Arsyila bangun dengan wajah yang lelah. Setelah permbicaraannya dengan Reyga semalam, otaknya terus berputar keras. Dia tidak mengantuk meski sudah memejamkan matanya. Semua ingatan menyakitkan tentang kematian Syakila terus bermunculan seperti kaset rusak dalam kepalanya. Arsyila merasa kepalanya mungkin akan pecah. Dia kesulitan tidur, dan sekalinya dia tertidur, mimpi yang mengerikan menyambutnya.
Arsyila menghela napasnya keras-keras. Entah berapa kali gadis itu melakukannya. Pagi-pagi buta Arsyila sudah berada di kamar nyonya Sisilia dan membersihkan tubuh ibu mertuanya. Meskipun tidak sepenuhnya, Arsyila merasa bebannya sedikit berkurang saat dia melihat wajah nyonya Sisilia. Itu sedikit aneh, tapi Arsyila menemukan ketenangan di sana.“Ibu, aku tau Reyga adalah pria yang baik. Tapi, sepertinya aku telah membuat kesalahan. Apa dia akan marah padaku?” tanya Arsyila setengah bergumam. Arsyila menggenggam tangan nyonya Sisilia lembut. Kepalanya di taruh di atas“Nyonya, apa Anda membutuhkan bantuan?”Anes yang berdiri di depan pintu kamar Arsyila yang terbuka dengan cemas memperhatikan Arsyila yang terlihat sibuk dengan kopernya. Setelah berdiskusi bersama Reyga tentang pendidikannya, Arsyila segera mendaftarkan dirinya ke universitas Teroa. Arsyila berpikir ia akan melalui proses yang melelahkan dimana dia harus bolak-balik ke Belgum untuk mendaftar, tapi ternyata tidak. Arsyila hanya perlu mengisi form dan melengkapi data, selebihnya Reyga yang mengurusnya. Sudah dua minggu sejak dia mendaftar, sekarang dirinya telah resmi menjadi mahasiswa baru universitas Teroa. Lalu besok Arsyila akan pergi ke Belgum dan pindah ke asrama barunya.“Tidak apa-apa. Ini sudah hampir selesai. Apa Bibi Esti bersama Ibu sekarang?” “Tidak perlu khawatir, Nyonya. Karena Bibi Esti sudah kembali, Nyonya Sisilia pasti akan baik-baik saja.”“Syukurlah.”Arsyila tersenyum cerah. Perasaannya lebih lega saat Bibi Esti, asisten rumah tangga yang sebelumnya cuti sudah k
Selama ini Arsyila tidak pernah pergi jauh dari rumahnya. Arsyila juga tidak pernah tau bagaimana bentuk tempat yang disebut asrama sebelumnya. Dia hanya pernah dengar dari salah satu temannya yang kakaknya tinggal di asrama Leanor di universitas Lean di Oswald. Temannya bercerita jika tinggal di asrama kakaknya sangat menyenangkan. Mereka menggunakan ranjang susun yang berjajar, diberi makan tiga kali sehari dengan menu yang berbeda, dan disediakan air hangat untuk mandi. Arsyila berpikir pasti itu tak akan jauh berbeda dengan asramanya kali ini. Tapi kenyataannya cukup membuat Arsyila merasa sedikit kecewa.Dari luar asramanya terlihat seperti bangunan tua yang reyot. Itu terlihat suram. Tapi mungkin itu hanya bagian luarnya saja. Arsyila berusaha berpikir positif bahwa bagian dalam akan lebih baik dari bagian luarnya. Kemudian, setelah Arsyila melangkahkan kakinya ke dalam, ternyata bagian dalamnya lebih buruk! Arsyila bisa lihat banyak jaring laba-laba di tiap sudut lan
Keesokan pagi Arsyila bangun dengan wajah yang pucat. Semalam Arsyila bermimpi buruk dimana dia jatuh tertimpa pantat kuda nil. Badannya terasa remuk dan napasnya jadi sesak. Rasa sakit itu terasa begitu nyata. Sepertinya para hantu penunggu asrama itu tidak menyukai kedatangan Arsyila hingga mengganggunya melalui mimpi. Namun begitu Arsyila membuka mata, yang dia temukan adalah sepasang kaki raksasa yang bertengger manis diatas perutnya dan suara dengkuran keras yang keluar dari mulut Olla. Baru Arsyila merasa bersalah telah menuduh para hantu, nyatanya tersangka utamanya ada di depan matanya. Olla, dia memiliki kebiasaan tidur yang sangat buruk. Semalam mereka berpesta seperti yang dijanjikan Olla sebelumnya. Olla mengeluarkan berbagai snack dari karung besar dan juga beberapa soda dengan varian rasa yang berbeda. Mereka makan sampai kenyang sambil mengobrol panjang, hingga akhirnya tertidur pulas tanpa membersihkan sisa pesta mereka. Arsyila tak ingat siapa yang tertidu
