Namun, keangkuhannya membuat Felicia Tjiang tetap bersikeras bahwa Xander hanyalah pemuda biasa—pemuda kampung yang kebetulan muncul di jalanan.Meski William Tjiang berkali-kali memberi isyarat untuk mengajaknya bicara, bahkan meminta nomor telepon Xander, Felicia tetap menutup telinga.“Kakek, aku punya kriteria sendiri,” katanya dengan nada kesal, meski tampak canggung. “Seleraku itu yang berpenampilan rapi dan tampan, bukan sembarang orang yang kita temui di jalanan. Jangan buat aku malu.” Ia melirik Xander dengan tatapan penuh rasa tidak nyaman. “Lagipula, belum tentu dia tertarik padaku.”Xander sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan Felicia. Ia sudah terbiasa dianggap remeh karena penampilannya. “Semua sudah beres. Silakan bawa Tuan William ke rumah sakit terdekat untuk pemeriksaan lebih lanjut,” jawabnya ramah, tanpa embel-embel apapun.Xander lalu turun dari mobil campervan mewah itu dan menuju ke campervan mini sepeda listriknya. Tak lama kemudian, ia menghilang di tikung
Merasa tidak ada salahnya makan malam bersama William Tjiang, Xander akhirnya menerima tawarannya.Namun, di balik ajakan itu, ternyata ada sesuatu yang direncanakan. William Tjiang, dengan caranya yang halus, telah menyiapkan kejutan bagi Xander. Fakta ini baru terungkap setelah mereka duduk menikmati kopi pembuka di restoran mewah The Café.“Ngomong-ngomong, Tuan William,” tanya Xander dengan nada datar, meski matanya mengamati setiap gerak-gerik pria tua itu, “mana keluarga Anda yang tadi disebutkan akan makan malam bersama kita?”William Tjiang tersenyum kecil, lalu menggaruk kepalanya seperti seseorang yang tengah menyusun kata-kata.“Sebenarnya, aku ingin mengundangmu makan malam yang lebih istimewa di mansion kami. Tapi jangan khawatir,” katanya, mengangkat cangkir kopinya dengan santai.“Jika kau menginginkan menu masakan Prancis dari restoran ini, aku bisa mendatangkan chef-nya langsung ke mansion untuk memasak khusus buatmu.”Senyum William tampak tulus, tetapi Xander tahu i
Merasa tidak senang dengan kehadiran Xander, Sandy langsung angkat bicara tanpa menahan emosinya.“Xander. Mengapa kamu bisa ada di sini? Siapa yang menyuruhmu datang ke makan malam anggun di kediaman Keluarga Tjiang?” tanyanya dengan nada yang penuh kecemburuan dan sinisme.Padahal, sudah jelas bahwa Xander datang bersama Tuan Tua William Tjiang. Namun, Sandy tetap saja melontarkan pertanyaan itu, seolah sengaja menunjukkan ketidaksukaannya.Xander hanya melirik santai ke arah Sandy, sorot matanya dingin namun tajam. Ia tak mau terpancing oleh emosi yang jelas-jelas dibuat-buat.“Aku diundang oleh Tuan William Tjiang sendiri,” jawab Xander tanpa basa-basi, dengan nada datar namun tegas. “Lalu kamu? Apa hubunganmu dengan keluarga ini? Mengapa kamu bisa duduk di meja makan keluarga Tjiang?” tambahnya, kali ini dengan sindiran yang halus tapi menusuk.Sandy tampak gelagapan, kehilangan kata-kata sesaat. Wajahnya memerah, seolah hendak mengucapkan sesuatu yang tak seharusnya.Hampir saja
Setelah makan malam elegan itu selesai, acara berlanjut ke aula utama. Ruangan tersebut dipenuhi ornamen klasik namun modern, mencerminkan kemewahan keluarga Tjiang.Perapian elektronik besar dengan layar LED di tengah aula menampilkan gambar kayu api yang terbakar, lengkap dengan suara gemeretak yang terdengar begitu realistis. Aroma halus kayu cendana dari diffuser memenuhi udara, memberi kesan hangat yang mewah.Di tengah suasana itu, minuman premium mulai dihidangkan. Anggur merah vintage dituangkan ke gelas kristal, sementara kopi spesial Arabica dari Ethiopia menjadi pilihan mereka yang tidak ingin alkohol.Xander duduk sendirian di sudut ruangan. Tatapannya mengamati ke sekeliling dengan tenang, seperti seorang pemain catur yang memperhatikan bidak lawan. Di sisi lain, keluarga inti Tjiang berkumpul mengerubungi Tuan William Tjiang.“Kakek, aku punya sesuatu untukmu,” ujar Felicia penuh percaya diri.Semua mata tertuju padanya ketika ia menyerahkan sebuah kotak kayu antik beruk
“Apa yang sedang Anda bicarakan, Tuan Dewa Penolong?”Suara dalam namun tegas milik William Tjiang memotong ocehan tak bermutu Sandy, membuat suasana ruangan seketika membeku.Sandy tergagap. “Saya... saya hanya mengatakan bahwa dia tidak biasa minum minuman mahal, Tuan William. Sesungguhnya, dia hanyalah seorang miskin, udik pedesaan. Bagaimana mungkin Anda...?”“Diam!” ujar William Tjiang, suaranya seperti petir yang menggelegar. Ekspresinya berubah dingin, sedingin es yang menghantam dari Kutub Utara.“Tidak bisakah kamu berbicara sedikit lebih sopan kepada tamu istimewaku? Apa yang kamu tahu tentang Tuan Xander ini?” lanjutnya. Tatapan mata pria tua itu kini bagaikan belati tajam yang siap mengoyak harga diri Sandy.Namun, seperti kebodohan yang sudah menjadi sifat alaminya, Sandy keras kepala menjawab,“Tapi saya kenal dia. Dia bukan siapa-siapa. Kalau pun dia benar menolong Anda, Tuan Tjiang, itu pasti hanya kebetulan belaka! Dia ini dulu hanyalah—”PLAK!Tamparan keras melayang
"Nona Felicia, ini tak bisa dibiarkan. Pemuda miskin yang dulunya hanya tukang kopi itu mulai besar kepala. Bagaimana bisa dia menegosiasikan masalah proyek mega mall langsung dengan kakek Anda?" ujar Sandy, mencoba mengompori Felicia dengan nada penuh emosi. Ia tak senang melihat Xander berupaya menyelamatkan Panti asuhan, melalui Tuan tua.Namun, Felicia hanya menghela napas panjang. Kode dari kakeknya, William Tjiang, sudah jelas. Keputusan beliau adalah sesuatu yang tak bisa dibantah siapa pun."Semua terserah pada kakek. Dialah pemilik sesungguhnya perusahaan ini. Selama beliau masih hidup, kendali penuh ada di tangannya," jawab Felicia dengan nada dingin. Sorot matanya menunjukkan ketidaksenangan terhadap sikap Sandy yang tampak terlalu mencampuri urusan pribadinya.Semakin lama Felicia memperhatikan pembicaraan serius antara kakeknya dan Xander, hatinya semakin dipenuhi kegelisahan. Tak hanya karena hubungan profesional mereka, tetapi juga kekhawatiran pribadi yang ia simpan ra
Darmawan Tjiang tiba-tiba menyela pembicaraan antara ayahnya dan Xander tanpa basa-basi. Suaranya lantang, dipenuhi emosi yang sulit disembunyikan."Ayah! Aku tidak setuju. Pemuda ini bukan orang baik-baik. Dia seorang duda! Istrinya menceraikannya karena berselingkuh. Bagaimana mungkin Anda ingin menjodohkan dia dengan Felicia?"Nada bicaranya menggema di seluruh aula, menarik perhatian para tamu yang sebelumnya sibuk dengan gelas anggur mereka. Semua kepala menoleh ke arah mereka, memasang telinga untuk mendengarkan drama yang sedang terjadi.Tuan William Tjiang menatap putranya dengan tajam. Wajahnya memerah, menahan amarah yang hampir tak terkendali. Ia menarik napas panjang, lalu dengan suara yang lebih tenang namun tegas, menjawab tuduhan tersebut."Menjodohkan Felicia? Apa yang kamu bicarakan? Darmawan, sebaiknya kamu tidak ikut campur dalam pembicaraan kami. Aku dan Tuan Xander tidak sedang membahas perjodohan Felicia, apalagi menjodohkannya dengannya!"Sorot matanya yang taja
Setelah insiden di Panti Asuhan Penuh Kasih, Xander tak henti-hentinya memikirkan kecemasan yang membelenggu benaknya.Panti itu bukan sekadar tempat bagi anak-anak yang membutuhkan, tetapi kini telah menjadi simbol dari ketidakadilan yang harus ia lawan.Ancaman penggusuran dan proyek mal yang dipaksakan membuatnya tak bisa tinggal diam.Untuk lebih dekat dengan situasi tersebut, Xander memilih untuk kembali bekerja magang di Gorilla’s Café. Selain untuk memantau keadaan, kedekatannya dengan Hannah Laksa dan Dimas memberinya lebih banyak informasi tentang perkembangan proyek tersebut.Pagi itu, setelah menerima surat tugas yang seolah berasal dari Grace Song, Xander membuka pintu lobi kafe dengan langkah tenang.Begitu memasuki ruangan, aroma kopi yang baru diseduh langsung menyergap inderanya, hangat dan menggugah selera.Musik jazz ringan terdengar mengalun dari speaker di sudut, lembut namun jelas, memberikan ritme pada suasana pagi yang tenang.Suara mesin espresso berdengung di
Ternyata, perasaan Lisa Nuya sama sekali tidak berdasar.Nyonya pemarah itu, mengenakan mantel bulu cerpelai mewah yang mengkilap, tampak seperti seseorang yang terbiasa dengan perhatian. Ia adalah seorang anggota Dewan Kota, dengan pengaruh yang tak perlu dipertanyakan. Kepergiannya menggunakan pesawat Diamond Air bukan hanya sekadar perjalanan biasa.Itu adalah ujicoba—kesempatan langka untuk menguji kecepatan dan pelayanan pesawat baru yang menghubungkan Kota Air dengan dunia luar, membuka pintu bagi semua yang ingin merasakan sensasi bepergian dengan layanan eksklusif.Di dalam pesawat, wanita eksklusif itu memanfaatkan momen dengan sangat baik.Dengan gaya khasnya, dia mulai mengambil gambar dari berbagai sudut, berusaha menangkap setiap detil yang menunjukkan kemewahan pesawat tersebut.Setelah beberapa kali mengambil gambar, ia akhirnya mengunggahnya ke akun media sosial pribadinya, seperti yang sudah diprediksi banyak orang.“Semua pemirsa, Pesawat Diamond Air ini benar-benar
Akhirnya, David Li mendapatkan masa percobaan selama tiga bulan.Jika dalam periode itu ia gagal mengubah kepemimpinan di perusahaan penerbangan yang sebelumnya lemah dan kurang pengawasan, maka kali ini Xander, sebagai pemilik perusahaan, menegaskan bahwa ia harus bersikap lebih tegas."Setelah tiga bulan, saya akan melakukan evaluasi terhadap kinerja Anda.” Jangan salahkan saya jika kali berikutnya saya terpaksa mengambil keputusan tegas, bahkan mungkin memecat Anda," ancam Xander, tatapannya tajam dan dingin."Mengerti, Tuan Sanjaya. Saya paham..." jawab David Li, sembari mengusap keringat dingin yang mengucur deras dari keningnya—padahal suhu ruangan itu sangat dingin."Saya akan bekerja lebih keras dan meningkatkan pengawasan di perusahaan. Terima kasih, Tuan Sanjaya, telah memberi saya kesempatan untuk terus menjadi direktur utama," tambah David Li dengan suara yang penuh kekukuhan.David Li menjabat tangan Xander dengan kuat.Xander hanya melempar senyum tipis kepada sang direk
