âPenampilanmu sudah rapi.â Dira menggerutu pelan. âKau dan sekspertaismu perlu pengendalian yang kuat, Mister.â Ethan tertawa. âDan kau mengeluhkan hal itu, Nyonya,â godanya. Dira melotot. âKancing lagi dan jangan coba-coba untuk membuat pekerjaan itu semakin rumit,â ancamnya saat membelakangi Ethan, menunggu pria itu merapikan gaunnya. âAku tidak percaya kita benar-benar melakukannya,â lanjutnya. Ethan terbahak. âAku juga tidak. Aku belum pernah melakukannya sebelumnya.â âAku justru khawatir kalau kau pernah melakukannya.â Dira mengedarkan pandangan, seketika menyadari jalanan yang mereka lewati bukan jalan yang biasanya mereka lalui saat pulang. Alih-alih menuju rumah mereka seperti biasanya, mobil yang mereka tumpangi justru berbelok ke jalanan pasir yang belum pernah mereka lalui. Dira mengernyit, melirik Ethan dengan raut penasaran. âKita tidak pulang?â Ethan tersenyum misterius. âBersabarlah, Angel.â Ucapan itu justru membuat kesabarannya menipis, tapi Dira berusaha me
Dira duduk di sofa empuk dengan tangan terkepal di pangkuan sementara sepasang visual tajamnya menatap lurus ke arah wanita yang duduk di hadapannya. Dr. Helena, terapisnya, tersenyum lembut padanya, berusaha menenangkannya sebelum mereka memulai sesi terapi pertamanya. âEMDR, atau Eye Movement Desensitization and Reprocessing, adalah metode yang digunakan untuk membantu otak memproses kembali ingatan yang mungkin tersimpan dalam bentuk yang tidak tuntas,â jelas Dr. Helena dengan suaranya yang tenang dan menenangkan. âTujuan kita di sini bukan hanya untuk mengembalikan ingatanmu, tetapi juga memastikan bahwa ingatan itu tidak lagi membawa beban emosional yang menyakitkan.â Dira menarik napas dalam, mencoba memahami kata-kata itu. âJadi⊠apa itu berarti aku akan mengingat semuanya?â Kepalan di tangannya semakin kuat. Ia harus mengingatnya. Bukan hanya untuk menyatukan kepingan dirinya yang tidak utuh, tapi untuk dirinya dan Ethan. Kalimat terakhir yang dikatakan suaminya membuatnya
âDira,â suara Dr. Helena terdengar, tapi terasa jauh. âKau bisa berhenti kapan saja jika ini terlalu berat.â Dira membuka mulutnya, ingin bicara, tapi yang keluar hanyalah gumaman samar. âAda seseorangâŠ.â Matanya berkabut. Rasa takut menyelimuti sekujur tubuhnya. Dan sebelum ia menggali lebih dalam, gelombang kecemasan itu menjadi terlalu kuat. Seperti kaca yang pecah, ingatannya buyar. Dira menjerit tertahan dan merosot di kursinya, napasnya memburu. Seluruh tubuhnya gemetar hebat. Dr. Helena segera mengulurkan tangan, suaranya tetap lembut, tenang. âKita cukupkan untuk hari ini, Dira. Kau sudah melakukan yang terbaik.â Tapi Dira tidak merasa seperti itu. Karena kini ada kekosongan besar yang menganga dalam dirinya, dan sesuatu memberitahunya bahwa ingatan yang tersembunyi itu lebih menakutkan dari yang pernah ia bayangkan. Dira masih duduk di kursinya dengan tubuhnya yang gemetar. Tangannya saling menggenggam erat di pangkuan, berusaha menenangkan diri dari badai emosional ya
âSesi kita hari ini akan lebih dalam. Aku ingin kau tetap fokus pada apa pun yang muncul di benakmu. Biarkan perasaan itu datang, jangan ditolak, dan katakan padaku apa yang kau lihat dan rasakan.âDira mengangguk. Ia sudah tahu prosesnya, tapi entah kenapa, perasaan gelisah itu tetap ada. Saat terapisnya mulai menggerakkan jarinya maju-mundur di depan wajahnya, Dira mengikutinya dengan tatapan, membiarkan pikirannya terbuka.Awalnya hanya kegelapan. Lalu samar-samar ia melihat pantai. Lalu, debur ombak, dan suara tawa. Ada seorang anak kecil, tapi wajahnya kabur. Anak itu berlari ke arahnya, melompat dengan gembira ke dalam pelukannya. Sangat bahagia. Sudut mulutnya terangkat ke atas.âSeorang anakâŠâ suaranya nyaris tak terdengar. âAku⊠melihat seorang anak.âDr. Helena tetap tenang. âCeritakan padaku, Dira.ââAku tidak tahu⊠dia ada di sana, tapi aku tidak melihat wajahnya.âDira meremas tangan di pangkuannya. Hatinya bergetar, ada sesuatu di benaknya yang berusaha menembus permukaa
Di mana dia?â mata Leo tampak menyala karena marah, tapi Ethan menanggapinya dengan santai.âDia ada di tempat seharusnya.ââEthan, aku harus melihatnya. Aku perlu memastikan dia baik-baik saja,â desak Leo, tapi Ethan tidak memepdulikannya.âTidak, kau tidak akan bertemu dengannya. Janji adalah janji, Leo. Kau dan dia melanggar apa yang sudah kita sepakati. Sekali dia melewati batas, aku tidak akan pernah memafkannya.âLeo mengumpat pelan. âDia tidak stabil. Kau dan aku tahu itu. Dia hanya ingin minta maaf. Bagaimana pun dia merasa bersalah.ââDan lihat akibat apa yang timbul dari perasaan bersalahnya. Dia membuat istriku pingsan! Aku memberinya kesempatan, membebaskannya karena dia setidaknya layak diberi kesempatan setelah semua yang dia lalui,â suara Ethan meninggi, dipenuhi dengan emosi.âtapi dia mengabaikannya dengan datang ke tempat ini. Sekarang, dia akan membayar dosa-dosanya.âMata leo menyipit. âApa yang kau lakukan padanya?ââAku tidak membunuhnya jika itu yang kau tanyaka
Dira menatap rumah minimalis itu dengan hati gamang. Tidak yakin ingin melakukan apa. Ia menundu, menatap kunci yang sekarang ada di tangannya. Logam itu terasa dingin di tangannya yang gemetar. Bayangan saat Ethan melepasnya pergi kembali berputar di benaknya, tapi ia meyakinkan diri bahwa mereka berdua butuh jarak. Badai emosi ini terasa mencekik. Perlahan, Dira melangkah mendekati rumah âamannyaâ. Aroma bunga dan laut berpadu lembut di udara, mengirimkan aliran menenangkan yang langsung meresap ke dalam dirinya. Angin pantai berbisik di antara dedaunan pohon palem yang tertata rapi di halaman, sementara suara deburan ombak terdengar samar di kejauhan. Tangan Dira gemetar saat kunci itu berputar di dalam lubang kunci. Napasnya tersengal, jantungnya berdetak kencang seolah ingin meninggalkan tubuhnya. Ketika pintu akhirnya terbukaâDira dibuat terdiam kehilangan kata-kata, tubuhnya membeku di tempat. Dengan pandangan nanar, Dira menatap penuh haru rumah yang dihadiahkan Ethan untuk
âAda apa dengan wajah itu? Kau terlihat tidak tidur semalaman. Semua baik-baik saja?â Ethan mengabaikan pertanyaannya. Ia membolak-balik dokumen yang dibacanya. âKita bisa menelaah ulang jika memang menurutmu ada yangââ âKau benar-benar tidak menyimak apa yang kukatakan, benar, kan?â Ethan menatap Marcus. âApa?â Marcus bersandar ke kursinya. âHanya tubuhmu yang ada di sini, pikiranmu entah ada di mana. Dan tolong lakukan sesuatu tentang wajahmu itu. Kau terlihat seperti orang yang baru diberitahu bahwa dunia akan kiamat besok. Ada apa denganmu? Kau tidak pernah terlihat seperti ini.â Ethan mengusap wajahnya. Dunianya memang sudah kiamat. Dira pergi meninggalkannya. Ia tidak akan pernah melihat wajah polos dan senyum sehangat matahari itu lagi, yang selalu mempertanyakan hal-hal sederhana dan menyukai segala hal seolah itu hal terbaik di dunia. Tidak ada lagi wajah yang ia lihat saat membuka mata di pagi hari. Sekarang yang tersisa hanya kehampaan dan juga kekosongan. Ethan men
âEthan!âDira begitu panik saat Ethan ambruk dalam pelukannya, nyaris membuat mereka berdua jatuh berguling di lantai yang keras dan dingin. Ia mencoba menggoyangkan tubuh berotot pria itu, tapi Ethan bergeming, seolah pria itu batu. âEthan!âTerdengar erangan kecil.Dira membawa Ethan dengan susah payah ke kamar mereka. Bukan perkara mudah mengingat bobot Ethan nyaris membuatnya patah tulang. Setelah perjalanan panjang yang seolah selamanya, Dira membaringkan Ethan di atas ranjang.Selama itu, Ethan sama sekali tidak bersuara. Yang membuktikan kalau pria itu tidak baik-baik saja. Dira menempelkan tangannya di dahi Ethan.Sangat panas.âKau demam!â Ethan menggumamkan sesuatu yang tidak dimengerti oleh Dira, tapi ia tidak hilang akal. Meski panik, Dira berusaha tetap bersikap tenang. âKau sakit, Ethan. Aku harus melepas pakaianmu. Ethan?âEthan mengerang kecil, membuka matanya yang sayu dan tidak fokus.Tidak bagus.âAku harus melepas pakaianmu. Badanmu sangat panas. Air mendidih tid
âDahulu kala ada seorang pangeran yang tinggal di sebuah kastil mewah.â âApa dia tampan Daddy?â Ethan menahan senyumnya. âYa, dia tampan. Sangat tampan. Hari-harinya dipenuhi dengan kegiatan istana yang sangat membosankan. Dia kesepian, tapi tidak seorang pun yang tahu perasaannya.â Leandra mengerjap-ngerjap dengan penuh rasa ingin tahu. âLalu, apa yang terjadi, Daddy?â âPria itu memutuskan untuk berpetualang. Dia pergi tanpa memberitahu siapapun. Melakukan perjalanan panjang melewati samudera, menikmati setiap detiknya, tapi pangeran itu tetap saja kesepian.â âApa dia pulang?â Ethan menggeleng. Ia memperbaiki selimut putrinya. âTidak, dia tidak pulang, glyko mou. Dia meneruskan perjalanan, tapi pangeran itu memutuskan untuk berhenti. Dia butuh istirahat.â Theo yang sejak tadi hanya menjadi pendengar akhirnya bersuara. âLagi, Daddy.â Ethan mengelus rambut halus putri kecilnya. âKeajaiban terjadi saat pangeran itu melakukan kesembronoan. Dia membuang sampah sembarangan. Saat it
Lima tahun kemudian, Dira menatap putri kecil mereka Leandra sedang bermain pasir bersama ayahnya. Di samping keduanya, seorang bocah kecil berusia 4 tahun tampak diam mengamati. Mata cokelatnya yang tajam dan awas seperti sedang menilai setiap gerakan yang dilakukan oleh Kakak dan Ayahnya. Dira yang melihatnya merasakan dadanya membengkak oleh perasaan bahagia yang tak terungkapkan. Kebahagiannya, kini berada tepat di hadapannya, seperti sebuah potret abadi yang tak ternilai. Dira melilitkan pareo di sekitar pinggangnya sebelum akhirnya menghampiri keluarganya. Ketiganya begitu larut menikmati aktivitas membuat istana pasir hingga keberadaannya sama sekali tidak disadari. Dira ikut berjongkok, mencium puncak kepala Leandra dan Theo bergantian. Leandra yang memiliki warna mata persis seperti yang dimiliki oleh Ethan menatapnya berbinar. âMommy! Lihat, kami berhasil membuat istana pasir.â âOh iya! Siapa yang paling banyak berkontribusi?â Leandra menepuk dadanya dengan bangga. The
Ethan tertawa sebelum akhirnya menyuapkan saus itu ke mulutnya. Dira mencecap rasa creamy alpukat yang lembut, berpadu sempurna dengan sedikit perasan lemon. âBagaimana?â tanya Ethan. âKalau kau membutuhkan pekerjaan katakan saja. Toko rotiku pasti akan menemukan tempat untukmu.â Ethan menyeringai. âMungkin aku akan mempertimbangkannya.â Lima belas menit kemudian pasta buatan Ethan sudah siap disantap. Dira dengan penuh semangat mulai melahap makanannya. Dira baru saja menyuap satu sendok ketika gelombang rasa panas menyambar tubuhnya. Bukan panas biasa, tetapi sensasi teramat kuat yang membuat sendok di tangannya terjatuh dengan bunyi cling yang nyaring. Gelombang nyeri menjalar dari punggung bawahnya, menusuk hingga ke perut. Ia meringis, tangannya mencengkeram tepi meja. âEthanâŠâ suaranya mulai goyah. Ethan langsung menghampirinya dengan wajah tegang. âKenapa? Apa yang sakit, Angel?â Dira mencoba menarik napas dalam. âMungkin cuma kontraksi palsuâŠâ Namun, belum sempat ia me
Dira memejamkan mata, menikmati sapuan angin yang membelai kulit wajahnya. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Ia melakukannya selama beberapa kali dan dalam proses itu senyum sama sekali tidak pernah meninggalkan wajahnya. Ketenangan dengan cepat merasuk dalam dirinya. Sepasang lengan kokoh memeluknya dari belakang, membelai perutnya yang sudah membesar. Dira memiringkan kepalanya sedikit, memberi akses lebih mudah saat Ethan mendaratkan kepala di bahunya. âApa yang kau lakukan?â tanya Ethan lembut di telinganya. âMenikmati pemandangan. Kita jarang ke tempat ini padahal laut ini tepat di depan rumah,â desahnya lambat. Dira menundukkan pandangan, menatap tangan Ethan yang sekarang sedang mengelus-ngelus perutnya dari balik gaun tipisnya. âAku tidak sabar menunggu kedatangan Dut-dut.â âAku juga,â balas Dira, menyandarkan tubuhnya pada Ethan. Memasuki usia kehamilan 36 minggu, dokter mengatakan dalam beberapa minggu ia akan melahirkan. Sejak saat itu
Ethan berdiri terpaku di depan toko peralatan bayi seperti orang tersesat, matanya menyapu setiap sudut etalase yang dipenuhi berbagai barang berwarna-warni untuk kebutuhan bayi. Meski sudah membaca buku tentang kebutuhan bayi dan mencaritahu segalanya, ada perasaan aneh yang merayap dalam dirinya. Perasaan yang sulit ia definisikanâcampuran antara keterkejutan, antusiasme, dan sedikit kegugupan, merasa seolah memasuki dunia yang benar-benar asing. Sekilas, ia melihat anak kecil yang sedang merengek dan meraung pada orang tuanya sambil menunjuk-nunjuk barang yang ada di etalase. Dulu pemandangan itu pasti membuatnya bergidik dan menjauh. Sekarang⊠ia tidak sabar untuk menghadapi situasi yang sama. Tanpa sadar sudut mulutnya terangkat. âEthan?â Suara Dira menyadarkannya. Istrinya menatapnya dengan alis bertaut, mungkin heran melihatnya hanya berdiri di sana tanpa bergerak. Ethan mengangkat bahu, lalu meraih keranjang belanja. âAyo masuk dan membeli semua yang dibutuhkan Dut-d
âAku mencintaimu.â Kedua kelopak matanya terangkat, sebentuk senyum tipis terukir di wajahnya yang cantik. Ia mengangkat kepala dan bertemu pandang dengan sepasang mata sebiru kristal yang paling ia sukai di dunia ini. âKau bilang apa?â tanyanya serak, khas orang baru bangun tidur. Dira mengangkat sedikit kepalanya, menggunakan lengan Ethan sebagai bantal saat menunggu pria itu bersuara. Tentu saja ia mendengar apa yang dikatakan Ethan, ia hanya suka mendengar kata-kata itu keluar dari bibir suaminya. Ethan mendekat, menempelkan hidung mereka. âAku mencintaimu, agape mou.â âSekarang lebih mudah bagimu mengatakannya, ya âkan?â Ethan tertawa rendah. Memang, rasanya jauh lebih mudah mengatakannya sekarang. Setelah apa yang mereka lalui, rasanya penting mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Ketakutan itu masih ada, jauh bersembunyi dalam dirinya, tapi sekarang jauh lebih mudah menghadapinya setelah semua yang terjadi. Setelah menyadari bahwa cinta sungguh bisa memberikan kekuatan ya
Dira menyeringai, tanpa sengaja pandangannya tertuju pada foto yang ada di dekat komputer suaminya. Foto pernikahan merekaâatau lebih tepat disebut pembaruan janji pernikahan. Mereka melakukannya di sebuah pulau kecil. Ia mengenakan gaun koktail sederhana sementara Ethan mengenakan celana selutut dan kemeja yang lengannya digulung sampai di atas siku. Benar-benar sederhana, tapi hari itu menjadi salah satu hari paling membahagiakan dalam hidupnya. âAku suka foto itu,â komentarnya. Ethan mengikuti arah pandang istrinya. âAku juga, terutama karena setelah itu aku membuatmu tidak mengenakan apa pun selama berhari-hari,â balasnya bangga, menunjukkan seringai nakalnya. Dira tertawa. âKau membuat bikiniku rusak, sekalian saja tidak usah memakainya.â Ethan menarik lembut lengan istrinya dan membawanya duduk di atas pangkuannya. âEthan! Menurutku kau tidak bisa melakukannya. Aku pasti sangat berat sekarang.â Ethan mengabaikannya. âMenurutmu, berapa peluang yang kudapatkan untuk membuatm
Dira berdiri di tengah ruang utama Flour & Figs sambil tersenyum tipis, matanya mengamati setiap sudut toko dengan seksama. Aroma kayu yang masih baru bercampur dengan wangi lembut vanilla dari lilin aroma terapi yang sengaja dinyalakan untuk memberikan kesan hangat. Dinding kaca besar di sisi kanan toko memberikan pemandangan langsung ke arah laut yang membentang luas, dengan ombak tenang berkilauan di bawah sinar matahari sore. Rak-rak kayu yang dipasang di sepanjang dinding telah tertata rapi dengan toples berisi aneka kue kering dan roti. Meja-meja bundar kecil dan kursi anyaman ditempatkan di dekat jendela, menawarkan tempat duduk yang sempurna bagi pelanggan yang ingin menikmati kue dan minuman sambil menatap hamparan laut. Beberapa tanaman hijau dalam pot keramik tersebar di beberapa sudut, menambah nuansa alami dan menenangkanâkonsep yang sejak dulu ia inginkan. Dira berjalan perlahan ke arah dapur, tangannya secara refleks menyentuh perutnya yang mulai membuncit. Kehamilann
Dira berjalan mondar-mandir di ruang tamu rumah mereka sambil mengigit jarinya. Sudah dua jam berlalu, tapi sampai sekarang Ethan belum juga menghubunginya. Kenapa Ethan belum menghubunginya? Ia sudah mencoba menghubungi suaminya, tapi hasilnya nihil.Mungkin Ethan terlalu sibuk sampai tidak lupa waktu? Atau mungkin saja sinyal membuat sambungannya tidak terhubung.âMaâam.âSapaan itu hampir membuatnya melompat. Ia menghela napas, menatap pengurus rumahnya. âAda apa, Marta?ââMaâam ada Riko di depan pintu, katanya ingin menemui Anda. Ini mendesak.âUntuk apa sekretaris Ethan ingin menemuinya? Mengabaikan gemuruh yang berdentam dalam dadanya, Dira bergerak cepat untuk menemui pria itu. Riko berdiri di ujung pintu, tampak seperti orang tersesat. Wajahnya pucat dengan kedua tangan yang terlipat seperti orang yang sedang berdoa.Dira menarik kepalanya, berusaha melihat ke belakang pria itu, dan ia tidak melihat keberadaan Ethan.âRiko.âPria itu membelalak, terkejut karena kehadirannya ya