Kenapa nasibku seperti ini. Mendapatkan orang yang banyak uang tidak berarti hidupku nyaman dan bahagia. Dari luar kelihatan hidup nyaman tapi aslinya menahan batin. Suami menerima aku apa adanya, mertua juga baik tapi ada duri dalam keluarga suamiku yang selalu membuatku tak nyaman. "Jangan kamu masukkan hati dan jadikan pikiran yang ada kamu bisa stres," ucap Nungki."Maaf aku belum maksimal bisa melindungimu," imbuh Nungki.Aku mengangguk saja biar kelar masalah. Tapi hati ini masih sakit. Nungki mengajakku makan malam sebelum pulang kerumah."Istirahatlah besok kita mampir ke rumah ibu," ucap Nungki."Oh iya aku juga ingin menengok rumah bu Endang yang mau hajatan," balasku.Kami akhirnya tidur istirahat daripada memikirkan nyonya Lala dan Irma yang nggak masuk akal kalau bicara. Apa hubungannya denganku atas kesialan yang ia dapatkan. Aku hanya beruntung memiliki nungki yang banyak hartanya. Tapi aku tidak aji mumpung aku tetap bekerja untuk diriku sendiri."Badanmu demam Dara.
Nungki mengatakan kalau siang ini aku membaik tidak sakit lagi akan diberikan ijin untuk kerumah ibuku. Tapi jika tidak kunjung membaik Nungki tidak akan memberikan aku ijin untuk pergi berkunjung ke rumah ibu dan menengok bu Endang yang sedang hajatan."Baiklah istirahat dulu. Aku akan bekerja ke restoran dulu setelah itu kita akan berkunjung ke rumah ibu," balas Nungki."Terima kasih Nungki, maafkan aku yang sering merengek ini ya," balasku.Nungki hanya mengangguk tapi aku dengar dari pelayan setelah Nungki pergi ternyata tidak ke restoran melainkan ke rumah nyonya Lala. Dia mengusir nyonya Lala dan anak serta cucu juga menantunya dari rumah yang seharusnya memang punya neneknya. Sudah menempati bertahun-tahun masa iya menjadi betah dan tidak mau pindah. Sudah dikasih hati mereka masih mengusik keluarga Nungki. Mungki suamiku itu sudah lama gerah dan baru saat ini memiliki kesempatan mengusir mereka."Nungki betapa hatimu jahat mengusir saudara yang sedang kesusahan," ucap Mondi.
"Lala dulu aku selalu percaya dengan rengekanmu juga semua perkataanmu. Ternyata begini balasanmu terhadap cucu menantuku?" tanya nyonya Leni.Nyonya Lala mengatakan tidak mengerti apa yang dikatakan oleh adiknya. Tentu saja beliau mengatakan itu semua karena para tetangganya yang berbicara secara gamblang mengenai perbuatannya yang tak baik itu. Sepertinya nyonya Leni pikirannya sudah terbuka tentang kejahatan adiknya itu."Maksudmu apa Leni. Aku tidak pernah menyakiti siapapun!" seru nyonya Lala."Kamu sudah menghasutku untuk memusuhi Nungki cucuku sendiri karena kamu selalu bilang Nungki berkelakuan tidak wajar dan merupakan anak nakal di luar sana sehingga aku dan Nungki tidak dekat. Dari biaya resepsi anakmu sampai lahiran cucu serta pamper cucumu aku yang membiayai apa masih kurang cukup!" tegas nyonya Leni.Bisik-bisik tetangga mulai terdengar. Mereka menghujat nyonya Lala yang tak tahu malu. Sudah menjadi benalu masih menghasut agar kedekatan nenek dan cucu renggang. Mereka ju
Nyonya Leni meminta maaf pada semua cucunya termasuk aku cucu menantu yang mendapatkan cemooh dari kakaknya yakni nyonya Lala dan Irma yang merupakan gadis asuhannya untuk menghancurkan keluarga anaknya."Dara nenek minta maaf ya membiarkanmu menderita masuk keluarga ini," pinta nyonya Leni."Nenek ini semua bukan salah nenek jadi tak perlu minta maaf ya," balasku sambil menggenggam tangan nenekku.Beliau juga meminta maaf pada Nungki karena selama ini selalu mendengarkan Lala daripada cucunya sendiri dan berakhir ribut dengan Nungki yang padahal mempunyai usaha sendiri di luar sana."Nenek tak perlu merasa bersalah. Ini semua karena hasutan dari nenek Lala yang ingin menguasai harta nenek saja," ucap Nungki."Nenek tetap merasa bersalah padamu. Sering membandingkanmu dengan Mondi yang ternyata seorang benalu itu," balas nyonya Leni.Nungki sudah memberikan maaf untuk neneknya begitu juga Lucki mereka sudah menerima permintaan maaf neneknya yang tulus. Akhirnya penantian panjang nenek
