Arsen menunggu proses operasi Claire dengan gelisah. Berkali-kali ia mondar-mandir dan menoleh ke arah pintu ruang operasi yang tak kunjung terbuka. Tidak dipedulikannya sekumpulan wartawan dari beberapa televisi swasta dan surat kabar yang terus saja mendesak ingin mewawancarainya. Untungnya polisi menghalangi mereka agar tidak berbuat keributan di depan ruang operasi. Ia benar-benar sudah muak dengan para wartawan itu. Mereka menanyakan tentang hal-hal pribadi Claire dan mengait-ngaitkannya dengan Sergio. Dilihatnya dua orang agen FBI bersetelan hitam yang berdiri tak jauh dari posisinya, entah apa yang mereka lakukan di sana. Ia tak mau ambil pusing dan memilih untuk duduk di depan ruang operasi. Sekali lagi ia menengadahkan tangannya ke atas untuk berdoa agar Claire selamat. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya saat ini selain berdoa dan mondar-mandir tak jelas. Suara langkah kaki terburu-buru dari samping kirinya sama sekali tidak mengganggunya, karena yang ia pikirkan saat in
“Arsen, ini tidak seperti yang kau pikirkan...”“Bagaimana mungkin kau bilang ini tidak seperti yang kupikirkan, sedangkan pada kenyataannya kau telah membohongiku selama bertahun-tahun? Apa lagi yang kau sembunyikan dariku, Leo? Aku sudah membagi semua kisahku padamu dengan jujur, tapi ternyata selama ini kau hanya bersandiwara?” Arsen mengangguk-anggukkan kepalanya. “Jadi itulah kenapa tiba-tiba saja kau bisa tahu semuanya? Bahkan kau bisa tahu dimana James berada disaat aku tak punya gambaran apa-apa saat itu. Oh, atau jangan-jangan alter ego Claire juga hanya bohongan belaka?”“Nak, dengarkan dulu penjelasan dari Leo. Tidak selamanya kebohongan itu bertujuan buruk. Ada hal-hal yang harus disimpan rapat, agar keselamatan orang lain tidak terancam,” saran Andreo sambil menepuk bahu Arsen. “Alter ego Claire bukan bohongan. Dia memang memilikinya.”Arsen mendengus sinis. “Keselamatan siapa? Keselamatan Leo sendiri?”“Claire,” jawab Leo dengan tegas, lalu melirik ke belakang Arse
Andreo masuk dengan langkah tertatih-tatih karena Leo tidak bisa mengantarnya. Ia mendekati putrinya yang terlihat tenang, namun wajahnya begitu pucat. Hidung dan mulutnya ditutupi masker oksigen untuk membantu pernafasannya.“Hei, lihat! Ayahmu juga ada di sini. Kau tidak sendirian lagi, kan? Maafkan kami yang tidak bisa menjagamu selama 24 jam penuh. Kalau kau mau menikah denganku, aku mungkin bisa melakukannya. Mumpung ayahmu ada di sini, siapa tahu saja dia langsung merestui kita,” seru Arsen begitu Andreo sudah sampai di sampingnya.Andreo terkekeh geli lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia membelai dahi Claire sembari tersenyum.“Lihatlah, Nak. Ada laki-laki temperamental yang bersedia menjagamu selama 24 jam, padahal dirinya sendiri masih labil,” ejek Andreo lalu kembali terkekeh.“Hei, bagaimanapun juga aku ini cuma manusia biasa. Memangnya pria harus selalu terlihat tegar dan kuat? Bahkan kau sendiri juga sering menangis,” protes Arsen sembari melirik Andreo sinis.Mer
“Aku pingsan karena dehidrasi dan kelaparan, lalu ayahku datang. Dia dan Bibi Viviana menyuruhku untuk berpura-pura amnesia. Aku yang saat itu tidak mengerti hanya mengangguk saja, karena Bibi Viviana mengancamku akan mengurungku kembali di kamar yang gelap itu jika aku tidak mau. Setelah itu aku diberi makanan yang enak-enak dan tubuhku kembali bugar. Bahkan aku diijinkan untuk keluar dan jalan-jalan bersama Josh, dengan diantar oleh seorang laki-laki seumuran ayahku. Di tengah perjalanan, tiba-tiba saja mobil yang kami tumpangi ditabrak dan akhirnya kami kecelakaan,” lanjut Tania dengan kening mengernyit.Leo menaikkan sebelah alisnya. “Kecelakaan itu memang murni karena musibah atau sudah direncanakan sebelumnya?” “Aku tidak tahu.” Tania menggeleng. “Ayahku datang bersama Bibi Viviana dan seorang laki-laki ke rumah sakit tempat aku dan Josh dirawat. Yang kutahu setelah itu, namaku adalah Emily William, aku bukanlah anak dari ayahku, aku adalah adik dari Josh, harus mendekati ora