“Apa hobimu menyusahkan orang? Aku tak menyangka adik Syakila adalah gadis seceroboh ini. Apa yang kau pikirkan saat menarik pakaian pria itu, huh?!”Arsyila diam-diam menyedot ingusnya sambil memandangi jari-jari kakinya. Tak berani mendongak, apalagi menatap mata Zhou yang kali ini tengah memelototinya.“Jawab!” Arsyila tersentak, wajahnya semakin seputih kertas. Seram. Zhou benar-benar seram saat marah. Arsyila berubah pikiran tentang Zhou yang terlihat sedikit tampan.“I-itu … ku-kupikir itu kau,” jawab Arsyila terbata masih belum berani mengangkat kepalanya. Helaan napas kasar terdengar. Zhou terlihat begitu jengkel dengan gadis yang ada di depannya. Pria itu masih ingin memarahinya, tapi rasa kemanusiaannya melarangnya. Mungkin gadis yang sepucat mayat itu akan pingsan jika Zhou sekali lagi membentaknya.Saat ini mereka berada di teras toserba. Zhou membelikan Arsyila sebotol air mineral dan sepotong roti daging yang kini sudah berada di t
Arsyila tenggelam dalam pikirannya selagi Zhou sibuk mengumpat. Berkali-kali Arsyila pikirkan, sebenarnya tidak terlalu mengejutkan jika Zhou mengetahui kehamilan Syakila. Mereka jelas memiliki hubungan yang spesial. Tapi, Zhou mengatakan itu adalah anak pria lain dan bukan miliknya?“Kau bukan ayahnya?” Arsyila langsung menutup mulut cerobohnya. Saat ini Zhou berada di suasana hati terburuk. Mata coklatnya berlarian saat merasakan tatapan tajam dari Zhou.“Sayangnya bukan.” Berbeda dengan yang dibayangkan Arsyila, Zhou menjawabnya dengan tenang. “Aku bukan pria yang seperti itu. Meski kami berpacaran, kami tidak pernah melakukannya. Jangan samakan aku dengan pria brengsek yang telah berani menyentuh Kila.” “Jadi maksudmu kau perjaka?” Lagi-lagi Arsyila menutup mulut cerobohnya sambil merutuki kata-katanya. Takut-takut dia melirik ke arah Zhou dan segera terpana dengan wajah Zhou yang berubah merah.Itu benar.Dalam hati Arsyila menyes
Hari ini Arsyila mulai datang ke kampusnya dan menjalani kehidupan sebagai mahasiswa baru untuk pertama kalinya.Itu cukup melelahkan. Tidak, sebenarnya bukan aktivitasnya di kampus yang menguras tenaganya. Tapi bolak-balik mengambil air di belakang asrama benar-benar membuat seluruh tubuhnya terasa pegal. Terlebih kelakuan Olla yang sangat boros memakai air. Gadis itu jarang mengisi air dan sekalinya dia melakukan pekerjaan itu, banyak air yang tumpah di mana-mana. Untung saja Arsyila memiliki cukup banyak kesabaran dan fisik yang bugar. Arsyila merebahkan tubuhnya di atas kasur tipisnya begitu sampai di asrama. Di sebelahnya, Olla sudah berbaring telentang dengan suara dengkuran yang keluar dari mulutnya yang sedikit terbuka. Semalam gadis itu terus membujuk Arsyila untuk mengenalkannya pada Zhou dan Arsyila terus menolaknya. Arsyila merasa itu akan membuat Zhou terganggu jika sampai Olla menaruh minat terhadapnya. Tapi tenyata Olla adalah gadis yang pantang menyerah jika menyangku
“Tolong jelaskan! Apa yang sebenarnya yang Anda inginkan dari saya? Apa yang coba Anda lakukan?” Mata coklat Arsyila menatap tajam suaminya. Baru saja Arsyila menaruh kepercayaan pada suaminya. Tapi pria itu lagi-lagi melakukan sesuatu yang mencurigakan.“Syila …”“Beri saya jawaban!” Arsyila berteriak keras. Napasnya tersengal. Reyga tampak menghela napas dengan lelah.“Baiklah, tapi kumohon tenanglah,” minta Reyga masih terlihat tenang. “Setiap bulan, aku selalu mengadakan pemeriksaan rutin pada setiap anggota di rumah ini. Karena kamu baru bergabung, aku juga ingin kamu diperiksa.”“Pemeriksaan rutin?” Alis Arsyila terangkat sebelah. Baru kali ini Arsyila mendengarnya.“Benar. Itu hanya pemeriksaan kesehatan biasa.”“Jika itu pemeriksaan biasa, bukankah Anda bisa mengatakannya lebih dulu pada saya? Kenapa Anda menyuruh bibi Esti diam-diam mengambil darah saya?” “Pemeriksaan itu juga termasuk tes urin dan te
“Tu-tunggu! Kita pergi kemana sebenarnya?” tanya Arsyila untuk ke sekian kalinya tak digubris oleh Zhou. Sepanjang jalan Arsyila terus berdecak kesal. Gadis itu berlari-lari kecil untuk mengikuti langkah Zhou yang lebar. Apa pria itu sedang memamerkan kaki panjangnya? Arsyila terus menggerutu dalam hati. Zhou tak melepaskan genggaman tangannya sampai mereka berhenti di depan halte bus. “Kita mau pergi kemana sih?!” Kali ini Arsyila mengajukan pertanyaan yang sama sambil berteriak. Wajah gadis itu sudah memerah karena terlalu kesal. Mata coklatnya menatap Zhou berapi-api.“Ke Aston,” jawab Zhou pada akhirnya. Pria itu terlihat duduk dengan tenang. Tak terganggu sedikit pun pada amukan Arsyila. Arsyila melotot tak percaya. Mata coklatnya seperti ingin meloncat dari ceruknya detik itu juga. Bagaimana dia bisa pergi tanpa sedikitpun persiapan?! Arsyila baru sadar jika dirinya tidak membawa apapun bersamanya. Tas, dompet, ponsel, semua dia tinggal di asrama.“