Aku menjawab hajatannya besok hari ini biasanya orang kampung akan bergotong royong memasak bersama. Atau ada juga yang mengembalikan apa yang pernah di berikan hajatan dulu."Besok nek. Saya mau tengok-tengok dulu," jawabku."Tengok-tengok itu maksudnya membantu di dapur ya?" tanya nenekku.Aku mengangguk pelan itu juga sebentar saja kok. Karena aku tak akan meninggalkan nungki sendirian itu akan membuatnya canggung bukan."Jangan capek-capek Dara semoga kamu cepat hamil ya. Mumpung nenek masih hidup nenek pengen nimang cucu buyut dari Nungki," ucap nenek."Akan kami usahakan segera memiliki momongan," balasku.Nenek merasa lega, kami lihat wajahnya bahagia sekali. Aku juga semakin lega karena bisa melihat wajah ceria itu.Aku segera berangkat ke rumah ibu setelah melihat wajah bahagia dari nenek. Sampai di sana sudah heboh sekali di rumah bu Endang. Tapi aku tidak melihat ada tukang masak satupun di sana bukankah biasanya kalau ada hajaran para tetangga selalu membantu masak dan ber
Aki kembali ke rumah ibu bersama Nungki. Aku juga melihat ibu sedang berada di jendela entah apa yang sedang ia lakukan ternyata sedang sibuk mengirim pesan entah dengan siapa."Bu sedang apa sih. Ibu punya pacar?" tanyaku."Heh sembarangan aja sih kamu itu," jawab ibuku.Ibu menceritakan tentang apa yang ia katakan karena di rumah bu Endang saat ini sedang sibuk mempersiapkan nikahan Ratna besok. Tapi ibu-ibu ndak ada yang ke sana."Terua kalau nggak ada yang kesana itu kenapa malah gosip lewat pesan singkat?" tanyaku."Karena seru banget Dara," jawab ibu sambil tertawa.Ibu menjelaskan kalau dari sebulan yang lalu bu Endang sudah memesan tukang masak dari kampung sebelah dan ingin memasak di rumahnya sana baru deh nanti masakannya di bawa ke sini saat hari H."Lalu hubungannya apa dengan gosip di hape?" tanyaku lagi."Heh kamu ini Dara. Ya tentu saja karena ada omongan. Makananya takut habis dibawain pulang sama yang bantuin masak di acara pesta," jawab ibuku.Aku masih belum menger
Ibu menggelengkan kepalanya yang menandakan bu Endang tidak jadi mengadakan hajatan di gedung. "Halah ngomong doang sebakul tapi tak sesuai dengan kenyataan," jawab ibuku."Maksudnya apa sih bu?" tanyaku lagi karena aku sudah paham satu hal yang tidak mungkin jadi hajatan di gedung tapi yang dimaksud ibu ngomong sebakul ini yang mana.Ibu menjawab kalau sebenarnya Ratna ini tidak punya tabungan sama sekali. Karena gaya hidupnya hedon banget seperti orang kaya. Banyak pakai barang branded dan juga makan di kafe mahal tapi ternyata pakai kartu kredit. Gajinya habis buat bayar cicilan melulu."Ya ngomong sebakul maunya selangit tapi duitnya nggak ada," jawab ibuku."Sudah biarkan saja bu. Yang penting kita nggak sama seperti mereka," balasku.Nungki mendengar percakapan kami. Sepertinya suamiku sedang memikirkan hal yang kotor di otaknya. Yah dari dulu suamiku itu suka membuat panas hati bu Endang."Pakai perhiasan ini Dara," ucap Nungki sambil membuka kotak set perhiasan entah kapan ia
Nungki mengangguk ia mengatakan kalau akan memnerikan emas batangan itu pada bu Endang sebagai kado istimewa dari kami berdua."Tentu saja karena dia selalu menggosipkan istriku maka aku akan membalas perbiatannya dengan membawakan hadiah spesial seperti ini," jawab Nungki."Ta-tapi bu Endang tak seperti yang kamu pikirkan. Pasti juga akan dicibir olehnya," ucapku.Bapakku kenapa jadi mendukung Nungki melakukan itu. Menurut bapakku bu Endang akan panas apalagi saat memberi ada banyak orang yang melihat. Bu Endang akan panas sendiri karena banyak orang yang memuji kami."Kamu jangan tak enakan jadi orang Dara. Biarkan saja bu Endang makin kelojotan melihat kado yang kamu berikan," ucap bapakku."Tuh kan bapak saja sudah mengijinkan yuk ah kita kesana sekarang," ajak Nungki.Aku terpaksa menuruti suamiku. Jantungku rasanya berdetak kencang saat melangkahkan kaki menuju rumah bu Endang. Ibu-ibu yang tadinya enggan menegok rumah bu Endang tiba-tiba berkumpul bersama ada di sana. Aku semak
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal