Juan menatap Tania yang sedang tertawa senang, karena Leo membawakan gadis itu satu set boneka barbie beserta perlengkapannya. Ia tidak mau ikut campur dengan urusan mereka, karena bisa jadi akan merusak suasana. Dering ponselnya mengalihkan perhatiannya dari interaksi mereka yang terlihat seperti sepasang kekasih, karena ternyata Tania tak bisa menolak pesona dari pria itu. Sejak kedatangan Leo kemarin, gadis itu lebih banyak diam dan menatap pria itu dengan wajah malu-malu. Setidaknya itu bisa membuatnya merasa lega selama sejenak, karena anak gadisnya tidak lagi merengek meminta Arsen untuk datang ke sini.“Ada apa?” tanyanya begitu mengangkat panggilan dari Andreo.[Claire bilang padaku bahwa kemarin malam dia ke apartemen Sergio di Portland bersama Arsen. Di sana ada Laura dengan wajah bengkak, seperti baru saja disiksa oleh Sergio. Bagaimana ini? Apa sebaiknya aku melaporkannya ke polisi?] suara Andreo terdengar panik di seberang telepon.“Kau yakin Sergio yang melakukannya
“Jangan pergi kemana-mana dan jangan gegabah, oke. Kuusahakan untuk secepatnya menyelesaikan urusanku dengan dosen. Aku harus segera mengurusnya jika ingin cepat mendapatkan ijazah dan keluar dari kampus ini,” pesan Arsen sebelum meninggalkan Claire di park blocks, tepatnya di dekat plang hitam dari semen bertuliskan Portland State University.Claire hanya mengangguk seraya tersenyum saat Arsen mencium keningnya, kemudian menatap kepergian pria itu dengan mobilnya. Ketika di rumah sakit tempat Josh dirawat tadi, ia memaksa pria itu untuk menemaninya menjemput Laura di apartemen Sergio. Berbagai upaya dilakukannya untuk membujuk pria itu, meskipun dengan cara yang memalukan sekalipun. Bahkan ia meminta Josh untuk membujuk Arsen. Untungnya pemuda itu sanggup membuat kakak tirinya menyanggupi permintaannya. Mengingat kejadian itu membuatnya tersenyum. Betapa mudahnya sosok Josh melupakan dendamnya setelah mengetahui fakta yang sebenarnya. Apalagi pemuda itu sama sekali tidak merasa ri
Perkiraan awal sekitar lima atau sepuluh menit sudah cukup bagi Arsen untuk menyelesaikan urusannya, namun ternyata salah seorang dosen memintanya untuk mengisi seminar Kewirausahaan, karena dia sudah menjadi seorang pengusaha. Ingin sekali ia menolak permintaan itu, namun sayangnya ia sudah mengenal dosen itu dan menganggapnya seperti ayahnya sendiri. Satu jam kemudian, barulah ia keluar dari gedung fakultasnya dan terburu-buru menuju ke Park Blocks. Tak sampai lima menit kemudian, ia sudah memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dekat plang universitas, lantas mencari keberadaan Claire. Cukup sulit menemukan gadis itu, karena suasana taman jauh lebih ramai daripada saat ia dan Claire baru tiba di sini tadi.“Claire?” panggil Arsen pada seorang gadis berambut hitam ikal dan mengenakan jaket berwarna putih yang membelakanginya. Dalam hati ia merasa lega, karena ternyata gadis itu tidak pergi kemanapun selain di area taman yang sangat panjang ini. “Maaf, aku tadi harus mengisi semina
"Gawat, Romeo sudah berhasil mendapatkan Claire," lapor Leo pada Jack dan Brandon melalui video call. "Apa? Bagaimana bisa? Bukankah kau bilang ada orang yang mengawasi Claire?" bentak Jack dengan wajah garang. "Mereka fokus pada rumah saksi, bos. Seharusnya Arsen yang menjaga Claire, tapi dia malah sibuk di kampus," sesal Leo. "Freddy baru saja mendapatkan lokasi Romeo. Ada di hotel dekat Haystack Rock. Akan kukirimkan titik lokasinya pada kalian setelah ini. Pastikan kita sampai di sana tepat waktu sebelum semuanya terlambat," sahut Brandon dengan terburu-buru. "Jack, anak buahku berangkat hanya dengan 3 personilmu saja. Apa tidak kurang?" "Leo, kirimkan tim tambahan. Pastikan mereka hanya melumpuhkan target," perintah Jack sambil menyambar-nyambar jaketnya. "Kau mau kemana?" tanya Leo sambil berlari ke arah mobilnya. "Aku harus ikut ke sana. Kita tidak punya waktu lagi. Brandon, jangan lupa panggil ambulans untuk berjaga-jaga."Dan setelah itu sambungan mereka berakhir dan Br
Claire yang melihat itu kembali ketakutan, namun kedua matanya tiba-tiba terpejam sejenak. Saat membuka matanya, Rose muncul dengan ekspresi jijik di wajahnya, apalagi saat melihat tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalam.“Ew, benar-benar menjijikkan,” gumamnya saat merasakan lembab di beberapa bagian tubuhnya, lalu mendongak untuk menatap Sergio yang tengah memegang sebilah pisau di tangan kanannya.“Kau benar-benar akan membuat lelucon dengan itu? Di sini?” Rose tertawa meremehkan, lalu mengangkat sebelah alisnya. “Apa kau benar-benar semenyedihkan itu, sampai-sampai harus memakai benda tajam untuk menghadapi seorang gadis? Benar-benar laki-laki banci. Cih!” Ia memutar matanya dan berpura-pura muntah.Rahang Sergio mengeras mendengar hinaan itu. Kedua matanya menatap Rose nanar dan tangan kanannya menggenggam pisau bergerigi itu dengan erat. “Berhenti mengataiku banci!” hardiknya marah.“Kau memang banci, tak punya otak, tak punya hati, dan yang lebih menyedihkan lagi...”
Awalnya Arsen benar-benar tidak yakin dengan teori Josh, namun tetap saja ia melajukan mobilnya menuju ke Cannon Beach yang ada di Clatsop County. Berkali-kali ia beradu argumen dengan Josh dan mengancamnya macam-macam, namun Josh tetap pada pendiriannya. Ia menelpon polisi tambun tadi yang bernama Andrew Bredford, lalu menelpon Leo untuk menanyakan bagaimana perkembangan yang didapatnya. Sayang sekali Leo tidak menemukan Sergio di tempat-tempat yang disebutkan oleh Juan, dan itu semakin menambah kegelisahannya. Bagaimanapun juga Claire hanyalah seorang gadis yang akan tetap kalah jika berhadapan dengan psikopat bertubuh kekar seperti Sergio.“Kita harus mencari Claire dimana?” tanya Arsen ketika mereka sudah memasuki kawasan Ecola State Park yang dipenuhi dengan pohon-pohon tinggi di kiri-kanan jalan. “Itulah yang aku tidak tahu. Banyak hotel di sekitar pantai. Kita hanya akan membuang-buang waktu saja jika mengunjunginya satu persatu,” sahut Josh sambil membuka kaca jendela di s
“Ya Tuhan, aku benar-benar bodoh sekali selama ini sudah tertipu oleh topengnya. Dia bertingkah selayaknya pria sejati dan lembut.” Laura menggeleng-gelengkan kepalanya geram. “Tapi setidaknya aku sudah terbebas darinya, meskipun mungkin setelah ini aku akan sering bermimpi buruk.”Josh tidak menyahuti perkataan Laura dan malah meraih remot di atas nakas. Ia memperbesar volume televisi yang menyiarkan berita mengenai penangkapan seorang buronan asal Rusia di hotel yang ada di dekat garis pantai Oregon. Wajah Sergio terpampang jelas di sana dengan ekspresi datar. Penyiar berita itu mengatakan bahwa Sergio melakukan pembunuhan tidak hanya di Rusia saja, tetapi juga di Portland. Pria itu sedang menyekap dan menganiaya seorang gadis saat ditangkap polisi, dan saat ini gadis itu sedang dalam kondisi kritis di Nortwest Urgent Care.“Dia benar-benar psikopat sinting! Bagaimana bisa dia menganiaya seorang gadis tanpa merasa bersalah sekalipun?” ucap Josh geram.“Jadi, selama ini Sergio me
Arsen menunggu proses operasi Claire dengan gelisah. Berkali-kali ia mondar-mandir dan menoleh ke arah pintu ruang operasi yang tak kunjung terbuka. Tidak dipedulikannya sekumpulan wartawan dari beberapa televisi swasta dan surat kabar yang terus saja mendesak ingin mewawancarainya. Untungnya polisi menghalangi mereka agar tidak berbuat keributan di depan ruang operasi. Ia benar-benar sudah muak dengan para wartawan itu. Mereka menanyakan tentang hal-hal pribadi Claire dan mengait-ngaitkannya dengan Sergio. Dilihatnya dua orang agen FBI bersetelan hitam yang berdiri tak jauh dari posisinya, entah apa yang mereka lakukan di sana. Ia tak mau ambil pusing dan memilih untuk duduk di depan ruang operasi. Sekali lagi ia menengadahkan tangannya ke atas untuk berdoa agar Claire selamat. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya saat ini selain berdoa dan mondar-mandir tak jelas. Suara langkah kaki terburu-buru dari samping kirinya sama sekali tidak mengganggunya, karena yang ia pikirkan saat in