Aku menoleh ke seseorang yang menepuk pundakku. Ternyata si Husna dan dua anaknya juga suaminya. Terlihat perutnya buncit karena sedang mengandung anak pertama dari lelaki ketiga yang merupakan suami sahnya."Husna lagi jalan-jalan ya," jawabku."Iya Dara. Omong-omong sudah dapat undangan belum dari Ratna?" tanya Husna.Aku mengangguk undangan dari Ratna baru tiba tadi pagi saat aku dan suami sedang sarapan. Tapi kenapa Husna menanyakan itu apa dia mau bergosip."Sudah tadi pagi," jawabku singkat."Masa orang kaya undangannya jelek. Nggak seperti kalau sedang ngomong setinggi langit. Itu sama aja undangan murahan kaya orang kampung," balas Husna."Hus nggak boleh begitu Husna. Sudah biarkan saja dia mau ngapain kek. Yang penting kita jangan sampai seperti dia yang membuat sakit hati tetangganya," ucapku.Karena waktu sudah siang dan mepet aku juga takut telat aku pamit sama Husna untuk segera masuk kerja. "Eh sudah setengah delapan aku masuk dulu ya. Tempat kerjaku di atas nanti lift
Aku tak berbicara diam menatap wanita angkuh di depanku ini. Apa dia yang karyawan baru atau mungkin dia sama seperti Estel seorang wanita yang menyukai suamiku."Kenapa hanya diam saja dan menatapku seperti itu?" hardik perempuan itu lagi."Maafkan saya bu," ucapku lirih."Kamu pikir orang rendahan sepertimu minta maaf saja cukup. Aku manager kepercayaan bos di sini. Aku bisa memecatmu kapan saja jika menyinggungku!" seru wanita yang belum aku ketahui namanya.Krieeet! Ruangan kerja Nungki terbuka dan Nungji marah mendengar suara karyawannya itu. Dia mengatakan kalau wanitalah itulah yang sebaiknya angkat kaki di restorannya karena ia tak akan membiarkan siapapun menghina istrinya. Hanya satu manager Nungki berkata bisa menggantinya dengan yang lain."Beraninya kamu menghina istriku seperti itu. Apa kamu lupa wajah istriku? Dia kemari setelah capek bekerja kamu seenaknya membentak istriku! Sepertinya kamu sudah bosan kerja di sini!" gertak Nungki."Apa bos nggak salah lihat. Masa sih
Kedua wanita itu menertawakan aku yang memang pulang kerja terlihat lusuh dan menganggap aku tidak pantas hidup bareng Nungki."Lusuh seperti ini menandakan aku sibuk kerja mencari uang tidak mengandalkan suami. Sedangkan kalian untuk bersolek ria begitu menggunakan uang siapa?" tanyaku membalas mereka."Kurang ajar kamu berani sekali sombong padaku!" seru nyonya Anna.Nungki memelototi nyonya Anna dan Irma yang tak ada kapoknya menyinggungku. Kenapa mereka ini tak pernah sadar apakah saat mereka meninggal nanti baru akan diam tak membuat sakit orang."Nungki bukan kami yang membuat kekacauan. Yah managermu sendiri yang bilang Dara tak pantas menjadi nyonya bosnya," ucap Irma melihat Nungki sudah seperti marah."Lantas apa pantas kalian menghina istriku. Untuk apa kalian datang ke sini?" tanya Nungki.Nyonya Anna mengatakan kalau Irma sudah hamil sedangkan aku belum juga hamil. Dia mengolok-olokku mengataiku kurang subur, kandungan bermasalah bahkan mandul. Tega sekali mereka ini pada
Nyonya Lala mengatakan pada Nungki kalau seharunya memeriksakan aku yang tak kunjung hamil ini. "Heh Nungki seharunya periksakan istrimu. Siapa yang menhina sudah beberapa bulan tak kunjung hamil. Jangan-jangan dia mandul!" jawab nyonya Lala tegas."Kenapa harus aku saja yang disalahkan ketika tak kunjung hamil. Sebaiknya jaga bicara anda kalau ternyata saja sehat. Saya bisa menuntut anda," sahutku.Nyonya Lala menertawakanku yang katanya panik karena mengakui kalau aku benar-benar perempuan yang tak subur. Bahkan ia mengatakan pada suamiku kalau seharusnya mengganti istri yang bisa melahirkan anak."Nungki lihat dia seperti mengakui kalau tak bisa memberikanmu anak. Lebih baik kamu mencoba berhubungan dengan wanita lain untuk mendapatkan anak," ucap nyonya Lala.Plak! Nungki menampar nyonya Lala yang banyak omong. "Kalau kalian kesini hanya untuk mengolok istriku lebih baik kalian pulang sekarang," balas Nungki.Irma juga ketakutan kalau Nungki marah. Nungki suamiku itu akan melaku