"Jadi, siapa temanmu ini?" tanya Arsen tak tahan lagi. Leo mengernyit melihat tingkah aneh Arsen yang terlihat curiga. Dia melihat Jack yang tiba-tiba sudah berada di samping Claire. "Oh, kenalkan ini Jack Reeves, atasanku. Dia juga atasan Claire... ""Apa?" potong Arsen tak mengerti. "Atasan Claire?" "Maksudku atasan Rose," koreksi Leo. "Hei, kau makanlah dulu. Aku membawakan makanan dari restoranmu sekalian baju ganti. Paman Andreo akan kesini nanti untuk menggantikanmu.""Apa maksudmu dengan atasan Rose?" kejar Arsen lagi, tak mau melepaskan begitu saja. Jack yang mendengar kegigihan Arsen langsung berbalik dan mengulurkan tangannya. "Aku Jack Reeves, kepala FBI sekaligus atasan Rose, agen khusus FBI. Senang akhirnya bisa bertemu denganmu."Arsen hanya melihat tangan Jack tanpa berniat untuk menyambutnya. Dia justru memicingkan matanya. "Rose adalah agen khusus FBI? Bagaimana bisa? Maksudku, sejak kapan?" "Dengar, Arsen. Kami kesini hanya ingin melihat keadaan Claire, tidak be
Sudah satu jam lebih berlalu, namun Arsen masih yakin bahwa Claire belum meninggal. Pria itu tetap menunggui Claire di ruang jenazah, dan itu membuat Leo kasihan sekaligus sedih. Ia memang masih belum bisa menerima kenyataan bahwa sepupunya meninggal, tapi ia berusaha kuat untuk tegar. Berbeda dengan Andreo dan Laura yang langsung pingsan karena tak kuat menghadapi kenyataan. Selama satu jam itu, Arsen terus saja mengoceh tak karuan sambil sesekali menciumi punggung tangan gadis itu. Air matanya kembali menetes dan cepat-cepat ia menghapusnya.“Kalau saja kita hidup di dunia fiksi, pasti Claire bisa hidup lagi,” ucap Josh lalu terkekeh di sebelah Leo, namun setelah itu bibirnya bergetar dan air matanya kembali mengalir.“Aku juga berharap seperti itu. Tapi inilah realitasnya, Josh. Tak ada yang bisa kembali dari kematian, kecuali Tuhan memang benar-benar mau menunjukkan kuasa-Nya pada manusia sok tahu seperti kita,” sahut Leo dengan suara serak.Josh kembali terkekeh sambil mengu
“Aku melihat ada seorang laki-laki yang tingginya sekitar 20 meter. Berpakaian serba putih dan rambutnya juga putih sepunggung, tapi dia masih muda. Dia tersenyum padaku. Awalnya aku takut, tapi dia hanya diam di sebelah bukit,” jawab Claire dengan senyum tak lepas dari bibirnya.“Apa dia lebih tampan dari aku?” Arsen mengerutkan keningnya seraya mencibir.“Jangan konyol.” Claire terkekeh kecil. “Setelah itu, tiba-tiba saja aku berada dalam kegelapan yang menakutkan.”Arsen membelalakkan matanya. “Serius? Aku juga sempat mendapatkan penglihatan soal itu. Yah, kupikir itu cuma halusinasiku saja setelah kau dinyatakan meninggal oleh dokter,” ucapnya lalu tersenyum masam.“Hanya sebentar saja aku berada dalam kegelapan. Setelah itu aku berada di sebuah rumah serba putih. Aku seperti terperangkap dalam rumah itu dan tak bisa keluar.” Claire berdehem sejenak. “Lalu aku mendengar alunan musik yang membuat rumah itu bercahaya. Saat seseorang menyanyikan sebuah lagu, terdengar seperti se
Arsen menaikkan kedua alisnya saat melihat sahabatnya. Pria itu melangkah mendekatinya, lalu saling menepuk bahu sembari bersalaman.“Kau harus melihat keadaan Tania kapan-kapan. Dia benar-benar sendirian saat ini. Josh pun sudah mulai luluh hatinya dan mau kembali menerima gadis itu di rumahnya,” ucap Leo pada Arsen sebelum mencium kening Claire.“Dia sendirian? Kenapa tidak kau ajak kesini saja?” tanya Claire lalu tersenyum saat Paul menghampirinya.“Kau tidak sedang bercanda, kan? Dia pernah melukaimu, Claire. Seharusnya kau....”“Arsen, dia melakukannya dalam keadaan tidak sadar. Akulah yang seharusnya meminta maaf padanya, karena James sudah melukainya terlalu jauh,” potong Claire sembari tersenyum.Paul memeluk gadis itu dan mengusap rambutnya. “Inilah kenapa aku merindukanmu. Satu-satunya pasien yang membuatku ingin segera menyelesaikan urusanku untuk menemuimu. Setelah kau sembuh, kita akan kembali melakukan terapi. Semoga saja James sudah tidak lagi muncul.”“Ah, aku m