POV Ibu
Flashback on.
***
“Pak, besok hari jum’at Ibu mau pergi ke rumah teman Ibu.”
Aku berbicara pada suami. Sekitar sepuluh menit yang lalu, aku sampai di rumah. Fira sedang sibuk mengurus tanamannya. Dia suka berkebun untuk mengisi waktu luang. Aku duduk berdua di belakang rumah dengan suami. Sedangkan Fira berada di depan dan Ubay sedang bekerja.
“Kemana Bu?” tanya suamiku. Namanya pak Syukur.
“Ke rumah teman Ibu, Pak. Rumahnya lumayan jauh, tapi Ibu ke sana mau naik angkot saja. Bapak nggak usah antar. Dekat ruma
POV IbuFlashback on.***“Nggak usah, Fira. Kamu di rumah saja. Ibu mau pergi sendiri saja. Cuma sebentar kok,” sanggahku.“Tapi Bu, Fira nggak tega kalau Ibu pergi ke sana sendiri. Jauh apa nggak, Bu?” tanya Fira lagi.“Nggak Fira. Nggak jauh kok. Ibu mau naik angkot saja. Hari ini kamu ada acara sendiri ‘kan?”Iya, ucapanku harus dibumbui kebohongan dan sengaja mengambil hari jum’at karena Fira akan pergi ke perkumpulan Yasinan yang ia ikuti. Jadi, ada alasan untukku agar bisa leluasa pergi tanpa harus b
POV IbuFlashback on.***“Apa Ibu nggak takut? Nanti kalau kuantar sampai sana, Ibu mau pulang pakai apa, Bu?”Oh iya, aku baru kepikiran bagaimana caraku pulang nantinya. Di sana pasti jarang orang lewat. Biarlah itu kupikirkan belakangan. Yang penting aku harus sampai ke sana lebih dulu.“Itu gampang, Pak. Hehe. Dia ‘kan temanku, mungkin bisa membantu untuk mengantar pulang.”“Ibu yakin, tetap mau ke sana?”“Iya Pak, sudah dekat, rugi kal
POV IbuFlashback on.***Untuk sesaat aku mematung dan menengokkan kepala ke kanan, kiri serta belakang. Namun aku tak menemukan siapa pun di dalam ruangan ini.Aku mengerutkan kening dan memikirkan siapa tadi yang mendorongku? Atau hanya kakiku yang tergelincir sehingga tanpa sengaja masuk ke ruang tamu ini? Sepertinya tidak demikian. Jika tetap saja dipikir mungkin rasa takut akan kembali hadir. Lebih baik mencari tahu siapa pemilik rumah ini saja. Milik Nyai Astuti atau justru bukan.“Permisi. Apakah ada orang?” sapaku lagi, kaki mulai kuayun perlahan mencari keberadaan penghuni rumah ini.Gubrak!
POV IbuFlashback on.***“Hahaha, kau masih meragukan ilmuku, Diyah! Lancang!”Brak!Aku terdorong ke belakang mengenai tembok cukup keras.“Argh! Ma-maaf Nyai.”Aku bangkit seraya meminta maaf. Tubuhku tadi sempat luruh setelah menghantam tembok. Punggungku sepertinya lebam. Terasa sakit.“Kau turuti kemauanku, aku akan mengabulkan segala permintaanmu. Kau tinggalkan sembahyang kepada Tuhanm
POV IbuFlashback on.***Beberapa bulan setelah perjanjian yang kulakukan dengan Nyai Astuti sudah berlalu. Kini aku sedang menunggu hasil yang sudah sangat kuharapkan. Selama ini, aku berhasil mengelabui semua orang yang ada di rumah ini. Semua kulakukan dengan sangat berhati-hati.Ritual sudah beberapa kali kulakukan. Aku terpaksa pergi ke bangunan tak berpenghuni yang jaraknya lumayan jauh dari rumah. Semua kulakukan agar seisi rumah tidak curiga dan baik-baik saja. Saat akan pergi ke tempat itu, kupersiapkan segala kebutuhan yang kuperlukan di dalam tas, kecuali ayam hitam. Dia akan kubeli saat di perjalanan dan memasukkannya ke dalam karung agar orang yang melihat tidak curiga.
POV IbuFlashback on.***“Ubay, lebih baik kamu cari kerja di kota saja sana. Mumpung perut Fira belum semakin besar. Kalau keburu lahiran, nanti kalian bingung kalau kamu belum punya pendapatan tetap. Kasihan Fira ‘kan, nantinya?”Kami sedang duduk bersama di ruang tengah. Kini kehamilan Fira sudah memasuki bulan ke tiga, jika semakin menunda untuk menyuruh mereka pergi dari sini, bisa-bisa aku kembali merasa berat hati saat melihat cucuku yang imut telah lahir. Itu tidak boleh terjadi. Secepatnya mereka harus pindah dari sini. Agar semua yang kurencanakan berhasil sampai akhir.“Iya sih, Bu. T
POV IbuFlashback on.***“Ibu, kami pergi dulu ya? Ibu sama Bapak baik-baik di sini. Insyaallah, seperti apa yang Ibu ucapkan, kami akan lebih bahagia hidup di kota. Rezeki kami lancar seperti apa yang Ibu harapkan.”Sebelum mengecup punggung tanganku, Ubay meminta izin dan restu kepadaku. Hatiku merasa terpukul, ingin melarangnya pergi dan tetap ada di sini. Tapi semua itu tidak boleh keluar dari mulutku. Mereka harus tetap pergi dan aku harus tetap terlihat tega untuk merelakan mereka pergi. Sulit sekali, tapi harus tetap mencoba menguatkan hati.“Iya Bay, Ibu merestui kalian dan selalu mendoakan ag
POV IbuFlashback on.***Sosok nenek berwajah penuh luka dan berambut putih panjang, melayang dihadapan kami, tepatnya di sisi ruang tamu yang gelap. Ya, Nyai Astuti berani menampakkan dirinya saat aku bersama dengan suami. Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi. Hanya karena aku lupa tidak memberikannya sesajen, kini ia bertindak seperti ini.Susah payah aku menyembunyikan segalanya. Tentang ibadah pun aku berakting sangat cantik. Tapi hanya kelalaianku yang baru satu kali, dia sudah menghancurkan segalanya dengan menampakkan diri dihadapan suami.Kini hari memang sudah gelap, jam di dinding menunjukkan hampir pukul