarah. Beberapa mendukung Sarah, sementara yang lain mencemooh Savanah tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Benar-benar memalukan! Bagaimana bisa dia melakukan itu pada keluarganya sendiri?”“Damian harus tahu ini. Istrinya tidak setia!”“Aku dulu mengidolakan wanita ini. Ternyata hanya pura-pura baik.”Savanah merasa hatinya hancur. Ia ingin membela dirinya, tetapi kata-kata terasa lumpuh di tenggorokannya. Semua mata di lay
Bab 238Saat bulan-bulan berlalu, Damian dan Savanah semakin mantap menghadapi masa depan bersama. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi dengan cinta dan komitmen yang telah mereka bangun, mereka merasa siap untuk menghadapi apa pun yang datang.Pada akhirnya, cinta mereka yang diuji oleh waktu dan rintangan akhirnya menemukan jalannya kembali. Mereka tidak hanya menjadi pasangan suami istri, tetapi juga menjadi keluarga yang utuh, siap menyambut anggota baru yang akan membawa kebahagiaan lebih besar dalam hidup mereka.Malam itu, mereka berdua tertidur dalam pelukan yang tenang tetapi penuh dengan emosi yang belum sepenuhnya terselesaikan.Damian merasa lebih yakin bahwa ia harus melindungi keluarga kecilnya, sementara Savanah berusaha menguatkan dirinya untuk menghadapi masa depan bersama pria yang ia cintai, meskipun penuh dengan tantangan dan keraguan.Dalam keheningan malam, hanya s
"Dia mengandung anakku, dia istriku dan tidak ada bagian darimu di sana! Kau paham?!" Damian mengatakan semua gundahan hatinya dengan suara keras dan tegas.Roni menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Damian, aku tidak ingin membuat masalah. Jika itu yang kau inginkan, aku akan menjauh. Tapi bukan karena aku takut padamu. Aku melakukannya karena aku peduli pada Savanah, dan aku ingin yang terbaik untuknya.”Cuih!Damian membuang salivanya ke samping dengan rasa jijik. "Akhirnya kau paham!""Ingat ucapanmu! Jangan pernah dekat dengannya lagi!"Roni mengangguk perlahan dengan perasaan terpuruk.“Bagus!" lanjut Damian. "Tapi ingat, jika aku melihatmu mendekati istriku lagi, kau tidak akan mendapatkan peringatan kedua.”Dengan itu, Damian berbalik dan meninggalkan gym, meninggalkan Roni dengan wajah penuh kekecewaan dan rasa sakit yang mendalam. Ke
Damian tidak terpengaruh. “Kau bebas mencoba, Keisha. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan keluargaku lagi.”Keisha meninggalkan lokasi pertemuan dengan wajah penuh amarah, tetapi Damian merasa lega. Untuk pertama kalinya, ia merasa telah mengambil kendali penuh atas hidupnya.***Setelah mengetahui kebenaran tentang malam di Salvastone, Damian masih merasakan amarah yang tertahan di dalam dirinya. Ia tidak hanya marah kepada Keisha yang mencoba memanipulasi kenyataan, tetapi juga kepada Roni, pria yang berani mendekati istrinya dan bahkan mengklaim hubungan yang tidak pernah ada.Damian memutuskan untuk menghadapi Roni secara langsung. Ia tahu di mana pria itu biasanya berada—gym kecil di pinggiran kota tempat Roni melatih tubuhnya.Dengan langkah cepat, Damian melajukan motornya ke sana, wajahnya mencerminkan ketegasan dan kemarahan yang ia rasakan.Ketika
Savanah tersenyum kecil, meskipun wajahnya masih memerah. “Ya, Damian. Kau tidak melepaskanku bahkan sesudah berulang kali kamu mendapatkan pelepasan, dan aku… aku tidak bisa mengatakan tidak. Aku tanpa sadar sudah mencintaimu, bahkan saat itu.”Damian menarik napas panjang, rasa bersalah yang selama ini menghantui dirinya perlahan menghilang, digantikan oleh kelegaan dan kebahagiaan yang tak terkira.“Aku bodoh,” katanya dengan suara rendah. “Aku membiarkan Keisha memanipulasiku dengan kebohongannya, sementara wanita yang aku cari selama ini adalah kamu, istriku sendiri.”Savanah menggeleng. “Semua sudah berlalu, Damian. Yang penting sekarang adalah kita tahu kebenarannya.”Damian kembali memeluk Savanah, membiarkan air mata kecil jatuh di pipinya. “Aku mencintaimu, Savanah. Aku tidak akan membiarkan siapa pun memisahkan kita lagi. Kamu ad
Damian menyebut tanggalnya, dan Savanah membekap mulutnya sendiri. Hatinya berdebar keras."Damian… itu aku. Aku juga berada di sana malam itu. Aku… aku merasa semuanya begitu aneh, tapi aku ingat. Aku mengalami pelecehan. Lalu Roni mengaku bahwa dia yang melakukannya. Tanggal dan harinya sama! Itu aku.""Kau?""Keisha tidak hadir di malam itu, dia mengambil shift pagi!" pekik Savanah tak percaya.Damian menatapnya dengan penuh kebingungan. "Apa? Savanah, maksudmu…""Ya," potong Savanah dengan tegas. "Wanita itu adalah aku. Aku bahkan memiliki bukti. Petugas sekuriti yang berjaga malam itu melihat kita. Dia mencatat bahwa aku masuk ke ruang ganti untuk mengambil sesuatu. Selain itu, aku menemukan cincin di kantung kemeja kerjaku. Lalu Keisha merampasnya dan saat itu kamu datang lalu...""Astaga!" Savanah menutup bibirnya dengan tangan, dia baru mengerti bahwa Damian mengira Keisha adalah wanit
Savanah mencoba melawan, tetapi kekuatan Damian terlalu besar. Bibir pria itu sudah mencium lehernya dengan rakus, kembali lagi meninggalkan jejak merah yang tidak mungkin disembunyikan.Gigitannya yang intens terasa seperti tanda kepemilikan yang ingin ia tunjukkan kepada dunia. Tangannya memeras bagian depan Savanah dengan kuat sehingga Savanah merasa kesakitan.“Damian, berhenti!” Savanah memohon, suaranya gemetar. “Ini terlalu banyak. Cukup!”Namun, Damian tidak mendengarkan. Tubuhnya terus menekan tubuh Savanah, seolah-olah ia ingin memastikan bahwa wanita itu tidak pernah lupa siapa yang memiliki dirinya sepenuhnya."Damian, ini menyakitkanku!" teriak Savanah, berusaha melepaskan diri dari tangan Damian yang menyakiti beberapa bagian sensitif miliknya.Dengan cepat, Damian membuka kemeja tidurnya sehingga bagian depannya terekspos dengan indah dan Damian segera melahapnya denga
Tanpa tujuan yang jelas, Roni berjalan hingga sampai di sebuah taman kecil yang sepi. Ia duduk di bangku kayu yang teduh di bawah pohon besar, menundukkan kepala sambil memandangi tanah.Seorang ibu dengan anak kecil lewat di depannya, suara tawa anak itu membuat hati Roni terasa semakin hancur. Ia membayangkan seperti apa rasanya jika ia yang berada di tempat Damian—memiliki Savanah dan seorang anak bersama, membangun keluarga kecil yang bahagia.Namun, bayangan itu hanya membuatnya semakin sadar bahwa semua itu adalah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan."Itu bukan anakku juga, Roni... kamu hanya terlalu berharap," gumamnya sambil tertawa lepas.Roni meraih sebotol air yang ia bawa, meneguknya dengan cepat. Tangannya bergetar, dan tanpa sadar, ia memukul bangku kayu di sebelahnya dengan keras.“Bodoh,” gumamnya."Sungguh bodoh!"“Bodoh karena berpikir aku punya kesempatan.”Roni menunduk, kedua tangannya menutupi wajahnya. Air mata yang selama ini ia tahan mulai mengalir,
Roni mengepalkan tangannya, tetapi ia tetap diam, meskipun tubuhnya jelas menunjukkan ketegangan yang luar biasa.“Savanah masih sehebat dulu,” lanjut Damian dengan nada yang dibuat seolah-olah ia hanya sedang bercakap-cakap santai. “Kami bahkan mengulangnya beberapa kali sampai dia minta ampun. Tubuhnya semakin montok sekarang, mungkin karena dia sedang hamil anakku. Tapi kau tahu? Itu justru membuatnya semakin nikmat.”Roni terdiam dan mengetatkan rahangnya.Kata-kata Damian menghantam Roni seperti pukulan bertubi-tubi. Ia menatap Savanah dengan mata yang penuh luka, tetapi wanita itu hanya bisa menunduk, tidak mampu menghadapi tatapannya.“Kau tahu tentang kehamilannya?” tanya Roni akhirnya, suaranya rendah tetapi penuh dengan rasa kecewa.Damian tersenyum kecil. “Tentu saja. Anak ini milikku, dan aku akan memastikan bahwa dia tumbuh dengan kedua orang tuanya yang lengkap. Jadi, apa yang tersisa untukmu, Roni?”Roni terdiam. Pertanyaan itu menusuk hatinya lebih dalam daripada yang
Damian menatap tubuh Savanah dengan tatapan penuh kekaguman. “Kamu semakin padat, Savanah,” bisiknya dengan suara rendah yang menggoda. “Itu membuatku semakin ingin menempel terus padamu.”Savanah mencoba menghindar, tetapi Damian sudah mendekapnya erat, membuatnya tidak memiliki ruang untuk bergerak. Ia mencium leher Savanah perlahan, meninggalkan jejak kecil yang membuat wanita itu merasa tubuhnya memanas lagi.“Damian, sudahlah,” rengek Savanah dengan suara bergetar. “Kita sudah melakukannya berkali-kali. Aku lapar…”Namun, Damian tidak berhenti. Bibirnya terus menjelajahi tubuh Savanah, memberikan tanda-tanda percintaan yang ia tahu tidak akan mudah hilang. Setiap jejak yang ia tinggalkan terasa seperti pernyataan kepemilikan, seolah-olah ia ingin dunia tahu bahwa Savanah adalah miliknya, tidak ada yang lain.“Damian,” desah Savanah, mencoba menarik diri, tetapi tubuhnya sendiri mulai menyerah pada kehangatan yang diberikan pria itu.“Aku hanya ingin memastikan,” bisik Damian samb