Di dalam kantor Direktur Utama, Michael Chen duduk sendiri dengan tubuh gemetar dan pikiran kalut.Rasa takut terus menghantuinya sejak pertama kali menyadari kemungkinan mengerikan—pemuda yang ia anggap remeh itu ternyata benar-benar Tuan Sanjaya.Keyakinannya semakin kuat ketika melihat bagaimana Direktur Utama, David Li, memperlakukan pemuda sederhana itu dengan penuh hormat, nyaris seperti seorang abdi pada majikannya."Apa yang harus kukatakan untuk menyelamatkan diri?" pikir Michael, berulang kali, seperti mantra yang terus menggema di dalam kepalanya.Pikiran itu menggerogoti ketenangannya, membuat waktu terasa berjalan sangat lambat, bahkan hingga pendingin udara di ruangan yang terlalu dingin membuat tubuhnya menggigil.Akhirnya, setelah penantian panjang yang terasa seperti siksaan, pintu ruangan terbuka.Xander masuk lebih dulu, berjalan dengan tenang namun penuh wibawa.Di belakangnya, David Li mengekor seperti anak ayam yang patuh pada induknya.Dua perempuan yang sebelum
Sophia adalah seorang influencer. Meskipun pengikutnya tidak lebih dari lima ribu orang, dia tetap rutin mengadakan siaran langsung.Setiap sesi ia manfaatkan untuk fleksing gaya hidupnya yang terlihat mewah dan glamor.Mayoritas kontennya hanya pamer, mulai dari tutorial makeup dengan produk-produk mahal yang ia beli dari uang hasil memeras Michael Chen, hingga tips berpakaian “stylish” dengan barang-barang dari butik premium.Sophia sangat cerdik memanfaatkan pengikutnya yang berasal dari masyarakat kelas bawah.Dengan manipulasi halus, ia membangun citra sebagai wanita karier sukses, meskipun kenyataannya jauh berbeda.Sebagian besar biaya hidup Sophia dibiayai Michael Chen. Liburan ke tempat-tempat terkenal yang biasa dikunjungi pasangan bulan madu, hingga biaya operasi plastik untuk mengubah hidungnya yang dulu pesek menjadi menjulang seperti puncak Gunung Himalaya, semua dibiayai oleh pria itu.Dengan cermat, Sophia menutupi fakta di balik kemewahan hidupnya, menciptakan citra
Sophia berjalan dengan langkah genit yang dipenuhi kepercayaan diri, mendekati Direktur David Li.Tatapannya sempat melirik David Chen yang melangkah lesu ke arah pintu, tetapi ia tidak menunjukkan niat untuk menghentikannya.Fokusnya kini telah berubah. "Jika aku bisa menguasai Direktur Li, bukankah ini berarti aku akan menjadi nyonya sejati di kantor Diamond Air ini?" pikirnya sambil tersenyum tipis."Michael Chen terlalu lemah. Memang dia direktur, tapi tak mampu memecat karyawan tetap!"Dengan pemikiran dangkal itu, Sophia mendekat sambil mengadopsi sikap yang dibuat-buat."Pemimpin Li, apa yang terjadi? Anda memarahi Direktur Chen? Apakah Anda memerlukan bantuan profesional saya?" tanyanya dengan nada prihatin.Tapi setiap kata yang meluncur dari bibirnya terasa mengandung racun tersembunyi.Tatapan Sophia berbinar saat ia menghela napas, menikmati momen yang menurutnya adalah langkah awal menuju kemenangan.Dalam benaknya, David Li sudah berada dalam genggamannya.Dengan tatapan
Sementara itu, di depan pintu lift, Direktur David Li menahan langkah Xander yang baru akan turun mengikuti instruksi Hani, si petugas keamanan.“Tuan Sanjaya...” suara David Li terdengar ragu. Ia mencoba menghentikan aksi keempat orang itu.“Direktur utama...” sapa Hani buru-buru membungkuk dalam-dalam, hampir mencium lantai. Sebuah tindakan menjilat yang parah tak terselamatkan.Amy Liu dan Jessica Huang mengikuti dengan hormat, meskipun sikap mereka jauh lebih wajar.Namun, David Li tidak memedulikan ketiga orang itu. Fokusnya sepenuhnya tertuju pada Xander.“Anda adalah...” suara David Li menggantung, seolah mencoba memastikan apa yang ia pikirkan. Sorot matanya bertemu dengan Xander, yang mengedipkan mata santai, memberi sinyal jelas bahwa identitasnya sebaiknya tetap tersamarkan.“Panggil saja aku Xander. Xander Sanjaya...” ujar Xander dengan nada acuh tak acuh, seolah nama itu tak berarti apa-apa.Meski sudah jelas menyebutkan nama “Sanjaya,” Amy Liu dan Jessica Huang tidak men
Namun, karena Sophia terus menangis keras tanpa setetes air mata, Michael Chen tidak punya pilihan selain menunjukkan empati. Bagaimanapun juga, Sophia adalah kekasih gelapnya. Ada rasa sakit yang samar saat melihatnya menangis.“Hani, seret ketiga orang itu keluar sekarang juga. Aku yang bertanggung jawab atas pemecatan Jessica Huang dan Amy Liu. Jangan biarkan situasi ini semakin kacau!” perintah Michael dengan nada tegas, disertai lirikan yang menyiratkan dukungan untuk Sophia.Sophia langsung menghentikan tangisannya yang berlebihan. Ia mendongak dengan mata merah, bukan karena air mata, tetapi akibat terlalu lama menguceknya.“Direktur Michael, apakah Anda sungguh melakukan ini demi keadilan?” tanya Sophia dengan nada manis yang jelas palsu. “Anda memang yang terbaik... Mari kita bersiap-siap menyambut Tuan Sanjaya,” lanjutnya dengan senyum sumringah, seolah drama tadi tak pernah terjadi.Michael sempat merasa aneh melihat perubahan drastis Sophia, tapi ia menepis pikirannya. Ia
Tak lama kemudian, Hani, si petugas keamanan yang lebih cocok disebut tukang parkir, sudah berada di aula. Hampir dua ratus karyawan berkumpul, menyaksikan aksi arogansi Sophia yang memanas."Hani! Usir mereka bertiga sekarang juga!”“Mereka sungguh memalukan, rakus menyantap hidangan yang seharusnya untuk Tuan Sanjaya! Manusia-manusia lancang!" seru Sophia dengan nada penuh kebencian, suaranya menggema di seluruh ruangan.Para karyawan, yang sebenarnya tidak menyukai Sophia, berbisik-bisik di antara mereka, mengomentari sikap arogannya.Tatapan mereka penuh rasa tidak suka, tetapi tak satu pun yang berani angkat bicara.Namun, di mata Sophia, bisikan itu adalah pujian atas ketegasannya. Dia memang ingin mencari muka di hadapan direktur utama, Tuan David Li, berharap bisa menaikkan posisinya.Pacar gelapnya, Michael Chen, adalah direktur pemasaran dan tidak punya kuasa di bidang SDM.Jadi, dengan membuat jasa semacam ini, ia berharap mendapat perhatian David Li agar Amy dan Jessica di
Meskipun Diamond Air berada di gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, perusahaan ini hanya menempati lantai tiga dan empat Sanjaya Tower.Lantai empat, tempat ruang direksi berada, memiliki desain minimalis dengan panel kayu elegan dan pencahayaan modern yang hangat, menciptakan suasana profesional yang sesuai dengan standar perusahaan.Xander, dengan penampilan yang sederhana namun penuh percaya diri, tiba-tiba muncul di ruang pertemuan yang luas.Meja panjang di tengah ruangan dipenuhi kue-kue mewah dan berbagai hidangan lezat. Aroma manis dari kue-kue tersebut memenuhi ruangan, menggoda siapa pun yang masuk.Semua ini tampaknya dipersiapkan dengan cermat untuk menyambut pemilik baru—Xander sendiri."Aku suka kue ini," bisik Xander pada dirinya sendiri, tanpa ragu mengambil sepotong besar tiramisu yang lembut dan kaya rasa."Hm, lezat," katanya sambil menjilat jarinya, menikmati setiap gigitan. Ia kemudian memotong sepotong besar pie susu yang menggiurkan, salah satu makanan