Nyonya Lala meminta ampun pada Nungki ia memohon untuk jangan mengusirnya dari rumah yang telah lama ia tinggali."Nungki kamu tega sekali mengusir kami apa kamu sudah gila sehingga gampang di pengaruhi oleh pihak luar?" tanya nyonya Lala."Pihak luar mana yang kamu maksud. Lagipula itu rumah nenekku. Kalian hanya numpang dan dulu berjanji akan pergi setelah rumah kalian di renovasi. Sekarang sampai beranak cucu masih tinggal di sana keenakan kamu ya!" seru Nungki.Nungki masih keras kepala ia sudah terlanjur kesal karena nyonya Lala selalu menghinaku soal anak. Lagi-lagi karena aku tak kunjung mengandung makanya dia selalu mencemoohku. Sekarang dia mengajak Irma ke restoran sengaja pamer kalau Irma orang yang dia gandeng untuk mengahncurkan rumah tangga paman suamiku yang sekarang sedang mengandung untuk mengolokku yang belum hamil."Dara kamu wanita murahan dan penuh manipulasi. kamu menghasut cucu keponakanku untuk mengusirku iya kan?" tanya nyonya Lala."Masih berani membentak ist
Kenapa nasibku seperti ini. Mendapatkan orang yang banyak uang tidak berarti hidupku nyaman dan bahagia. Dari luar kelihatan hidup nyaman tapi aslinya menahan batin. Suami menerima aku apa adanya, mertua juga baik tapi ada duri dalam keluarga suamiku yang selalu membuatku tak nyaman. "Jangan kamu masukkan hati dan jadikan pikiran yang ada kamu bisa stres," ucap Nungki."Maaf aku belum maksimal bisa melindungimu," imbuh Nungki.Aku mengangguk saja biar kelar masalah. Tapi hati ini masih sakit. Nungki mengajakku makan malam sebelum pulang kerumah."Istirahatlah besok kita mampir ke rumah ibu," ucap Nungki."Oh iya aku juga ingin menengok rumah bu Endang yang mau hajatan," balasku.Kami akhirnya tidur istirahat daripada memikirkan nyonya Lala dan Irma yang nggak masuk akal kalau bicara. Apa hubungannya denganku atas kesialan yang ia dapatkan. Aku hanya beruntung memiliki nungki yang banyak hartanya. Tapi aku tidak aji mumpung aku tetap bekerja untuk diriku sendiri."Badanmu demam Dara.
Nungki mengatakan kalau siang ini aku membaik tidak sakit lagi akan diberikan ijin untuk kerumah ibuku. Tapi jika tidak kunjung membaik Nungki tidak akan memberikan aku ijin untuk pergi berkunjung ke rumah ibu dan menengok bu Endang yang sedang hajatan."Baiklah istirahat dulu. Aku akan bekerja ke restoran dulu setelah itu kita akan berkunjung ke rumah ibu," balas Nungki."Terima kasih Nungki, maafkan aku yang sering merengek ini ya," balasku.Nungki hanya mengangguk tapi aku dengar dari pelayan setelah Nungki pergi ternyata tidak ke restoran melainkan ke rumah nyonya Lala. Dia mengusir nyonya Lala dan anak serta cucu juga menantunya dari rumah yang seharusnya memang punya neneknya. Sudah menempati bertahun-tahun masa iya menjadi betah dan tidak mau pindah. Sudah dikasih hati mereka masih mengusik keluarga Nungki. Mungki suamiku itu sudah lama gerah dan baru saat ini memiliki kesempatan mengusir mereka."Nungki betapa hatimu jahat mengusir saudara yang sedang kesusahan," ucap Mondi.
"Lala dulu aku selalu percaya dengan rengekanmu juga semua perkataanmu. Ternyata begini balasanmu terhadap cucu menantuku?" tanya nyonya Leni.Nyonya Lala mengatakan tidak mengerti apa yang dikatakan oleh adiknya. Tentu saja beliau mengatakan itu semua karena para tetangganya yang berbicara secara gamblang mengenai perbuatannya yang tak baik itu. Sepertinya nyonya Leni pikirannya sudah terbuka tentang kejahatan adiknya itu."Maksudmu apa Leni. Aku tidak pernah menyakiti siapapun!" seru nyonya Lala."Kamu sudah menghasutku untuk memusuhi Nungki cucuku sendiri karena kamu selalu bilang Nungki berkelakuan tidak wajar dan merupakan anak nakal di luar sana sehingga aku dan Nungki tidak dekat. Dari biaya resepsi anakmu sampai lahiran cucu serta pamper cucumu aku yang membiayai apa masih kurang cukup!" tegas nyonya Leni.Bisik-bisik tetangga mulai terdengar. Mereka menghujat nyonya Lala yang tak tahu malu. Sudah menjadi benalu masih menghasut agar kedekatan nenek dan cucu renggang. Mereka ju
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal